Sabtu, 28 Juli 2018

KEGAGALAN JOKOWI URUS ORANG MISKIN

KEGAGALAN JOKOWI URUS KEMISKINAN
Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(NSEAS)


Setiap Rezim di dunia ini harus mampu menurunkan tingkat kemiskinan atau jumlah orang miskin. Hal ini juga berlaku bagi Rezim2 Kekuasaan di Indonesia sejak Rezim Sukarno, Suharto, BJ Habibie, Megawati, SBY dan juga Rezim Jokowi.
Rezim Jokowi memanfaatkan data BPS, telah berhasil menurunkan jumlah orang miskin. Bahkan, Rezim Jokowi mengklaim, mampu menurunkan jumlah orang miskin ke tingjat paling rendah sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Bisa hanya satu digit. Namun, kritik dan kecaman atas klsim Rezim Jokowi bermunculan. Justru pengkritik menilai, setelah 4 tahun berkuasa, Jokowi gagal urus kemiskinan atau orang miskin di Indonesia. Beberapa pengkritik dimaksud sbb:

1. Kamis, 26 Jul 2018
Angka Kemiskinan Turun Drastis di Era Jokowi?
Sylke Febrina Laucereno - detikFinance

Presiden Joko Widodo (Jokowi)/Foto: Rengga Sancaya
FOKUS BERITATingkat Kemiskinan RI Turun
Jakarta - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebutkan masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia dan ini menjadi masalah bagi pemerintah. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018 jumlah orang miskin tercatat 25,95 juta. Jumlah ini terus menurun sejak periode 2002 lalu.

Tapi benarkah kemiskinan di Indonesia turun drastis di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Menanggapi hal tersebut Mantan Staf Khusus Menakertrans yang juga Mantan Kepala Subbidang Statistik Ketenagakerjaan Kemenakertrans Natalius Pigai menjelaskan kemiskinan dalam suatu negara adalah masalah serius. Pasalnya kemiskinan menjadi patokan kemajuan sebuah negara.


Dia menjelaskan, bangsa di manapun tidak akan bisa mencapai cita-cita sejahtera jika jumlah orang miskinnya semakin tinggi. Menurut dia, untuk menentukan garis kemiskinan rakyat dilihat dari dua variabel, antara lain garis kemiskinan makanan (GKM) yang dilihat menurut konsumsi kalori maksimum, dalam hal ini kebutuhan kalori masyarakat Indonesia sebesar 2.100 per kapita per hari.

Kemudian dia menjelaskan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan kemampuan rakyat untuk memenuhi aspek sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

"Oleh karena itulah maka pengentasan kemiskinan menjadi amat penting bagi sebuah bangsa karena akan mengukur kemampuan rakyat memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach)," kata Natalius dalam keterangannya, Kamis (26/7/2018).

Baca juga: Jumlah Orang Miskin di Perkotaan Turun Jadi 10,14 Juta

Dia menjelaskan dalam menentukan angka kemiskinan harus disandingkan dengan perbandingan yang pas. Misalnya persentase kemiskinan sejak orde baru masa Presiden Soeharto pada 1998 sampai Joko Widodo kurang lebih 20 tahun.

Menurut dia perbandingan ini penting karena gambaran periodik ini akan membuka tabir kemampuan (kapabilitas) seorang presiden, siapa presiden yang pro dan tulus terhadap orang miskin (pro poor) dan siapa presiden yang tidak peduli dengan orang miskin, siapa presiden yang lebih pro kepada sekelompok elit oligarki dan orang-orang kaya.

Dia menjelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan adalah wajar dan normal, tidak ada yang lebih hebat karena sejak zaman Soeharto, Habibie, Megawati, SBY sampai Jokowi angka kemiskinan mengalami penurunan.

Natalius mengungkapkan data penurunan angka kemiskinan sejak tahun 1998 dilihat menurut periode kepemimpinan Presiden:
1. Presiden Soeharto, pada tahun 1998 angka kemiskinan mencapai 24,43%
2. Presiden Habibie, pada tahun 1999 angka kemiskinan menurun menjadi 23,43%
3. Presiden Gus Dur tahun 2001 angka kemiskinan turun menjadi 18,41%
4. Presiden Megawati tahun 2003 angka kemiskinan juga turun menjadi 16,66%
5. Presiden SBY periode pertama tahun 2009 jumlah kemiskinan turun menjadi 14,15% dan Presiden SBY Periode kedua 2014 angka kemiskinan menurun juga yaitu 10,96%
6. Presiden Joko Widodo Pada Maret 2018 angka kemiskinan juga turun menjadi 9,86%

"Dari poin 1-6 dalam kurun waktu 20 tahun kemiskinan mengalami penurunan dari 24,43 menjadi 9,86 yaitu turun sebesar 14,57%, atau bila dilihat dari angka postulat maka jumlah penduduk miskin dari 49,50 juta tahun 1998 menjadi 25,96 juta pada tahun 2018," ujarnya.

Baca juga: Jumlah Orang Miskin di RI Sempat Naik di 2006

Menurut dia, jika soal reputasi terbaik sepanjang sejarah maka masing-masing presiden yang memimpin memiliki reputasi yang baik sepanjang mereka memimpin. Dia menyebut bukan hanya Jokowi yang berprestasi, pasalnya pada masa Habibie juga terjadi penurunan angka kemiskinan menjadi 23,42% dari sebelumnya 24,43%.


Demikian pula Gus Dur memecahkan rekor terbaik di zamannya menjadi 18,41%, dan seterusnya akhirnya  jaman Jokowi menjadi 9,86% juga terbaik sepanjang sejarah. Dan seterusnya jika siapapun terpilih menjadi Presiden akan memecahkan rekor karena kemiskinan di negeri ini juga seluruh dunia cenderung mengalami penurunan secara alamiah.

Natalius membeberkan data penurunan kemiskinan masing-masing presiden, mana yang terbaik?

1. Habibie hanya dalam setahun menurunkan angka kemiskinan 1,1% yaitu dari 24,43 menjadi 23,42%
2. Gus Dur hanya dalam dua tahun memimpin angka kemiskinan turun sebanyak 5,01% yaitu dari 23,42% menjadi 18,41%
3. Megawati mampu menurunkan angka kemiskinan dalam durasi waktu singkat 2,51% yaitu dari 18,41% menjadi 1,75%
4. SBY periode pertama mampu menurunkan angka kemiskinan sebanyak 2,51% yaitu dari 16,66% menjadi 14,15%
5. SBY periode kedua kemiskinan turun sebanyak 3,46% yaitu dari 14,15% menjadi 10,96%
6. Joko Widodo menurunkan angka kemiskinan sebanyak 1,1% persen yaitu dari 10,96% menjadi 9,86%.

"Dengan demikian Presiden Jokowi dalam jangka waktu empat tahun, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,01% Sangat kecil sekali dibandingkan dengan presiden-presiden yang lain. Lebih ironi lagi bahwa Jokowi empat tahun orang miskin turun 1%, sementara orang kaya naik 10%," jelas dia.

Hasil survei terbaru yang berjudul Global Wealth Report 2017 yang diterbitkan oleh Credit Suisse, Indonesia kini memiliki 868 orang super kaya atau yang masuk dalam kategori Ultra High Net Worth Individual (UNHWI). 111 ribu penduduk Indonesia juga digolongkan sebagai miliuner atau orang yang memiliki pendapatan di atas US$ 1 juta atau setara Rp 13,5 miliar (kurs US$ 1: Rp 13.505). Orang kaya meningkat lebih dari 10% hampir tiap tahun.


2. DetikNews / Berita
Jumat 27 Juli 2018, 23:21 WIB
Prabowo Bicara Kemiskinan Naik 50% hingga Garuda-PLN Bangkrut
Marlinda Oktavia Erwanti - detikNews

Prabowo Subianto (Marlinda Octavia Erwanti/detikcom)
Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berbicara tentang isu ekonomi di Ijtimak Ulama dan Tokoh Nasional yang diselenggarakan GNPF Ulama. Prabowo bicara sederet isu.

"Mata uang kita tambah, tambah rusak, tambah lemah. Apa yang terjadi adalah dalam 5 tahun terakhir kita tambah miskin, kurang-lebih 50% tambah miskin," tuding Prabowo di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (27/7/2018).

Baca juga: Prabowo: Saya Sahabat Habib Rizieq

Prabowo kemudian berbicara tentang keluarnya kekayaan nasional ke luar negeri. Prabowo menyebut, setengah dari kekayaan nasional dikuasai oleh segelintir orang. Prabowo lalu berbicara tentang kondisi BUMN.

"Hari terakhir ini BUMN kita dijual diam-diam tanpa transparansi. Pertamina sebagian dijual, Garuda bangkrut, PLN bangkrut, Perusahaan Gas Negara bangkrut," kata Prabowo.

Prabowo menyindir Menteri BUMN Rini Soemarno. Prabowo lalu bicara penerbitan obligasi sejumlah bank.

"BRI menerbitkan bond, berarti nggak ada uang di bank itu. Kita kan mau pinjem uang ke bank, Bank BRI. Dulu namanya petani dan nelayan Indonesia berani. Dulu kita semua punya Tabanas ada di BRI. Sekarang BRI terbitkan obligasi, pinjem uang. Mandiri artikel Global Bond 250000000 Global Bond. Utang itu, tapi diam-diam. Kalau yang terhormat Ibu Rini ditanya, bagaimana BUMN dijual? Saya lupa. Padahal ada dokumen beliau yang tanda tangani. Padahal ada dokumen beliau menyetujui," sebut Prabowo.

Baca juga: Prabowo: Umat Islam Paling Rasakan Penghancuran Ekonomi RI

Eks Danjen Kopassus itu melanjutkan dengan berbicara tentang harga pangan. Prabowo menyindir pernyataan pejabat pemerintah soal beras.

"Kita harus bayar gaji, kita tidak bisa makan telur dan ayam. Kalau harga beras tinggi, rakyat disuruh diet dan puasa. Ada iktikad perbaikan, mau tidak mau kita untuk melakukan perbaikan, kita harus ubah melalui kekuasaan politik," ucap Prabowo.

Mengacu pada pernyataannya di atas, Prabowo ingin berusaha mengubah bangsa. Prabowo ingin, jika dirinya memimpin, aset-aset bangsa aman pada tempatnya.

"Karena itu, saya dengan jajaran saya Gerindra, kita terus berjuang untuk minta mandat dari rakyat untuk bisa mengembalikan kekayaan negara, mengembalikan aset-aset negara, dan menjaga kelangsungan hidup bangsa melalui pengamanan aset negara," ucap Prabowo.

Baca juga: Prabowo: Ilmu Islam Saya Kurang, tapi...

Prabowo juga berbicara tentang penguasaan kebun kelapa sawit. Menurutnya, lahan kebun sawit hanya dikuasai segelintir orang.

"Kekayaan kita tidak ada di Indonesia kurang dari 1 persen. Menurut saya, itu sudah zalim, tirani. Masak 1 persen menguasai semua termasuk baru keluar data bahwa hanya 29 keluarga menguasai kebun kelapa sawit seluas setengah Pulau Jawa. Setengah luas Pulau Jawa adalah 128 ribu kilometer kuadrat (kilometer persegi). Berarti setengahnya ini dikuasai 29 keluarga," pungkas Prabowo. (gbr/imk)
2.

Senin, 23 Juli 2018

ELEKTABILITAS JOKOWI TERUS MEROSOT

ELEKTABILITAS JOKOWI TERUS MEROSOT
DALAM FENOMENA DEKLARASI  " TAHUN 2019 GANTI PRESIDEN"

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(NSEAS: Network for South East Asian Studies)


Beragam lembaga survei menilai, elektabilitas Jokowi dimata publik dari waktu ke waktu menurun atau merosot bahkan terjun bebas.

Pd 2015,  elektabilitas Jokowi sekitar 54 %, setahun kemudian (2016) sekitar 50 %, kemudian terjun rata-rata sudah di bawah 40 % (2017). Bahkan, hasil survei Media Survei Nasional (Median) April 2017 menunjukkan,  elektabilitas Jokowi hanya 36,9 %; Oktober 2017 menurun 36,2 %;

Kini 2018 lebih merosot lagi. Hasil survei Lembaga Survei Orkestra  (April 2018) menunjukkan, elektabilitas Jokowi hanya 24,38 %. Dalam survei yang dirilis ‎Indonesia Network Election Survei (INES), Jokowi hanya mendapat suara 27,7 %.  Di lain pihak, LSI menemukan elektabilitas Jokowi lebih tinggi yakni  46,0 %. Namun, LSI mengakui, angka ini belum aman bagi Jokowi sang  Petahana (Incumbent) karena masih di bawah 50 %.

Sebagai pembanding, elektabilitas SBY sebagai Incumbent menjelang Pilpres 2009 lalu di atas 50 %. Angka elektabilitas 50 %  harus dicapai Jokowi utk bisa mempertahankan kekuasaan negara dan lanjut jadi Presiden lewat Pilpres 2019.

Survei Median 6-15 Juli 2018,  hasilnya,  elektabilitas  Jokowi merosot. Disebutkan,
elektabilitas Jokowi dari bulan Juni hingga Juli tak beranjak dari 36,2 %, bahkan cenderung turun ke angka 35,7 % di bulan Juli. Intinya, angka elektabilitas Jokowi sudah di bawah 40 %.

Juga ditemukan, mayoritas  rakyat Indonesia disurvei tidak mau Jokowi kembali menjabat sebagai Presiden di periode  2019-2024, yakni di atas 50 %. Hanya 44,10 % (di bawah 50 %) menginginkan Jokowi jadi Presiden RI  dua periode.

Keinginan publik untuk memiliki Presiden baru atau tidak lagi Jokowi makin meningkat sejak April hingga Juli 2018. Pada April lalu ada hasil survei, terdapat 46,4 % publik menginginkan Presiden baru dan 45,2 %  berharap Jokowi memimpin lagi.Kini  jumlah menginginkan Presiden baru membesar, dari 46,4 %, menjadi 47,1 %.

Survei LIPI juga menunjukkan elektabilitas Jokowi di bawah 50 persen lantaran persoalan ekonomi dan kesejahteraan yang cukup serius. LIPI membuat dua versi pertanyaan terkait preferensi capres kepada 2.100 responden. Ada versi pertanyaan terbuka, Jokowi dipilih oleh 45 persen responden,

Memang hasil survei Litbang Kompas, media pendukung Jokowi,  klaim, elektabilitas Jokowi justru menaik,
dari 42,5 % (April 2015) ke 55,9 % ( April 2018). Tetapi, berdasarkan kondisi obyektif sikap rakyat yang kian meningkat dan meluas oposisi terhadap Jokowi, kenaikan elektabilitas Jokowi ini menjadi tidak logis secara faktual, dan mengada-ada.

Selanjutnya, hasil survei  LSI Deny JA
 Pd Mei 2018 LSI ini klaim telah survei dgn hasil elektabilitas Jokowi  46 %. Lalu, Juli 2018 klaim  buat lagi survei: ekektabilitas Jokowi naik lagi menjadi 49,30 %. Kini 20 Agustus umumkan  naik lagi menjadi 52,2 %.  Sangat unik dan tak lazim krn kebanyakan lembaga survei klaim, selama 2018 elektabilitas Joko terus menurun hingga di bawah 40 %.

Dari sejumlah survei, hanya  2 lembaga ini  klaim, elektabilitas Jokowi meningkat dan di atas 45 % yakni LSI Denny  dan Litbang Kompas.  Hanya dua lembaga itu berani klaim, elektabilitas Jokowi meningkat.  Tiba2 kini  elektabilitas Jokowi sudah 52,2 % versi LSI. Artinya, ada kontribusi Ma'ruf Amin selaku Cawapres Jokowi sekitar 2 %. Padahal pengaruh Ma'ruf terhadap kenaikan  elektabilitas Jokowi sangat kecil, jika tak boleh dinilai tidak ada karena " jeruk makan jeruk" pilih Ma'ruf jadi Cawapres Jokowi.  Hasil polling sejumlah lembaga via medsos Jokowi-Ma'ruf segera setelah deklarasi membuktikan hal itu. Lalu, darimana datang angka 52,2 % itu? Sangat mungkin dari Penulis Hasil Survei LSI itu sendiri.

Menjelang Pilpres 2019 Incumbent Jokowi punya elektabilitas kurang dari 40 % atau rata2 berdasarkan survei berbeda  berada sekitar 35 %. Angka ini akan terus menurun seiring kelompok Parpol  oposisi mulai terprogram, intens dan meluas mempromosikan dan mengkampanyekan Pasangan Capres-Wacapres dukungan mereka, yakni Prabowo-Sandi. Namun, pengaruh kelompok Parpol oposisi akan terukur jika kondisi  elektabilitas Jokowi sekitar 35 % menurun menjadi di bawah 35 %, misalnya menjadi 30 %. Artinya pengaruh Parpol oposisi hanya sekitar 5 %. Jika, akhir 2019 misalnya elektabilitas Jokowi tetap sekitar 35 % atau menaik, maka kelompok Parpol oposisi tidak berpengaruh. Selama ini yg membuat merosotnya elektabilitas Jokowi adalah rakyat Indonesia, terutama Umat Islam politik dan kelas menengah perkotaan anti Komunisme dan negara Cina, bukan Parpol oposisi dan tokoh individual pesaing Jokowi pd Pilpres 2019.

Jokowi telah memilih  Ma'ruf Amin, Ketua Umum MUI, sbg Wacapres Pilpres 2019.
Pilihan Ma'ruf Amin ini takkan mempengaruhi signifikan kenaikan elektabilitas Jokowi ke depan di mata publik. Mengapa?
1. Ma'ruf tidak memiliki jaringan politik dan pekerja politik utk promosi dan kampanye.
2. Ma'ruf Amin bukan Aktor Politikus, terbiasa mempengaruhi masyarakat secara politik .
3. Ma'ruf Amin bukanlah Ulama panutan atau Patron, kecuali terbatas di kalangan NU khususnya sebagian di Pulau Jawa.
4. Ma'ruf bukan kader atau pemimpin Parpol pendukung sehingga takkan fungsional utk mempromosikan dan mengkampanyekan Pasangan Jokowi-Ma'ruf melalui mesin dan kelembagaan Parpol.

Usai pendaftaran Pasangan Capres-Wacapres ke KPU 10 Agustus 2018, bermunculan kegiatan  polling via Medsos tentang Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf. Antara lain: Indonesian Lawyers Club, Kumparan, Radio Elshinta, Fahira Idris, Polling Pilpres 2019-2024, Iwan Fals (www.tarbiyah.net).
Rata2 hasil polling menunjukkan, akan memilih Pasangan Prabowo-Sandi  78 %, Jokowi-Ma'ruf hanya 22 %. Sekalipun segmen responden ini kelompok sosial tertentu, tidak mewakili segmen pilih level Indonesia, sebagai deskripsi elektabilitas Jokowi justru menurun jauh dibandingkan sebelum pilihan Ma'ruf sebagai Cawapres Jokowi.

Ada beberapa faktor mempengaruhi merosotnya elektabilitas Jokowi. Antara lain: (1) Jokowi inkar janji kampanye Pilpres 2014; (2) Prilaku politik dan kebijakan Rezim Jokowi dimata rakyat merugikan; (3) Rezim Jokowi berkinerja buruk dan gagal  urus pemerintahan sehingga kian meluas persepsi negatif kelas menengah perkotaan ttg kepemimpinan Jokowi; (4) Kondisi sosial ekonomi rakyat menurun, termasuk meningkatnya terus harga kebutuhan pokok, menurunnya pendapatan keluarga dan daya beli rakyat; (5) Kriminalisasi ulama, ustad dan aktivis Islam sehingga terbentuk persepsi dan sikap negatif kelompok Islam Politik ttg Jokowi; dan terakhir (6) Fenomena deklarasi dan pernyataan "Tahun 2019 Ganti Presiden".

Elektabilisas Jokowi terus  merosot ini berada dalam   kondisi munculnya  fenomena deklarasi  dan pernyataan Tahun 2019 Ganti Presiden. Hal ini terutama sejak pekan awal April 2018. Tagar atau tagline sedang trending di jagad media sosial yakni "2019 Ganti Presiden" . Hal ini menjadi topik hangat bagi netizen dan masyarakat. Trending ini ternyata mewujud dlm bentuk aksi massal dan akbar dengan thema Deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden. Aksi #2019GantiPresiden ini sesungguhnya sangat efektif untuk menghimpun suara pemilih oposisi terhadap Rezim Jokowi.

Maknanya aksi2 ini berupaya membangun gerakan dan opini publik agar Jokowi tidak dipilih lagi via  Pilpres 2019 mendatang.  Bagi mereka paling penting, Jokowi tidak lanjut menjadi Presiden setelah Pilpres 2019. Aksi2 oposisional massal dan akbar ini telah mengambil tempat di Monas Jakarta, di daerah seperti kota Solo, Yogyakarta,  Medan, dll. Salah satu contoh aksi massal dan akbar adalah aksi di Medan Minggu 22 Juli 2019. Diperkirakan, hadir ratusan ribu orang Medan dan Sumut.

Di kota Batam, Minggu 29 Juli  acara deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden berlangsung. Dihadiri puluhan ribu rakyat kota Batam dan sekitarnya. Acara digelar di halaman Masjid Agung Batam, kawasan Batam Centre. Deklarasi tersebut disertai dengan acara tablig akbar.

Selanjutnya, aksi ini mengambil tempat di Kota Makasar. Pd Minggu 12 Agustus di halaman Monumen Mandala, Jl Jenderal Sudirman, Kecamatan Ujung Pandang, kota Makassar, Sulsel, dipadati ribuan peserta deklarasi #2019GantiPresiden.

Di Kota Bandung telah direncanakan  deklarasi #2019GantiPresiden akan berlangsung 18 Agustus 2018, di depan halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro.

Di kota Pekanbaru,Riau, 26 Agustus,  juga  digelar aksi Deklarasi 2019  Ganti Presiden. Deklarasi #2019GantiPresiden di depan Masjid Agung Annur Pekanbaru

Di Kota Surabaya, 26 Agustus, juga berlangsung Acara Deklaras  2019 Ganti Presiden di Monumen Tugu Pahlawan. Kalangan  peserta mengelilingi Monumen Tugu Pahlawan sembari meneriakkan yel yel #2019GantiPresiden.

Di Karawang,  Jawa Barat, akan dilaksanakan aksi deklarasi  #2019Ganti Presiden, di lapangan Karangpawitan pada 2 Sepember 2019.

Aksi-aksi deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden ini juga terjadi di luar negeri, mendunia.  Sebagai contoh, pada 22 Juli 2018 di Wiley Park Sydney, Australia.  Ini menunjukkan,  gerakan rakyat tidak terfokus di tanah air.

Belakangan sejak penghujung Agustus  ini Rezim Jokowi telah menggunakan kekuasaan  negara untuk membendung dan menggagalkan rencana aksi2 Deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden.

Di lain pihak, publikasi hasil survei Median (16 April 2018), menunjukkan 46,37 % responden menginginkan Pilpres 2019 jadi ajang mengganti Presiden. Namun, 45% menginginkan Jokowi kembali memimpin untuk periode kedua. Masih ada 8,41% "tidak menjawab".

Selanjutnya, hasil survei Lembaga Roda Tiga Konsultan menunjukkan (24 Mei 2018), pemilih  setuju gerakan #GantiPresiden2019 unggul tipis. Setuju ganti Presiden 38,3 %,  tidak setuju 36,8 %,  " tidak menjawab" 25 % ( 24 Mei 2018).

Aksi2 deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden ini tidak bisa disederhanakan karena pengaruh/faktor kelompok pendukung pesaing Jokowi, yakni Partai Gerinda dan Prabowo dlm Pilpres 2019.  Fenomena aksi ini bukan karena pengaruh kelompok Prabowo dlm pertarungan rebut kekuasaan negara dlm Pilpres 2019. Fenomena ini sebagai manifestasi fenomena "anti-incumbency", bermakna reaksi rakyat akibat prilaku, aksi dan kebijakan2 Rezim Jokowi (incumbent) selama ini merugikan kepentingan rakyat seperti:  menaikkan harga BBM dan  tarif listrik;  menangkapi para tokoh politik klas menengah perkotaan  atas tuduhan Makar; mengkriminalisasi para  pimpinan umat Islam, Ulama, Ustad dan Aktivis Islam; membubarkan tanpa keputusan pengadilan organisasi umat Islam klas menengah perkotaan, HTI; menyeret dan menghukum ke pengadilan para aktivis oposisi atas tuduhan melanggar UU ITE; membiarkan prilaku presekusi, satu bentuk pelanggaran HAM,  terhadap aktivis oposisional, bahkan Pendakwa Islam; dll.   Jadi, bukan karena dipengaruhi kelompok pesaing Jokowi dlm perebutan kekuasan negara (Presiden)  yakni kelompok pendukung Prabowo. Dlm referensi ilmu politik, Anti-incumbency: An anti-incumbent vote is one exercised against elected officials currently in power. It allows the voters to register their discontent with sitting government officials, particularly when protesting against certain actions taken by the government or the elected officials in question.

Ke depan fenomena anti-incumbency dan gelombang deklrasasi Tahun  2019 Ganti Presiden akan terus meningkat dan meluas. Aksi2 ini juga diperkuat tersebarnya lagu kritik inkar janji Jokowi dan Tahun 2019 Ganti Presiden di media sosial. Isi lagu dimaksud, mengkritik kondisi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.

Lagu tersebut muncul di media sosial Youtube dan disebar di grup-grup WhatsApp. Lagu tersebut disebut-sebut dinyanyikan oleh roker Sang Alang. Berikut lirik lagu bertema #2019GantiPresiden dimaksud:

Dulu kami hidup tak susah

Mencari kerja sangat mudah.

Tetapi kini, pengangguran.
Semakin banyak nggak karuan.

10 juta lapangan kerja

Tetapi bukan untuk kita.

Kerja, kerja, kerja, buruh aslinya kerja
Anak, anak, bangsa tetap nganggur aja


Di sana sini orang menjerit
harga-harga selangit hidupnya yang sulit.

Sembako naik, listrik naik.
Di malam buta bbm ikut naik


(buset)...

Pajak mencekik usaha sulit
Tapi korupsi subur pengusahanya makmur.

Rumah rakyat kau gusur, nasib rakyat yang kabur.
Awas awas kursimu nanti tergusur.

Beban hidup kami sudah nggak sanggup
Penggennya cepat-cepat tahun depan.


2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang cinta pada rakyatnya.

2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang tak pandai berbohong.

2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang cerdas gagah perkasa.

2019 ganti presiden
Bukan presiden yang suka memenjarakan ulama
Dan rakyatnya ye ye

Beban hidup kami udah nggak kuat
Maunya cepat-cepat tahun depan.


Kamis, 19 Juli 2018

KEBERHASILAN JOKOWI URUS PEMERINTAHAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP  (Ketua Tim Studi NSEAS)

Hasil studi evaluasi kritis kinerja Jokowi urus pemerintahan setelah 3 tahun, Tim Studi NSEAS mengakui ada keberhasilan dalam mencapai target atau kinerja baik.

Pertama-tama Tim Studi mengakui, ada klaim Pemerintah terutama Menteri Tenaga Kerja bahwa  penyerapan tenaga kerja setiap tahun melebihi 2 juta per tahun. Diperkirakan, sudah 10 juta terserap tenaga kerja.
Boleh dinilai, kinerja Jokowi baik dan berhasil capai target. Tetapi, Tim Studi  NSEAS  juga mengakui, penilaian pengamat dan pelaku ketenagakerjaan bahwa di era Jokowi jumlah penggangguran bertambah, dan Jokowi tidak memihak kepentingan kaum pekerja kasar Indonesia. Kebijakan TKA (Tenaga Kerja Asing) sungguh kebijakan untuk  kepentingan negara Cina.

Bidang tergolong Jokowi berhasil dan kinerja baik yakni kehutanan, terutama perhutanan sosial sebagai progam visi dan misi.

Kondisi kinerja Jokowi urus "kehutanan",  bagi pihak optimis, akan tercapai target hingga 2019 Bagi pihak optimis, terutama Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) berkilah, target hingga 2019
khususnya program "perhutanan sosial". Target capaian perbulan dipercepat dari 120 ribu  Ha selama ini per bulan menjadi 170 ribu Ha per bulan. Jika berhasil, maka target 4,3 juta Ha  2019 akan tercapai.  Kinerja Jokowi urus perhutanan sosial tergolong  bagus dan berhasil.

Selanjutnya, kondisi kinerja Jokowi urus "penanaman modal" tergolong baik dan berhasil mencapai bahkan melebihi  target.  BKPM mencatat realisasi penanaman modal  2017 Rp 692,8 triliun, sudah   target investasi  Rp 678,8 triliun. Telah terlampaui target. Namun,  kenaikan penanaman modal ini tidak dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, ada penilaian, tokoh kebijakan Jokowi ini bela kepentingan ekonomi  Cina.

Meskipun ada keberhasilan, tetapi jumlah kegagalan jauh lebih banyak. Keberhasilan itu hanya tiga dari 37 urusan pemerintahan.

Rabu, 18 Juli 2018

RUPIAH MELEMAH TERHADAP DOLLAR AS

https://www.konfrontasi.com/content/ekbis/faisal-basri-rupiah-ambruk-karena-pemerintah-melampaui-batas-kemampuan
Faisal Basri: Rupiah Ambruk Karena Pemerintah Melampaui Batas Kemampuan
Submitted by redaksi on Selasa, 17 Jul 2018 - 07:11

KONFRONTASI- Faisal Basri, ekonom senior memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah hingga akhir tahun. Selain faktor eksternal, ia menilai pelemahan rupiah juga didorong ambisi pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.

"Sumber utama rupiah rusak adalah pemerintah yang terlalu ambisius, yang melampaui dari kemampuannya sendiri," ujarnya di Kantor Pusat PT PLN (Persero), Selasa (10/7).

Disebut melampaui kemampuannya sendiri, ia melanjutkan karena pemerintah jor-joran membangun infrastruktur. Padahal, pembangunan proyek infrastruktur mendongkrak kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Ambil contoh, untuk proyek pembangunan jalur bawah tanah MRT, Indonesia masih harus mengimpor mesin bor dari Jepang.

"Bahkan, tenaga kerja yang menjalankannya (bor) masih harus diimpor. Kalau tidak salah dari Thailand," imbuh Faisal.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kondisi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan banyak dipengaruhi dari defisit neraca perdagangan.

Per Januari - Mei 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sebesar US$2,83 miliar. Sebagai pembanding, pada periode yang sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$5,89 miliar.

Namun, di saat bersamaan, permintaan global terhadap ekspor Indonesia juga tidak bisa diandalkan. Hal itu tak lepas dari isu perang dagang yang mengemuka antara AS - China sejak beberapa waktu lalu.

Perang dagang yang terjadi antara kedua negara, menurut Faisal, pada akhirnya akan membatasi pergerakan arus barang di dunia. Bahkan, bukan tidak mungkin China bisa mengalihkan ekspornya dari AS ke Indonesia ke depan.

Sementara, selama produk ekspor Indonesia masih didominasi oleh bahan mentah, ekspor Indonesia hanya akan berjalan di tempat.

Di sektor keuangan, Faisal mengingatkan proyek pembangunan infrastruktur pemerintah sebagian didanai dari aliran modal masuk asing (capital inflows), baik dalam bentuk investasi langsung maupun surat utang. Artinya, semakin agresif pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur, semakin besar dana yang dibutuhkan.

Di tengah ketidakpastian global, risiko investor asing mengalihkan investasinya dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ke negara maju akan semakin tinggi. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah membesar.

Guna menahan pelemahan rupiah, lanjut Faisal, Bank Indonesia (BI) mau tak mau harus mengikuti arus dengan meningkatkan suku bunga acuan.

"Rupiah itu akan cenderung melemah sampai akhir tahun. Pertanyaannya, melemah dalam waktu cepat atau lambat. Nah itu bergantung dari respons BI menaikkan suku bunga," imbuh dia.

Konsekuensinya, suku bunga kredit yang ditanggung masyarakat bakal meningkat karena biaya dana semakin mahal.

"Kalau ingin rupiah stabil, sementara rezim devisa bebas, maka satu-satunya cara adalah dengan menaikkan suku bunga acuan," terangnya.

Selain itu, opsi lain yang bisa diambil adalah pemerintah bisa mulai mengerem pembangunan infrastruktur. Selain bisa menghemat belanja negara, langkah ini juga dapat memperbaiki neraca perdagangan.

Sebagai informasi, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah siang ini tercatat Rp14.326 per dolar AS atau terdepresiasi dari r awal tahun, Rp13.542 per dolar AS.

WAWANCARA
Kwik Kian Gie: Untuk Membangun Ekonomi Yang Kuat Kita Membutuhkan Presiden Yang Kuat
WAWANCARA  RABU, 18 JULI 2018 , 09:58:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA


Kwik Kian Gie/Net



RMOL. Banyak kalangan memprediksi kondisi perekonomian na­sional beberapa bulan ke depan hingga Pilpres 2019 nanti bakal makin suram. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan terus mengalami pelema­han. Terlebih lagi ke depan anca­man perang dagang antara AS-China semakin nyata. Indonesia yang kini boleh dibilang menjadi mitra strategis China, berpotensi bakal kebagian dampak negatif. Lalu sebenarnya apa penyebab utama makin melorotnya nilai tukar rupiah? Apakah Indonesia akan terdampak oleh perang da­gang tersebut? Berikut penilaian pakar ekonomi, Kwik Kian Gie kepada Rakyat Merdeka:
BERITA TERKAIT
Novel Baswedan: Masih Ada Orang Yang Membuntuti Sampai Sekarang, Saya Tidak Takut
Arief Budiman: Saya Tegaskan, Setelah Pukul 00.00 WIB Tidak Ada Lagi Tambahan Caleg, Yang Ada Perbaikan Berkas
Aswanto: KPK Kita Undang Masuk, Kita Ingin Terhindar Dari Kasus Yang Menimpa Mantan Ketua MK

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga kini masih melemah. Menurut Anda apa penyebabnya?
Pertama, sejak negara ini berdiri, sebetulnya sudah men­galami hal ini. Kalau kita ingat pemotongan uang separuh dan sebagainya. Tetapi ambil saja pada tahun 1970, 1 dolar AS itu hanya Rp 622. Nah itu terus terjadi pelemahan hingga saat ini mencapai Rp 14 ribuan. Jadi, tidak perlu heran, sebab bangsa kita ini tidak mampu mencipta­kan ekspor yang melebihi impor. Selama ini impornya selalu lebih besar sehingga permintaan dolar jauh lebih besar. Nah kalau per­mintaan meningkat sudah pasti harga dolarnya juga meningkat dan berarti nilai tukar rupiah menurun.

Dan untuk sekarang ini diper­parah dengan utang luar negeri dalam bentuk valuta asing, baik oleh pemerintah maupun swasta. Selama mereka berutang, mere­ka harus selalu membayar bunga atau cicilan pokok kalau sudah jatuh tempo, sehingga permint­aan atas dolar terus jauh lebih besar dari penawarannya.

Indonesia dari tahun 1970 depresiasianya sudah mencapai 3.700 persen, Singapura men­galami apresiasi (penguatan), dahulu di tahun 1970 juga, Singapura 1 dolar AS sama den­gan 3 dolar Singapura, nah untuk saat ini 1 dolar AS sama dengan 1 dolar Singapura, berarti terjadi penguatan. Sekarang di jangka yang sangat pendek, saat Pak Jokowi menjabat sebagai presi­den, dolar AS masih sekitar Rp 9000-an, namun baru sekitar tiga tahun memimpin dolar AS sudah mencapai Rp 13.000-an

Apakah ada kebijakan pe­merintah yang salah sehingga rupiah terus melemah?
Iya, ada kesalahan yang lebih besar lagi. Kesalahan itu ada­lah sangat bebasnya impor. Pemerintah sangat tidak mem­perhatikan apa saja yang dibu­tuhkan oleh rakyat. Saya ambil contoh impor yang paling utama, yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah sekarang, namun sejak dulu.

Sumber daya yang ada di dalam perut bumi kita ini kan sangat kaya mineral, sangat ma­hal, luar biasa mahalnya. Namun itu semua tidak dikelola sendiri, tetapi diserahkan kepada asing. Indonesia memang mendapat­kan pajak, tetapi itu angkanya sangat kecil sekali. Seandainya itu semua dikuasia oleh BUMN, maka perolehan dolarnya sangat luar biasa.

Apa lagi?
Kedua, kemampuan industri. Kita masih ingat ketika zaman Pak Harto. Barang-barang mo­bil, televisi tidak boleh diimpor dalam bentuk selesai, tetapi harus diimpor terurai total, jadi dalam bentuk onderdil semua. Artinya apa, memang lebih mahal. Artinya agen tunggal di Indonesia itu ditata untuk merakit di sini, ditata untuk mendirikan pabrik-pabrik di sini. Jika sudah bisa merakit, tentu bisa juga membuat. Cuma caranya membuat barang-barang yang akan dirakit itu sudah ada programnya. Jadi setelah barang impor itu terurai, beliau menentukan, setelah tiga ta­hun berjalan, misalnya velgnya harus mampu bikin sendiri dan tidak perlu impor lagi. Dengan demikian, kemampuan industri kita naik.

Namun berbeda dengan seka­rang, pabrik-pabrik yang sudah membuat barang seperti itu, dihantam dengan mobil impor yang sudah jadi sem