Rabu, 28 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN LAUT



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)



Saat kampanye Pilpres 2014 Jokowi sangat antusias mengkampanyekan prakarsa Tol Laut dan Indonesia  Poros Maritim Dunia. Sampe2 ada seorang tokoh nasional terpelajar menyoal kemampuan akademis Jokowi yg Ilmu Kehutanan memprakarsai Tol Laut. Dinilai tidak punya semacam  kompetensi.

Setahun kemudian Jokowi mulai berpindah kampanye ke infrastruktur jalan dan jembatan, khusus nya jalan tol. Promosi dan kampanye Tol Laut dan Poros Maritim Dunia diabaikan. Sangat mungkin Jokowi dasar akan gagal realisasi target Tol Laut.

Sedangkan infrastruktur perhubungan laut  tidak prioritas bahan kampanye. Jokowi lisan berjanji, akan meningkatkan pembangunan pelabuhan di Indonesia Bagian Timur (IBT).
Saat Rizal Ramli lagi  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, ia menegaskan, Pemerintah membangun pelabuhan kecil dan menengah lebih dari 150 di wilayah Indonesia Timur (30 Juni 2016).

Jika memang akan dibangun 150 pelabuhan, maka setiap tahun minimal terbangun 30 pelabuhan. Jika Jokowi jadi Presiden lebih 3 tahun, maka minimal Jokowi telah membangun 90 pelabuhan (Akhir 2017).

Setelah 3,5 tahun jadi Presiden, betulkah Jokowi telah meningkatkan pembangunan pelabuhan di IBT sebanyak minimal 90 lokasi ? Sudah berapa pelabuhan dibangun di IBT? Dua pertanyaan ini masih belum terjawab, karena data, fakta dan angka realisasi janji belum terpenuhi.

Studi NSEAS mencoba menilai kritis kinerja Jokowi selaku Presiden RI urus infrastruktur perhubungan laut sebagai salah satu kewajiban Jokowi selenggarakan. Dalam kajian perhubungan laut terdapat komponen al. Kepelabuhan  dan keselamatan pelayaran. Kajian ini memfokuskan komponen kepelabuhan.
Di dlm dokumen Nawacita Jokowi berjanji khusus bidang kepelabuhan:
1. Revitalisasi pelabuhan laut yg sudah ada terutama pengembangan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Bitung sebagai Hub Port berkelas internasional, Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makasar dan Sorong.
2. Peningkatan jumlah pelabuhan kontainer  (10 unit).

Janji Jokowi bidang kepelabuhan lebih mendetail dan membanyak tertuang di dlm RPJMN 2015-2019. Rencana pembangunan kepelabuhan al.:
1.Meningkatkan kapasitas 24 pelabuhan, terdiri 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan hub yakni Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung Priok. Tanjung Perak, Makassar, dan Bitung. Pelabuhan feeder yakni Malahayati, Batam, Jambi, Palembang, Panjang, Teluk Bayur,Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/Kerjangau, Samarinda/Palaran, Tenau/Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon, Jayapura. Semua kegiatan ini utk mendukung Tol Laut.
2. Pembangunan dan pengembangan 163 pelabuhan non komersial sebagai sub feeder Tol Laut.
3. Pembangunan dan pengembangan 65 pelabuhan penyeberangan.

Rencana Jokowi bangun pelabuhan ditindaklanjuti Kemenhub melalui Renstra Kemenhub 2015-2019, khusus bidang kepelabuhan dan pengerukan, yakni:
1. Pembangunan pelabuhan non komersial lebih kurang 100 lokasi setiap tahun.
2. Pengerukan alur pelayaran 2015 sebanyak 13 lokas (2015) 24 lokasi (2016), 32 lokasi (2017), 33 lokasi (2018), dan 26 lokasi (2019).

Pd 18/9/ 2017 dilaporkan,  pengerukan alur Benoa, Bali. Utk Pelabuhan Belawan masih belum ada laporan, bahkan masih kendala kesalahan kolam pelabuhan tidak bisa melayani Kapal Tol Laut.

Jokowi di hadapan peserta Marine Environment Protection Committee (MEPC),  April 2016,  Gedung International Maritime Organi zation (IMO) London, mengklaim, sejak 2015, telah menyelesaikan 27 pelabuhan baru.  Juga sedang membangun 68 pelabuhan lagi,  tersebar di Maluku, Papua, NTT, dan Sulawesi.

Sumber KONTAN.CO.ID  (14 Desember 2017) menyajikan klaim Menhub, Budi Karya Sumadi, sejak   2015 Kemenhub telah membangun sejumlah infrastruktur perhubungan jangka panjang. Namun masih ada sejumlah pencapaian yang masih belum bisa dilakukan.

Menurut Menhub ini,  utk rencana  2015-2019, Kemhub menargetkan pembangunan 306 pelabuhan. Pd 2017, Kemhub telah/ membangun 37 pelabuhan baru. Sementara, sepanjang 3 tahun ini (2015-2017), Kemhub  telah membangun  105 lokasi pelabuhan. Maknanya, Pemerintah selama tiga tahun baru mampu merealisasikan target (306 pelabuhan)  sekitar 50 %.  Ke depan masih 50 % lagi harus terbangun.

Pemerintah juga mempromosikan sejumlah pembangunan pelabuhan sebagai PSN (Pembangunan Strategis Nasional). Tapi, setelah 3,5 tahun jadi Presiden, Jokowi belum mampu merealisasikan satupun pelabuhan dimaksud. Hal ini diakui bahkan oleh Menko Perekonomian.

Hingga akhir November 2017, capaian pembangunan infrastruktur yang masuk dalam daftar PSN, yaitu sebanyak 4 proyek telah selesai, 147 proyek dalam tahap konstruksi, 9 proyek dalam tahap transaksi, dan 87 proyek dalam tahap penyiapan (14/12/17).

Kembali mau bangun 150 pelabuhan di IBT, hanya janji semata dan buat warga rakyat IBT simpati dan positif terhadap kepemimpinan Jokowi. Faktanya setelah 3,5 tahun Jokowi berkuasa.

Era SBY 2010-2014, capaian urusan perhubungan laut al.:
1 Pembangunan kapal perintis 54 Kapal di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
2. Pembangunan/pengembangan fasilitas pelabuhan 289 paket.
3. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) 2.269 unit, menara suar 282 unit, rambu suar 1.339 unit, tanda siang 135 unit, anak pelampung 38 unit, pelampung suar 415 unit, stasiun vessel traffic services (VIS) 34 unit, kapal patroli KPLP 315 unit, pelayanan angkutan laut perintis utk 84 trayek.

 Era Jokowi bisa lebih unggul dgn Pelabuhan Kuala Tanjung Sumut, satu pembangunan kebanggaan Rezim Jokowi. Pembangunan dibiayai tiga BUMN ini diklaim telah berhasil sekitar 90 %. Menhub Budi Karya Sumadi menargetkan Maret 2018 sudah bisa dilakukan "soft launching",  agar bisa segera digunakan sebagai lokasi persinggahan kapal di
 jalur internasional dan menjadi pemasukan bagi devisa nasional. Namun, target Pemerintah tidak tercapai. Maret 2018 telah berlalu, acara "soft launching" belum jua terealisir.


UPDATING DATA:

Jumat, 27 Apr 2018 18:35 WIB
Total Investasi 33 Pelabuhan yang Diduga Mangkrak Capai Rp 2,8 T
Danang Sugianto - detikFinance

Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan telah melakukan pemeriksaan terhadap 33 pelabuhan yang berstatus Kondisi Dalam Pengerjaan (KDP). Pelabuhan-pelabuhan itu diperiksa lantaraan tak kunjung dioperasikan
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Wahju Satrio Utomo mengatakan, pihaknya tidak bisa memeriksa potensi kerugian negara. Namun dia mencatat total kebutuhan dana untuk pembangunan 33 pelabuhan itu sekitar Rp 2,8 triliun.

"Kalau kerugian saya tidak bisa, tapi dana yang sudah keluar dari itu sekitar Rp 2,8 triliun," tuturnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (27/4/2018).
Baca juga: Irjen Kemenhub Periksa 33 Proyek Pelabuhan, Karena Mangkrak?
Namun Wahju menegaskan bahwa dari 33 pelabuhan berstatus KDP tidak semuanya dalam kondisi terbengkalai. Ada sebagian yang sudah selesai namun belum dioperasikan.
"Tidak seluruhnya dalam kondisi belum selesai, ada yang sudah selesai, tapi belum dioperasikan, masih diteliti kelayakannya," tambahnya.
Pelabuhan yang sudah selesai dibangun namun belum beroperasi lantaran beberapa alasan. Ada yang sudah selesai dibangun tapi belum mendapatkan izin operasi. Ada pula pelabuhannya tidak ditunjang dengan akses jalan yang memadai.
Meskipun dia mengakui ada beberapa proyek pelabuhan KDP yang terkendala pembangunannya dengan beberapa alasan. Seperti adanya sengketa lahan dalam proyek.
Baca juga: Rini Tunjuk Bintang Perbowo Jadi Dirut Hutama Karya
Selain itu ada pula pelabuhan yang tidak bisa dioperasikan lantaran fungsinya tidak sesuai. Untuk itu pihaknya merekomendasikan agar pelabuhan-pelabuhan seperti itu dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.
"Ada sekitar 4-5 pelabuhan yang akan dialih fungsikan. Mungkin awalnya pelabuhan biasa menjadi pelabuhan wisata atau menjadi wisata kuliner, apapun yang penting dimanfaatkan," tutupnya.
(dna/dna)
pelabuhan kementerian perhubungan kemenhub proyek mangkrak infrastruktur



SUMBER DATA BARU;

1. 33 Pelabuhan Mangkrak

Jumat, 27 Apr 2018 18:35 WIB
Total Investasi 33 Pelabuhan yang Diduga Mangkrak Capai Rp 2,8 T
Danang Sugianto - detikFinance

Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan telah melakukan pemeriksaan terhadap 33 pelabuhan yang berstatus Kondisi Dalam Pengerjaan (KDP). Pelabuhan-pelabuhan itu diperiksa lantaraan tak kunjung dioperasikan

Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Wahju Satrio Utomo mengatakan, pihaknya tidak bisa memeriksa potensi kerugian negara. Namun dia mencatat total kebutuhan dana untuk pembangunan 33 pelabuhan itu sekitar Rp 2,8 triliun.

"Kalau kerugian saya tidak bisa, tapi dana yang sudah keluar dari itu sekitar Rp 2,8 triliun," tuturnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (27/4/2018).


Baca juga: Irjen Kemenhub Periksa 33 Proyek Pelabuhan, Karena Mangkrak?

Namun Wahju menegaskan bahwa dari 33 pelabuhan berstatus KDP tidak semuanya dalam kondisi terbengkalai. Ada sebagian yang sudah selesai namun belum dioperasikan.

"Tidak seluruhnya dalam kondisi belum selesai, ada yang sudah selesai, tapi belum dioperasikan, masih diteliti kelayakannya," tambahnya.

Pelabuhan yang sudah selesai dibangun namun belum beroperasi lantaran beberapa alasan. Ada yang sudah selesai dibangun tapi belum mendapatkan izin operasi. Ada pula pelabuhannya tidak ditunjang dengan akses jalan yang memadai.

Meskipun dia mengakui ada beberapa proyek pelabuhan KDP yang terkendala pembangunannya dengan beberapa alasan. Seperti adanya sengketa lahan dalam proyek.

Baca juga: Rini Tunjuk Bintang Perbowo Jadi Dirut Hutama Karya

Selain itu ada pula pelabuhan yang tidak bisa dioperasikan lantaran fungsinya tidak sesuai. Untuk itu pihaknya merekomendasikan agar pelabuhan-pelabuhan seperti itu dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.

"Ada sekitar 4-5 pelabuhan yang akan dialih fungsikan. Mungkin awalnya pelabuhan biasa menjadi pelabuhan wisata atau menjadi wisata kuliner, apapun yang penting dimanfaatkan," tutupnya.


SUMBER DATA BARU:
1.Jokowi Bakal Tunda Proyek Infrastruktur Demi Jaga Rupiah
Agustiyanti, CNN Indonesia
Kamis, 26/07/2018 09:33
Bagikan :

Ilustrasi proyek infrastruktur. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo disebut bakal menunda pembangunan sejumlah proyek infrastruktur besar guna menekan impor. Pada akhirnya, hal itu menjadi salah satu upaya menjaga nilai tukar rupiah yang belakangan terus melemah.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengakui pembangunan infrastruktur memang turut berkontribusi pada kenaikan impor. Kenaikan impor pun berpengaruh pada fluktuasi nilai tukar rupiah.

"Proyek infrastruktur yang besar-besar dan tidak mendesak akan ditunda untuk mengerem impor," ujar Erani saat berkunjung ke kantor Transmedia, Rabu (25/7).


Lihat juga: Jokowi Bakal Keluarkan Jurus Baru Selamatkan Rupiah

Erani belum bisa merinci proyek-proyek mana saja yang bakal ditunda Jokowi. Namun, ia memastikan rencana tersebut tak bakal membuat proyek-proyek tersebut mangkrak.

Sebelumnya, Ekonom Senior Faisal Basri menilai pelemahan rupiah tak hanya didorong faktor eksternal, tetapi juga didorong ambisi pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.

Ia menyebut pembangunan infrastruktur dilakukan pemerintah melampaui kemampuannya sendiri. Karenanya, pemerintah dinilai jor-joran membangun infrastruktur. Padahal, pembangunan proyek infrastruktur mendongkrak kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Bengkaknya impor membuat neraca perdagangan pada sepanjang semester pertama tahun ini mencatatkan defisit sebesar US$1,02 miliar. Angka ini sebenarnya sudah turun dari defisit pada Januari-Mei yang mencapai US$2,83 miliar.

Lihat juga: Bank Indonesia Sebut Pelemahan Yuan Bikin Rupiah Keok

Adapun, defisit perdagangan disebut sebagai salah satu biang keladi pelemahan nilai tukar rupiah. Sejak beberapa bulan terakhir, rupiah melemah hingga sempat menyentuh level Rp14.564 per dolar AS di awal pekan ini. (lav

Sabtu, 24 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERKRETAAPIAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
 (Tim Studi NSEAS)


Pembangunan infrastruktur  perkeretaapian  seperti Stasiun Kereta Api (KA), jalur rel KA, dll termasuk  urusan pemerintahan yang harus diselenggarakan Presiden RI Jokowi.  Adanya Dirjen perkeretaapian di Kemenhub sebagai bukti betapa perkeretaapian itu urusan pemerintahan.
Apakah kinerja Jokowi baik dan berhasil urus infrastruktur perkeretaapian ? Data, fakta dan angka berikut ini akan membantu menjawab pertanyaan tsb.

Pd saat kampanye lisan  Pilpres, Jokowi tidak begitu menonjolkan janji pembangunan perkeretaapian.

Mulai menonjol saat kampanye tertulis,  Nawa Cita, Jokowi berjanji:
1. Pembangunan monorail atau underground menghubungkan Bandara dgn pusat kota, pelabuhan dgn   pusat kota, lingkar dalam kota dgn lingkar luar kota.
2. Pembangunan Rel KA baru utk menghubungkan antar kota.
3.Pembangunan Rel KA (Rel ganda) antar kota di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Setelah Jokowi jadi Presiden, Kemenhub menggelontorkan anggaran sekitar Rp. 234 triliun hingga 2019 utk sarana dan prasarana transportasi massal berbasis rel di luar Jawa.

Berikut ini janji dan rencana Jokowi bangun infrastruktur perkeretaapian di luar Jawa. Sangat mengagumkan !

Rencana pembangunan. KA antar Kota/Trans Sumatera, yakni: jalur KA baru Bireun-Lhokseumawe-Langsa-Besitang; Rantau Prapat
Duri-Dumai; Duri-Pekanbaru; Pekanbaru-Muaro; Pekanbaru-Jambi-Palembang; Simpang-Tanjung Api2; Jalur ganda Prabumulih-Kertapati; Rajosari/Km3-Bakauni; Jalur ganda Baturaja- Martapura; Jalur ganda Muara Enim-Lahat; Jalur ganda Cempaka,-Tanjung Karang;Jalur ganda Sukamenanti-Tarahan Reaktivasi jalur KA Binjai-Besitang; Padang Panjang-Bukit Tinggi-Payakumbuh; Pariaman-Laras-Sungai Limau; Muaro Kalaban-Muaro.

Pembangunan KA perkotaan di Sumatera mencakup: Jalur ganda KA Medan-Araskabu-Kuala Namu; Padang-Bim dan Padang-Pariaman; Batam Centre-Handara -Hang Nadim;  Palembang Monorail.

Pembangunan KA akses Bandara: Peningkatan Kuala Namu, Medan; Minangkabau, Padang; Hang Nadim, Batam; Sultan Mahmud Badaruddin II.

Pembangunan KA akses Pelabuhan: Lhokseumawe, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Tanjung Api2, Panjang, Bakauhuni.

Selanjutnya Koridor Pulau Kalimantan mencakup al. pembangunan KA khusus batubara/akses pelabuhan Skema KPS: Muara Wahau-Muara Bungalon; Murung Raya-Kutai Barat-Paser-Panajam Paser Utara-Balikpapan; Puruk Cahu -Mangkatib.

Koridor Sulawesi mencakup: Jalur KA baru Menado-Bitung; Bitung-Gorontalo-Isimu; Pare-Pare-Mamuju; Makasar -Pare-Pare; Makasar-Sungguhminasa-Takalar-Bulukumba-Paranoid; Mamuju-Palu-Isimu. Utk pembangunan KA perkotaan:Makasar dan sekitarnya; Manado. Pembangunan KA akses Bandara/pelabuhan, mencakup Bandara Sultan Hasanudin; Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar, dan Bitung.

Koridor Papua terdiri dari satu jalur baru, yakni Sorong-Manokwari.

Daftar rencana pembangunan infrastruktur perkeretaapian di luar pulau Jawa ini mengesankan keberpihakan Jokowi terhadap pembangunan luar Jawa. Tetapi, itu hanya sekedar daftar utk pencitraan tanpa realisasi signifikan dalam realitas obyektif. Daftar rencana pembangunan ini hanya tercatat di dalam dokumen perencanaan, tanpa fakta atau tidak ada dalam realitas obyektif.

Bahkan, Jokowi diklaim memantau langsung 23 Proyek Perkeretaapian termasuk dlm PSN (Proyek Strategis Nasional) (04 September 2017). PSN dimaksud  terdiri atas 15 proyek pembangunan prasarana dan sarana KA Antarkota, dan 8 proyek lain utk KA Perkotaan.

Berdasarkan sumber pendanaan, dari 23 proyek tsb., 15 proyek bersumber APBN, 5 proyek dilaksanakan dengan Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan 3 proyek bersumber investasi.

Kelima proyek PSN  menggunakan skema KPBU adalah pembangunan Jalur KA lintas Puruk Cahu-Bangkuang, Jalur KA Prov Kaltim, Jalur KA lintas Muara Enim-Pulau Baai, Jalur KA lintas Tanjung Enim-Tanjung Api-api, dan pembangunan LRT DKI Jakarta.

Sedangkan  tiga proyek PSN didanai oleh investasi yaitu pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung oleh PT KCIC, serta pembangunan KA Bandara menuju Bandara Soekarno-Hatta, dan LRT Jabodetabek  investasi PT KAI (Persero).

Proyek PSN KA Cepat Jakarta-Bandung ternyata mengkrak. Konon BUMN kita dirugikan. Menteri BUMN Rini Soemarno sendiri mengakui,  pembebasan lahan baru mencapai 56,5 %. Akibatnya, proyek  molor dari target.  Tidak mungkin sesuai target  selesai 2019.  (Tempo.Co,  21 Maret 2018).

Pembangunan KA Bandara Soekarno Hatta sungguh dari perencanaan hingga konstruksi kerjaan era SBY. LRT Jabodatabek mangkrak kekurangan pembiayaan.

Setelah lebih 3 tahun Jokowi jadi Presiden, tercapaikah target  pembangunan infrastruktur perkeretaapian?

Pihak Pemerintah sendiri pesimis tercapai. Sebagai contoh, pengakuan
Menhub, Budi Karya, belum cukup optimistis. Ia menunjukkan,  target pembangunan jalur KA  baru  2015-2019 sepanjang 3.258 km, baru bisa teralisasi sejak 2015-2017 hanya 388,3 Km atau kurang 15 %. Seharusnya tahun ketiga ini sudah 60 %. Kinerja Jokowi urus perkeretaapian ini sangat buruk.

Pengakuan Menhub belum bisa tercapai target  maksimal karena selama ini  jalur KA cukup panjang itu di Kalimantan. Harga batubara belum pulih, sehingga investor  sudah mendapatkan izin (membangun rel) belum melaksanakan. (KONTAN.CO.ID - JAKARTA, 14/12).

Senada Menhub, Ditjen  Perkeretaapian, Kemenhub,  Zulfikri mengakui masih banyak pembangunan rel baru yang berproses untuk mencapai target. Ia lalu berjanji, pd 2018 pihaknya akan fokus dalam penyelesaian Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dengan target pembangunan 626 km jalur kereta baru dan 15 Km rehabilitasi rel.

Juga Media Tata Ruang (25 Des.2917) membeberkan pengakuan  Pemerintah,  masih mengejar target pembangunan jalur KA sekitar 2.869 Km  dua tahun mendatang.  Target pembangunan proyek jalur KA 2015-2019  sepanjang 3.258 Km, tetapi  baru terselesaikan  388,3 Km. Khusus untuk tahun 2017, Pemerintah klaim, telah membangun jalur kereta baru 175 Km, terfokus pada jalur Trans Sumatera,  beberapa secara parsial di  Sumut, dan Sumsel.

Intinya setelah 3 tahun Jokowi jadi Presiden, tidak berhasil mencapai target pembangunan perkeretaapian.

Jika dibandingkan prestasi era  SBY (2010-2014) ternyata jauh lebih tinggi dan baik.  Sesuai data, fakta dan angka dari Renstra Kemenhub 2015-2019, prestasi era SBY  al.:
1. Pembangunan jalur KA baru, termasuk jalur ganda, 922 Km'sp.
2. Rehabilitasi jalur KA 73 Km'sp.
3. Peningkatan jalur KA termasuk reaktivasi 923 Km'sp.
4. Pengadaan Rel 1.296  Km'sp.
5. Pembangunan/peningkatan jembatan KA 501 unit.
6.pembangunan/rehabilitasi bangunan stasiun/operasional 80 paket.
7.Pengadaan prasarana perkeretaapian 38 paket.

Satu parameter pembanding, era Jokowi sudah lebih 3 tahun, baru berhasil membangun 388 Km jalur KA, sementara era SBY utk 5 tahun 922 KM. Bagaimanapun, 5 tahun era Jokowi capaian pembangunan jalur KA ini mustahil mencapai 922 Km seperti capaian era SBY.

Tim Studi NSEAS tidaklah berlebih-lebihan jika berkesimpulan: kinerja Jokowi urus infrastruktur perkeretaapian lebih buruk dan masih gagal mencapai target diharapkan khususnya pembangunan baru jalur KA.


Sumber
Data Baru:

2.Biaya Pembangunan LRT Palembang Termahal di Dunia?
Senin, 25 Juni 2018
Ketua Umum dan juga Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto dalam pidatonya  pada acara halal Bihalal Kader Partai Gerindra di Sumatera Selatan mengungkapkan bahwa biaya proyek Light Rapid Train (LRT) di Palembang merupakan yang termahal di dunia. Prabowo juga menyebutkan biaya proyek LRT di kota tersebut mencapai Rp 12,5 triliun setara US$ 534 miliar untuk rute sepanjang 24 km atau sekitar US$ 40 juta/km. Sementara indeks biaya pembangunan proyek LRT dunia hanya US$ 8 juta/km, jadi ada penggelembungan 500%.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan dalam rilisnya yang bertajuk “Perbandingan Biaya Investasi Kereta Ringan (LRT) di Indonesia dan Negara Lain” belanja modal (Capital Expenditur/Capex) pembangunan LRT Palembang sebesar US$ 37 juta/km. Jumlah tersebut untuk rute sepanjang 23,4 km dengan 13 unit stasiun, 24 unit kereta dengan konstruksi 100% elevated (melayang). Sebagai informasi, awalnya biaya LRT Palembang memang sebesar Rp 12,5 triliun, tapi kemudian direvisi turun menjadi Rp 10,9 triliun.

Sebagai pembanding, Capex pembangunan LRT Kelana Jaya Line mencapai US$ 63 juta/km dengan panjang jalur 34,7 km, 25 unit stasiun, 120 unit kereta dan konstruksi 80% elevated. Sedangkan Capex LRT Manila Line 1 sebesar US$ 70 juta/km dengan panjang 23 km, 14 unit stasiun dan konstruksi 100% elevated. Dari grafik di bawah ini, biaya LRT Palembang lebih murah dari dua proyek LRT yang ada di Malaysia dan Filipina.


Perbandingan Capex LRT Palembang, Kelana Jaya Line dan Manila Line 1
Manila Line 1(Ext)
Kelana JayaLine (Ext)
LRTPalembang

2.Pusat Angkat Tangan, Kereta Api Trans Sulawesi Diserahkan ke Asing
AAA
Kamis, 19 April 2018 15:28
RAKYATKU.COM, MAKASSAR  - Salah satu megaproyek di Sulsel, kereta api Trans Sulawesi, kini akan diserahkan kepada pihak asing untuk dilanjutkan pembangunannya.


Pasalnya, pemerintah tidak mampu lagi membiayai pembangunan kereta api Trans Sulawesi tersebut. Pemerintah pusat hanya mampu membiayai proyek kereta api tersebut hingga 2018 dengan penyelesaian 44 kilometer, dengan anggaran sekitar Rp3 triliun.

BACA JUGA
Peringati HUT Koperasi, NA Beberkan PAD Sulsel, Namun Sesalkan Ini
Berkas 884 Bacaleg DPRD Provinsi Masih Bermasalah
Kereta Api Trans Sulawesi Beroperasi 2019, Kemenhub Buka Lelang Operator
Untuk 2018 saja, pemerintah menganggarkan Rp1,3 triliun. Anggaran ini terbagi untuk segmen Barru-Palanro sebanyak Rp681 miliar (lanjutan pekerjaan tahun 2017), sedangkan untuk segmen Barru-Maros Rp583 miliar.

Anggaran Rp1,3 triliun tersebut merupakan anggaran yang terakhir dikucurkan oleh pemerintah pusat. Pasalnya, saat ini pemerintah membuka lelang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

"Kereta api Trans Sulawesi akan selesai 44 kilometer, dan saat ini kita sedang melakukan lelang KPBU itu dimungkinkan untuk investor yang bukan pengusaha Indonesia atau asing," ujar Menhub, Budi Karya.

Seteleh ada pemenang lelang KPBU, Budi Karya berharap investor asing tersebut dapat bekerja sama dengan perusahaan lokal, untuk sama-sama membangun proyek kereta api Trans Sulawesi tersebut.

"Tapi saya sarankan untuk kerjasama dengan perusahaan lokal dan ini bisa mendatangkan suatu manfaat bagi masyarakat. Sudah ada 16 investor asing yang sudah mendaftar," tutupnya.

Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengembangan Perkeretaapian Sulawesi Selatan, Imam Azikin Wijayanto mengatakan, Oktober mendatang kereta api siap beroperasi sejauh 44 kilometer dari Barru-Palanro. Hanya saja saat ini, kereta yang bakal beroperasi masih untuk jenis kereta inspeksi, dan belum dikomersilkan untuk masyarakat umum.

Untuk keperluan operasional secara komersial, kata dia, masih akan menunggu penunjukan operator kereta oleh pemerintah. Pihaknya pun masih sementara menggodok untuk menunjuk operator yang dikerjasamakan antara pemerintah dengan badan usaha tertentu.

Untuk kendala saat ini, kata dia, pihaknya masih fokus untuk penyelesaian pembebasan lahan di pekuburan. Namun, ia mengaku sudah membangun komunikasi dengan pihak terkait untuk menuntaskan masalah ini.

"Kami sudah lakukan komunikasi dengan instansi terkait dengan para ahli waris. Kendalanya ada beberapa keberatan dengan ahli waris saja, tetapi pasti bisa selesai. Kalau anggaran (pemebabasan lahan) sudah siap," tutupnya.

Selasa, 20 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN UDARA

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN UDARA

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
 (Tim Studi NSEAS)


Pembangunan infrastruktur  perhubungan udara seperti Bandara (Bandar Udara)  landasan pacu, apron, taxiway dan terminal termasuk  urusan pemerintahan yang harus diselenggarakan Presiden RI Jokowi.

Jokowi lisan berjanji akan meningkatkan pembangunan infrastruktur seperti Pelabuhan dan  Bandara di wilayah Indonesia Bagian Timur. (http://news.detik.com./Pemilu2014/era...anji-jokowi-jk). Bahkan dgn sumber data sama, Jokowi lisan berjanji jika terpilih jadi Presiden, 
akan ada tiga "Pesawat Tanpa Awak"  mondar-mandir di seluruh Indonesia. Pesawat itu
bisa back up keamanan, melihat illegal fishing, illegal logging, dan kejahatan tambang  (Kompas.com, 25/5/2014).

Namun, 3,5 tahun Jokowi sbg Presiden, janji pengadaan Pesawat Tanpa Awak sirna begitu saja tanpa realisasi.

Di dlm dokumen kampanye Pilpres 2014,   Nawacita, Jokowi berjanji, akan membangun 10 Bandara baru dan merenovasi yang lama. Jokowi juga akan mendirikan secara khusus Bank Pembangunan dan Infrastruktur, yg tak pernah terwujud hingga 3,5 tahun ia sbg Presiden.

Ringkasnya Jokowi berjanji:

1.Memperpanjang landasan Bandara perintis atau Bandara kecil.
2. Tersedianya satu Bandara utama barang di setiap koridor ekonomi. Janji ini masih belum terbukti.
3.Mengembang rute perintis yang dilayani (76 rute). Belum tersedia data dapatkan, kita tunggu hingga akhir 2019.

Sesuai RPJMN 2015-2018, Jokowi akan :
1. Membangun 15 Bandara baru di Kertajati, Letung, Tambilan, Tebelian, Muara Tewe, Samarinda Baru, Maratua, Buntu Kunik, Morowali, Miangas, Siau, Namniwel, Kabir Patar, Werur, Koroy Batu. Setelah lebih 3 tahun jadi Presiden, Jokowi baru mampu  merealisasikan 7 Bandara. Masih kurang 8 Bandara lagi.
2. Pengembangan dan rehabilitasi yang lama tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,  Maluku dan Papua. Kita masih menunggu data, fakta dan capaian dari Kemenhub.
2.Mengembangkan 9 Bandara utk pelayanan kargo/barang  udara di Kualanamu , Sukarno-Hatta, Juanda, Syamsudin Noer, Sepinggan, Hasanudin, Samratulangi, Frans Kaisepo, Sentani. Rencana ini masih belum terealisir sesuai target.

Setelah 3,5 tahun jadi Presiden, sudah  terealisasikah janji dan rencana Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara ini?

Pd 2015 Menhub Ignasius Jonan menyebutkan, setidaknya terdapat 15 Bandara baru akan dibangun. Saat itu jumlah Bandara di Indonesia sekitar 237 Bandara. Sebanyak 26 Bandara menjadi kewenangan PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II (Persero), 30 Bandara menjadi kewenangan UPT Pemda, sisanya 180 Bandara menjadi‎ kewenangan Kemenhub.

Seluruh 15  Bandara tsb masih dalam proses pengerjaan (on progress). Dua di antaranya adalah Bandara Internasional Juwata di Tarakan dan Bandara Takengon Aceh Tengah.
‎Selain itu,  juga membangun Bandara Djalaluddin di Gorontalo dan Bandara Utarom Kaimana.

Pd akhir 2017, Direktur Bandar Udara, Kemenhub, Bintang Hidayat mengatakan, hingga  2017 telah terbangun 7   dari target 15 Bandara  baru di Indonesia.  (14/12/2017).

Dari 7 Bandara dimaksud,  baru  tiga siap dioperasikan pd 2017. Yakni Maratua, Kalimantan Timur; Werur, Papua Barat; dan  Koroway Batu, Papua.
Empat lain, yakni Letung, Namniwel, Miangas, dan Morowali,  sudah beroperasi 2016.

Ada  8 Bandara masih terus dikerjakan hingga 2019 . Yakni   Kertajati, Tebelian, Samarinda Baru, Buntu Kunik, Kabir atau Pantar, Siau, Muara Teweh, dan Tambelan.

Utk  2018  ditargetkan 4 Bandara  siap beroperasi. Yakni  Kertajati, Samarinda Baru, Pantar, dan Bandara Tebelian.

Ditjen Perhubungan Udara Agus Santoso, 21 Oktober 2017, mengklsam prestasi Kemenhub sbb:

1.  15 Bandara baru akan  dibangun, 7 diantaranya sudah selesai.
2.  Diaktifkan kembali sejumlah Bandara dan pembukaan rute baru terintegrasi dengan tol, laut, rehabilitasi dan pembangunan terminal dan landas pacu, pengembangan Bandara, termasuk  di selatan Jawa.
3. Peningkatan jumlah armada pesawat udara, dan  produksi penumpang dan kargo.
4. Sejak 2015 telah mempermudah sistem perizinan bagi segenap operator seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, Batik Air, Wings Air, NAM Air dsb, juga operator Airport seperti Angkasa Pura 1, Angkasa Pura 2, UPBU Perhubungan Udara, maupun operator navigasi penerbangan sepertai Airnav Indonesia dengan melakukan penerbitan izin secara online.
5. Pd 2016 perizinan online telah dipakai untuk pengurusan perizinan personel operasi pesawat udara, aviation security dan  pas Bandara. Pd  2017 ini dilakukan optimalisasi proses perizinan  tsb.
6.  Pembangunan dan rehabilitasi  landasan pacu, apron, taxiway dan terminal di beberapa Bandara.

Semua rencana di atas tergolong  teknokratik  dan klaim prestasi Kemenhub  sungguh masih dlm proses dan kita tunggu data, fakta dan angka capaian target akhir 2019.

Prestasi Pemerintah membangun 7 Bandara baru hanya dlm 3,5  tahun, tentu perlu mendapat apresiasi. Tetapi, mengingat era Jokowi tinggal sekitar 1,5 tahun lagi, mungkinkah 8 Bandara  sisanya   bisa terealisir akhir tahun 2019 ?

Rencana 15  Bandara baru utk 5 tahun era Jokowi, harusnya terbangun rata-rata  3 Bandara per tahun. Utk akhir 2017, harusnya terbangun minimal 9 Bandara. Faktanya,  hanya 7 Bandara terbangun,  tidak tercapai target 2017 dan masih kurang 50 %. Tidak berlebihan jika kinerja Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara masih buruk, belum berhasil capai target.

Sebagai perbandingan,
capaian era SBY urus infrastruktur perhubungan udara 2010-2014 (Renstra Kemenhub 2015-2019):

1. Pembangunan 28 Bandara baru.
2. Pelayanan angkutan udara perintis 2010 sebanyak 118 rute, 2014 sebanyak 164 rute.
3.  Pemagaran area Bandara 2010 sebanyak 80 Bandara, 2014 sebanyak 140 Bandara.
4. Pembangunan dan rehabilitasi fasilitas navigasi sebanyak 365 paket 2010, 409 paket 2013.
5. Pemasangan dan pengadaan peralatan keamanan 102 paket 2010, 224 paket 2014.
6. Pengadaan dan rehabilitasi kendaraan PKP-PK 24 paket 2010, 88 paket 2014.

Era SBY jauh lebih mampu membangun Bandara, yakni 28 Bandara. Era Jokowi target hanya 15 Bandara hampir 50 % target era SBY. Faktanya, masih terseot-seot.

Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen (yoy) menjadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dollar AS). detailnya, 183,4 miliar dollar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dollar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta. Kemudian, Direktur Departemen Statistik BI, Tutuk S.H. Cahyono menyebutkan, pertumbuhan utang luar negeri itu sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan, serta berbagai kegiatan lainnya.
Betulkah pertumbuhan utang luar negeri sejalan banyaknya proyek infrastruktur? Proyek infrastruktur mana yang dibiayai? Seberapa banyak  utang itu digunakan membiayai infrastruktur? Pertanyaan2 ini masih belum bisa dijawab Pemerintah secara detail dan faktual. Selama ini hanya klaim. Jika betul utk infrastruktur, mengapa sudah 3,5 tahun Rezim Jokowi masih gagal mencapai target sesuai rencana seperti pembangunan infrastruktur tol laut,  jalan dan jembatan, sumbar daya air (SDA), perumahan rakyat, dan  perhubungan udara?  Adalah mengada-ada pendapat bahwa  pertumbuhan utang luar  negeri  utk pembiayaan infrastruktur? Faktanya, tidak ada nilai lebih atau lebih unggul capaian target infrastruktur era Jokowi ketimbang era SBY. Kinerja Jokowi masih lebih rendah ketimbang kinerja SBY tanpa pertumbuhan utang setinggi era Jokowi.

Minggu, 18 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERUMAHAN RAKYAT


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Tim Studi NSEAS)


Di Indonesia urusan perumahanrt33 rakyat termasuk bidang infrastruktur. Secara kelembagaan era  Rezim Jokowi, perumahan rakyat dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).

Berdasarkan UUD 1945, setiap WNI harus mendapatkan tempat tinggal /rumah layak huni. Negara wajib dan harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi Rakyat.  Tidak boleh satu keluarga tidak memiliki rumah layak huni. Ini prinsip HAM.

Sesuai amanah UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman upaya menyediakan rumah rakyat merupakan wewenang dan tanggungjawab pemerintah pusat maupun daerah.

Pd kampanye Pilpres 2014 lalu, Jokowi  lisan berjanji akan membangun 10 juta unit rumah  hingga 2019. Maknanya, setiap tahun akan dibangun rata2 dua juta unit. Namun,  janji ini mencuat hanya saat kampanye Pilpres 2014.

Di dlm dokumen tertulis  Nawa Cita, Jokowi tidak beri janji khusus penyediaan rumah layak huni bagi rakyat terutama MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).  Infrastruktur perumahan rakyat tidak menjadi perhatian.

Perhatian mulai ada di dalam RPJMN 2015-2019.  Sasaran pembangunan infrastruktur perumahan rakyat, yakni: terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat utk bertempat tinggal yang layak didukung prasarana, sarana dan utilitas memadai.Sasaran percepatan pembangunan perumahan dgn indikator:
1. Terfasilitasinya hunian layak dan terjangkau utk 2,2 juta rumah sehingga khusus nya MBR menjadi 5 juta rumah tangga melalui:
a. Penyediaan rumah umum utk 900.000 KK.
b. Penyediaan Rusunawa utk 550.000 KK.
c. Penyediaan KPR swadaya utk 450.000 Kk.
d. Bantuan stimulan pembangunan  baru rumah swadaya utk 250.000 KK.
e.Pembangunan rumah khusus di daerah perbatasan, pasca bencana, dan pasca konflik utk 50.000 KK.
2. Mendorong keswadayaan masyarakat dan dunia usaha penyediaan rumah layak huni utk 2,2 juta KK.
3. Peningkatan kualitas rumah tak layak huni utk 1,5 juta KK.

Selanjutnya pembangunan infrastruktur perumahan rakyat  dipertegas melalui program KemenPUPR, yakni akan membangun sejuta rumah bagi MBR. Jokowi juga berjanji akan beri subsidi uang muka maupun bunga kredit rumah MBR  di seluruh Indonesia.

Target sejuta rumah merupakan hasil revisi dari program awal sempat dipatok dua juta unit rumah per tahun. :
Presiden Jokowi membuat program ambisius sejuta rumah.

Namun, dalam implementasi program sejuta rumah, 603.516 unit utk MBR dan 396.484 unit utk Non MBR. Artinya, utk MBR itu hanya sekitar 60 %, bukan 100 %.

Realisasi sejuta rumah ternyata bukan hal mudah bagi Rezim Jokowi. Pd tahun pertama, hanya 10 % target terealisasi. Target tidak tercapai, hanya mampu merealisasikan  98.300 unit. Padahal dananya Rp.5,1 triliun dari alokasi petmbiayaan perumahan dan Rp.8,1 triliun dari penyediaan perumahan anggaran KemenPUPR.

Sumber data lain menunjukkan, per 22 Desember 2015, realisasi pembangunan rumah MBR   hanya 667.668 unit, terdiri dari 353.120 unit baru, 76.755 unit renovasi rumah. Rumah Non MBR tercapai 237.813 unit. Total realisasi meleset jauh dari target utk MBR 603.516 unit dan 396.484 unit utk Non MBR.

Pd tahun kedua (2016), KemenPUPR mengklaim, telah merealisasikan  program sejuta rumah dgn capaian   805.169 unit. Artinya, gagal mencapai target sejuta rumah.

Pd tahun ketiga, hingga awal Desember 2017, realisasi program sejuta rumah sebanyak 765.120 unit, didominasi 619.868 unit utk MBR (81%) dan 145.252 unit utk Non MBR (19%).

Klaim-klaim capaian versi KemenPUPR ini tetap saja membuktikan, gagal dan tidak mampu mencapai target diharapkan.

Data KemenPUPR lain menunjukkan, sejak dicanangkan hingga 30 April 2017, program sejuta rumah ini  baru terealisir 169.614 unit (155.408 unit MBR dan 14.206 unit Non MBR). Hal ini diakui Ditjen  Perumahan KemenPUPR, Syarif Burhanudin. Maknanya, hingga menjelang 3 tahun Jokowi sbg Presiden, baru terealisir sekitar 17 %. Kinerja sangat buruk urus perumahan rakyat.
Memang ada upaya Pemerintah berkilah seperti pernyataan Ditjen  Perumahan ini kemudian, Agustus 2017. Ia klaim mampu membangun 449.702 unit rumah. Artinya, antara April dan Agustus 2017 (hanya 3 bulan)  telah terbangun tambahan 208.088 unit rumah.

Kegagalan  mencapai target sejuta rumah 2017 juga diakui Ditjen Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid. Sepanjang 2017 hanya tercapai  765.120 unit (detik.com, 5 Des 2017). Abdul Hamid juga sebutkan capaian tahun  2015 hanya 699.770 unit; 2016 lebih banyak 805.169 unit; 2017 juga menibgjat 906.169 unit. Tetapi, semuacangja capaian masih di bawah target (1 juta unit per tahun).



Kegagalan urus infrastruktur perumahan rakyat dgn target sejuta unit pertahun sudah disadari juga pihak Pemerintah. Sebagai contoh, opini Menku Sri Mulyani yg pesimis akan berhasil.  Paling maksimal Pemerintahan Jokowi  mampu laksanakan hanya 60 %. Itupun sudah digabung antara kontribusi pemerintah (MBR)  dan pihak swasta (Non MBR). Angka 60 % ini menunjukkan kinerja Jokowi tergolong "lebih buruk" dan gagal !.

Selama ini di publik sangat berkembang,  Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Bahkan, kalangan pendukung Jokowi acapkali membanggakan keberhasilan Jokowi membangun infrastruktur. Tetapi, kritik dan kecaman juga bermunculan. Bahkan, dikritik pembangunan infrastruktur Jokowi hanya utk kepentingan kelas menengah atas, bukan rakyat kebanyakan. Kritik ini sungguh dapat diterima mengingat dalam urusan infrastruktur perumahan bagi MBR, kinerja Jokowi lebih buruk dan gagal. Hal itu juga berlaku pada infrastruktur  sangat dibutuhkan rakyat  kaum petani khususnya, yakni infrastruktur sumber daya air (SDA) seperti jaringan irigasi, bendungan,  tampungan air skala kecil/menengah (embung, waduk, kolam, situ). Hingga 3,5 tahun berkuasa Jokowi masih dlm posisi  gagal meraih  target diharapkan.

Pengalaman kegagalan urus infrastruktur perumahan rakyat ini sesungguhnya pernah dialami Presiden SBY. Pd April 2007,  SBY meresmikan pembangunan 1.000 tower rumah susun sederhana (RSS) di 10 kota metropolitan. Harapannya, MBR bisa mendapat hunian lebih layak. Pd akhir kekuasaan SBY tahap pertama 2009, target 1.000 tower itu hanya terealisasi 13,8 %. Program tsb nyaris tak terdengar gaungnya lagi pd periode kedua Presiden SBY.

Namun, SBY punya prestasi al.:
1.Pembangunan Rusunawa 843 twin block /tower block atau 18.216 unit dgn total daya tampung 143.072 jiwa.
2. Fasilitasi pembangunan rumah khusus 6.384 unit.
3. Pembangunan baru perumahan swadaya 64.757 unit.
4. Peningkatan kualitas 596.162 unit rumah swadaya.

Apakah Jokowi bisa memiliki prestasi sama atau lebih ketimbang prestasi SBY? Jawabannya kita tunggu data,fakta dan angka akhir 2019. Tim Studi NSEAS sendiri pesimis Jokowi bisa.

Relawan Jokowi acapkali klaim,  kinerja Jokowi benar2 menerapkan 9 pokok program Nawacita. Namun,  tanpa data, fakta dan angka mereka meyakinkan publik, Jokowi berhasil membangun infrakstruktur dasar,
jalan, jembatan, waduk, dll. Seandainya mereka lakukan studi evaluasi berbasis data, fakta dan angka, tentu klaim mereka itu tidak akan muncul kecuali bersifat propaganda utk Jokowi. Tim Studi NSEAS menyarankan, agar Jokowi lebih kencang menekan KemenPUPR bekerja keras dan konsekuen dgn janji dan rencana yg dibuat Jokowi sendiri.

Hasil survey LIPI  terhadap 145 ahli di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di 11 provinsi antara lain; Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bali dan Sulawesi Tengah pada periode April-Juli 2018.Hasilnya, kiberja Jokowi di bidang perumahan dinilai oleh 54,47 % ahli masih sangat buruk.

Sumbet data Baru:

1.Inpres Percepatan Pemenuhan Rumah MBR Terbit
30 Jun 2016, 15:03 WIB - Oleh: Irene Agustine
   
Antara/M Agung Rajasa
Foto udara perumahan di kawasan Tangerang, Banten, Selasa (5/5/2015).
Bisnis.com, JAKARTA --Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi Presiden nomor 5/2016 dalam upaya melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah.

Instruksi Presiden nomor 5/2016 tentang Pemberian Pengurangan dan/atau Keringanan atau Pembebasan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHATB) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Umum Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tersebut disahkan pada 22 Juni lalu.

Dilansir dari laman Sekretariat Kabinet (30/6/2016), Inpres tersebut ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dan para bupati/walikota.

Presiden menginstruksikan agar pejabat  mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pemberian kemudahan/bantuan pembangunan dan perolehan rumah umum bagi MBR berupa pemberian pengurangan dan/ atau keringanan atau pembebasan pajak BNPHATB dan retribusi IMB berdasarkan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setelahnya, pemerintah daerah diharuskan segera menetapkan tata cara dan petunjuk teknis pemberian pengurangan dan/atau keringanan atau pembebasan Pajak BNPHATB dan retribusi IMB kepada MBR dengan Peraturan Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam beleid itu, Gubernur DKI Jakarta diminta untuk melaporkan secara berkala kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Sementara Bupati/Walikota diinstruksikan untuk melaporkan secara berkala kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Selanjutnya,  Gubernur melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Instruksi Presiden tersebut diterbitkan dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (6) dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Kawasan Permukiman.

Selain itu, beleid tersebut juga sebagai upaya melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan rumah umum bagi uMasyarakat Berpenghasilan Rendah sesuai Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah.
[7/15, 10:00 PM] Muchtar Effendi Harahap: 9 Regulasi Mempercepat Pembangunan Perumahan MBR
Fathia Azkia • Oktober 9, 2017


2.RumahCom – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan bersam a dengan jajaran pengurus Pengembang Indonesia mengakui bahwa perizinan masih jadi batu sandungan dalam pembangunan perumahan.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin menjelaskan, perlu ada sinergitas dan masukan-masukan tentang selama ini apa yang menjadi kendalanya. Salah satunya dalam masalah perizinan.

“Sampai saat ini perizinan sudah ada di Kementerian Dalam Negeri dengan Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Faktanya, di daerah ada 16 regulasi yang tidak berjalan sesuai harapan sehingga saat ini sedang diproses Tim Koordinasi dari pihak Kemenko,” katanya.

Simak juga: Pilihan Rumah Subsidi Terbaru di Bogor

Menurutnya, hal ini sangat menjadi perhatian sebab kunci utama perizinan pembangunan perumahan berada di kewenangan masing-masing Pemerintah Daerah.

Adapun demi memudahkan perizinan dalam memulai pembangunan perumahan, Pemerintah menyiapkan beberapa regulasi diantaranya:

1. Penyederhanaan dan kemudahan perizinan

2. Hunian Berimbang

3. Aset Jaminan Nasional

4. Tabungan Perumahan (TAPERA)

5. Perumnas

6. Rumah Bebas PPN

7. Pembiayaan Sekunder Perumahan

8. Program KPR Bank

9. Jaminan Pemerintah

Baca juga: Bantuan Bedah Rumah Terkendala Data Pemda

Cara dan syarat mengajukan rumah subsidi

Program rumah subsidi ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk saat ini, yang dimaksud dengan masyarakat berpenghasilan rendah adalah para pekerja yang memiliki penghasilan maksimum Rp4 juta per bulan. Pemerintah saat ini sedang berencana meningkatkan batas gaji maksimum tersebut.

Syarat utamanya adalah usia pelamar KPR antara 21-45 tahun, dibuktikan dengan KTP, lalu sudah memiliki NPWP, slip gaji, surat keterangan kerja minimal 2 tahun, fotokopi rekening serta rekening koran jika gaji ditransfer. Selain itu, Anda juga tidak boleh memiliki kredit atau cicilan yang macet.

Setelah semuanya siap, tentukan pilihan rumah subsidi lalu  ajukan KPR ke bank-bank umum yang telah ditunjuk, di antaranya adalah Bank Mandiri (konvensional), BNI, Bank Artha Graha, BTPN dan Bank Mayora.

Ada pula 22 bank daerah seperti Bank Sumut, Bank Riau Kepri, Bank Jambi, Bank Sumselbabel, Bank Nagari, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank Kaltim, Bank BJB, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank BPD DIY, Bank NTB, Bank NTT, Bank Sultra, Bank Sulutgo, Bank Sulselbar, Bank Kalbar, BJB Syariah, BPD Papua, BPD Sulteng, dan BPD Bali.

Sebelum disetujui, Anda akan melalui proses wawancara dengan pihak bank. Pada dasarnya, ini adalah tanya jawab dan pemeriksaan data untuk membuktikan apakah syarat-syarat yang sudah Anda penuhi tersebut benar adanya. Sedikit tips, berikan informasi sejujurnya. Proses ini adalah proses akhir yang menentukan disetujui atau tidaknya pengajuan kredit rumah subsidi Anda
[7/15, 10:04 PM] Muchtar Effendi Harahap: MENU

3.Surat Edaran Percepatan Pembangunan Rumah MBR di Daerah Resmi Terbit
Senin, 13 Maret 2017 | 18:30 WIB

JAKARTA, KompasProperti - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 668/1062/SJ Tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah.

Surat edaran yang dikeluarkan 27 Februari 2017 ini menindaklanjuti Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang penyederhanaan perizinan dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembangunan Perumahan MBR.

Ada tiga poin yang ditekankan dalam surat edaran ini yakni, perizinan yang dihilangkan, penggabungan perizinan, dan percepatan perizinan.

Perizinan yang dihilangkan

Pertama, dalam rangka percepatan waktu dan penyederhanaan perizinan. Dalam poin ini, ada 7 perizinan yang dihilangkan, yaitu izin lokasi dengan waktu 60 hari kerja.

Kedua, rekomendasi peil banjir dengan waktu 30-60 hari kerja.

Perizinan ketiga adalah persetujuan gambar rancangan induk (master plan) dengan waktu 7 hari kerja.

Kemudian, surat permohonan pengesahan gambar rencana tapak (site plan) dengan waktu 5-7 hari kerja.

Selanjutnya, persetujuan dan pengesahan gambar site plan dengan waktu 5-7 hari kerja.

Perizinan keenam yang juga dihilangkan adalah izin cut and fill dengan waktu 5 hari kerja. Terakhir, Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) dengan waktu 30 hari kerja.

Penggabungan perizinan


Poin selanjutnya, adalah tentang penggabungan perizinan. Pertama, proposal pengembang dengan dilampirkan sertifikat tanah, bukti bayar PBB dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dilampirkan dengan peta rincian tanah/blok plan desa jika tanah belum bersertifikat.

Penggabungan perizinan kedua yaitu Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) atau Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian RUTR atau RDTR wilayah (KRK) dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah atau Advise Planning.

Kemudian, izin-izin tersebut juga digabungkan dengan pengesahan site plan yang diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencangkup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dengan luas lahan 5 hektar.

Penggabungan perizinan ketiga adalah pengesahan site plan yang diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup SPPL luas di bawah 5 hektar, rekomendasi pemadam kebakaran dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakanan.

Percepatan perizinan

Sementara itu, poin ketiga dari Surat Edaran ini adalah dari segi percepatan waktu proses perizinan.

Pada poin ini ada 4 upaya percepatan, yaitu pertama Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah pihak pengembang dari 15 hari menjadi 3 hari kerja.

Kemudian, kedua adalah pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah dari 90 hari menjadi 14 hari kerja.

Percepatan ketiga, meliputi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Induk dan pemecahan IMB dari 30 hari jadi 3 hari kerja.

Terakhir, percepatan waktu untuk evaluasi dan Penerbitan Surat Keputusan tentang Penetapan Hak Atas Tanah dari 213 hari kerja menjadi 3 hari kerja.


Penulis: Arimbi Ramadhiani
Editor: Hilda B Alexander
TAG:
perizinan
Perizinan
PP perumahan MBR
rumah MBR
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

4.[7/15, 11:22 PM] Muchtar Effendi Harahap: Kemendagri Terbitkan Aturan Percepatan Realisasi Program Sejuta Rumah
 September 28, 2017   Oleh : MA  Seputar Bangda

JAKARTA – Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, tentunya pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memeroleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat memerolehnya dengan mudah serta suku bunga yang tidak murah. Menyikapi hal tersebut, maka sesuai dengan esensi Nawacita pertama,”Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa…” dan Nawacita kelima “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,” negara bertanggungjawab untuk tercukupinya papan bagi seluruh masyarakat.

Selain daripada itu, akibat meningkatnya arus urbanisasi dan populasi menyebabkan banyaknya permasalahan
[7/15, 11:26 PM] Muchtar Effendi Harahap: dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, keterbatasan pekerjaan, dan rendahnya pendapatan masyarakat berimplikasi terhadap peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan sebesar 2,75% per tahun (jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1,49% per tahun). Bahkan diprediksi Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2030. Hal ini berdampak lebih lanjut terhadap permasalahan kelangkaan pemilikan rumah (backlog) di banyak wilayah perkotaan.

Menjawab hal tersebut, Kemendagri melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah yang bekerjasama dengan Ditjen Penyediaan Rumah KemenPUPR terus berupaya agar program Sejuta Rumah yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo dapat segera terwujud khususnya di daerah.

Plt Tugas Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Diah Indrajati mengatakan dari target nasional, sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2014-2019 bahwa permasalahan perumahan akan diselesaikan melalui program Penyediaan Hunian Layak (sewa/huni) dengan target 2,2 juta. Penanganan Rumah Tidak Layak Huni dengan target 1,5 juta dan pengentasan kawasan kumuh untuk mencapai Kota Tanpa Kumuh dengan target 38,431 hektar.

“Namun demikian, perlu menjadi perhatian kita semua bahwa bidang perkumuhan hanya mendapatkan alokasi APBN maupun ABD kurang dari 1% sehingga kondisi ini perlu mendapat perhatian serius pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka memenuhi target penyelesaian permasalahan perumahan,” jelas Diah.

Lebih lanjut, Diah menjelaskan bidang perumahan dan permukiman sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar yang bagi kewenangannya antartingkatan susunan pemerintah. Untuk itu, perlu komitmen bersama antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyelesaikan permasalahan perumahan dan permukiman. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus melakukan penyempurnaan kebijakan untuk mendukung Program Nasional Sejuta Rumah, salah satunya berkaitan dengan komponen pembangunan perumahan bagi MBR antara lain untuk nelayan, PNS, TNI, POLRI, dan masyarakat umum.

Secara umum, realisasi program Sejuta Rumah mungkin belum cukup menggembirakan dikarenakan beberapa hal di antaranya aspek perizinan, penyediaan lahan, dan ketersediaan anggaran/skema pembiayaan.

“Guna mengakselerasi program Sejuta Rumah telah diterbitkan PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Ekonomi XIII. Hal ini merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap MBR dalam upaya kepemilikan rumah serta bentuk komitmen untuk membantu penyelesaian backlog di Indonesia,” imbuh Diah.

Kemendagri, kata Diah, berdasarkan kewenangan Menteri Dalam Negeri, maka sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan Bapak Presiden RI, pada tanggal 27 Februari 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 648/1062/SJ tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah sebagai upaya percepatan diseminasi kebijakan di daerah sebelum diterbitkannya Permendagri yang memiliki kedudukan hukum lebih kuat pada tahap implementasi.

Selanjutnya, pada tanggal 20 Juli 2017 telah ditetapkan dan diundangkan Permendagri Nomor 55 Tahun 207 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah u
[7/15, 11:28 PM] Muchtar Effendi Harahap: Selanjutnya, pada tanggal 20 Juli 2017 telah ditetapkan dan diundangkan Permendagri Nomor 55 Tahun 207 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah untuk percepatan pembangunan perumahan bagi MBR di daerah serta tindak lanjut terbitnya PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah mengatur pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP) untuk memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan dan non perizinan kepada Badan Hukum (pengembang) yang akan melaksanakan pembangunan perumahan bagi MBR melalui penyederhanaan pelayanan yang meliputi penghapusan perizinan, dan penggabungan perizinan.

“Pemerintah juga telah mengeluarkan Inpres tentang Keringanan BPHTB dan lain sebagainya,” kata Diah.

PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Permendagri Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah pada dasarnya dibuat sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap MBR dalam upaya pemilikan rumah serta memudahkan pengembang dalam pengurusan perizinan dan non perizinan dengan tetap memperhatikan aspek teknis yang diatur melalui kebijakan kementerian/lembaga terkait seperti KemenPUPR, KemenATR/BPN, dan Kemenhub.

Selanjutnya, Kemendagri bersama kementerian/lembaga berkaitan dengan rencana melakukan sosialisasi kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR kepada seluruh daerah untuk mendorong pemerintah daerah, pengembang, dan perbankan agar bersinergi serta mencari terobosan terbaru dalam menyukseskan program Sejuta Rumah yang diinisiasi Presiden Joko Widodo.

Sumber: Siaran Pers Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri


Home Fokus Infrastruktur Market Watch Ekonomi Bisnis Finansial Properti Energi Industri Perencanaan Keuangan SolusiUKM Konsultasi Market Research Wawancara Sosok Bursa Valas Moneter Lowongan Pekerjaan Foto Infografis Video d'Preneur Indeks
Home / Properti / Detail
Konsultasi Properti
Portal Properti No.1

Rabu, 06 Des 2017 17:09 WIB
Awal Desember 2017, Program Satu Juta Rumah Sudah 765.120 Unit
Muhammad Idris - detikFinance

Foto: Dok Citra Maja Raya
Jakarta - Hingga awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sudah terealisasi 765.120 unit rumah. Capaian tersebut didominasi oleh pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70%, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30%.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid, mengaku optimis bahwa capaian hingga akhir 2017 dapat lebih tinggi dari tahun 2015 sebanyak 699.770 unit dan tahun 2016 sebanyak 805.169 unit.

"Sebanyak 619.868 unit merupakan rumah MBR dan 145.252 unit untuk non-MBR, sehingga totalnya 765.120 unit, " kata Khalawi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2017).

Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pada tanggal 29 April 2015 lalu menargetkan, sekitar 20% merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU).

Sementara 30% lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.

Karena keterbatasan APBN, Khalawi mengatakan pihaknya mendorong berbagai pemangku kepentingan bidang perumahan seperti kementerian dan lembaga (K/L), pemerintah daerah, Asosiasi Pengembang (seperti REI dan APERSI), Corporate Social Responsibility (CSR) perusahan, serta perbankan dan masyarakat.

Rincian hasilnya yang dibangun Kementerian PUPR sebanyak 183.977 unit, K/L lain 1.566 unit, pemerintah daerah 148.180 dan pengembang 250.916 unit. Selain itu, CSR juga berkontribusi sebanyak 118 unit, sedangkan 35.111 unit, sisanya dibangun oleh masyarakat secara mandiri.

Hingga saat ini, menurut Khalawi, tantangan terbesar dalam pelaksanaan Program Satu Juta Rumah yakni ketersediaan lahan dan percepatan perijinan pembangunan perumahan yang belum diterapkan secara merata di daerah.

Sebagai salah satu langkah untuk mengatasi ketersediaan lahan, dirinya berharap konsep bank tanah dapat segera terwujud. Selain itu menurutnya pemerintah juga mendorong pengembangan kota mandiri yang menyediakan lahan permukiman yang besar, namun tetap memperhatikan konsep hunian berimbang.

"Kita dorong kehadiran kota baru mandiri seperti Maja. Tapi aturan hunian berimbang diterapkan. Kita juga kembangkan hunian vertikal, karena apartemen sewa jadi jawaban untuk generasi milenial kita," ujarnya.

Terkait kebijakan, menurutnya pemerintah pusat terus mendorong kemudahan perijinan pembangunan perumahan dengan telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Perumahan untuk MBR, dan diikuti terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor: 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah pada 29 Desember 2016.

Regulasi ini mendorong kemudahan dan kecepatan perizinan pembangunan perumahan serta dukungan untuk meningkatkan daya beli MBR akan rumah, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) agar kualitas bangunan dan lingkungan perumahan sejahtera tetap terjaga.

"Seandainya regulasi ini dijalankan oleh semua daerah, saya yakin target sejuta rumah dapat tercapai dan pengembang jadi bergairah," kata Khalawi.

Progres Anggaran 2017 dan Rencana 2018

Secara persentase, dikatakannya progres fisik di Ditjen Penyediaan Perumahan tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan pada tanggal yang sama pada 2016 lalu.

"Kalau persentase sampai 4 Desember 2017 capaiannya sudah 86,7%, lebih tin

Minggu, 11 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR (SDA)


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Tim Studi NSEAS)



Dalam penyelenggaraan pemerintahan selalu ada bidang "pekerjaan umum" (PU). Salah satu sektor bidang PU adalah infrastruktur sumber daya air (SDA), mencakup al: sungai, bendungan, pengairan irigasi, waduk, embung, bangunan penampung air lainnya, dll.

Presiden Jokowi telah 3, 5 tahun berkuasa. Apa kinerja atau berhasilkah Jokowi urus infrastruktur SDA ?

Sebagai standar kriteria penilaian kinerja Jokowi,  Kita bisa gunakan: 1.  Janji lisan dan tertulis Jokowi saat kampanye Pilpres 2014; 2.RPJMN 2015-2019; dan, 3.  Renstra KemenPUPR 2015-2019 sektor SDA.

Jokowi secara lisan dlm kampanye Pilpres 2014 berjanji:

1.Pembangunan/perbaikan irigasi di 3 juta Ha sawah.
2. Pembangunan 25 bendungan.

Di dalam dokumen Nawa Cita "Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014",  tidak tercatat ada janji pembangunan infrastruktur SDA. Intinya,  infrastruktur lebih diutamakan jalan dan jembatan, pelabuhan laut dan juga pelabuhan udara. Infrastruktur SDA tidak menjadi perhatian apalagi prioritas pembangunan.

Jokowi mencanangkan pembangunan 1 juta hektare irigasi baru dan rehabilitasi 3 juta hektare irigasi. Untuk irigasi  luas di atas 3.000 Ha, pembangunannya menjadi kewenangan Pemerintah (pusat) yakni KemenPUPR.  Irigasi 1.000-3.000 Ha,  kewenangan Pemprov  dan di bawah 1.000 Ha,  ditangani Pemkab/Pemkot.

Irigasi  tugas KemenPUPR  561.173 Ha (56,12 %); tugas Pemprov  236.374 Ha (23,64 %); tugas Pemkab/Pemkot  202.453 Ha(20,25 %). Hal ini sesuai sumber Dirjen  Sumber Daya Air KemenPUPR  (28/5/2017).

Untuk pembangunan irigasi dilakukan Kemen PUPR Mei 2017,  realisasinya sudah mencapai 43,91 persen dari target.  Progres  Pemprov  baru 7,05 % dan Pemkab/Pemkot hanya  8,55 %. Bila dihitung dari target total 1 juta Ha baru baru tercapai 28,04 %.

Sementara untuk memperbaiki jaringan irigasi rusak, dari target 3 juta hektare,  menjadi tanggung jawab KemenPUPR 1,3 juta Ha dan telah selesai direhab 961 ribu Ha (70,14 %).
Rehabilitasi  Pemprov,Pengkab dan Pengkot  baru 136 ribu Ha atau hanya sekitar 8 % dari target 1,7 juta Ha.

Mengacu pd RPJMN 2015-2019, ada rencana strategis dan sasaran terkait infrastruktur SDA. Direncanakan, pemerintahan Jokowi-JK akan melaksanakan rencana al.:

1. Percepatan persiapan dan pelaksanaan pembangunan tampungan air skala kecil/menengah (embung, waduk lapangan, kolam dan situ) pd daerah krisis dan wilayah strategis.

2. Merehabilitasi waduk, embung, dan bangunan penampungan air lain utk mengembalikan fungsi dan kapasitas tampung.

3. Membangun 49 Waduk  yaitu: Waduk Keureuto,  Rukoh, Tiro, Jambu Aye (NAD); Lausmeme (Sumut); Lompatan Harimau (Riau); Komering 2 (Sumsel); Sukoharjo, Segalaminder, Sukaraja III (Lampung); Karian, Sindangheula (Banten); Ciawi, Sukamahi, Cipanas, Leuewikiris, Sadawarna, Sukahurip (Jabar); Bener, Kalangtalun (DIY); Logung, Matendeng (Jateng); Semantok, Bagong, Lesti, Wonodadi (Jatim); Bintan Bano, Tanri dan Mila, Mujur, Krekeh, Meninting (NTB);  Tapin (Kalsel); Lasongi, Pelosika (Sultra); Bonehulu (Gorontalo); Lolak, Kuwil (Sulut);  Marangkayu, Tritip (Kaltim); Karaloe, Paseloreng, Pamukulu, Jenelata (Sulsel); Way Apu (Maluku); Raknamo, Kolhua, Ritiklod, Napunggete, Temef (NTT).

Sudah berapa banyak dari 49 waduk ini dibangun? Tentu saja para Warga di sekitar lokasi  waduk bisa lihat langsung kenyataan obyektifnya. Kita tunggu akhir 2019, seberapa keberhasilan Jokowi merealisasikan rencananya sendiri sektor infrastruktur sumber daya air (SDA) ini. Tim Studi NSEAS memprediksi Jokowi akan gagal merealisasikan rencana ini. Belum ada indikasi kemajuan pembangunan 49 waduk tsb.


Rencana pembangunan infrastruktur SDA sesuai Renstra 2015-2019, al.:

1. Pembangunan dan peningkatan fungsi dan kondisi sarana dan prasarana pengamanan pantai sepanjang 530 Km.
2. Normalisasi sungai dan pembangunan/peningkatan tanggul sepanjang 3.080 Km.
3. Peningkatan luas kawasan terlindungi dari daya rusak air seluas 200 ribu Ha.

Target-target versi Renstra 2015-2019 KemenPUPR  masih belum terealisir. Kita masih harus menunggu terbitnya data akurat realisasinya.

Kita dapat juga membandingkan prestasi  era SBY sbg standar kreteria penilaian kritis kinerja Jokowi urus infrastruktur SDA. Priode 2010-2014, Presiden SBY berhasil melaksanakan:

1.Pembangunan 28 waduk, 7 diantaranya sdh selesai pd 2014.
2. Pembangunan 1.332 embung/situ/bangunan penampung air kainnya.
3. Rehabilitasi 82 waduk dan 342 embung/situ/bangunan penampung air lainnya.
4. Operasi dan pemeliharaan 1.207 waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya.
5. Konservasi 36 kawasan sumber daya air.

Era Jokowi sudah memasuki  3,5 tahun masih belum mampu menunjukkan prestasi melewati atau mendekati prestasi SBY. Sekalipun secara vokal, Pemerintahan Jokowi-JK boleh bilang optimis, akan berhasil, tetapi 3,5 tahun pengalaman selama ini tentu membuat kita pesimis Jokowi berhasil urus infrastruktur SDA. Hal ini tak beda dgn kondisi kinerja Jokowi urus Tol Laut, dan jalan/jembatan. Lalu, indikator infrastruktur apa bisa kita buktikan Jokowi berhasil urus infrastruktur? Sila Pembaca menjawab sendiri.

Sementara ini, Tim Studi NSEAS terus cari data, fakta dan angka membuktikan  Jokowi berhasil urus infrastruktur. Namun, sayang Tim Studi NSEAS masih  belum juga dapatkan data, fakta dan angka dimaksud.

Kamis, 01 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Tim Studi NSEAS)



Dalam penyelenggaraan pemerintahan selalu ada bidang "pekerjaan umum" (PU). Salah satu sektor PU adalah infrastruktur jalan dan jembatan (Bina Marga), mencakup  jalan dan jembatan negara/nasional  non komersial dan jalan dan jembatan komersial (jalan tol). Pemerintah harus membangun jalan dan jembatan negara/nasional non komersial. Kinerja Pemerintah dapat dinilai seberapa berhasil Pemerintah mencapai target atau sasaran pembangunan jalan dan jembatan negara/nasional untuk tingkat nasional, jalan dan jembatan Propinsi utk tingkat Pemprov dan jalan dan jembatan Kabupaten/Kita utk tingkat Pemkab dan Pemkot.

Presiden Jokowi telah lebih 3 tahun berkuasa. Apa kinerja atau berhasilkah Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan negara/nasional? Sebagai standar kriteria penilaian Kita bisa gunakan: 1.  Janji lisan dan tertulis Jokowi saat kampanye Pilpres 2014; 2.RPJMN 2015-2019; dan, 3.  Renstra KemenPUPR 2015-2019 sektor Bina Marga.

Secara lisan tidak ada janji kampanye khusus jalan dan jembatan nasional. Jokowi hanya menyebutkan janji:  pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, irigasi dan pelabuhan (http://fokus.bews.viva.co.id/
news/red/512458).

Janji kampanye  tertulis Jokowi terkait infrastruktur jalan dan jembatan  tertuang  di dalam Dokumen "Visi, Misi dan Program Aksi Jikowi Jusuf Kalla 2014". Ia berjanji antara lain:

1.Peningkatan kapasitas jalan melalui pelebaran jalan dalam kota, dari pusat kota menuju kota satelit, antar kota dan jalan tol.
2 Peningkatan kapasitas jalan melalui penambahan jalan baru dalam kota, dari pusat kota menuju kota satelit, antar kota (suburbs), dan jalan tol.
3. Pembangunan monorail atau underground yang menghubungkan bandara dan pusat kota, lingkar dalam kita dan lingkar luar kota dengan lingkar dalam kita.
4. Peningkatan ketebalan jalan guna menahan beban bobot barang yang lebih besar.
5. Pelebaran jalan dan penambahan jalan baru.
6. Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi sebesar 30 %.

Apakah janji-janji tertulis Jokowi ini  setelah tiga tahun menjadi Presiden RI telah terealisir.  Sebagai misal, akhir 2017 telah  berkurang penggunaan kendaraan pribadi sekitar 20 % . Faktanya,  belum terealisir. Kita masih membutuhkan data, fakta dan angka utk menilai kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan berdasarkan standar kriteria tertuang di dokumen Nawa Cita ini. Namun, hasil pengamatan lapangan akan mengiring ke arah kesimpulan, janji2 di dalam Nawa Cita itu masih jauh dari realitas obyektif.

Selanjutnya, kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional dapat dinilai atas standar kriteria tertuang didalam  RPJMN 2015-2019. Dokumen ini memuat  rencana pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan  akan dikerjakan pemerintahan Jokowi-JK antara lain:

1.Pembangunan jalan tol Trans-Sumatera, Trans- Jawa, jalan tol Samarinda-Balikpapan (Kaltim) dan jalan tol Manado-Bitung (Sulut). Sudah tiga tahun lebih Jokowi jadi Presiden,
Rencana ini masih belum terealisir, dan sangat mungkin tidak tercapai utk 1,5 tahun lagi masa kekuasaan Jokowi.

2. Pembangunan jalan High Grade Highway Sumatera.
Masih tahap rencana (pra konstruksi), pada lokasi2 tertentu sudah tahap konstruksi, tetapi  belum ada telah masuk tahap operasional.

3. Pembangunan jalan tol di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Di Sumatera masih tahap pra konstruksi, sementara ada jalan tol sudah beroperasi pd tol Medan-Binjai, tetapi hasil kerja era SBY, bukan Jokowi.

4. Pembangunan jalan lingkar Batulicin, Palu-Parigi,  Lingkar Kupang , Jalan Susumuk -Bintuni, dan jalan lingkar lainnya. Belum terealisir hingga lebih tiga tahun Jokowi jadi Presiden.

Selanjutnya, berdasarkan Renstra PUPR 2015-2019, sasaran strategis yakni: 1. Meningkatkan dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing. Target, tingkat kemacetan jalan nasional 73 %  pd 2015, 74 % pd 2016, dan 75 % pd 2017.
2. Meningkatkan kemantapan jalan nasional.Tingkat kemantapan jalan nasional 86 % pd 2015, 91 % pd 2016, dan 94 % pd 2017.

Sasaran program, yakni: 1. Menurunnya waktu tempuh pd koridor utama. Waktu tempuh dimaksud di lokasi Lintas Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa 2,7 Jam/100 Km pd 2015; 2,6 jam/100 Km pd 2016; dan 2,5 ham/100 Km pd 2017.
2. Meningkatnya pelayanan jalan nasional. Tingkat penggunaan jalan nasional 101 miliyar kendaraan KM pd 2015; 116 militer kendaraan KM pd 2015; 122 miliyar kendaraan Km pd 2017.
3. Meningkatnya fasilitas terhadap jalan daerah utk mendukung kawasan. Tingkat fasilitas dimaksud 0 % pd 2015, 25 % pd 2016, dan 50 % pd 2017.

Belum tersedia data, fakta dan angka menunjukkan tingkat capaian sasaran strategis dan sasaran program urusan jalan dan jembatan nasional  ini. Agaknya terlalu sulit bagi Pemerintahan Jokowi-JK dapat mencapai sasaran.

Sebagai pembanding era SBY 10 tahun telah membangun jalan dan jembatan sepanjang 5.190 Km. Diantaranya,  4.770 Km jalan negara  non tol dan 420 Km jalan tol. (Dirjen Bina Marga KemenPU, 17 Oktober 2014). Rata2 era SBY membangun jalan dan jembatan termasuk jalan tol, yakni 519 Km per tahun.

Pd periode kedua Pemerintahan SBY, telah dicanangkan percepatan proyek infrastruktur seperti proyek jalan tol trans Sumatera 2.700 Km berdasarkan Perpres No.100 Tahun 2014 ttg Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Proyek ini termasuk di dalam Master Plan Percepatan , Perluasan dan Pembangunan Ekonomi (MP3EI), disusun tahun 2011. Ada 4 koridor:

Pertama,  Lampung, Palembang, Pekan baru , Medan dan Banda Aceh. Kedua, Palembang-Bengkulu.
Ketiga, Pekanbaru-Padang.
Keempat, Medan-Sibolga.

Periode 2010-2014 era SBY, telah dibangun jalan nasional 1.286 Km, jalan tol 45,59 Km, jembatan 41.640 M. Total panjang jalan nasional hingga 2014 sepanjang 39.838 Km.Karya spektakuler yakni pembangunan jembatan Kelok 9, terdiri enam jembatan total panjang 943 M dan jalan 2,089 KM. Telah ditangani juga jalan di koridor utama Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulaeedi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, al. Terselesaikannya jalan Lintas Timur Sumatera, Lintas Utara Jawa, Lintas Selatan Kalimantan dan Lintas Barat Sulawesi. Di Jawa, satu penanganan jalan spektakuler adalah Lingkar Nangrek Jawa Barat, panjang 5,3 Km utk  mengatur persimpangan lalu lintas Bandung-Tasikmalaya-Garut.Di Sulawesi, satu pencapaian yakni jalan Maros - Watampone 164,88 Km (Renstra PUPR 2015-2019).

Di era Jokowi, diresmikan bangunan jalan tol di Sumatera ini. Tetapi, belum ada yang selesai untuk operasional.

Namun, peresmian jalan tol Jokowi bukanlah hasil prakarsa dan perencanaan era Jokowi, tetapi hanya melanjutkan pekerjaan era SBY. Begitu juga pembangunan jalan Trans-Papua, masuk dlm koridor Papua-Maluku tertuang di dalam dokumen MP3EI.

Dari sisi capaian pembangunan jalan dan jembatan era Jokowi diklaim   KemenPUPR satu tahun, dua tahun dan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK terdapat peningkatan.  Utk tiga  tahun pemerintahan Jokowi-JK diklaim Kepala Balitbang KemenPUPR, Danis H. Sumadilaga, telah membangun jalan baru mencapai 2.623 Km.  1.286 Km jalan baru dibangun pada 2015, 559 Km pada 2016, dan 778 Km pada tahun 2017. Adapun sekitar 2.000 km diantaranya merupakan jalan perbatasan dibangun di titik-titik terluar dan pelosok negeri.  Ini kebanyakan jalan perbatasan di Kalimantan, Papua, hingga perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pulau Timor (17/10/2017). Danis tidak menjelaskan 2.633 jalan baru dibangun Pemerintahan Jokowo-JK itu pada tahap apa: pra-konstruksi, konstruksi atau pasca konstruksi (operasional). Berapa panjang pembangunan jalan dimaksud benar2 sudah berhasil memasuki tahap operasional.

Berdasarkan angka Danis ini, rata2 pembangunan jalan dan jembatan era Jokowi mencapai sekitar 870 Km per tahun, melebihi rata2 capaian era SBY, hanya 519 Km per tahun.

Kemudian Danis menunjukkan,  Targetnya, terbangun sekitar 1.071 Km jalan baru pada 2018 dan sekitar 1.120 Km pada 2019. Dengan demikian, diharapkan total pembangunan jalan baru di era Jokowi-JK mencapai 4.814 km. Karena itu, setelah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, baru sekitar lebih dikit 50 %. Seharusnya setelah tiga tahun, Jokowi merealisasikan minimal 60 %. Kita tunggu, semoga Jokowi bisa selesaikan sisa sekitar 50 % target pembangunan jalan dan jembatan hingga tahun 2019 (sisa sekitar 1,5 tahun lagi)

Selain jalan baru, capaian pembangunan infrastruktur Jokowi, yaitu jalan tol sebanyak 568 km, terbagi atas 132 km pada 2015, 44 km pada 2016, dan sisanya, 392 km pada tahun ini. Targetnya, hingga akhir tahun 2019 akan mencapai 1.851 km. Dari sisi realisasi target, sudah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, baru berhasil masih jauh dari 50 %. Sangat mungkin Jokowi gagal mencapai target pembangunan jalan tol tahun 2019.

Di lain pihak, satu sumber pendukung Jokowi klaim, Pemerintah telah membangun tol baru  568 km dalam kurun waktu tiga tahun (2015-2017). Pada 2015, realisasi pembangunan tol baru  132 km dan 44 Km pada 2016. Pemerintah targetkan 615 Km panjang tol beroperasi tahun 2018. Data Danis tak  beda dgn data ini tentang panjang jalan tol telah terbangun. Intinya, angka capaian target   hingga tiga tahun masih jauh di bawah 50 %

Ada juga data jalan tol yang berbeda.Berdasarkan sumber Liputan6 com, 18 Okt 2017, KemenPUPR  optimistis pembangunan jalan tol baru akan mencapai panjang 1.852 kilometer (km). Proyeksi ini melampaui target pembangunan tol yang sudah ditetapkan sebelumnya  1.000 km hingga 2019. Ada perbedaan target 2019  antara sumber terdahulu dgn sumber ini sekitar 851 Km.

Para Pendukung buta (buta data, fakta dan angka) Jokowi acapkali membanggakan prestasi Jokowi bangun jalan dan jembatan. Satu kasus pembangunan jalan dan jembatan  di Papua dan Papua Barat.

Mereka klaim, melalui pembangunan jalan dan jembatan, Jokowi telah membuka isolasi di Papua dan Papua Barat. Hal ini tak pernah dilakukan Presiden2 sebelumnya.

Pendukung buta Jokowi ini juga melanda media massa cetak di Ibukota. Sebagai contoh, kritik tajam  Natalius Pigai (Komisioner Komnas HAM RI), 13 Feb 2017 . Ia  menilai terjadi pembohongan publik pembangunan jalan Trans Papua. Pasalnya.
Harian  Kompas pada  (10/2/2017), memuat berita besar tentang keberhasilan insfrastruktur jalan dan jembatan dengan judul "Jalan Trans Papua, Menembus Gunung dan Membela Bukit". Menurut Pigai,  selama kepemimpinan Presiden Jokowi tidak pernah mengetahui Rancang Bangun Insfrastruktur Jalan dan Jembatan di Papua 2015-2019.

Selama 2015-2019, tidak ada ruas jalan baru  dibangun kecuali hanya satu (1) yaitu jalan Wamena-Nduga yang dibangun oleh Tentara.
Pemerintah Jokowi baru hanya membangun 231,27 Km, itupun hanya terlihat Wamena-Nduga. Grand design pembangunan insfrastruktur Papua belum pernah diumumkan.

Pigai membandingkan  dgn era SBY, memiliki grand design infrastruktur di Papua secara serius melalui Presiden Nomor 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Papua.

Dalam RPJMN 2010-2014 Pemerintah secara jelas membangun Grand Design dalam rangka mengatasi masalah infrastruktur dan wilayah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Uraian di atas mendorong Tim Studi NSEAS berkesimpulan, setelah tiga tahun kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional masih belum baik. Bahkan, masih belum mampu mencapai sasaran dan target diharapkan tercapai. Hal ini akan berlaku juga pd akhir 2019. Sisa waktu Jokowi berkuasa hanya 1,5 tahun lagi takkan mungkin berhasil mencapai sasaran. Jika dibandingkan era SBY periode kedua, jelas kinerja Jokowi masih jauh dibawah SBY urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional.


SUMBER DATA BARU:

1. PEMBANGUNAN JALAN TOL

[# LINK_TEXT #] bagus, Silakan lihat! http://politiktoday.com/polemik-jalan-tol-skenario-memberangus-cetak-tangan-sby/


Tersentak saya membaca berita di satu media darling, perihal perbandingan jalan tol sejak era Soeharto hingga Jokowi. Pasalnya, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat (PU-PR) Endra Saleh Admawidjaja secara tersirat menegaskan pembangunan jalan tol di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kalah jauh dari Jokowi.

*Polemik Jalan Tol, Skenario Memberangus Cetak Tangan SBY?*

*Endra menegaskan, selama dua periode menjabat, SBY membangun jalan tol sepanjang 212 km. Sebaliknya, belum genap tiga tahun menjabat, Jokowi telah mengoperasionalkan 176 km jalan tol, dan diperkirakan hingga akhir 2017 nanti bakal ada total tambahan 568 km jalan tol di era Jokowi.*

*Luarbiasa! Tetapi apa mungkin? Bagaimana bisa pencapaian 10 tahun kalah jauh dari 3 tahun pemerintahan?* Nalar saya menolak informasi ini. Maka saya putuskan untuk berselancar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lantas, saya mengasumsikan ada dua hal besar yang sebenarnya terjadi.

Pertama, besar kemungkinan ada miss-informasi yang didapatkan Endra. Pasalnya, data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum yang disiarkan pada 17 Oktober 2014, dinyatakan secara jelas *pembangunan prasarana jalan rentang 2004 sampai 2014 telah dilakukan pembangunan jalan sepanjang 5.190 km, di antaranya adalah 4.770 km jalan non tol (jalan nasional) dan 420 km jalan tol.*

Lantas, mengapa disebut era pemerintahan *SBY hanya terbangun 212 km jalan tol?* Mungkinkah panjang jalan tol bisa menyusut dari 420 km pada 2014 menjadi 212 km pada 2017 seperti yang dinyatakan oleh Endra? Besar dugaan saya ini adalah perkara salah data –dan hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru di era pemerintahan Jokowi. Kita sama-sama tahu, pemerintahan Jokowi adalah masa kepemimpinan yang amat lemah perkara data, bahkan seringkali jatuh menjadi blunder.

*Kita tentu masih ingat pidato “teledor” Jokowi dalam forum bisnis di Hongkong bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang ketiga tertinggi di dunia –yang akhirnya menjadi bahan tertawaan masyarakat internasional*. Atau kehebohan Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perpres No. 68 Tahun 2010 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan, yang ketika publik memprotes dijawab Jokowi: I don’t read what I sign. Ada pula polemik Arcandra Tahar yang diangkat sebagai Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kendati masih berstatus dwi kewarganegaraan. Atau perkara remeh-temeh seperti kasus salah ketik nama lembaga negara hingga prasasti peresmian proyek yang ditandatangi Presiden.

*Rentetan kecolongan ini menggambarkan betapa lemahnya pemerintahan Jokowi dalam mengolah data dan informasi.* *Bandingkan dengan pemerintahan SBY, di mana kasus-kasus “recehan” begini tidak pernah terjadi. Sebab, SBY amat tegas perkara data dan informasi.*

 *Logika SBY kira-kira begini:* bagaimana hendak membangun proyek mercusuar, jika perkara data saja sudah salah?

*Kedua*, ada data dan informasi yang disembunyikan oleh Kemen PU-PR. Pasalnya, Endra sendiri menyebut : di era Presiden Jokowi, dalam tiga tahun hingga tahun ini ada 176 km jalan tol yang beroperasi… Apa maksud “beroperasi” ini?  Apakah artinya diresmikan? Jika begitu, berpotensi besar proyek-proyek jalan tol itu sudah dirintis di era SBY, tetapi diresmikan di era Jokowi.

Pasalnya, pada periode kedua pemerintahannya, SBY memang mengebut poyek infrastruktur. *Ambil contoh mega proyek jalan tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 km*. Kebijakan pemerintah ini ditetapkan dalam Perpres No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Proyek ini termasuk dalam Master Plan Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun pemerintahan SBY pada tahun 2011.

Rencananya, proyek jalan tol Trans Sumatera ini akan memiliki empat koridor, yakni : Lampung, Palembang, Pekanbaru, Medan, dan Banda Aceh sepanjang 460 km (koridor I), Palembang-Bengkulu (koridor II), Pekanbaru-Padang (koridor III) dan Medan-Sibolga (koridor IV).

Lalu, seusai masa pemerintahan SBY, setiap tahun kita saksikan Jokowi meresmikan sepotong demi sepotong mega proyek Trans Sumatera ini. *Artinya,peresmian Jokowi itu adalah kelanjutan dari mega proyek yang telah diinisiasi, dianggarkan dan mulai dilaksanakan semasa pemerintahan SBY*. Jadi, siapa yang sebenarnya paling berjasa dalam pembangunannya?

Begitu pula jalan trans Papua itu. Kendati diklaim oleh pemerintahan Jokowi, Natalius Pigai, putra asli Papua menyebut *Presiden Jokowi telah melakukan pembohongan publik*. Dia menegaskan tidak ada pembukaan ruas jalan Trans Papua yang membelah gunung dan bukit, yang ada hanya ruas jalan Wawena-Nduga Papua, itu pun yang dilaksanakan oleh TNI.  *Saking jengkelnya, Natalia menantang pemerintah untuk membuka road map perencanaan jika memang proyek itu adalah murni inisiasi Jokowi.*

*Tak perlu dibuka sebenarnya, karena jalan Trans Papua tersebut sejatinya adalah program SBY yang masuk dalam koridor Papua -Maluku yang tertuang dalam program MP3EI*. Publik yang tangkas mengamati gebrakan SBY ini pasti mengetahuinya.

Saya yakin, jika ditelisik lebih lanjut, kasus-kasus ini seperti fenomena gunung es. Sayangnya, Jokowi tidak sekalipun menyebut bahwa proyek-poyek mercusuar yang diresmikannya sudah dirintis di era SBY. Barangkali Jokowi khawatir akan dituding publik sebagai presiden yang tidak memiliki gagasan “apa-apa”. Kerja Jokowi hanya melanjutkan dan meresmikan pekerjaan-pekerjaan SBY yang belum rampung?

*Terlepas dari apapun alasannya, saya pikir tidak bijak mendegradasi pencapaian SBY hanya untuk mengejar pencitraan semata*. Ini tidak sesusai dengan budaya Indonesia yang menolak tabiat: *memadamkan lampu orang lain agar lampu kita lebih terang.* Sungguh tak bijak.

Oleh: Ridwan Sugianto, pegiat Gerakan Indonesia Emas 2045