Rabu, 30 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS JASA KEUANGAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)

Di samping urusan keuangan negara dan  moneter, Presiden Jokowi juga harus menyelenggarakan urusan jasa keuangan. Dari sisi kelembagaan, terdapat badan khusus mengurusi masalah2  jasa keuangan, yakni lembaga  Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Studi ini bukan mengevaluasi kritis pemimpin OJK, tetapi Presiden Jokowi urus jasa keuangan.

Sebagaimana laporan studi2 kinerja Jokowi sebelumnya, studi ini juga menggunakan janji2 lisan kampanye Pilpres 2014 sebagai standar kriteria evaluasi kritis. Antara lain:

1.Membuat Bank Tani untuk mengurangi impor pangan. Sudah 3,5 tahun Jokowi jadi Presiden, Bank Tani masih belum terbentuk. Bahkan, impor pangan terutama beras jalan terus dan meningkat. Jokowi ingkar janji. Kinerja buruk.
2. Membatasi Bank Asing. Sebuah sumber menyajikan  data statistik perbankan Indonesia (SPI) Februari 2017. Jumlah Bank asing tercatat 9 Bank. Jumlah kantor Bank asing 89 unit. Untuk bank campuran,  12 Bank dengan jumlah kantor 355 unit. Realitas obyektif,  banyak Bank asing  memasuki daerah  di Indonesia.Bank asing sangat mudah membuka cabang. Di lain pihak,  selama ini Indonesia sulit untuk membuka cabang Bank di luar negeri. Jokowi ingkar janji. Kinerja buruk.
3.Membentuk Bank Khusus Nelayan. Sama dengan Bank Tani, sudah 3,5 tahun berkuasa Jokowi belum juga membentuk Bank Nelayan. Jokowi ingkar janji. Kinerja buruk.
4.Akan berbicara terkait Kasus BLBI. Hingga 3,5 tahun berkuasa Jokowi justru menghindar berbicara ttg Kasus BLBI. Hanya janji doang. Ingkar janji. Kinerja buruk.

Standar kriteria evaluasi kritis berikutnya bersumber dari janji2 tertulis kampanye Pilpres 2014 tertuang di dalam dokumen NAWA CITA. Yakni:

1. Pembatasan
penjualan saham Bank nasional kepada asing. Realitas obyektif menunjukkan, tidak ada ketentuan pembatasan penjualan saham Bank kepada asing. Bahkan, kondisi era Jokowi kian bebas dan beberapa Bank BUMN dipaksa untuk menerima utang dari negara lain atas kepentingan pembangunan infrastruktur.
2. Pengaturan lebih ketat
utk menghidarkan konglomerasi tumpang tindih antara sektor keuangan dengan
sektor riil dalam hal kepemilikan Bank. Kita masih membutuhkan Pemerintah membuktikan  realisasi janji ini.
3. Azas resiprokal perbankan Indonesia harus segera diimplementasikan
untuk negara-negara memiliki Bank di Indonesia. Upaya Pemerintah baik secara diplomasi maupun bukan, belum ada bukti. Pemerintah lebih melihat ke dalam, kurang keluar.
4. Dukungan kepada
perbankan nasional untuk mengembangkan sayapnya ke luar negeri terutama di
ASEAN. Masih janji belaka. Jokowi belum melaksanakan janji ini.
5.
 Mengembangkan sistem
informasi dan administrasi  membuat micro finance menjadi bankable. Kita perlu data, fakta dan angka resmi Pemerintah atas pelaksanaan janji ini.
6.  Mengambil sikap zero toleran terhadap tindak
kejahatan perbankan dan kejahatan pencucian uang. Belum ada data, bukti dan angka Pemerintah sudah bekerja hingga mencapai zero toleran. Amat langka, ada pengadilan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang.
7. Memperkuat satuan tugas di lingkungan POLRI dan Kejaksaan
yang terlatih secara khusus dan professional dalam melakukan penanganan dan
pencegahan kejahatan perbankan dan pencuctan uang. Kita perlu informasi resmi adanya kegiatan perkuatan satuan tugas dimaksud.

Sumber standar kriteria lain adalah RPJMN 2015-2019.  Sasaran sektor jasa keuangan antara lain:

1. Meningkatnya ketahanan/stabilitas dan daya saing sektor keuangan melalui sistem keuangan sehat, mantap dan efisien.
2. Percepatan fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat utk mendukung pembangunan dari  masyarakat/swasta.
3. Bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, peningkatan akses kepada lembaga jasa keuangan dlm rangka meningkatkan sektor keuangan inklusif.
4. Penurunan transaksi keuangan terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui pengungkapan kasus terkait tindak pidana tsb.
5. Peningkatan kapasitas PPATK dan terpenuhinya produk hukum menunjang pemberantasan tindak pidana tsb di Indonesia.

Semua rencana kegiatan versi RPJMN terkait jasa keuangan ini, masih perlu data, fakta dan angka resmi Pemerintah yang dipublikasikan.

Kemudian, Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2015 - 2019 disusun OJK bisa juga digunakan sbg sumber standar kriteria evaluasi kritis kinerja Jokowi urus jasa keuangan. Master Plan ini memiliki tiga fokus utama, yakni

1.  Mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional (kontributif)
2. Menjaga stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi pembangunan yang berkelanjutan (stabil), dan mewujudkan kemandirian finansial masyarakat.
3.  Mendukung upaya peningkatan pemerataan dalam pembangunan (inklusif).

Rencana kegiatan OJK ini dapat dievaluasi berdasarkan kondisi real dunia jasa keuangan, seperti perbankan dan non perbankan. Sebagai contoh, kini ada 15 Bank bermasalah. Pd April 2018 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan  15 bank (berpotensi) gagal berdampak sistemik. Menurut Fuad Bawazier, Mantan Menkeu, indikasi adanya permasalahan dalam kredit perbankan terlihat dari turunnya laba bank dan naiknya NPL atau kredit macet. Persoalannya apakah OJK selaku pengawas perbankan sudah melakukan langkah langkah pencegahan dan penindakan yang tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap Bank2 sampai memasuki kondisi (berpotensi) gagal berdampak sistemik. Jangan sampai mengulangi kesalahan BI (selaku pengawas bank) pada saat Krismon BLBI 1997/1998 dan Bank Century 2008  justru menfasilitasi Bank bank nakal.

Di lain pihak Jokowi sendiri mengkritik pelaku jasa keuangan. Dilaporkan Media Indonesia (18/1/2018), Jokowi  meminta industri jasa keuangan tetap memacu laju pertumbuhan bisnis. Jangan wait and see. "Sering pengusaha kalau saya tanya kok tidak berani ekspansi atau investasi? Jawabannya 'Pak ini kan tahun politik dan ada pilkada'. Memang setiap tahun di Indonesia itu ada pilkada. Apa mau menunggu terus. Biarin pilkada ya politik dan ekonomi tetap jalan," kata Jokowi.

Selanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui kalau tingkat literasi keuangan masyarakat di Indonesia hingga saat ini masih sangat rendah (22/12/2015).Ada tiga sebab. Pertama,  kurangnya edukasi  diterima masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat menjadi korban penipuan investasi illegal   umumnya karena kurang paham atau kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai investasi benar dan legal.
Kedua,  regulasi atau business process  ‘menghambat’ akses masyarakat itu. Misalnya  sejumlah petani saat ingin melakukan pinjaman ke lembaga keuangan atau bank. Sebagian besar pinjaman itu terkendala karena alasan tidak memiliki jaminan sebagai agunan kepada bank.Ketiga,  jarak antara masyarakat dengan lembaga keuangan  sulit dijangkau.  Lokasi bank lebih banyak di pusat kota sedangkan masyarakat  membutuhkan layanan keuangan berada di daerah.

Fakta berikut ini menunjukkan kondisi BUMN Bank era Jokowi menjadi penghilang dana negara asing, terutama Cina. Seorang ekonom kritis di Media Sosial mendata, pd  2016, tiga bank BUMN (Bank Mandiri, Bank BNI, dan bank BRI ) “dipaksa” mengambil utang dari China untuk membiayai taipan Indonesia yang tengah sekarat. Pinjaman dari China  (China Development Bank (CDB)  dibagi bagikan kepada taipan dan oligarkhi penguasa nasional.

Berdasarkan janji2 lisan dan penilaian kondisi obyektif pelaku jasa keuangan dan BUMN perbankan,  kinerja Jokowi tergolong buruk. Berdasarkan janji2 tertulis (NAWA CITA) belum dapat dinilai buruk. Hal ini juga berlaku pd sumber RPJMN dan Master Plan OJK. Kita masih menunggu publikasi data, fakta dan angka resmi dari Pemerintah, seberapa jauh sudah direalisasikan rencana-rencana terkait urusan jasa keuangan ini. Rezim Jokowi masih punya tempo 1,5 tahun lagi untuk membuktikan kondisi kinerja  baik urus jasa keuangan. Mari kita tunggu !


Sumbet data baru:
*No Comment: Faktanya Hutang Negara Indonesia Rp 8925 Triliun atau 63% PDB, sudah melebihi batas maks 60%*

https://kolom.tempo.co/read/1104992/bom-waktu-utang-bumn?

Bom Waktu Utang BUMN
Oleh : Haryo Kuncoro

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute

Belum tuntas diskusi panas mengenai batas aman utang negara, belakangan muncul isu tentang utang badan usaha milik negara (BUMN). Per April 2018, misalnya, total utang BUMN dilaporkan mencapai Rp 4.825 triliun, melampaui utang pemerintah yang "hanya" Rp 4.100 triliun.

Utang BUMN diprediksi meningkat kencang seiring dengan kegiatan ekspansinya. Kementerian BUMN menghitung kenaikan utang BUMN akan menembus angka Rp 5.253 triliun atau naik 8,87 persen dari utang tahun lalu. Kenaikan ini bisa jadi merupakan konsekuensi logis dari BUMN sebagai perpanjangan tangan negara. Mereka harus melaksanakan mandat fungsi sosial sekaligus ekonomi tapi dengan pengelolaan keuangan yang terpisah.

Bidang operasi BUMN awalnya terbatas pada sektor yang membutuhkan investasi besar, tidak menawarkan keuntungan tinggi, tapi memberikan keuntungan sosial. Dalam perkembangannya, areanya meluas ke ranah yang lazim dikerjakan swasta. Dalam konteks ini, utang BUMN sejatinya merupakan hal yang lumrah.

Namun tren pertumbuhan utang BUMN yang melebihi pertumbuhan ekonomi nasional mengundang kekhawatiran. Rasio utang BUMN terhadap aset saat ini sudah mencapai 67 persen. Lampu kuning sudah menyala.

Lampu peringatan semakin terang jika melihat utang per sektor. Utang BUMN didominasi oleh perbankan. Ironisnya, perbankan pelat merah tahun lalu jorjoran membagikan dividen kepada pemegang saham (pemegang saham terbesar adalah pemerintah) alih-alih menahan laba untuk ekspansi usaha.

Padahal, berdasarkan kriteria aset, skala usaha, dan kompleksitas bisnisnya, bank-bank BUMN masuk kualifikasi berisiko sistemik. Kesulitan finansial sedikit saja akan berpengaruh pada perekonomian secara luas.

Cerita yang sama juga terjadi pada sektor konstruksi. BUMN karya banyak terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang menjadi proyek strategis nasional. Standard & Poors mencatat utang empat perusahaan konstruksi besar milik negara melonjak 57 persen dari tahun lalu menjadi Rp 156,2 triliun.

Lembaga pemeringkat utang global itu juga melaporkan rasio utang 20 BUMN konstruksi naik lima kali terhadap pendapatan kotor, melonjak jauh dibanding pada 2011 yang hanya satu kali. Intinya, neraca keuangan BUMN sektor konstruksi memburuk setelah aktif dalam berbagai proyek infrastruktur pemerintah.

Telaah atas komposisi utang BUMN sepertinya tidak mengubah simpulan awal. Utang BUMN sebagian besar bertenor jangka pendek yang tidak bisa segera ditutup dari laba usahanya. Sekitar 60 persen utang BUMN berdenominasi valuta asing. Jika nilai tukar rupiah terus melemah, beban utang BUMN pada saat jatuh tempo nanti tentu akan kian membengkak.

Apabila hal ini yang terjadi, BUMN akan menaikkan secara drastis harga produk guna menyehatkan kinerja keuangannya. Alternatif lain, BUMN terancam harus menghentikan investasi dalam lima tahun ke depan.

Dengan konfigurasi masalah di atas, pemerintah sudah semestinya konsekuen dan jujur mengakui utang BUMN akan menimbulkan tanggung wajib kontingensi pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara. Bila BUMN gagal bayar, pemerintah akan menanggungnya. Istilah populernya "too big to fail".

Selain itu, aset BUMN yang mencapai Rp 7.212 triliun pada akhir tahun lalu dicatat Kementerian Keuangan sebagai aset negara yang tidak dipisahkan dari aset pemerintah. Agar simetris, utang BUMN sudah semestinya dicatat sebagai utang negara, sehingga penanganannya lebih komprehensif.

Dengan alur logika ini pula, total utang sektor publik menjadi Rp 8.925 triliun. Dengan asumsi produk domestik bruto tahun ini sebesar Rp 14 ribu triliun saja, rasio utang sudah mencapai 63 persen, melebihi ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara yang 60 persen.

Rasio utang ini niscaya lebih tinggi lagi jika memperhitungkan utang Bank Indonesia, pemerintah daerah, bank pembangunan daerah, dan badan usaha milik daerah. Tanpa perlakuan yang sama dengan utang pemerintah, utang BUMN akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Ingat, krisis moneter 1997/1998 memberi pelajaran berharga perihal dampak buruk yang dipicu dari akumulasi utang yang tidak akurat

Senin, 28 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS MONETER



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Tim Studi NSEAS)


Di samping urusan keuangan negara, Presiden Jokowi juga harus menyelenggarakan urusan moneter. Secara kelembagaan, urusan moneter ini juga diurus Kementerian Keuangan dipimpin Menteri sebagai pembantu Presiden. Apakah kondisi kinerja Jokowi baik  atau buruk urus moneter?

Satu sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni janji2 lisan kampanye Pilpres 2014 Jokowi. Beberapa janji lisan dimaksud yakni:

1.Pertumbuhan ekonomi 8 %.
Realitas obyektif menunjukan, pertumbuhan ekonomi  jauh dari 8 %.Laporan Kinerja Kemenkeu 2015 mencatat, pertumbuhan ekonomi diperkirakan  + 4,7 %. Kemudian, menurut  kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, 2016  hanya 5,3% dan 2017 bahkan menurun menjadi 5,1 %. Presiden Jokowi tidak konsekuen dgn janji kampanye, dan tidak mampu mencapai 8 %.  Kinerja buruk.

2.Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%.
Selama 3 tahun Rejim Jokowi, tidak pernah janji ini direalisasi. Karena memang tak pernah pertumbuhan ekonomi mencapai 7 %. Janji lisan ini  mungkin bermanfaat hanya utk pengaruhi calon pemilih kelompok pra sejahtera/miskin agar beri suara kepada Pasangan Jokowi-JK.

3.Meningkatkan anggaran KPK 10 kali lipat. Janji ini sungguh tidak dilaksanakan konsekuen. Selama 3 tahun Jokowi sbg Presiden, tidak pernah anggaran KPK menaik 10 kali lipat. Kondisi anggaran KPK 2013 era SBY, Rp.662,4 miliar. Jika angka ini digunakan sebagai pembanding, maka era Jokowi anggaran KPK menjadi Rp. 6,6 triliun. Faktanya?Pd 2015, KPK mendapat anggaran Rp 898,91 miliar. Pd  2016  hanya Rp.991,8 miliar;  2017 malah merosot Rp. 250 miliar, menjadi hanya   Rp.734,2 miliar. Tidak ada hubungannya dgn janji. Jokowi ingkar janji kampanye. Kinerja buruk.

4. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan. Juga selama 3 tahun Jokowi sbg Presiden, tidak pernah kenaikan anggaran pertahanan 3 kali lipat.
Kenaikan anggaran 3 kali lipat   pertahanan sesungguhnya bertentangan dgn realitas obyektif. Tidak usah kan kenaikan 3 kali lipat, untuk mencapai target 1,5  %  dari PDB, Jokowi  juga tak mampu alias gagal. Pd 2015 APBN pertahanan, RAPBN Rp. 94,9 triliun; APBN Rp. 96,8 triliun; RAPBN-P Rp. 97,4 triliun; dan,  APBN-P Rp. 102,3 triliun. Sesuai janji seharusnya anggaran  pertahanan 2015  menjadi Rp.250 triliun. Pd  APBN 2016,  fungsi pertahanan RAPBN Rp.95,8 triliun; APBN Rp. 99,6 triliun: RAPBN-P  n/a; APBN-P n/a. Tak beda dgn kondisi 2015. Pd 2017, kondisi anggaran pertahanan juga tak berbeda secara berarti. Maka, Jokowi ingkar janji.

Janji2 tertulis di atas Jokowi tidak melaksanakan konsekuen. Dapat disimpulkan, atas standar kriteria janji2 lisan kampanye Pilpres 2014, kondisi kinerja Jokowi tergolong buruk.

Sumber berikutnya adalah janji2 tertulis kampanye  Jokowi tertuang di dlm NAWA CITA. Antara lain:

1. Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran.
2. Peningkatan realisasi penggunaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
3.Pemberian intensif bagi lembaga dan daerah  memiliki penyerapan anggaran tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocoran rendah.
4. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terkait penyerapan tenaga kerja.

Target capaian di atas dapat dinilai apakah berhasil atau gagal tercapai, sangat penting publikasi  data, fakta dan angka terkait dari Pemerintah.

Selanjutnya sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni RPJMN 2015-2019. Yakni:

1. Tercapainya inflasi setara negara kawasan atau mitra dagang dgn 3,0-5,0 % pertahun. Kondisi 2014 era SBY inflasi mencapai 8,4 %. Target era Jokowi yakni 2015 turun menjadi 5 %; 2016 turun lagi 4,0%; 2017 tetap 4 0 %; 2018 turun 3,5 %; dan, 2019 tetap 3,5 %.
Kenyataanya, BPS mencatat, inflasi 2015 mencapai 3,35 %. Angka ini lebih rendah ketimbang target dan berhasil. Di lain pihak, kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, angka inflasi 2016 tidak sesuai target 4,7 %; 2017 sesuai target 4 %. Kinerja buruk, gagal mencapai target 2016 dan 2017.

2. Tercapainya nilai tukar (Rp./USD) dengan kondisi 2014 era SBY Rp.11,900 ribu, kemudian era Jokowi target 2015 Rp. 12,200 ribu; 2016 Rp. 12,150 ribu; 2017 Rp. 12,100 ribu; 2018 Rp. 12,050 ribu; dan, 2019 Rp. 12 ribu.

Sepanjang Jokowi menjabat Presiden, nilai tukar rupiah lebih tinggi ketimbang kondisi 2014 era SBY. Kenaikan itu melewati target setiap tahun. Bahkan, pd Mei 2018 Rp 14.100. Artinya, angka ini melebihi target capaian dlm RPJMN Rp. 12,050 ribu  dan juga target  pemerintah dalam  APBN 2018  Rp 13.400 per dolar AS. Bagaimana ke depan? Menko Perekonomian Darmin Nasution memprediksi rupiah tak akan kembali ke Rp13.500/USD. Maknanya, Jokowi akan gagal meraih target capaian. Kinerja buruk.

3. Revisi UU terkait pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah satu RUU masuk Prolegnas prioritas 2015 adalah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Revisi UU BI ini  merupakan usul inisiatif dari Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan selaku wakil pemerintah.

Dari standar kriteria bersumber RPJMN, kondisi kinerja Jokowi urus moneter tergolong buruk. Jokowi gagal mencapai 2 dari 3 target.

Renstra Kemenkeu 2015-2019 juga bisa dijadikan sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter. Menurut Renstra ini, salah satu a kebijakan strategis, yakni  peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah dgn  kondisi  ingin dicapai:

1. Perencanaan dan pelaksanaan anggaran  berkualitas.
2. Hubungan Pusat dan Daerah  adil dan transparan.

Strategi  perencanaan anggaran berkualitas, yakni:

a. Pengurangan pendanaan bagi kegiatan konsumtif dlm alokasi anggaran Kementerian/Lembaga.
b. Pencanangan program penghematan dgn pengurangan frekuensi perjalanan dinas, rapat di luar kantor, perbatasank pembelian kendaraan dan pembangunan gedung baru, pengurangan aktivitas seremonial, dan pengutamaan konsumsi atau penggunaan produk dlm negeri (quick wins).
c. Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi rasional penganggarannya dan tepat sasaran.
d. Pemantapan penerapan Penganggaran  Berbasis  Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) utk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal.
e. Penataan remunerasi Aparatur Negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
f. Memprioritaskan alokasi belanja bersifat mandatory spending sprt anggaran pendidikan, penyediaan dana desa dsb.
g. Memprioritaskan alokasi belanja utk mendanai issue strategis seperti pembangunan infrastruktur, alutsista TNI, ketahanan pangan dan enerji.
h. Peningkatan sinergi dan kapasitas stakeholders penganggaran.

Kita memerlukan publikasi Pemerintah ttg data, fakta dan angka realisasi target kecapaian rencana bersumber Renstra Kemenkeu ini.

Bahkan, Jokowi sendiri  melakukan kritik terkait penggunaan anggaran dan prilaku aparatur pemerintahan :

1. Banyak ukuran kinerja penggunaan anggaran negara, terutama APBD dan APBN   tidak jelas. Saat ini banyak terjadi inefisiensi. Hasil akan dicapai pun dinilai tidak memiliki kejelasan. Banyak kegiatan tidak berorientasi pada hasil. Program dijalankan pun juga banyak tidak berkaitan dgn pembangunan.  Akibatnya, laporan dihasilkan tidak maksimal sesuai kenyataan di lapangan.
2. 60-70 % birokrasi setiap hari  hanya urus SPJ. Untuk itu, Jokowi meminta supaya menjadi pemikiran bersama, jangan sampai pemerintah terjebak pd rutinitas dianggap benar. Orientasi pemerintah harus orientasi hasil. Jangan sampai kehilangan enerji, semyanyabmengarah kepada SPJ.

Tetapi, Jokowi sendiri menerbitkan kebijakan kontroversial dan mendapatkan kritis publik. Hal itu terkait penggunaan anggaran akhir2 ini. Sebagaimana dibeberkan RMOL, 27 Mei 2018,  penilaian kritis ttg  penggunaan anggaran utk pencitraan Jokowi dari Dadang Nurjanah,
Center for Budget Analysis (CBA). APBN digunakan untuk meningkatkan citra Jokowi dan menguras keuangan negara. Buktinya? Bagi Jajang,  pd 2017 dan 2018 Jokowi menjalankan program mirip Bantuan Langsung Tunai (BLT) di era SBY, yakni bagi-bagi sembako yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 21,2 miliar. Padahal Jikowi  dulu mengkritik kebijakan SBY ini.
Kedua,  menjelang Hari Raya Idul Fitri 2018 ini.  Jokowi menerbitkan PP No. 20/2018, 23 Mei 2018,  tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dalam Tahun Anggaran 2018 Kepada Pimpinan dan Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil pada Lembaga Non Struktural. Anggaran  digelontorkan   Rp 35,7 triliun naik 68,9 % dibandingkan THR sebelumnya.  THR ini,  porsinya hanya dinikmati pimpinan. Misalnya,  pimpinan lembaga Pemda.

Di atas telah disajikan realisasi target sumber Janji lisan, RPJMN, kondisi kinerja Jokowi urus moneter, kritik Jokowi dan  penggunaan anggaran utk pencitraan Jokowi. Hal ini membuktikan kondisi kinerja Jokowi tergolong buruk. Jokowi gagal meraih target capaian.




SUMBER DATA BARU:

1. 04 Jun 2018 19:06 WIB
Ramalan BI soal Ekonomi RI dan Nilai Tukar di 2018

Fadhly Fauzi Rachman, Hendra Kusuma - detikFinance

Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksi ekonomi nasional sepanjang 2018 akan tumbuh di kisaran 5,1-5,5%. Angka tersebut masih hampir sama dengan yang ditarget pemerintah yakni 5,4%.

"Pertumbuhan ekonomi kita lihat, Bank Indonesia perkirakan 5,1-55% 2018, sumbernya di samping konsumsi, ada juga dari perbaikan ekspor, investasi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Selain itu, Bank Indonesia juga memproyeksikan tingkat inflasi berada di level 3,6% di 2016. Sedangkan nilai tukar rupiah rata-rata Rp 13.800-Rp 14.100 per US$ di sepanjang 2018.

"Tekanan nilai tukar pernah Rp 14.300 seminggu terakhir sejak 24 Mei, sekarang Rp 13.780 dan cukup stabil sejak minggu lalu," jelas dia.

Baca juga: Gubernur BI Beberkan 3 Perubahan Dunia yang Pengaruhi RI


Untuk merealisasikan hal tersebut, Perry mengungkapkan ada 3 hal yang dilakukan. Pertama, memastikan ekonomi nasional dalam kondisi baik. Kedua, menjaga stabilitas dengan mengambil keputusan. Ketiga, menjalin komunikasi terus menerus terhadap pelaku ekonomi.

"Itulah kami sepakat untuk pemerintah perkuat koordinasi, memperkuat stabilitas, dalam konteks nilai tukar, inflasi rendah," jelas dia.

Sedangkan untuk 2019, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di level 5,2-5,6p, inflasi 3,5% plus minus 1%, nilai tukar rupiah Rp 13.800-Rp 14.100 per US$.

"Untuk 2019. Sejumlah potensi mendorong pertumbuhan dari sisi global itu yang cukup baik, harga komoditas yang tinggi membuat kinerja ekspor kita baik, stimulus fiskal juga mendorong pertumbuhan dan juga membaiknya investasi swasta, menggerakan permintaan domestik," tutup dia.

Baca juga: Bos BI Sebut Gejolak Dolar AS Tak Banyak Pengaruhi Inflasi Mei

Rapat Dilanjutkan Besok

Rapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Komisi XI DPR berjalan hingga memasuki waktu berbuka puasa. Rapat yang membahas RAPBN 2019 ini pun belum menghasilkan keputusan.

Sejumlah anggota Komisi XI memberikan berbagai pernyataan dalam rapat yang juga dihadiri oleh Menteri PPN Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta Kepala BPS Kecuk Suharyanto.

Johnny G Plate anggota dari fraksi Nasdem menilai rancangan APBN 2019 dari pemerintah cukup ambisius. Mengingat adanya sejumlah tantangan yang bakal dihadapi, mulai dari proteksionisme di AS, situasi geopolitik luar negeri dan lainnya.

"Kami memperhatikan semenjak kebijakan fiskal, kami sudah menyampaikan asumsi makro ini luar biasa optimistiknya. Tapi tantangan yang luar biasa juga," kata Johnny.

Sementara itu, Mukhamad Misbakhun dari Fraksi Golkar mempertanyakan perihal alokasi subsidi dalam kerangka ekonomi makro 2019 dari pemerintah. Dia bilang, pemerintah harus memberi kepastian subsidi kepada masyarakat.

"Subsidi ini akan kita relaksasi? atau dikurangi atau apa? itu lah signal yang harus diberikan kepada publik," katanya.

Sedangkan Elviana dari fraksi PPP mempertanyakan asumsi makro pemerintah yang selalu tak sesuai dengan target.

"Kenapa asumsi yang disusun tim ekonomi komisi XI ini selalu meleset ya? tidak pernah tercapai, kenapa ya? Apakah tidak meninjau langsung kelapangan? di tahun terakhir Jokowi ini asumsi ini tidak meleset lagi," katanya.

Namun Achmad Hafisz Tohir selaku pimpinan rapat kemudian memutuskan untuk menskors rapat sebelum pemerintah memberi jawaban. Rapat diskors hingga Selasa (5/6/2018) besok.

"Karena waktu yang tidak mencukupi, maka kita putuskan untuk menskors rapat hingga besok pukul 10.00WIB, dengan agenda pemerintah untuk memberikan jawaban," kaya Hafisz

Sabtu, 26 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS KEUANGAN NEGARA


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)


Salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan Presiden Jokowi yakni bidang  keuangan negara. Pd level Kementerian, sesungguhnya ada Kementerian Keuangan juga mengurus masalah2 keuangan negara. Kementerian ini dipimpin seorang Menteri sebagai Pembantu Presiden. Studi evaluasi kritis ini utk kondisi kinerja Jokowi urus keuangan negara, bukan Menteri Keuangan.

Utk mengevaluasi kondisi kinerja  Jokowi urus keuangan negara, bisa menggunakan janji2 lisan kampanye Jokowi saat Pilpres 2014 sebagai standar kriteria evaluasi. Diantaranya:

1. Tidak akan pernah berhutang dan  meminjam uang keluar negeri.
2.Tidak akan menaikkan harga BBM.
3. Membangun E-government, E-budgeting, E-procurement, E-catalog, E-audit Kurang dari 2 Minggu.
4. Dana Rp 1,4 Miliar per Desa Setiap Tahun.
5. Memberikan gaji besar bagi para ahli asal Indonesia.
6. Menghapus subsidi BBM

Semua janji lisan di atas, kecuali menghapus subsidi BBM, tidak atau gagal dilaksanakan. Maka, kondisi kinerja Jokowi buruk. Ingkar janji.

Khusus janji Rp.1,4 miliar per desa per tahun, tak nampu atau gagal dipenuhi. Dana desa pertama kali digulirkan pada 2015 dengan jumlah anggaran Rp 20,76 triliun dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta.Angka ini sangat jauh dati janji Jokowi. Pada tahun 2016, dana desa meningkat menjadi Rp 46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp 628 juta. Angka ini masih jauh dari janji. Di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 triliun dengan rata-rata setiap desa Rp
800,4 juta. Pada tahun 2018, anggaran dana desa Rp 60 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp.800,4 juta. Juga masih jauh dari janji. Intinya, Jokowi inkar janji.

Selanjutnya standar kriteria evaluasi kritis lain adalah janji2 tertulis kampanye Jokowi tertuang di dlm dokumen NAWA CITA. Antara lain:

1. Berdikari dalam ekonomi diwujudkan dalam pembangunan demokrasi
ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam
pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi
dan distribusi nasional.
Masih perlu dibuktikan melalui data, fakta dan angka resmi Pemerintah seberapa jauh telah terealisasi.

2. Mereformasi tata hubungan keuangan pusat dan daerah dengan cara
pengaturan kembali sistem distribusi keuangan nasional sehingga proses
pembangunan tidak semata-mata mengikuti logika struktur pemerintahan, tetapi
melihat kondisi dan kebutuhan daerah  asimetris.
Belum ada bukti berupa data, fakta dan angka bahwa Pemerintahan Jokowi-JK telah merealisasikan rencana kegiatan ini.

3. Menata kembali pemekaran daerah dengan perubahan kebijakan
DAU yang menjadi salah satu sebab  mendorong pembentukan daerah
otonom baru dan mengharuskan adanya pentahapan bagi pembentukan daerah
otonom baru. Dlm realitas obyektif, sudah dihentikan implementasi kebijakan pembentukan daerah otonom baru. Jadi, solusi   Jokowi bukan pd DAU, tetapi kebijakan  moratorium pembentukan daerah otonom baru dan kini masih berlaku.

4. Mereformasi keuangan daerah dgn mendorong daerah
utk dapat melakukan pengurangan overhead cost (biaya rutin) dan mengalokasikan lebih banyak utk pelayanan publik. Realitas obyektif menunjukkan sesungguhnya tidak ada usaha serius dan optimal Pemerintah utk merealisasikan rencana kegiatan ini. Masih ditemukan banyak daerah mengutamakan biaya rutin ketimbang pelayanan publik. Salah satu sebabnya, terbatasnya APBD.

5. Mendorong daerah
mempunyai sumber-sumber keuangan  memadai untuk membiayai urusan
pemerintahan yg dilaksanakan. Sejauhmana sudah direalisasikan Pemerintah rencana kegiatan ini, kita masih menunggu laporan resmi Pemerintah.

6. Memfasilitasi daerah agar mampu mengelola
keuangan daerah secara efektif, efisien, dan akuntabel dgn berbasis kinerja. Seberapa banyak daerah telah difasilitasi Pemerintah sepanjang 3 tahun ini,  belum ada data, fakta dan angka resmi dari Pemerintah.

7. Membangun kekuatan kapasitas fiskal negara melalui antara lain: merancang ulang lembaga pemungutan pajak berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan.  Janji Jokowi ini menjadi rencana kegiatan dituangkan di dlm RPJMN 2015-2019.
 Rencana ini utk memisahkan  Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Pemerintah juga telah mengajukan Rencana Revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Sudah juga dibentuk Panitia Kerja (Panja) di Komisi XI terkait RUU KUP ini. Namun, pembahasan di Komisi XI terkait revisi UU KUP masih dalam tahap awal sehingga belum terlalu masuk ke materi. Terkesan Menkeu Sri Mulyani tidak mengutamakan rencana ini.  Realitas obyektif menunjukkan pembahasan di DPR terhenti atau mangkrak. Diperkirakan,  rencana ini akan gagal. Kinerja Jokowi buruk.

Standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus keuangan negara  berikutnya bersumber dari RPJMN 2015-2019. Beberapa diantaranya:

1. Di akhir periode RPJMN, rasio penerimaan perpajakan ditargetkan 16 % PDB termasuk pajak daerah 1 % PDB.

Realisasi penerimaan pajak 2015 Rp. 1.055,61 triliun. Angka ini mencapai hanya 81,5 % dari Target dari APBN 2015. Tergolong buruk, gagal hampir 20 %. Realisasi penerimaan pajak 2016 mencapai Rp 1.105 Triliun atau hanya 81,54 % dari Target APBN 2016. Tidak ada perubahan signifikan dibandingkan penerimaan pajak  2015. Tergolong buruk, sudah tidak ada peningkatan berarti dan juga  gagal hampir 20 %.
Realisasi penerimaan pajak 2017 Rp. 1.211 Triliun atau 82,3 % dari Target APBN-P 2017. Angka ini menunjukkan tidak ada kenaikan penerimaan pajak berarti karena masih mencapai Target 82,3 %, tidak jauh beda dgn pencapaian target 2016, yakni 81,54 %. Tergolong buruk, tidak ada peningkatan signifikan dan masih sekitar 20 % gagal dari Target APBN.  Bagaimana tahun 2018 dan 2019 ? Jika tidak boleh diprediksi menurun, kemungkinan masih pada angka 80-85 % dari Target APBN. Tidak mampu mendekati apalagi mencapai target. Tidak berjebih-lebihan prediksi bahwa kondisi kinerja Jokowi urus penerimaan pajak tergolong buruk.

Terkait rasio pajak terhadap PDB, pd 2015 tercatat  mencapai sekitar 13 % (27 Agustus 2015). Menurut Menkeu Sri Mulyani,  penerimaan perpajakan terkumpul  Rp.1.283.5 triliun sepanjang 2016, sementara target dalam APBN-P 2016 yakni Rp.1.539,2 triliun. Ia kecewa dengan hasil dicapai tersebut. Alih-alih ingin meningkatkan rasio pajak terhadap PDB, namun  jumlah tersebut dianggap masih kecil jika dibandingkan dengan rasio PDB Indonesia. "Kalau dihitung 10,5-10,6 persen, bahkan lebih rendah dari 11 persen," kata Menkeu dalam konferensi pers di Jakarta, 3 Januari 2017. Utk 2017, rasio pajak terhadap PDB baru mencapai 10,8%. Menurut Menkeu Sri Mulyani, angka ini merupakan salah satu  terendah di dunia. Bahkan juga rendah jika dibandingkan negara di Asia Tenggara yang rata-rata 15-16% dari PDB. "Negara lain di ASEAN 15-16% dari PDB, berarti mereka mampu memiliki anggaran lebih banyak dgn kebijakan pembangunan, dan karena saya pernah kerja di Bank Dunia, di bawah 11% itu salah satu terendah," ujar Sri Mulyani (23 November 2017). Pajak rendah alarm bagi Pemerintah. Apalagi, di satu sisi rasio utang terhadap PDB terus membengkak.

2. PNBP ditargetkan terus meningkat dgn porsi pertambangan umum bertahap juga harus meningkat.

Kondisi sebelumnya era SBY (2014)  PNBP mencapai Rp.398,6 triliun, kontribusi APBN 25,85 %. Pd era Jokowi  menurun, yakni 2015 hanya Rp. 253,7 triliun, kontribusi APBN 16,85 % ; 2016 relatif tetap Rp. 262,4 triliun, kontribusi APBN 16,81 %; 2017 menurun lagi menjadi Rp. 250,0 triliun, kontribusi APBN 14,29 %. Utk tahun 2015, 2016 dan 2017 era Jokowi, kondisi PNBP menurun, bahkan dibandingkan era SBY. Boleh dinilai, berdasarkan standar kriteria PNBP,  kondisi kinerja Jokowi urus keuangan negara buruk.

3.Relokasi subsidi enerji ke belanja produktif. Salah satunya, rasio subsidi enerji turun dari 1,6 % 2015 menjadi 0,6 % 2019.

Kondisi 2014 era SBY, subsidi ke sektor enerji Rp. 282,1 triliun (Rp.210,7 triliun subsidi  BBM, dan Rp.71,4 triliun  listrik. Pd 2014, subsidi BBM dianggarkan 22 % dari APBN Rp. 1.842,5 triliun. International Energy Agency (IEA) mencatat, rasio subsidi enerji terhadap PDB Indonesia 3 % pd 2012 dan meningkat 3,4 % pd 2014. Pd 2014 juga subsidi enerji Indonesia Rp.350 triliun mencakup 19 % dari total APBN.

Di era Jokowi, subsidi energi dipangkas 70 % lebih selama tiga tahun pertama. Pd 2015 subsidi enerji di bawah Rp.100 triliun atau sekitar 1 % dari PDB, menurun drastis dibandingkan tahun 2014 era SBY (3,4 %). Angka 1 % ini melebih target 2015, yakni 1,6 %. Tetapi, pd 2017, terjadi kenaikan subsidi.  Semula  anggaran subsidi enerji Rp 77,3 triliun, menaik  menjadi Rp 103,1 triliun. Rasio subsidi enerji thdp PDB masih diatas 1 %. Bukannya menurun, malah meningkat.  Tentu semakin jauh dari target rasio subsidi enerji 2019, yakni 0,6 %. Kita tunggu saja realisasi target 0,6 % ini pd akhir 2019. Jika tidak tercapai, maka tidak salah jika ada penilaian kondisi kinerja Jokowi berdasarkan rasio subsidi enerji thdp PDB tergolong buruk.

4.Peningkatan kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran negara. Realisasi rencana kegiatan ini masih perlu mendapatkan data, fakta dan angka resmi Pemerintah. Sementara ini, sejumlah pengamat keuangan negara menilai, target capaian direncanakan banyak meleset dlm realisasi.

5.Peningkatan kualitas pengelolaan desentralisasi fiskal dan keuangan daerah.
Seberapa jauh kualitas dimaksud meningkat karena program atau kegiatan Pemerintah selama 3 tahun era Jokowi, masih perlu dipertanyakan bukti2nya dari Pemerintah.

6. Pencapaian kesinambungan fiskal.
Salah satunya, menjaga rasio utang pemerintah dibawah 30% dan terus menerus diperkirakan menjadi 20,0 % 2019. Juga, menjaga defisit anggaran dibawah 3% dan 2019 menjadi 1,0 % terhadap  PDB.

Pd 2016 utang pemerintah Rp. 3.515,4 triliun. Pd  akhir 2017 utang pemerintah  Rp.3.938,7 triliun atau melonjak sebesar Rp.423,3 triliun dari 2016. Rasio utang thdp PDB masih 29,2 %.  Total utang  pemerintah saat ini Rp 4.180,61 triliun hingga April 2018. Jumlah ini melonjak Rp 44,22 triliun dibanding posisi Maret sebesar Rp 4.136,39.  Liputan6.com mencatat data APBN, (17/5/2018), utang pemerintah Indonesia per April ini  Rp 4.180,61 triliun, terdiri dari pinjaman Rp 773,47 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.407,14 triliun. Rasio utang  mencapai 29,24% dari PDB Indonesia. Diperkirakan, ke depan utang pemerintah bertambah dan rasio thdp PDB melompat  dari angka  29,24 % menjadi melebih 30 %. Target Pemerintah  rasio utang thdp PDB 20 % pd 2019 bisa dinilai mustahil terjadi. Karena itu, tidak berlebih-lebihan jika ada penilaian berdasarkan standar kriteria rasio utang pemerintah ini  kondisi kinerja Jokowi buruk.

Di lain pihak, defisit anggaran negara terhadap PDB  hingga tahun 2017 masih di atas 2 %. Defisit Anggaran pd 2017 mencapai 2,46 % terhadap PDB
(https://m.cnnindonesia.com › ekonomi).  Angka defisit anggaran 2017 ini dapat membuktikan, telah tercapai target (di bawah 3 %). Kinerja Jokowi bagus. Namun, kita masih harus melihat realisasi 2019 dengan target 1 % terhadap PDB. Mampukah Rezim Jokowi mencapai target 1 % 2019 ?

Detik Finance 31 Mei 2028 membeberkan, BPK menemukan belanja pemerintah Rp 25,5 triliun dan US$ 34.171,45 atau setara Rp 478,4 juta (US$ 1= Rp 14.000) di 84 kementerian/lembaga (K/L) tidak sesuai ketentuan. Permasalahan belanja tersebut terdiri dari penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Intinya, Pemerintah masih belum bisa meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggara.

Dapat disimpulkan, berdasarkan standar kriteria evaluasi janji2 lisan,  tertulis kampanye dan  RPJMN 2015-2017,  Tim Studi NSEAS menilai, kondisi kinerja Jokowi urus keuangan negara sepanjang 3 tahun ini tergolong buruk. Ada banyak target  Jokowi gagal mencapai. Diharapkan, Jokowi bisa merubah penilaian Tim Studi NSEAS ini menjadi baik utk 1,5 tahun ke depan. Jokowi harus kerja keras dan menekan Kemenkeu utk sungguh2 konsisten dan konsekuen menjalankan janji2 lisan dan tertulis kampanye Pilpres 2014 dan rencana kegiatan di dlm RPJMN 2015-2019 terkait urusan keuangan negara.

Jumat, 25 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS PARIWISATA



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)


PARIWISATA adalah salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan oleh Presiden Jokowi. Pd level  kementerian, terdapat Kementerian Pariwisata untuk khusus urusan pembangunan pariwisata. Kementerian ini dipimpin seorang Menteri sebagai pembantu Presiden.  Studi ini bukan mengevaluasi kondisi kinerja Menteri, tetapi Presiden Jokowi urus pariwisata.

Pada pelaksanaan kampanye Pilpres 2014, Jokowi tidak memberi janji lisan kepada rakyat Indonesia terkait masalah2 Pariwisata.

Di dalam Dokumen NAWA CITA, Jokowi berjanji secara tertulis mengenai pariwisata sbb:
1.Pengembangan kawasan pariwisata berbasis segitiga emas di titik strategis kawasan Indonesia utk membangun intersullar tourism dan budaya lokal spt kawasan Bonaken-Wakatobi-Raja Empat.
2. Memfasilitasi keterlibatan rakyat dlm pendidikan kebudayaan, pengelolaan lokasi, dan dukungan kebijakan utk memfasilitasi ekonomi kreatif berbasis eco-tourism.
3. Fasilitasi infrastruktur pariwisata.
4. Merancang kebijakan anggaran pembangunan sektor pariwisata dgn target output kedatangan 20 juta wisatawan asing 2019 dan menggerakkan sektor ekonomi lokal.

Realisasi janji2 tertulis Jokowi ini masih perlu dibuktikan. Sayang Pemerintah belum menunjukkan data, fakta dan angka realisasi dimaksud.

Mengacu pd RPJMN 2015-2019, Indeks daya saing pariwisata ada tiga ukuran, antara lain:
1. Kunjungan wisatawan atau wisman yang selalu meningkat.
2. Pengeluaran wisman juga meningkat setiap tahun.
3. Sikap penduduk terhadap wisatawan asing.

Issue strategis pembangunan pariwisata adalah "Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan sambil meningkatkan kontribusinya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat di daerah tujuan wisata".

Sasaran pertumbuhan pariwisata terdiri dari (RPJMN 2015-2019):
1. Kontribusi terhadap PDB Nasional 8 % (2019) dgn baseline 4,2 % (2014).

Kontribusi sektor pariwisata thdp PDB Nasional pd 2015 mencapai 4,23 %; 2016 sebesar 4,03 %. Diperkirakan kontribusi 2017 masih sekitar 5 %. Di pihak lain. Menteri Pariwisata Arief Yahya (17 Oktober 2017) klaim, pariwisata menyumbangkan 10 % PDB nasional dan merupakan nominal tertinggi di ASEAN. Angka ini perlu dipertanyakan kebenarannya.

Selanjutnya, utk 2018 diperkirakan maksimal 5 % dan 2019 maksimal 7 %. Karena itu, tidak tercapai target 9 % pd 2019. Kondisi  kinerja Jokowi buruk.

2. Wisatawan Mancanegara (orang) 20 juta (2019) dgn baseline 9 juta (2014).

BPS mencatat, jumlah wisatawan mancanegara mengunjungi   Indonesia  pd 2015 sebanyak 10,41 juta orang; 2016 mencapai 11,52 juta orang; 2017 meningkat 14,04 juta orang, naik 21,88 %. Rata2 jumlah kunjungan per tahun 12 juta orang. Sementara, rata2 kenaikan kunjungan sekitar 1,3 juta pertahun. Jika kenaikan rata2 1,3 juta kunjungan  dari tahun 2015 hingga 2017, maka diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2018 sekitar   15,3   juta orang; 2019 sekitar 16,6 juta orang.  Jokowi tidak akan  berhasil mencapai target kunjungan 20 juta pd 2019. Hanya mampu sekitar 16,6 juta kunjungan. Kondisi kinerja buruk.

3. Wisatawan Nusantara (Kunjungan) 275 juta (2019) dgn baseline 250 juta (2014).

Realisasinya, pd 2015 angka wisatawan nusantara 255 juta perjalanan; pd 2016 sekitar 260 juta perjalanan; 2017  maksimal 265 juta perjalanan. Diperkirakan,  2018 akan naik menjadi maksimal  270 juta perjalanan; dan, 2019 sebanyak 275 juta perjalanan. Diperkirakan Pemerintah mencapai target perjalanan wisatawan nusantara pd 2019. Kinerja bagus.

4. Devisa (triliun rupiah) 240 (2019) dgn baseline 120 (2014).

Realisasi kontribusi sektor pariwisata thdp devisa negara pd 2015 sebesar 12,225 juta US dolar atau Rp. 144 triliun; 2016 mencapai 13,568 juta dolar atau Rp.176 triliun. Utk 2017 maksimal Rp. 200 triliun, dan 2019 maksimal Rp. 230 triliun. Bahkan, Menteri Pariwisata menargetkan memberi kontribusi pd devisa Rp. 280 triliun.

Berdasarkan perkiraan, masih belum mencapai target Rp. 240 triliun pd 2019. Kinerja buruk.

Namun, di pihak lain, Menteri Pariwisata Arief Yahya (17 Oktober 2017) klaim juga, pariwisata peringkat keempat penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 %. Angka ini tentu masih perlu dipertanyakan kebenarannya. Sementara, Menteri ini klaim tahun 2019, pariwisata ditargetkan memberi kontribusi pd PDB Nasional sebesar 8 %.

Para pengamat dan praktisi pariwisata mengajukan sejumlah masalah pembangunan pariwisata, antara lain:

1. Penataan kawasan wisata masih sering terlihat kurang mengikuti kaidah teknis penataan ruang.
2. Pengembangan kegiatan pariwisata masih fokus hanya pada pengembangan aspek fisik saja, bukan  non-fisik, seperti  kebudayaan daerah.
3. Konflik antar sektor masih sering terjadi dalam mengembangkan kegiatan pariwisata.
4. Masyarakat  berada di dalam kawasan wisata masih belum ikut “memiliki”, manfaat  dihasilkan belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya hanya dirasakan oleh para investor saja.
5. Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang.

Berdasarkan standar kriteria kontribusi terhadap PDB Nasional, Pemerintah tidak berhasil mencapai target 2019.  Karena itu, Tim Studi NSEAS menilai, kondisi kinerja Jokowi urus pariwisata tergolong buruk.

Tim Studi NSEAS berkesimpulan, pembangunan pariwisata di bawa era Jokowi mampu meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan asing setiap tahun. Hal ini juga berlaku pada wisatawan nusantara. Tetapi, berdasarkan standar kriteria target ditentukan jumlah kedatangan wisatawan asing, tidak berhasil dicapai. Karena itu, kondisi kinerja Jokowi buruk, gagal mencapai target.

Dari sisi target jumlah wisatawan nusantara, diperkirakan  Pemerintah berhasil mencapai target 2019. Karena itu, Tim Studi NSEAS menilai kinerja Jokowi bagus.

Dari sisi standar kriteria devisa, kontribusi sektor pariwisata diperkirakan pd 2019  hanya Rp. 120 triliun dan tidak mencapai target. Kondisi kinerja Jokowi buruk.

Secara keseluruhan kondisi kinerja Jokowi urus pariwisata tergolong buruk dan gagal mencapai target.

Penilaian  di atas pd dasarnya berdasarkan prediksi tahun 2019, yang bisa saja meleset dan tidak sesuai realitas obyektif. Rezim Jokowi masih punya waktu 1,5 tahun lagi utk kerja keras  memenuhi target2 standar kriteria di atas. Mari kita tunggu pd akhir 2019, apakah Rezim Jokowi mampu memberikan data, fakta dan angka realisasi sesuai target2 ditentukan itu.


DATA BARU:

1. Senin, 04 Jun 2018 13:31 WIB
Malaysia Kalahkan Jumlah Wisatawan China yang ke RI


Sylke Febrina Laucereno - detikFinance

Jakarta - Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia periode Januari-April 2018 tercatat 4,97 juta kunjungan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka ini naik 13,83% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,36 juta kunjungan.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, jumlah kunjungan ini paling banyak melewati pintu masuk udara sebesar 3,08 juta, pintu masuk laut sebanyak 1,02 juta dan pintu masuk darat 860 ribu.

Baca juga: Turis China Tak Lagi Dominasi Wisatawan ke RI, Lalu dari Mana?

Dia menjelaskan Malaysia merupakan negara yang wisatawannya paling banyak berkunjung ke Indonesia. Periode Januari-April 2018 jumlah wisatawan Malaysia tercatat 881.000 orang, kemudian diikuti dengan China sebesar 682.000. Lalu wisatawan asal Timor Leste tercatat 566.000, wisatawan Singapura sebanyak 512.000, wisatawan Australia 379.000 kunjungan, dan wisatawan dari negara ASEAN lainnya 249.000.

Untuk periode April Malaysia juga menduduki peringkat pertama untuk jumlah kunjungan wisatawan.

"Wisatawan dari Malaysia ini naik jadi 215.339 kunjungan. Saya yakin dengan promosi yang tepat dan terjaga jumlah wisatawan mancanegara akan meningkat dan akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi," kata Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, Senin (4/6/2018).

Baca juga: Kunjungan Turis ke Indonesia Capai 1,2 Juta Kebanyakan dari China

Dia menjelaskan meningkatnya jumlah wisatawan dari negeri Jiran tersebut terjadi karena mulai banyaknya rute penerbangan langsung yang dibuka dari Malaysia ke Indonesia. Misalnya, Pontianak-Miri dan Pontianak-Kuching.

"Banyak direct flight yang dibuka seperti dari Pontianak ke Miri, Pontianak ke Kuching ini akan pengaruh ke turis yang datang ke Entikong. Itulah salah satu faktor yang memudahkan turis Malaysia ke Indonesia," ujar dia.

Setelah Malaysia, turis asal China yang datang ke Indonesia tercatat 185.000 kunjungan, Timor Leste 150.000 kunjungan, Singapura 128.000 kunjungan dan Australia 101.000 kunjungan


KINERJA JOKOWI URUS PEMUDA DAN OLAHRAGA



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)


Bidang pemuda dan olahraga adalah salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan Presiden Jokowi. Secara kelembagaan terdapat satu Kementerian urus masalah2 pemuda dan olahraga, yakni Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dipimpin seorang Menteri (Menpora) sebagai pembantu Presiden RI.
Studi ini bertujuan mengevaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus pemuda dan olahraga,  bukan kinerja Menpora.

Standar kriteria evaluasi kritis bersumber dari janji2 lisan kampanye Jokowi saat Pilpres 2014, ternyata tidak ada. Selama kampanye Jokowi tidak pernah  menyinggung masalah2 pemuda dan olahraga. Dapat diklaim, Jokowi tidak tertarik atau tidak berkepentingan untuk membahas hal ikhwal pemuda dan olahraga.

Pada bidang-bidang lain, NAWA CITA menjadi salah satu sumber standar dan kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi. Namun, khusus bidang pemuda dan olahraga tidak dapat ditemukan tercatat janji tertulis Jokowi di dlm NAWA CITA. Karena itu, Tim Studi NSEAS tidak dapat mengevaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus pemuda dan olahraga berdasarkan NAWA CITA.

Sumber standar kriteria evaluasi kondisi kinerja Jokowi urus pemerintahan dapat digunakan RPJMN 2015-2019. Hal ini juga berlaku bidang pemuda dan olahraga. Butir2 standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus pemuda dan olahraga  berdasarkan RPJMN,  yakni:

A. URUSAN PEMUDA:
1. Meningkatnya partisipasi kader pemuda  dalam pendidikan kepramukaan.
2. Meningkatnya partisipasi kader pemuda  dlm pengembangan wawasan kebangsaan, bernegara dan ketahanan  nasional.
3. Meningkatnya partisipasi kader pemuda  kepeloporan, kepemimpinan dan kewirausahaan.
4. Meningkatnya partisipasi kader pemuda dlm kegiatan organisasi kepemudaan.
5. Penobatan para role model pemuda Indonesia.

Apakah rencana kegiatan di atas terealisasi dan target tercapai? Pertanyaan ini belum dapat dijawab karena belum ada data, fakta dan angka resmi Pemerintah dipublisir terkait rencana kegiatan tsb. Pada dasarnya setiap rencana kegiatan untuk tercapai peningkatan. Karena itu, harus dibandingkan dgn kondisi sebelumnya. Seberapa jauh perbedaan kondisi sebelumnya dgn kondisi setelah 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK terkait masing2 rencana kegiatan.

Rezim Jokowi juga telah menerbitkan  Keppres No.  66 tahun 2017 tentang Koordinasi Lintas Sektor Pelayanan Kepemudaan. Keppres ini  mengamanatkan koordinasi pembangunan kepemudaan dipimpin langsung Presiden dan Wakil Presiden. Apakah implementasi Keppres ini optimal ? Tim Studi NSEAS menilai, belum maksimal ! Bahkan, hingga 3 tahun Jokowi berkuasa, belum menyusun Indeks Pembangunan Pemuda (youth development index).

B. URUSAN OLAHRAGA:
1. Meningkatnya persentase penduduk berumur 10 thn ke atas melakukan olahraga menjadi 35 % pd 2019.
Belum ada data, fakta dan angka resmi Pemerintah menunjukkan target tercapai setelah 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK. Namun, Tim Studi NSEAS percaya, belum mencapai target.

2. Posisi papan atas  kejuaraan South East Asia (SEA) Games dan ASEAN Para Games 2015, 2017, dan 2019.

Sea Games ke-28, 2015 di Singapura, posisi prestasi Indonesia terpuruk. Indonesia hanya berada peringkat 5, di bawah Thailand, Singapura, Vietnam dan Malaysia. Urutan peringkat  juara sbb:
1. Thailand; 2. Singapura; 3. Vietnam; 4. Malaysia; 5.  Indonesia; 6. Filipina; 7. Myanma; 8 Kamboja;
9. Laos; 10. Brunai Darussalam; 11. Timor Leste.
Kinerja Jokowi urus olahraga buruk dan gagal mencapai target posisi papan atas SEA Games ke-28.

Selanjutnya, SEA Games ke-29 di Malaysia: 1. Malaysia;  2. Thailand; 3. Vietnam; 4. Singapura; 5.  Indonesia; 6. Filipina; 7. Myanmar; 8.  Kamboja; 9. Laos; 10. Brunei Darussalam; 11. Timor Leste.
Data di atas menunjukkan Indonesia pd peringkat 5, tidak papan atas. Krn itu, tidak berlebih-lebihan dinilai kondisi kinerja Jokowi buruk dan gagal meraih papan atas pd SEA Games ke-29.

ASEAN PARA GAMES 2015 di Singapura, peringkat juara atau perolehan medali sbb:
1. Thailand; 2. Indonesia;
3. Malaysia; 4. Vietnam; 5. Singapura; 6. Myanmar
7. Filipina; 8. Brunei Darusalam; 9. Kamboja; 10. Laos.

Indonesia masih gagal menduduki peringkat 1 atau papan atas. Hanya mampu meraih peringkat 2. Kinerja buruk.

ASEAN PARA GAMES 2017 di Kuala Lumpur dgn urutan peringkat sbb: 1. Indonesia; 2. Malaysia; 3. Thailand; 4Vietnam; 5. Filipina; 6. Myanmar; 7. Singapura; 8. Brunei Darusalam; 9. Timor Leste; 10 Kamboja;
11. Laos.
 Indonesia berhasil meraih papan atas, dan kinerja bagus.

3. Meningkatnya perolehan medali pada kejuaraan Asian Games dan Asian Para Games 2018, serta Olympic Games dan Paralympic Games 2016.

Utk Asian Games dan Asian Para Games 2018 belum terlaksana. Utk
Olympic Games 2016,  diselenggarakan  di  Brazil. Posisi kejuaraan Indonesia berada pd peringkat 46. Gagal meraih papan atas. Kinerja buruk.

Sementara itu,  pd posisi kejuaraan Paralympic Games 2016,   Indonesia berada pd peringkat 75, jauh di bawah Thailand (23)  Malaysia (36),  bahkan Singapura (46). Kinerja buruk.

4. Terwujudnya penataan Kemenpora, KOI dan KONI dlm rangka mempersiapkan event Asian Games 2018, sekaligus sebagai contoh perubahan mental birokrasi yg disertai dgn pelaksanaan:
a. Pilot project block grant utk bidang kepemudaan dan keolahragaan di Provinsi Jawa Tengah, Bali dan Kalimantan  Tengah  dgn pelaksana Kemenpora.
b. Pembentukan Panitia Inti Asian Games dan Asian Para Games 2018.

Namun, Rezim Jokowi bukan saja intervensi terhadap Parpol di Indonesia, tetapi juga organisasi olahraga seperti PSSI.  Pd 2015 Rezim Jokowi melalui Kemenpora resmi membekukan pengurus PSSI. Hal ini tidak pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.

Sasaran ini terutama pembentukan Panitia Inti Asian Games dan Asian Para Games telah tercapai. Kini sudah berjalan kegiatan persiapan

Sumber standar kriteria evaluasi kritis lain yakni Renstra Kemenpora 2015-2019. Pd prinsipnya Renstra  ini tidak bertentangan dengan RPJMN di atas. Sebagai tindak lanjut Renstra, pd 2016 misalnya,  Kemenpora memiliki 13  program unggulan utk kembangkan potensi pemuda, antara lain:
1. Pemuda Relawan Antisipasi Bencana Alam; 2. Kota Layak Pemuda; 3. Pemuda Tani; 4.  Pemuda Maritim; 5.  Pemuda Pelopor; 6.  Pemuda Kreatif; 7. Sarjana Penggerak Pedesaan; 8.  Pemimpin Muda; 9. Wirausaha Muda; 10.  Pemuda Relawan Anti Narkoba; 11.  Pusat Pelatihan Pemuda; 12. Pemuda Cinta Damai Lintas Agama;  dan 13. Bank Musik.

Menpora, Imam Nahrawi,  klaim, hanya tiga program gagal direalisasikan, yakni 1. Pemuda Tani, 2. Pemuda Maritim dan 3. Bank Musik. Tentu untuk membuktikan klaim Menpora ini, perlu tersedia data, fakta dan angka masing2 program diklaim terealisasikan.

Menurut para pengamat dan praktisi kepemudaan,  pemuda masih harus menghadapi sejumlah masalah, antara lain:
a. Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme.
b.Kekurangpastian  terhadap masa depan.
c.  Tingginya jumlah putus sekolah.
d. Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran.

Mengacu data BPS, pd 2016,  jumlah pemuda Indonesia  62.061.400 jiwa. 1 dari 4 penduduk Indonesia berusia 15-30 tahun. Dlm kenyataanya, ada 53,8 %  Pemuda tinggal di  perkotaan, 2016. Urbanisasi pemuda  terjadi karena kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota.

Tim Studi NSEAS menilai,  Presiden Jokowi  selama ini belum optimal melaksanakan pembangunan pemuda. Juga Jokowi belum menerbitkan suatu kebijaksanaan kepemudaan secara serius dan terkoordinir. Kebijakan dimaksud harus  mempertimbangkan sasaran dan target Indonesia  dalam  mencapai visi SDGs 2030 serta  bonus demografi 2035. Pd SDGs 2030, terdapat 6 dari 17 target terkait pembangunan pemuda. Bonus geografis bermakna sejak 2012 di Indonesia jumlah usia produktif meningkat berlangsung hingga 2035.

Dari urusan olahraga, Indonesia masih harus menghadapi beragam masalah dan kendala. Antara lain:
1. Belum optimalnya kemauan politik Pemerintah dlm menangani olahraga.
2. Sistem pembinaan belum terarah.
3. Lemahnya kualitas sumber daya Insani olahraga.
4. Belum optimalnya peran lembaga pendidikan tinggi olahraga.
5. Lemahnya peran lembaga/bidang penelitian dan pengembangan olahraga.

Tim Studi NSEAS menilai, prestasi olahraga Indonesia selama 3 tahun Jokowi berkuasa, kian hari kian tidak membaik. Prestasi kontingen merah putih pd setiap penyelenggaraan multyevent regional, Asia dan Dunia seperti SEA Games, Asian Games dan Olympiade makin rapuh dan terpuruk.  Bisa jadi, hal ini karena tidak serius Pemerintah utk membangun prestasi olahraga itu sendiri. Kondisi kinerja Jokowi urus olahraga buruk.

Masih ada event dapat dimanfaatkan Rezim Jokowi utk membuktikan keberhasilan urus olahraga, yakni Asian Games 2018 di Indonesia (Jakarta-Palembang). Harus mampu meraih papan atas atau minimal 5 besar. Jika tidak, semakin terbukti kinerja buruk urus olahraga.

Data batu:
Terkait target prestasi pencapaian atlet-atlet Indonesia yang akan berlaga dalam Asian Games XVIII Jakarta dan Palembang Tahun 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keinginan Indonesia untuk masuk 10 besar, karena pada perhelatan sebelumnya berada di ranking 17.

“Kita ini bangsa besar, jangan sampai 10 besar saja tidak masuk, taruh di mana muka kita semuanya,” kata Presiden Jokowi pada Promosi Asian Games 2018 “Jalan Terus Indonesia”, di halaman belakang gedung induk Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, dilansir dari laman setkab, Sabtu (4/8/2018)


KINERJA JOKOWI URUS PENDIDIKAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)


Pendidikan adalah salah satu bidang urusan pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan, untuk Indonesia betapa pentingnya urusan pendidikan, hingga konstitusi mengharuskan  Pemerintah mengeluarkan anggaran pendidikan minimal 20 % baik di Pusat (APBN) maupun di Daerah (APBD).  Setelah 3,5 tahun menjadi Presiden, apakah  kondisi  kinerja Jokowi baik atau buruk, berhasil atau gagal?

Salah satu standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi dapat digunakan adalah janji2 lisan Jokowi sewaktu kampanye Pilpres 2014. Yakni:

1.Beri Berapapun Anggaran Pendidikan
http://www.merdeka.com/…/janji-manis-prabowo-jokowi-saat-de…
nomi/jokowi-janji-beri-berapapun-anggaran-pendidikan.html

Terkesan Jokowi bagaikan satu2nya penentu jumlah anggaran pendidikan tanpa mempertimbangkan DPR juga penentu. Dalam kenyataan selama Jokowi jadi Presiden, baru sekali naik anggaran pendidikan signifikan melalui APBN.  Janji kampanye ini hanya utk peroleh suara pemilih semata. Kalimat,  beri berapapun anggaran pendidikan, seakan Jokowi memprioritaskan pembangunan pendidikan sehingga siap untuk mengutamakan penggunaan keuangan negara utk pendidikan. Dlm realitas obyektif setelah menjadi Presiden, yang diprioritaskan bukan pembangunan pendidikan, melainkan pembangunan infrastruktur. Sangat jauh dengan pembangunan pendidikan yang sumberdaya manusia sebagai sasaran.

2. Jokowi Janji Hapus Ujian Nasional
http://pemilu.metrotvnews.com/read/
2014/06/10/251278/jokowi-janji-hapus-ujian-nasional. Janji ini hanya janji semata tanpa realisasi. Hingga tahun 2018 masih ada ujian nasional. Jokowi  ingkar janji.

3. Meningkatkan Pemberian Beasiswa
http://news.detik.com/pemilu2014/read/
2014/07/23/121327/2645746/1562/9/
revolusi-mental-dan-8-janji-jokowi. Belum ada data menunjukkan peningkatan beasiswa, bahkan pemberian beasiswa dominan  hanya untuk mereka yang memiliki persyaratan sebagai staf pengajar atau PNS. Janji peningkatan beasiswa ini tidak sesuai realitas obyektif. Pada level pelajar dan mahasiswa, pelaksanaan janji pemberian bea siswa ini juga tidak terbukti ada kemajuan. Secara kebijakan negara, tidak ada program khusus Jokowi ttg pemberian bea siswa ini baik untuk pelajar SD, SMP,SLTA maupun mahasiswa. Seperti era Orde Baru, ada program pemberian bea siswa Supersemar, era Jokowi tidak ada.

4. Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan Meningkatkan kesejahteraan guru-guru pesantren sebagai bagian komponen pendidik bangsa
http://surabaya.bisnis.com/read/
20140703/94/72739/inilah-9-janji-utama-jokowi-jk-jika-menang-pilpres-2014. Hingga berakhir 2017, belum ada data, fakta dan angka resmi pemerintah melaksanakan janji lisan ini. Janji ini hanya untuk mendapatkan dukungan umat Islam strata menengah bawah semata, lalu diingkari setelah berhasil rebut jabatan Presiden.

5.  Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembenahan tenaga pengajar yang punya kemampuan merata diseluruh Nusantara
http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…
tek.html. Janji ini juga tidak dilaksanakan. Belum ada data, fakta dan angka resmi pemerintah membuktikan realisasi janji ini. Tenaga pengajar masih belum merata di seluruh Indonesia. Bahkan belum ada tanda2 kemajuan pemerataan tenaga pengajar setelah era SBY.

6. Jokowi Pilih Mendikbud dari PGRI Jika Jadi Presiden
http://news.detik.com/pemilu2014/read/
2014/06/01/231136/2596646/1562/jokowi-pilih-mendikbud-dari-pgri-jika-jadi-presiden. Janji ini sungguh-sungguh diingkari. Selama 3,5 tahun Jokowi berkuasa, sudah dua kali mengangkat Mendikbud.
Tidak ada seorangpun Mendikbud dari anggota atau pengurus PGRI. Mendikbud pertama, Anies Baswedan, sarjana Ekonomi,  hanya akademisi perguruan swasta di Jakarta, sama sekali bukan anggota PGRI dan juga bukan ahli pendidikan. Mendikbud kedua (sdg menjabat)  anggota muhammadiyah, Dosen salah satu  perguruan tinggi swasta di Jawa Timur, bukan ahli pendidikan. Jokowi menjadikan Mendikbud, tidak saja bukan anggota PGRI, bahkan tidak memiliK kompetensi bidang pendidikan. Jokowi secara blak-blakan mengingkari janji. Kinerja sangat buruk. 

7. Menaikkan gaji guru
http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…
tek/jk-janji-kerja-cepat-naikkan-gaji-guru.html
Janji ini sungguh-sungguh tidak rasional, karena guru di Indonesia terdiri dari swasta dan ASN Pusat dan Daerah. Kalau Jokowi menaikkan gaji guru, hal itu berarti gaji guru ASN Pusat mengikuti aturan penggajian ASN. Belum ada data, fakta dan angka Jokowi naikkan gaji guru, apalagi guru swasta dan ASN daerah. Janji ini hanya utk meraih suara dengan memanipulasi issue guru.

8. Sekolah gratis
http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…
tek/sekolah-gratis.html.Di era SBY sudah ada sekolah gratis terutama pendidikan SD dan SMP. Sebagaimana ketentuan UU ttg pendidikan, Pemerintah bertanggungjawab memfasilitasi pendidikan SD dan SMP. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan hingga tamat SMP, maknanya gratis. Karena itu, janji Jokowi ini bukan istimewa, sebab siapapun Presiden harus menyelenggarakan sekolah gratis utk anak SD dan SMP. Bahkan, di daerah2 tertentu seperti DKI Jakarta sekolah negeri SLTA gratis.

Standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus pendidikan bisa juga janji2 tertulis tertuang di dlm dokumen NAWA CITA. Jokowi berjanji:

1. Membangun pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan kepada masyarakat madani sangat penting untuk pendidikan politik dan membangun sikap nasionalisme dan partisipasi politik warga dalam masalah2 kenegaraan. Namun, dalam kenyataannya tidak ada bukti Pemerintahan Jokowi secara nasional, terprogram, dan massif melaksanakan pendidikan kewarganegaraan baik dlm bentuk kegiatan pelatihan, kursus, diskusi publik, diskusi panel,  lokakarya/workshop, seminar, FGD (Focused Group Discussion), dll.  Jokowi telah ingkar janji dlm hal pendidikan kewarganegaraan ini. Kinerja buruk.

2. Mengevaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional.
Belum ada info atau data resmi pemerintah telah melaksanakan evaluasi model penyeragaman pendidikan ini, termasuk apa hasil evaluasi tsb. Utk sementara ini, kita boleh menilai, Jokowi tidak laksanakan janji.

3. Jaminan hidup yang memadai bagi para guru terutama bagi guru yang ditunjuk didaerah terpencil.
Janji ini sangat baik untuk pemerataan guru di seluruh Indonesia. Namun, belum ada data sudah berapa banyak guru di daerah terpencil memperoleh jaminan hidup yang memadai, atau jumlah gaji atau honorarium yang diterima guru. Janji ini masih gelap realisasinya.

4. Memperbesar akses warga miskin untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Janji ini sangat baik untuk meningkatkan taraf hidup keluarga miskin. Namun, dalam kenyataannya, perguruan tinggi negeri dengan penerapan manajemen keuangan berdasarkan Badan Layanan Umum (BLU) justru biaya kuliah semakin meningkat yang hanya dapat dijangkau masyarakat klas menengah atas. Tidak juga ada bukti, orang miskin diberi bea siswa secara massal untuk dapat kuliah di perguruan tinggi negeri. Kalaupun ada, hal itu hanya satu dua orang di suatu perguruan tinggi setelan anak itu dapat menunjukkan kemampuan akademis. Itu sekedar pencitraan bahwa perguruan tinggi tersebut perhatian dan membantu masyarakat miskin. Bukan kebijakan struktural yang diambil pemerintah atau perguruan tinggi. Sebagai misal, ada kebijakan pemerintah bahwa 20 % mahasiswa suatu angkatan berasal dari masyarakat miskin dan terbebas dari biaya kuliah atau biaya administratif lainnya. Karena itu, janji Jokowi memperbesar akses warga miskin ke perguruan tinggi hanya omongan doang, tanpa realisasi. Hanya utk mengesankan diri sebagai tokoh berpihak dan perhatian  pada rakyat miskin.

5. Memprioritaskan pembiayaan penelitian yang menunjang iptek. Janji ini tidak ditepati. Dlm kenyataannya, bahkan pembiayaan penelitian melalui APBN jauh dari kelayakan. Juga jauh dibandingkan pembiayaan penelitian  negara2 tetangga di Asia Tenggara. Tidak ada perubahan berarti dibandingkan era SBY, masih jauh di bawah 0,5 % dari PDB. Padahal agar negara itu maju seperti Malaysia saja, pembiayaan penelitian minimal 1 % dari PDB.
Rendanya pembiayaan penelitian  Indonesia di era Jokowi membuktikan Jokowi tidak punya visi strategis utk membuat Indonesia negara maju seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dll. Pembiayaan penelitian adalah satu indikator dari kemajuan suatu negara. Karena itu, boleh diklaim, Jokowi belum juga memenuhi janjinya memprioritaskan pembiayaan penelitian. Kita tunggu akhir 2019, apakah pembiayaan  penelitian meningkat signifikan atau tidak?

Standar kriteria evaluasi kritis kinerja Jokowi juga bisa digunakan RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kementerian Pendidikan tahun 2015-2019. Pada dasarnya rencana kegiatan bidang pendidikan tertuang di Renstra bersumber dari RPJMN. Rencana2 kegiatan tertuang di kedua sumber ini juga tidak jauh dari yang dijanjikan Jokowi di NAWA CITA. Sebagian rencana kegiatan teknokratik yang sudah berjalan selama pembangunan jangka panjang, tentu berjalan sebagaimana biasa.

Tim Studi NSEAS cenderung berpendapat bahwa Pemerintahan Jokowi tidak memprioritaskan pembangunan pendidikan,dan berdasarkan janji2 kampanye Pilpres 2014 memiliki kondisi kinerja buruk. Boleh dinilai, semua janji lisan dan tertulis bidang pendidikan diingkari. Karena itu, Jokowi gagal memenuhi janji. Masih ada waktu 1,5 tahun lagi. Mari kita tunggu apakah kondisi kinerja Jokowi akan lebih baik atau tetap buruk.

Kamis, 24 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS KETENAGAKERJAAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP



Ketenagakerjaan adalah satu bidang pemerintahan Presiden Jokowi harus selenggarakan. Pada level Kementerian urus ketenagakerjaan yakni Kementerian ketenagakerjaan, dipimpin seorang Menteri  sebagai Pembantu Presiden.

Studi evaluasi kritis ini bukan untuk kondisi kinerja Menteri ketenagajerjaan, melainkan Presiden Jokowi urus ketenagakerjaan. Apakah kondisi kinerja Jokowi baik atau buruk, gagal atau berhasil urus ketenagakerjaan di Indonesia?

Dari standar kriteria evaluasi kritis, janji2 lisan Jokowi saat kampanye Pilpres dapat digunakan. Yakni:

1.Cetak 10 Juta Lapangan Kerja Jika Jadi Presiden
http://bisnis.liputan6.com/read/2072282/jokowi-janji-cetak-10-juta-lapangan-kerja-jika-jadi-presiden. Janji ini masih belum terbukti hingga 3 tahun jadi Presiden. Klaim sepihak Pemerintah memang ada telah sediakan bahkan lebih dua  juta per tahun.

2. Memperhatikan permasalahan outsourcing
http://www.indopos.co.id/2014/06/kampanye-di-purwakarta-jokowi-janji-urus-outsourcing.html. Hingga 3,5 tahun berkuasa, belum juga Nonperforming. Aksi2 demo buruh awal 2018 masih menuntut agar Pemerintah penuhi tuntutan buruh ttg masalah outsourcing ini.

3. Meningkatkan profesionalisme, menaikkan gaji dan kesejahteraan PNS, TNI dan Polri
http://surabaya.bisnis.com/read/20140703/94/72739/inilah-9-janji-utama-jokowi-jk-jika-menang-pilpres-2014

Masih dalam janji, belum menjadi fokus perhatian, kecuali Hal ikhwal infrastruktur.

4. Menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perikanan, dan manufaktur
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/512458-debat-capres-kedua%E2%80%93janji-siapa-paling-realistis. Juga hanya janji, masih diingkari.

5. Memberikan gaji besar bagi para ahli asal Indonesia
http://www.merdeka.com/politik/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembangan-sdm-dan-iptek/berikan-gaji-besar-bagi-para-ahli-asal-indonesia.html. Tidak terealisasi, bahkan membuka seluas-luasnya kepada para ahli asing masuk ke Indonesia. Dlm dunia jasa konsultasi, masih terjadi diskriminatif upah atau gaji antara tenaga ahli WNI dan asing. Asing boleh lebih besar dgn standar asing.

6. Menaikkan gaji guru
http://www.merdeka.com/politik/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembangan-sdm-dan-iptek/jk-janji-kerja-cepat-naikkan-gaji-guru.html. Masih dapat diperdebatkan, sudah atau belum dilaksanakan janji ini.

Janji2 di atas  tidak dipenuhi seperti Jokowi memperkuat dirinya sebagai ingkar janji. Kinerja buruk.

Standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi urus ketenagakerjaan dapat digunakan janji2  tertulis kampanye Jokowi Pilpres 2014 tertuang di dalam dokumen NAWA CITA. Antara lain:

1. Melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan.
2.  Mendukung pegesahan UU Tentang Sistem dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU Tentang Sistem Pengupahan dan Perlindungan Upah
3.  Mengendalikan  inflasi harus dlihat sebagai bagian integral dari perjuangan buruh.
4. Membangun perumahan untuk buruh di kawasan industri tidak dapat ditunda lagi.
5. APBN harus menjadi bagian penting dari pelayanan hak-hak buruh.
6. Penambahan iuran BPJS kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD perlu dilakukan.
7. Pelarangan kebijakan alih tenaga keria di BUMN
8. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja
9. Mekanisme proteksi terselubung untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarkat Ekonomi Asean.
Janji2 kampanye tertulis di dlm NAWA CITA  hingga kini belum ada penjelasan Pemerintah janji2 mana sudah dilaksanakan. Pemerintah tidak pernah resmi membuktikan dgn data, fakta dan angga aras realisasi janji2 tsb. Bisa jadi, Jokowi berpikir janji2 itu hanya utk cari suara. Setalah jadi Presiden tidak wajib atau ada sanksi hukum utk dilaksanakan.


Standar kriteria berikutnya dapat digunakan rencana kegiatan/program atau sasaran strategis bidang ketenagakerjaan tertuang di dalam RPJMN 2015-2019. Sasaran Antara lain:

 1. Tingkat pengangguran  terbuka diperkirakan 4,0-5,0 % 2019.
2. Menciptakan kesempatan kerja 10 juta selama 5 tahun.
3. Perlindungan pekerja migran.

Berdasarkan Renstra Kementerian ketenagakerjaan 2015-2018, arah kebijakan dan strategi sbb:
1. Peningjatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja.
2. Peningkatan kualitas  pelayanan penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja.
3. Penciptaan hubungan industrial harmonis dan memperbaiki iklim ketenagakerjaan.
4. Peningkatan perlindungan tenaga kerja, menciptakan rada keadilan dlm dunia usaha dan pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan.
5. Memperkuat fungsi pendukung (manajemen dan pengawasan internal serta perencanaannya pembangunan).

Tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi-JK, pemerintah klaim  tingkat penggangguran mencatatkan rekor terendah. Menaker M Hanif Dhakiri mengungkapkan,
tingkat pengangguran pada kurun waktu 2015-2017 mencatatkan rekor terendah selama masa reformasi. “Kita patut bersyukur selama dua tahun terakhir tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia terus menurun. Ini merupakan capaian TPT terendah sejak bangsa Indonesia memasuki era reformasi,” ungkap Hanif. Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional terus menurun dari 5,81 % pada 2015 menjadi 5,5 % pada 2016, dan 5,33 % pada 2017.

Namun di lain pihak, ada penilaian berbeda dari  pengamat dan pelaku ketenagakerjaan, antara lain:

1. Said Iqbal Ketua KSPI 7 Oktober 2017 menyatakan, Indonesia saat ini berada dlm kondisi darurat PHK karena  terjadi PHK besar besaran di mana mana dan di berbagai sektor. Tiga bulan terakhir hampir 59 ribu telah di PHK di seluruh Indonesia. Tidak benar, dikatakan pertumbuhan industri mendekati 17 %.
2.Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas menilai masih tingginya angka pengangguran tersebut menjadi tantangan Pemerintahan Jokiwi-JK.Tingkat pengangguran dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan survei SMRC, sebanyak 56% masyarakat menilai jumlah pengangguran semakin banyak. Sedangkan hanya 16% yang menilai semakin berkurang, 24% menilai sama saja, serta 5% tidak tahu/tidak menjawab.Media indonesia.com, 23 Oktober 2016.
3.Didik J. Rachbini
Ekonom Indef  (2 September 2015) membandingkan kondisi  saat ini dengan era pemerintahan SBY sama-sama mengalami perlambatan ekonomi. Perbedaannya terlihat dari pengangguran. Ketika zamannya SBY, meski pertumbuhan di bawah 5 persen tapi pengangguran tidak meningkat. Tetapi sekarang mengalami peningkatan di pemerintah Jokowi. Dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahan SBY, tingkat pengangguran justru mengalami penurunan dari 7,4 persen menjadi 5,7 persen. Namun, era Presiden Jokowi, pengangguran justru naik dari 5,7 persen menjadi hampir 6 persen. Ini berarti per kuartal ada 300.000 orang yang menganggur. Ini baru pengangguran terbuka, belum tertutup.
4. Guruh Riyanto, Ketua Departemen Media dan Kampanye Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) melaui RMOL.Co, 20 November 2017, menilai, Pemerintahan  Widodo tidak memiliki kejelasan dalam pengelolaan ketenagakerjaan. Selain sejumlah aturan mulai dari UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang tidak konkrit, turunan pelaksanaannya hingga ke tahapan teknis seperti Peraturan Pemerintah 78/2015 tentang Pengupahan pun kian tidak mampu mendongkrak kehidupan buruh Indonesia yang lebih baik.

Presiden Jokowi meminta agar izin pekerja asing yang hendak masuk ke Indonesia dipermudah. Tak hanya itu, sebuah  Perpres  diterbitkan  untuk menyederhanakan aturan-aturan mengenai TKA di semua kementerian dan lembaga. Artinya, tak ada lagi kerumitan saat TKA hendak mengurus izin bekerja di Indonesia. Kebijakan Jokowi ini mendapatkan reaksi keras dan kecaman dari publik, juga anggota legeslatif. Intinya, kebijakan ini merugikan rakyat Indonesia.

Anggota Komisi IX DPR RI Putih Sari Taslam mengkritik kebijakan Jokowi terkait masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. Kemudahan masuknya TKA ini tak ubahnya seperti menggelar karpet merah untuk menyambut kedatangan tamu istimewa. Kebijakan Pemerintah bagi TKA ini sangat kontraproduktif dengan kondisi tenaga kerja nasional yang masih tinggi tingkat penganggurannya. Belum lagi keberadaan TKA khususnya asal China dapat mengancam tenaga kerja lokak (Swamedium.com,11 Maret 2018).

Gelombang protes juga datang dari sejumlah organisasi buruh nasional  saat peringatan hari buruh internasional 1 Mei 2018 di DKI dan sejumlah daerah fan Ibukota Propinsi. . Mereka menuntut agar Perpres tsb dibatalkan. Menurut buruh, ada sekitar 150 buruh kasar Cina masuk ke Indonesia.

Tim Studi NSEAS bisa mengakui klaim Pemerintah bahwa penyerapan tenaga kerja setiap tahun melebihi 2 juta, di atas target. Boleh dinilai, kinerja Jokowi baik dan berhasil capai target. Tetapi, Tim Studi  NSEAS  juga mengakui, penilaian pengamat dan pelaku ketenagakerjaan bahwa di era Jokowi jumlah penggangguran bertambah, dan Jokowi tidak memihak kepentingan kaum pekerja kasar Indonesia. Kebijakan TKA sungguh kebijakan utk kepentingan Cina. Bagaimanapun. disamping ingkar janji, kinerja Jokowi tergolong buruk, belum mampu mendapatkan sikap simpati atau positif dari kebanyakan rakyat Indonesia. Kondisi ini akan terus berlangsung pd 2019.

Senin, 07 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS KESEHATAN DAN KB



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
( Ketua Tim Studi NSEAS)



Kesehatan dan KB (Keluarga Berencana), salah satu bidang pemerintahan harus diurus Presiden Jokowi. Bidang kesehatan diurus Kementerian Kesehatan dipimpin seorang Menteri sebagai Pembantu Presiden.
Bidang KB diurus oleh  BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). BKKBN  adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian  Indonesia,  bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga.

Sekalipun ada lembaga khusus urus kesehatan dan KB, tetapi tetap saja pihak paling bertanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan urus kesehatan dan KB adalah  Jokowi sebagai Presiden.

Studi evaluasi kritis ini ditujukan kepada Presiden Jokowi, bukan Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN.

Standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi urus kesehatan dan KB, bisa atas dasar janji2 lisan Jokowi saat kampanye Pilpres 2014, antara lain:

1.  Pembangunan   50 Ribu Puskesmas
(http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/09/jokowi-janjikan-bangun-50-ribu-puskesmas). Ini  hanya mimpi Jokowi, tidak sama sekali dipenuhi. Kinerja buruk.

2.  'Sulap' KJS-KJP Jadi Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar
http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/24/103257/2591407/1562/jokowi-janji-sulap-kjs-kjp-jadi-indonesia-sehat-dan-indonesia-pintar). Hasilnya masih belum terbukti terutama terhadap masyarakat strata bawah/miskin.

Pakar Kesehatan Dr Kartono Muhammad mengkritisi,  konsep Kartu Indonesia Sehat (KIS)  menjadi  program kerja
Jokowi bukan solusi
baik dalam menuntaskan masalah kesehatan. KIS  sekadar menarik simpati rakyat kecil. Secara konsep baik, menarik simpati rakyat kecil, karena dianggap pengobatan gratis itu baik. Bukan penyelesaian masalah kesehatan. Masalah kesehatan bukan hanya pengobatan tapi juga bagaimana pencegahan dan rakyat hidup dengan sehat. Baginya, Jokowi harus lebih memikirkan
efek ke depan program KIS. Seperti halnya anggaran biaya maupun sarana akan menunjang program tsb.

3. Peningkatkan anggaran kesehatan menjadi 5 %  dari belanja pemerintah, salah satunya untuk meningkatkan kapasitas dan pelayanan 6.000 puskesmas.(REPUBLIKA.CO.ID, 7 Juni 2014). Janji ini masih jauh panggang dari api. Jokowi masih ingkar janji.

Standar kriteria evaluasi kritis berikutnya adalah  janji2 tertulis Jokowi saat kampanye  Pilpres 2014, tertuang di dokumen NAWA CITA. Yakni:

1.  Memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat ke sehatan dan tenaga, khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil sesuai dengan
situasi dan kebutuhan mereka.Janji ini hanya semata  janji. No implementasi.

Terkait daerah terpencil, REPUBLIKA.CO.ID, 3 Mei 2017,  membeberkan  catatan  Kemenkes. Masih ada  128 daerah/kabupaten terpencil.   Daerah ini disebut terpencil karena secara ekonomi tertinggal dibandingkan kabupaten lain.
Selanjutnya, melihat data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan,  jumlah tenaga medis di Indonesia masih jauh dari cukup.  jumlah tenaga medis  891.897 personil, dan presentase  masih kurang merata seperti Sumatera 234.587 (26,3% ) tenaga medis, Jawa Bali 435.877 (48,87 %), Kep Nusa Tenggara 35.729 ( 4,01 % ), wilayah Kalimantan 66.864 ( 7,5%),  Sulawesi 84.555 ( 9,48%),  Kepulauan Maluku 15.947 ( 1,74%), dan  Papua 18.372 ( 2.06%) tenaga medis.  Minimnya jumlah tenaga medis di Indonesia dan jika kita perbandingkan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa  akan ditangani hanya dengan 891.897 tenaga medis.
Di lain pihak,  menurut data  BPS,  fasilitas kesehatan seperti RS dan Puskesmas masih minim yaitu 2.083 RS dan 9.510 Puskesmas di seluruh Indonesia.

2.  Menyediakan sistem perlindungan sosial bidang kesehatan inklusif dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan  melakukan persalinan.
Pemerintah menang punya program Jampersal. Yaitu  program untuk mengatasi masalah pembiayaan persalinan, meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Program Jampersal bersumber dari APBN. Era SBY 2011 program ini sudah mulai. Masalah ya di era Jokowi  implementasi kebijakan ini masih gelap. Belum ada data  sudah seberapa luas daerah Indonesia terjangkau program ini. Kita masih membutuhkan publikasi data resmi.

3.  Mengalokasikan anggaran negara
sekurang-kurangnya 5%  untuk penurunan AKI, Angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis.
Kondisi di lapangan, Indonesia  belum terbebas dari kematian ibu. Sebagai contoh, Pemerintah mengakui kondisi di NTT. Salah satu masalah  kesehatan di NTT,  masih tingginya angka kematian ibu saat melahirkan dan banyaknya bayi lahir dengan gizi buruk.

4. Penambahan iuran BPJS kesehatan berasal dari APBN dan APBD.
Anggota Komisi IX DPR RI‎ Okky Asokawati‎  (24/10/2016) menilai, sejumlah masalah di bidang kesehatan selama dua tahun Pemerintahan Jokowi-JK masih terjadi.‎ Salah satunya, persoalan muncul dalam pelayanan BPJS Kesehatan  masih mencuat di lapangan. Seperti pasien peserta BPJS ditolak Rumah Sakit.(Sindonews.com,25 Oktober 2016).
Sebuah sumber mencatat, Per 31 Desember 2017, jumlah kepesertaan jaminan kesehatan national kartu Indonesia sehat (JKN-KIS) baru mencapai 187,98 juta orang, atau 73 % dari target 2019 sebanyak 257,5 juta orang.  Masih ada 69,52 juta orang harus masuk hingga 2019. Mengapa tak mencapai target?
Salah satu sebab citra  pelayanan BPJS dimata masyarakat masih buruk.

5. Melakukan revisi UU tentang  Kesehatan,
Pemerintah masih belum melaksanakan. Bahkan,   Anggota Komisi IX DPR RI‎ Okky Asokawati‎  (24/10/2016) menilai,
Kemenkes  masih memiliki banyak tunggakan aturan turunan pelaksana UU berupa Peraturan Pemerintah (PP)  belum dituntaskan. Seperti PP terkait turunan UU Kesehatan Jiwa, PP terkait UU Rumah Sakit menolak pasien, PP tentang Dokter Layanan Prima (DLP) sebagaimana amanat UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok).

6.  Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan merata untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani serta membentuk watak bangsa. Belum ada data resmi tentang realisasi janji  ini.

Khusus bidang KB, ternyata Jokowi tidak tertarik, tidak ada janji ttg KB di dlm NAWA CITA.

Dasar evaluasi berikutnya adalah RPJMN 2015-2019. Rencana kegiatan Pemerintahan Jokowi-JK bidang kesehatan dan KB, antara lain:

1. Meningkatnya status kesehatan ibu dan anak. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup 2019 sebanyak 306.
2. Meningkatnya status gizi masyarakat. Tidak sesuai dgn realitas obyektif. Bahkan, masih terjadi kekurangan gizi hingga mematikan.

Tetapi faktanya, ada
Kejadian luar biasa campak dan gizi buruk terjadi di Kabupaten Asmat sejak September 2017. VIVA, Rabu, 24 Januari 2018  membeberkan  perkiraan
Kapolda Papua, ada  15 Ribu Warga Asmat Derita
Gizi Buruk.

3. Meningkat pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta meningkat penyehatan lingkungan. Masih menunggu publikasi data realisasi resmi.

4. Peningkatan pemerataan  akses dan mutu pelayanan kesehatan. Masih sekedar rencana, tanpa realisasi. Faktanya? Masih ada 1,7 juta anak kini di Indonesia belum imunisasi. Masih ada anak belum mendapat imunisasi sama sekali. sebagaimana dilaporkan  Harian Republika (30 April 2018). ​Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit.

5. Menurunnya rata2 laju pertumbuhan penduduk 1,19 %. Tidak realistis. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk besar karena jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bertambah.

6. Menurun angka kelahiran total per perempuan usia reproduksi 2,3. Masih menunggu data resmi.

Berdasarkan Renstra Kemenkes 2015-2019, sasaran strategis antara lain:

1. Meningkat persentase persalinan di fasilitas kesehatan 85%.
2. Jumlah kecamatan memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi 5.600.
3. Jumlah kabupaten/kota memiliki minimal 1 RSUD  terakreditasi 481 kabupaten/kota.
4. Ketersediaan vaksin dan obat di Puskesmas 90 %.
5. Jumlah Puskesmas memiliki 5 jenis  tenaga kesehatan 5.600 Puskesmas.
6. RS kelas C  kabupaten/kota memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang 60 %.

Apakah sudah tercapai atau belum sasaran strategis di atas, jawaban masih gelap. Kita menunggu publikasi data, fakta dan angka resmi Pemerintah. Diharapkan, setelah 4 tahun Jokowi jadi Presiden, sudah dipublikasi.

Tim Studi NSEAS menilai, baik berdasarkan janji lisan dan tertulis kampanye Pilpres 2014 dan juga rencana kerja, Jikowi belum bisa menunjukkan prestasi kerja. Kondisi kinerja masih buruk. Kita tunggu setelah 4 tahun berkuasa, mudahan2an Jokowi mau berubah menjadi sungguh2 pelaksanan janji dan rencana kegiatan secara konsekuen.


Sumbet Data Baru:

1. BERITA NASIONAL
Selasa, 24 Juli 2018 | 16:58 WIB
Bencana Kelaparan Melanda Maluku, Tiga Orang Tewas
Oleh
Bayu Adi Wicaksono,antv/tvOne
 Photo :
Christ Belseran - VIVA
Kondisi warga Suku Mausu Ane yang kelaparan di Maluku Tengah.
VIVA – Tiga warga meninggal dunia akibat terjadinya kejadian luar biasa bencana kelaparan melanda wilayah pedalaman Pulau Seram, Maluku tepatnya di kaki Gunung Murkele Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.


Bencana kelaparan melanda warga dari  Komunitas Adat Terpencil (KAT), Suku Mausu Ane di Petuanan Negeri Maneo Rendah.

Dari informasi yang diterima dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Maluku Tengah, ada tiga warga Suku Mausu Ane meninggal dunia akibat kelaparan. Bencana Kelaparan ini telah terjadi sejak tanggal 7 Juli 2018. Tiga jiwa yang meninggal dua di antaranya adalah balita dan seorang seorang lanjut usia.



BPBD Maluku Tengah menyebutkan, kelaparan terjadi akibat kekurangan bahan makanan. Ada sekitar 170 jiwa  warga yang menderita kelaparan.

"Masyarakat yang meninggal dunia tiga orang, satu orang lansia dan dua orang anak balita. Mereka meninggal pada 7 Juli lalu. Kondisi masyarakat mengalami busung lapar dan gangguan kesehatan. Masyarakat mengalami kekurangan bahan pangan," kata Kepala Seksi Logistik BPBD Maluku Tengah, Syahril Tuakia melalui sambungan telepon, Selasa, 24 Juli 2018

Sabtu, 05 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)


Salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan Presiden Jokowi, yakni bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pada level Kementerian terdapat
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP & PA). Kementerian PP & PA  membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dipimpin  seorang Meneg PP & PA, sejak  27 Oktober 2014 dijabat oleh Yohanan Yembise.

Studi evaluasi ini bukan utk Meneg PA & PA, tetapi Presiden Jokowi.

Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi sangat mudah memberi janji lisan  kepada rakyat Indonesia dlm berbagai bidang pemerintahan. Namun, sepengetahuan Tim Studi NSEAS, pd Pilpres 2014 Jokowi ternyata tidak tertarik mengangkat issu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Selama kampanye Pilpres 2014,  tidak ada janji lisan terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Sangat mungkin Jokowi berpikir, issu ini tidak efektif digunakan utk mempengaruhi calon pemilih.

Ada janji tertulis  kampanye Pilpres 2014 Jokowi, tertuang  di dlm dokumen NAWA CITA,  antara lain:

1. Memperjuangkan  tak berlaku diskriminatif thdp kelompok/golongan tertentu dalam negara.
2. Membuat kebijakan Tindakan Khusus Sementara thdp  kelompok  marjinal, termasuk  perempuan
utk  menjamin kesetaraan dgn warga negara lain.
3. Memperjuangkan pemenuhan kuota perempuan 30% dan  mendorong agar semua parpol memiliki
dan menyiapkan kader politik perempuan mumpuni.
4. Memperjuangkan kebijakan khusus utk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan dan tenaga - khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil.
5. Menyelenggarakan pendidikan 12 tahun bekualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia,   menerapkan nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan.
6. Mengefektifkan pelaksanaan semua UU utk penghentian kekerasan terhadap perempuan melalui peningkatan upaya pencegahan, meningkatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan alokasi anggaran serta mengembangkan dan menerapkan kerangka monev efektif.

Utk urusan perlindungan anak, tidak ada penekanan khusus, jika tak boleh dinilai tak ada sama  sekali janji.

Standar kriteria evaluasi  berikutnya tertuang di dlm RPJMN 2015-2019,  antara lain:
1. Meningkat kapasitas kelembagaan PUG (Pengarusutamaan Gender) dan  kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan di pusat dan daerah.
2. Meningkat akses dan kualitas layanan kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang anak.
3. Menguat sistem perlindungan abak.
4. Meningkat efektivitas  kelembagaan perlindungan anak baik di pusat maupun di daerah.

Standar kriteria evaluasi yakni Renstra 2015-2019 Kementerian PP&PA.  Sasaran strategis antara lain:
1.Meningkat pelaksanaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan . Indikator:  a. Meningkat jumlah kebijakan responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan; b. Meningkat jumlah lembaga melaksanakan kebijakan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan.
2. Meningkat perlindungan perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan . Indikator: a. Meningkat jumlah kebijakan perlindungan perempuan dan anak; b. Meningkat jumlah lembaga melaksanakan perlindungan perempuan dan anak; c. Meningkat persentase kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mendapat layanan komprehensif.
3.Meningkat pemenuhan hak anak, termasuk tindakan afirmasi bagi anak dalam kondisi khusus. Indikator:  a.Tersedia kebijakan pemenuhan hak anak; b. Meningkat jumlah lembaga  melaksanakan kebijakan pemenuhan hak anak.
4.Meningkat perlindungan anak. Indikator : a. Meningkat jumlah kebijakan perlindungan anak; b. Meningkat jumlah lembaga  melaksanakan kebijakan perlindungan anak; c. Meningkat persentase pengaduan kasus anak ditindaklanjuti.

Masih butuh data resmi dari Pemerintah, apakah sasaran strategis telah tercapai atau belum setelah 3 thn Pemerintahan Jokowi-JK. Mungkin Pemerintah bisa publikasi data setelah 4 thn. Kita tunggu saja.

Pd level kondisi perempuan era Jokowi, kita dapat mengacu pd sejumlah sumber, antara lain:
1. LBH Apik Jakarta melaporkan adanya 648 pengaduan masuk ke lembaga itu terkait kasus kekerasan menimpa perempuan selama 2017. Pengaduan tertinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, sebanyak 308. Dari 648 laporan kasus itu, hanya 26 kasus pidana yang diputus oleh pengadilan. Padahal Jokowi mengamanatkan utk mempertegas pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
2. Analis Politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, berpendapat kondisi buruh perempuan di era Jokowi masih adanya perlakuan diskriminatif. Buruh perempuan di sektor padat karya, seperti pabrik rokok dan sektor perkebunan kelapa sawit, masih mendapatkan perlakuan  diskriminatif (Tropongsenayan 21/4/2016). Wujud perlakuan diskriminatif buruh perempuan tsb di antaranya upah  masih rendah, tidak mendapatkan fasilitas jaminan sosial, serta hak menstruasi dan reproduktif tidak diakui  justru dapat berujung pemutusan hubungan kerja.

Khusus kondisi perlindungan anak, Pemerintah klaim, selama tiga tahun ini,  Kartu Indonesia Pintar  sudah dibagikan kepada sekitar 19,7 juta anak sekolah. Tetapi, di pihak lain, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus kekerasan anak meningkat tajam. Sejak 2010 hingga 2015, lebih dari 10 juta anak menjadi korban kekerasan, 58% di antaranya menjadi korban kekerasan seksual (sindonews 20 Oktober 2016). Kondisi ini tentu kini terus berlangsung.

Bahkan, KOMPAS.com membeberkan penilaian Menkeu  Sri Mulyani Indrawati ttg kondisi  ruang kelas tak layak untuk kegiatan belajar-mengajar di Indonesia. (2/5/2018). 10 tahun lalu,  anggaran pendidikan sekitar Rp 150 triliun. Tahun ini mencapai Rp 440 triliun, dan   sekolah suasana dan kondisi masih  tidak sesuai dengan kriteria. Dari Yappika,  Sri Mulyani mendapat data,  ada lebih 200.000 ruang kelas di sekolah seluruh Indonesia kondisinya rusak, mulai dari rusak sedang hingga berat.

Pemerintah  juga bagi2 Kartu Indonesia Sehat. Pd 2019 nanti diharapkan bisa memenuhi pelayanan kesehatan seluruh warga secara gratis. Tetapi, layanan kesehatan anak ternyata masih banyak masalah. Satu masalah, belum imunisasi  lebih sejuta anak. Harian Republika  (30 April 2018) membeberkan pernyataan  Kementerian Kesehatan, ada 1,7 juta anak belum imunisasi.  Saat ini masih ada anak-anak  belum mendapatkan imuniasasi secara lengkap, bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sejak lahir. ​Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut. Bagaimanapun, hal ini dapat mensosialisasikan penilaian, kondisi kinerja Jokowi urus perlindungan anak masih  buruk. Anak2 masih harus hadapi kelas rusak dan belum imunisasi. Sangat tragis!

Selanjutnya, Pemerintah buat kebijakan Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA). Ada  24 indikator KLA. Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan  peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau Kabupaten / kota  layak bagi anak sebagai prasarat untuk memastikan,  anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi hak mereka  dan terpenuhi kebutuhan fisik dan psikologis mereka. Namun, sejauhmana kebijakan ini berhasil, belum ada data, fakta dan angka resmi dari Pemerintah. Seberapa banyak Kabupaten/Kota telah KLA, belum diketahui persis. Hanya ada beberapa kota yg sangat sedikit. Kita belum bisa menilai, Jokowi berhasil atau gagal atas kebijakan KLA. Masih belum menjadi realitas obyektif.

Tim Studi NSEAS berkesimpulan, setelah 3 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, belum ada prestasi menunjukkan keberhasilan urus pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Sementara ini, data, fakta dan angka ditunjukkan Pemerintah bersifat bagi2 atau pendistribusian Kartu Indonesia Pintar dan Sehat. Tetapi, manfaat atau outcome bagi2 kartu tidak dapat dibuktikan. Mudah2 setelah 4 tahun atau mendekati Pilpres 2019, Rezim Jokowi bisa buktikan juga dgn data, fakta dan angka.

Selasa, 01 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS SOSIAL


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)

Presiden Jokowi harus menyelenggarakan urusan pemerintahan nasional. Salah satu urusan pemerintahan dimaksud adalah  bidang sosial. Presiden dibantu seorang Menteri yg memimpin Kementerian Sosial. Pada level Kementerian Sosial, bidang sosial ini mencakup: 1.  Rehabilitasi sosial; 2.  jaminan sosial; 3.  Pemberdayaan sosial; 4.  Perlindungan sosial; dan,5.  Penanganan fakir miskin.

Studi evaluasi kritis ini ditujukan utk menilai kinerja Presiden Jokowi urus sosial, bukan kinerja Menteri Sosial sbg Pembantu Presiden.  Pertanyaan pokok: apa kondisi kinerja Jokowi urus sosial? Berhasil atau gagalkah Jokowi mencapai target rencana kegiatan bidang sosial?

Utk menjawab pertanyaan di atas, salah satu standar kriteria evaluasi kritis ini dapat menggunakan janji2 lisan  Jokowi dlm kampanye Pilpres 2014. Diantaranya, Jokowi berjanji  akan:

1. Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%.
2.Menyelesaikan masalah korban lumpur Lapindo.
3.Menurunkan pengangguran dengan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun.
4.  Mengurangi kesenjangan sosial,  diukur dengan “gini ratio” 0,30. Angka ini ternyata dirubah ke dalam RPJMN 2015-2019 menjadi 0,36. Jokowi telah ingkar janji sejak dari perencanaan pembangunan.
5.Meningkatkan kualitas dan kuantitas program raskin.
6. Alokasi Rp 1,4 miliar untuk setiap desa.

Sebagaimana janji2 lisan Jokowi di bidang2 pemerintahan lain, pd bidang sosial ini juga Jokowi tidak merealisasikan atau memenuhi janji2 tsb alias ingkar janji. Utk standar kriteria janji2 lisan Kampanye Pilpres 2014 ini, kondisi kinerja Jokowi sangat buruk.

Janji2 tertulis kampanye Pilpres 2014 Jokowi tertuang di dlm dokumen NAWA CITA. Janji2 tertulis Jokowi ini bisa dijadikan standar kriteria  penilaian kritis  kondisi kinerja Jokowi urus sosial. Beberapa janji tertulis Jokowi, yakni:

1. Peningkatan akses penduduk miskin pd pendidikan formal dan pelatihan keterampilan gratis melalui upaya penurunan tingkat kemiskinan menjadi 5-6 %.
2.Implementasi sistem jaminan  sosial secara merata di seluruh Indonesia.
3. Ketersediaan air bersih.
4. Menjaga daya beli masyarakat miskin dan menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok.
Janji2 tertulis di dlm NAWA CITA ini hanya tercatat. Sudah lebih 3,5 tahun,  belum menjadi realitas obyektif. Kinerja buruk dan ingkar janji.

Mengacu  RPJMN 2015-2019, sasaran bidang kesejahteraan masyarakat yakni:
1. Tersedianya layanan publik serta lingkungan dan sistem sosial inklusif bagi penyandang disabilitas  dan lanjut usia.
2. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota memiliki regulasi utk pengembangan akses lingkungan inklusif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
3. Terbangunnya sistem sosial dan tata kelola layanan dan rehabilitasi sosial terintegrasi dan partisipatif melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan swasta.

Apakah sasaran ini tercapai atau tidak? Kita masih menunggu data, fakta dan angka resmi Pemerintah, sudah seberapa jauh realisasi dari tiga sasaran tsb.

Standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi urus sosial dapat juga bersumber Renstra Kementerian Sosial 2015-2019. Sasaran strategis Kementerian ini hanya dua butir, yakni:
1. Meningkatkan kemampuan keluarga miskin dan rentan serta PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) lain dlm memenuhi kebutuhan dasar.
2. Pengembangan kapasitas SDM dan kelembagaan  kesejahteraan sosial.

Data, fakta dan angka realisasi sasaran ini masih ditunggu. Bahkan berapa sesungguhnya jumlah fakir miskin di Indonesia belum ada jawaban dari Pemerintah. Bisa jadi, membuat rencana kegiatan penanganan fakir miskin selama ini tanpa pertimbangan data real  jumlah fakir miskin.

Di publik ada sejumlah penilaian masalah sosial belum terpecahkan Rezim Jokowi. Beberapa diantaranya:

Pertama, Sebuah survei opini publik menemukan (Nopember 2017)  lima masalah sosial era Jokowi kini. Yakni  harga bahan pokok  tinggi, jumlah pengangguran, kemiskinan, biaya pendidikan dasar, dan biaya berobat/kesehatan. Bagi publik, 5 hal ini masih menjadi masalah. Rezim Jokowi dinilai belum mampu mengatasinya.

Kedua, jpnn.com, Bogor, 9 September 2017,  membeberkan, Mantan Presiden RI SBY mengungkap lima masalah serius di era pemerintahan Jokowi-JK dirasakan rakyat.
Tiga masalah diantaranya:
1.Sebagian rakyat masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal orang  menganggur pasti tidak punya penghasilan dan akhir hidupnya susah.
2.Sebagian rakyat tidak cukup memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Meskipun harga barang dan jasa tidak terus meningkat, tapi kalau tidak punya uang,  tidak ada bisa dibeli.
3. Rakyat bisa menilai kesejahteraan dan kemakmuran makin tidak merata. Yang kaya dianggap menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin jalan di tempat.

Ketiga, VIVA 30 April 2018 membeberkan, Dana Desa mandek, tercatat baru dicairkan Rp134,65 miliar atau hanya 2,9 % dari total tersimpan di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp 5,2 triliun pd Maret  lalu.

Keempat,  revolusi mental Jokowi  masih sebatas jargon belaka. Konsep revolusi mental ini  masih abstrak. Gagasan revolusi mental hanya berakhir sebagai proyek mengeruk uang negara melalui iklan. Sesungguhnya  paling mendesak dibenah,  mental pemegang kekuasaan  negara, terutama Jokowi, JK dan para Menteri. Mereka harus tidak lagi rendah diri (inferior) di hadapan bangsa asing dan ketergantungan terhadap modal asing. Harus terbebas dari mentalitas tidak percaya pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri.

Kelima, di era pemerintahan Jokowi terjadi rakyat di Papua kehilangan hak dasar menerima pelayanan kesehatan. Ada  kematian massal anak  karena kekurangan gizi.Sangat tragis! Selama era reformasi, baru terjadi di era Jokowi ini.  Padahal Jokowi gembor2  membangun dari pinggiran, dlm hal ini termasuk Papua.

Kondisi kemiskinan di era Jokowi ternyata tidak ada perubahan lebih baik. BPS merilis angka kemiskinan bertambah., mencapai 27,7 juta orang pada Maret 2017.Ada penambahan   sekitar 6.900 orang dibandingkan jumlah September 2016. Secara persentase, jumlah angka kemiskinan  menurun dari 10,70 % menjadi 10,64 %  karena  kenaikan total jumlah penduduk Indonesia. Di Perkotaan pd September 2016 - Maret 2017, jumlah penduduk miskin naik sebanyak 188.190 orang dari 10,49 juta orang  September 2016 menjadi 10,67 juta orang Maret 2017.

Juga ketimpangan sosial tidak ada perubahan berarti. Kinerja Jokowi buruk dan gagal mencapai target gini rasio dijanjikan 0,30 saat kampanye Pilpres 2014  dan 0,36 di dlm RPJMN 2015-2019. Setelah hampir 4 tahun berkuasa,  Jokowi hanya mampu menciptakan gini rasio masih jauh dari target,  sekitar  0,40 rata2.Versi BPS, September 2017, Gini Ratio sebesar 0,391.

Tidaklah berlebihan,  jika Tim Studi NSEAS menilai setelah 3,5 tahun kondisi kinerja Jokowi urus sosial tergolong buruk. Sejumlah parameter target capaian gagal diraih Rezim Jokowi.

Mengapa Jokowi gagal meraih  target? Pertanyaan ini harus terlebih dahulu terjawab oleh Rezim Jokowi utk dapatkan solusi. Jika belum, mustahil kinerja Jokowi bisa bagus tahun 2019.

Sumber data baru:

SIARAN PERS
Jakarta, 26 Juni 2018

BOM WAKTU KESENJANGAN SOSIAL:
Struktur Gaji Pejabat Harus di Koreksi



Untuk pertama kalinya, Presiden Joko Widodo memberikan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk para pensiunan. Sebelumnya, THR sudah diberikan sejak tahun 2016 kepada para aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS). Total yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 dan THR adalah Rp. 35,76 triliun atau 69% lebih banyak dari jumlah tahun lalu.

Kementerian Keuangan mengklaim, pembayaran gaji ke-13 dan THR tahun 2018 diharapkan bisa menyumbang sektor riil dan ekonomi Indonesia. Harapannya, pemberian THR yang berbarengan dengan libur panjang bisa mendongkrak belanja masyarakat dan mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi. 

Apakah dengan kebijakan populis ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi? Artinya, masyarakat semakin sejahtera dari efek peningkatan konsumsi yang menggerakan pertumbuhan ekonomi. Belum tentu. Faktanya, pertumbuhan ekonomi tidak selalu berbanding lurus dengan penurunan tingkat kesenjangan sosial di masyarakat. 

Memang, dalam beberapa tahun terjadi pertumbuhan ekonomi meski dalam kondisi stagnan. Tapi selama ini yang banyak menikmati hanya sejumlah kecil, yakni kelompok elite masyarakat. Kue pertumbuhan ekonomi tidak bisa dinikmati secara merata. Berdasarkan studi World Bank, selama satu dekade s/d tahun 2015 yang menikmati pertumbuhan ekonomi hanya 20% masyarakat dan meninggalkan 80% yang lain. 

Mayoritas rakyat tidak bisa merasakan pertumbuhan ekonomi tersebut, sehinggga taraf hidupnya semakin menurun bukannya makmur, yang ada justru banyak mendapakan tekanan beban hidup dari berbagai sektor. Penikmat pertumbuhan ekonomi ini hanya kelompok kecil saja akibat struktur sosial di Indonesia yang sejak zaman kolonial hingga pasca reformasi tidak berubah signifikan. Bahkah melahirkan raja-raja kecil paska berlakuknya otonomi daerah karena mental birokrat yang masih feodal dan koruptif. Nah, masih kentalnya sistem feodalistik dalam tatanan politik dan ekonomi negara ini menjadi pangkal masalahnya. 

Dominan dalam kelompok kecil ini di antaranya  adalah pejabat negara, kalangan militer, politikus, dan tentunya para konglomerat. Kelompok ini satu sama lain saling menyokong dan mengamankan kepentingannya masing-masing. Tak ayal, meski reformasi sudah bergulir, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi hanya memberikan manfaat kepada kelompok kecil tersebut, yang secara bergantian leluasa mengakses sumber daya ekonomi. Sementara kelas menengah-bawah dan kalangan UMKM sulit naik kelas karena keterbatasan terhadap akses sumber daya ekonomi akibat dikuasai segelintir elite dan kroni-kroninya.

Mengutip laporan dari majalah internasional The Economist, Farouk menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat tujuh dunia dalam Crony Capitalism Index. Walaupun bukan sebuah indeks yang sempurna, indeks ini paling tidak menggambarkan sejauh mana sebuah negara memberikan kesempatan ekonomi yang lebih terbuka dan merata kepada warganegara-nya. Kondisi ekonomi yang belum benar-benar terbuka ini membuat ketimpangan sosial di Indonesia semakin parah dan akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak, hanya menanti momentum pemicunya. Berdasarkan studi Credit Suisse (2016) Indonesia adalah negara terburuk ke empat dalam hal ketimpangan ekonomi.

Lembaga internasional OXFAM juga memperingatkan, ketimpangan ekonomi di Indonesia sangat darurat. Dalam laporannya, OXFAM (2016)  menyebutkan total harta empat orang terkaya di Indonesia, yang tercatat sebesar US$ 25 miliar setara dengan gabungan kekayaan sekitar 100 juta orang atau 40% dari total penghasilan masyarakat terbawah. Menurut laporan yang sama, pada tahun 2016, satu persen orang terkaya ini memiliki 49% atau hampir setengahnya dari total kekayaan populasi di tanah air. Hebatnya, hanya dalam sehari saja seorang konglomerat terkaya bisa mendapatkan bunga deposito 1.000 kali lebih besar dari pengeluaran 10% penduduk miskin Indonesia untuk setahun.  Bahkan, jumlah uang yang diperolehnya setiap tahun dari kekayaan itu cukup untuk mengentaskan lebih dari 20 juta warga keluar dari jurang kemiskinan.
Merujuk data BPS, per September 2017, jumlah masyarakat miskin Indonesia adalah sekitar 26,6 juta, atau sekitar 10.12% dari total jumlah penduduk. Persoalannya adalah parameter penduduk miskin ini menggunakan batas garis kemiskinan yang sangat kecil, yakni Rp. 400.995 untuk masyarakat perkotaan dan Rp 370.910 untuk warga pedesaan.

Tapi jika menggunakan indikator Bank Dunia dalam menentukan batas kemiskinan, yaitu pendapatan sebesar US$ 2 per hari per orang, maka penduduk miskin Indonesia masih sangat tinggi, yakni di perkirakan mencapai 47% atau 120 juta jiwa dari total populasi. Batasan garis kemiskinan Rp 400.000 ini terlalu rendah, karena orang kota dengan penghasilan Rp 500.000 sudah dianggap tidak miskin, yang bahkan belum tentu cukup untuk kebutuhan dasar. Padahal kebutuhan manusia itu bukan makan saja tapi juga pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, juga rekreasi dan hiburan. 

Tingkat kesenjangan sosial ini berpotensi semakin dalam ketika sekelompok kecil elite semakin kaya, sedangkan kebanyakan rakyat banyak menanggung beban ekonomi. Sikap pemerintah yang menganak emaskan birokrat dengan kenaikan gaji, tunjangan, dan bonus bisa jadi berimbas pada semakin parahnya kesenjangan sosial. Sebab rakyat biasa pada umumnya tidak mengalami peningkatan pendapatan yang memadai setiap tahun. Sedangkan gaji para pejabat negara di pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, direksi dan komisaris BUMN, serta lembaga negara lainnya yang fantastik justru akan berpotensi memantik konflik dan kecemburuan sosial. 

Struktur penggajian institusi negara sebenarnya juga memperburuk kondisi ketimpangan sosial, bayangkan saja, gaji pejabat negara seperti direktur utama BPJS Kesehatan, gubernur Bank Indonesia, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan yang sudah menyentuh diatas Rp 200 juta per bulan. Bahkan pernah di sinyalir bahwa penghasilan Gubernur BI melebihi penghasilan dari Federal Reserve Chairman Amerika Serikat. Padahal GDP per kapita Indonesia hanya sekitar 6.6% dari GDP per kapita Amerika Serikat. Belum lagi struktur penggajian yang fantastis dari banyak direktur dan komisaris BUMN. Bahkan belum lama ini juga mencuat polemik penggajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mencapai Rp 100 juta per bulan, belum lagi kasak kusuk total remunerasi kalangan anggota dewan di Senayan, yang dalam setahun bisa mencapai miliaran.

Sebagian mungkin berpendapat bahwa besarnya gaji sebanding dengan posisi vital dan beban tanggung jawab yang dipikul sangat berat dan rawan konflik kepentingan. Namun, yang harus dilihat adalah besarnya penghasilan itu apa sudah sebanding dengan produktivitas kinerjanya? Sejauh mana dampak manfaatnya untuk masyarakat banyak? dan yang tidak kalah penting sejauh mana pendapat per kapita masyarakat secara menyeluruh di bandingkan penghasilan para elite tersebut?. Jika tidak berdampak besar terhadap kinerja dan kemaslahatan secara umum, tentunya sebuah penghianatan yang memboroskan angggaran negara. 

Ke depannya, perlu ada evaluasi terhadap struktur penggajian dalam kaitannya dengan persoalan ketimpangan sosial ini. Mungkin penentuan gaji institusi publik kedepannya perlu menggunakan dasar perbandingan pendapatan per kapita penduduk, ataupun mungkin dari penghasilan terendah anggota masyarakat yang ada.  Cara perhitungan ini untuk memberikan rasa keadilan sebagaimana amanat konstitusi dan falsafah Pancasila. Pejabat negara yang bergaji besar tapi tidak ada manfaatnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat sama artinya melanggar setidaknya empat pasal dalam Pancasila.

Lebih jauhnya, dalam kondisi beban utang negara yang besar, kondisi ekonomi rakyat secara umum masih berat, pekerja migran non-skill kita yang masih tinggi (belum lagi yang irregular), pemerintah bisa mengambil langkah solidaritas meski tidak populer, yakni memangkas gaji segenap pejabat negara, direksi dan komisaris BUMN untuk efisiensi anggaran. Di Malaysia, Mahathir Mohammad berani memotong gaji para menterinya demi menunjukkan rasa keadilan bagi rakyatnya.

Dalam hal ini, pejabat negara dan BUMN dengan gaji yang sangat besar dituntut serius bekerja sesuai dengan bagiannya masing-masing dalam mengupayakan perbaikan taraf hidup masyarakat. Segenap birokrat sepatutnya berfikir untuk terus memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, termasuk pelaku ekonomi dengan di antaranya pro-aktif melakukan pemangkasan segala macam perizinan dan aturan. Pada akhirnya, mendapatkan tanggung jawab di pemerintahan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif juga di BUMN dan segenap institusi negara adalah untuk menjalankan fungsi negara  dalam mengupayakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, bukan mencari kesejahteraan sendiri untuk meningkatkan status sosial.  Artinya, pendapatan naik kalau penghasilan rakyat secara menyeluruh juga bertambah. Jika tidak, gaji elite semakin besar tapi kesejateraan rakyat secara umum tidak meningkat. Ujung-ujungnya, kita akan tetap menjadi negara dunia ketiga yang mengekalkan struktur kolonial dan feudal.

Farouk Abdullah Alwyni (FAA)
Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED)
www.cisfed.org
www.faroukaalwyni.com

Berhubungan dengan FAA:

- Facebook: aabdullahfarouk
- Instagram: faroukabdullah.a
- Twitter: @faraalw