Senin, 28 Mei 2018

KINERJA JOKOWI URUS MONETER



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Tim Studi NSEAS)


Di samping urusan keuangan negara, Presiden Jokowi juga harus menyelenggarakan urusan moneter. Secara kelembagaan, urusan moneter ini juga diurus Kementerian Keuangan dipimpin Menteri sebagai pembantu Presiden. Apakah kondisi kinerja Jokowi baik  atau buruk urus moneter?

Satu sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni janji2 lisan kampanye Pilpres 2014 Jokowi. Beberapa janji lisan dimaksud yakni:

1.Pertumbuhan ekonomi 8 %.
Realitas obyektif menunjukan, pertumbuhan ekonomi  jauh dari 8 %.Laporan Kinerja Kemenkeu 2015 mencatat, pertumbuhan ekonomi diperkirakan  + 4,7 %. Kemudian, menurut  kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, 2016  hanya 5,3% dan 2017 bahkan menurun menjadi 5,1 %. Presiden Jokowi tidak konsekuen dgn janji kampanye, dan tidak mampu mencapai 8 %.  Kinerja buruk.

2.Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%.
Selama 3 tahun Rejim Jokowi, tidak pernah janji ini direalisasi. Karena memang tak pernah pertumbuhan ekonomi mencapai 7 %. Janji lisan ini  mungkin bermanfaat hanya utk pengaruhi calon pemilih kelompok pra sejahtera/miskin agar beri suara kepada Pasangan Jokowi-JK.

3.Meningkatkan anggaran KPK 10 kali lipat. Janji ini sungguh tidak dilaksanakan konsekuen. Selama 3 tahun Jokowi sbg Presiden, tidak pernah anggaran KPK menaik 10 kali lipat. Kondisi anggaran KPK 2013 era SBY, Rp.662,4 miliar. Jika angka ini digunakan sebagai pembanding, maka era Jokowi anggaran KPK menjadi Rp. 6,6 triliun. Faktanya?Pd 2015, KPK mendapat anggaran Rp 898,91 miliar. Pd  2016  hanya Rp.991,8 miliar;  2017 malah merosot Rp. 250 miliar, menjadi hanya   Rp.734,2 miliar. Tidak ada hubungannya dgn janji. Jokowi ingkar janji kampanye. Kinerja buruk.

4. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan. Juga selama 3 tahun Jokowi sbg Presiden, tidak pernah kenaikan anggaran pertahanan 3 kali lipat.
Kenaikan anggaran 3 kali lipat   pertahanan sesungguhnya bertentangan dgn realitas obyektif. Tidak usah kan kenaikan 3 kali lipat, untuk mencapai target 1,5  %  dari PDB, Jokowi  juga tak mampu alias gagal. Pd 2015 APBN pertahanan, RAPBN Rp. 94,9 triliun; APBN Rp. 96,8 triliun; RAPBN-P Rp. 97,4 triliun; dan,  APBN-P Rp. 102,3 triliun. Sesuai janji seharusnya anggaran  pertahanan 2015  menjadi Rp.250 triliun. Pd  APBN 2016,  fungsi pertahanan RAPBN Rp.95,8 triliun; APBN Rp. 99,6 triliun: RAPBN-P  n/a; APBN-P n/a. Tak beda dgn kondisi 2015. Pd 2017, kondisi anggaran pertahanan juga tak berbeda secara berarti. Maka, Jokowi ingkar janji.

Janji2 tertulis di atas Jokowi tidak melaksanakan konsekuen. Dapat disimpulkan, atas standar kriteria janji2 lisan kampanye Pilpres 2014, kondisi kinerja Jokowi tergolong buruk.

Sumber berikutnya adalah janji2 tertulis kampanye  Jokowi tertuang di dlm NAWA CITA. Antara lain:

1. Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran.
2. Peningkatan realisasi penggunaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
3.Pemberian intensif bagi lembaga dan daerah  memiliki penyerapan anggaran tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocoran rendah.
4. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terkait penyerapan tenaga kerja.

Target capaian di atas dapat dinilai apakah berhasil atau gagal tercapai, sangat penting publikasi  data, fakta dan angka terkait dari Pemerintah.

Selanjutnya sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni RPJMN 2015-2019. Yakni:

1. Tercapainya inflasi setara negara kawasan atau mitra dagang dgn 3,0-5,0 % pertahun. Kondisi 2014 era SBY inflasi mencapai 8,4 %. Target era Jokowi yakni 2015 turun menjadi 5 %; 2016 turun lagi 4,0%; 2017 tetap 4 0 %; 2018 turun 3,5 %; dan, 2019 tetap 3,5 %.
Kenyataanya, BPS mencatat, inflasi 2015 mencapai 3,35 %. Angka ini lebih rendah ketimbang target dan berhasil. Di lain pihak, kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, angka inflasi 2016 tidak sesuai target 4,7 %; 2017 sesuai target 4 %. Kinerja buruk, gagal mencapai target 2016 dan 2017.

2. Tercapainya nilai tukar (Rp./USD) dengan kondisi 2014 era SBY Rp.11,900 ribu, kemudian era Jokowi target 2015 Rp. 12,200 ribu; 2016 Rp. 12,150 ribu; 2017 Rp. 12,100 ribu; 2018 Rp. 12,050 ribu; dan, 2019 Rp. 12 ribu.

Sepanjang Jokowi menjabat Presiden, nilai tukar rupiah lebih tinggi ketimbang kondisi 2014 era SBY. Kenaikan itu melewati target setiap tahun. Bahkan, pd Mei 2018 Rp 14.100. Artinya, angka ini melebihi target capaian dlm RPJMN Rp. 12,050 ribu  dan juga target  pemerintah dalam  APBN 2018  Rp 13.400 per dolar AS. Bagaimana ke depan? Menko Perekonomian Darmin Nasution memprediksi rupiah tak akan kembali ke Rp13.500/USD. Maknanya, Jokowi akan gagal meraih target capaian. Kinerja buruk.

3. Revisi UU terkait pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah satu RUU masuk Prolegnas prioritas 2015 adalah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Revisi UU BI ini  merupakan usul inisiatif dari Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan selaku wakil pemerintah.

Dari standar kriteria bersumber RPJMN, kondisi kinerja Jokowi urus moneter tergolong buruk. Jokowi gagal mencapai 2 dari 3 target.

Renstra Kemenkeu 2015-2019 juga bisa dijadikan sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter. Menurut Renstra ini, salah satu a kebijakan strategis, yakni  peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah dgn  kondisi  ingin dicapai:

1. Perencanaan dan pelaksanaan anggaran  berkualitas.
2. Hubungan Pusat dan Daerah  adil dan transparan.

Strategi  perencanaan anggaran berkualitas, yakni:

a. Pengurangan pendanaan bagi kegiatan konsumtif dlm alokasi anggaran Kementerian/Lembaga.
b. Pencanangan program penghematan dgn pengurangan frekuensi perjalanan dinas, rapat di luar kantor, perbatasank pembelian kendaraan dan pembangunan gedung baru, pengurangan aktivitas seremonial, dan pengutamaan konsumsi atau penggunaan produk dlm negeri (quick wins).
c. Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi rasional penganggarannya dan tepat sasaran.
d. Pemantapan penerapan Penganggaran  Berbasis  Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) utk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal.
e. Penataan remunerasi Aparatur Negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
f. Memprioritaskan alokasi belanja bersifat mandatory spending sprt anggaran pendidikan, penyediaan dana desa dsb.
g. Memprioritaskan alokasi belanja utk mendanai issue strategis seperti pembangunan infrastruktur, alutsista TNI, ketahanan pangan dan enerji.
h. Peningkatan sinergi dan kapasitas stakeholders penganggaran.

Kita memerlukan publikasi Pemerintah ttg data, fakta dan angka realisasi target kecapaian rencana bersumber Renstra Kemenkeu ini.

Bahkan, Jokowi sendiri  melakukan kritik terkait penggunaan anggaran dan prilaku aparatur pemerintahan :

1. Banyak ukuran kinerja penggunaan anggaran negara, terutama APBD dan APBN   tidak jelas. Saat ini banyak terjadi inefisiensi. Hasil akan dicapai pun dinilai tidak memiliki kejelasan. Banyak kegiatan tidak berorientasi pada hasil. Program dijalankan pun juga banyak tidak berkaitan dgn pembangunan.  Akibatnya, laporan dihasilkan tidak maksimal sesuai kenyataan di lapangan.
2. 60-70 % birokrasi setiap hari  hanya urus SPJ. Untuk itu, Jokowi meminta supaya menjadi pemikiran bersama, jangan sampai pemerintah terjebak pd rutinitas dianggap benar. Orientasi pemerintah harus orientasi hasil. Jangan sampai kehilangan enerji, semyanyabmengarah kepada SPJ.

Tetapi, Jokowi sendiri menerbitkan kebijakan kontroversial dan mendapatkan kritis publik. Hal itu terkait penggunaan anggaran akhir2 ini. Sebagaimana dibeberkan RMOL, 27 Mei 2018,  penilaian kritis ttg  penggunaan anggaran utk pencitraan Jokowi dari Dadang Nurjanah,
Center for Budget Analysis (CBA). APBN digunakan untuk meningkatkan citra Jokowi dan menguras keuangan negara. Buktinya? Bagi Jajang,  pd 2017 dan 2018 Jokowi menjalankan program mirip Bantuan Langsung Tunai (BLT) di era SBY, yakni bagi-bagi sembako yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 21,2 miliar. Padahal Jikowi  dulu mengkritik kebijakan SBY ini.
Kedua,  menjelang Hari Raya Idul Fitri 2018 ini.  Jokowi menerbitkan PP No. 20/2018, 23 Mei 2018,  tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dalam Tahun Anggaran 2018 Kepada Pimpinan dan Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil pada Lembaga Non Struktural. Anggaran  digelontorkan   Rp 35,7 triliun naik 68,9 % dibandingkan THR sebelumnya.  THR ini,  porsinya hanya dinikmati pimpinan. Misalnya,  pimpinan lembaga Pemda.

Di atas telah disajikan realisasi target sumber Janji lisan, RPJMN, kondisi kinerja Jokowi urus moneter, kritik Jokowi dan  penggunaan anggaran utk pencitraan Jokowi. Hal ini membuktikan kondisi kinerja Jokowi tergolong buruk. Jokowi gagal meraih target capaian.




SUMBER DATA BARU:

1. 04 Jun 2018 19:06 WIB
Ramalan BI soal Ekonomi RI dan Nilai Tukar di 2018

Fadhly Fauzi Rachman, Hendra Kusuma - detikFinance

Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksi ekonomi nasional sepanjang 2018 akan tumbuh di kisaran 5,1-5,5%. Angka tersebut masih hampir sama dengan yang ditarget pemerintah yakni 5,4%.

"Pertumbuhan ekonomi kita lihat, Bank Indonesia perkirakan 5,1-55% 2018, sumbernya di samping konsumsi, ada juga dari perbaikan ekspor, investasi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Selain itu, Bank Indonesia juga memproyeksikan tingkat inflasi berada di level 3,6% di 2016. Sedangkan nilai tukar rupiah rata-rata Rp 13.800-Rp 14.100 per US$ di sepanjang 2018.

"Tekanan nilai tukar pernah Rp 14.300 seminggu terakhir sejak 24 Mei, sekarang Rp 13.780 dan cukup stabil sejak minggu lalu," jelas dia.

Baca juga: Gubernur BI Beberkan 3 Perubahan Dunia yang Pengaruhi RI


Untuk merealisasikan hal tersebut, Perry mengungkapkan ada 3 hal yang dilakukan. Pertama, memastikan ekonomi nasional dalam kondisi baik. Kedua, menjaga stabilitas dengan mengambil keputusan. Ketiga, menjalin komunikasi terus menerus terhadap pelaku ekonomi.

"Itulah kami sepakat untuk pemerintah perkuat koordinasi, memperkuat stabilitas, dalam konteks nilai tukar, inflasi rendah," jelas dia.

Sedangkan untuk 2019, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di level 5,2-5,6p, inflasi 3,5% plus minus 1%, nilai tukar rupiah Rp 13.800-Rp 14.100 per US$.

"Untuk 2019. Sejumlah potensi mendorong pertumbuhan dari sisi global itu yang cukup baik, harga komoditas yang tinggi membuat kinerja ekspor kita baik, stimulus fiskal juga mendorong pertumbuhan dan juga membaiknya investasi swasta, menggerakan permintaan domestik," tutup dia.

Baca juga: Bos BI Sebut Gejolak Dolar AS Tak Banyak Pengaruhi Inflasi Mei

Rapat Dilanjutkan Besok

Rapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Komisi XI DPR berjalan hingga memasuki waktu berbuka puasa. Rapat yang membahas RAPBN 2019 ini pun belum menghasilkan keputusan.

Sejumlah anggota Komisi XI memberikan berbagai pernyataan dalam rapat yang juga dihadiri oleh Menteri PPN Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta Kepala BPS Kecuk Suharyanto.

Johnny G Plate anggota dari fraksi Nasdem menilai rancangan APBN 2019 dari pemerintah cukup ambisius. Mengingat adanya sejumlah tantangan yang bakal dihadapi, mulai dari proteksionisme di AS, situasi geopolitik luar negeri dan lainnya.

"Kami memperhatikan semenjak kebijakan fiskal, kami sudah menyampaikan asumsi makro ini luar biasa optimistiknya. Tapi tantangan yang luar biasa juga," kata Johnny.

Sementara itu, Mukhamad Misbakhun dari Fraksi Golkar mempertanyakan perihal alokasi subsidi dalam kerangka ekonomi makro 2019 dari pemerintah. Dia bilang, pemerintah harus memberi kepastian subsidi kepada masyarakat.

"Subsidi ini akan kita relaksasi? atau dikurangi atau apa? itu lah signal yang harus diberikan kepada publik," katanya.

Sedangkan Elviana dari fraksi PPP mempertanyakan asumsi makro pemerintah yang selalu tak sesuai dengan target.

"Kenapa asumsi yang disusun tim ekonomi komisi XI ini selalu meleset ya? tidak pernah tercapai, kenapa ya? Apakah tidak meninjau langsung kelapangan? di tahun terakhir Jokowi ini asumsi ini tidak meleset lagi," katanya.

Namun Achmad Hafisz Tohir selaku pimpinan rapat kemudian memutuskan untuk menskors rapat sebelum pemerintah memberi jawaban. Rapat diskors hingga Selasa (5/6/2018) besok.

"Karena waktu yang tidak mencukupi, maka kita putuskan untuk menskors rapat hingga besok pukul 10.00WIB, dengan agenda pemerintah untuk memberikan jawaban," kaya Hafisz

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda