Minggu, 25 November 2018

KPK HARUS SEGERA MENETAPKAN TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI DALAM KASUS MEIKARTA





Dua issu aktual setelah OTT KPK terkait penyuapan  dalam pengurusan perizinan Proyek Pembangunan Kota Meikarta. Pertama, issu publik terkait penyegelan atau penghentian kegiatan konstruksi Proyek, termasuk pemasaran. Kedua, kasus penyuapan ini menjadikan dasar bagi  KPK untuk memutuskan bahwa  telah terjadi kejahatan korporasi sehingga pertanggungjawaban bukan semata individual tetapi korporasi (kejahatan korporasi).

Dalam pemberitaan di medsos dan  media massa, KPK lagi fokus utk kumpulan barang bukti hukum bahwa  uang yang diberikan untuk  menyuap para Pejabat Kabupaten Bekasi terkena OTT KPK, adalah dari korporasi. Sebagaimana penjelasan Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief,  bahwa tak menutup kemungkinan kasus suap Meikarta ini bakal menjerat perusahaan yang terlibat. Tak terkecuali Lippo Group dan PT. Mahkota Sentosa Utama. Apalagi jika memang kedua perusahaan tersebut terlibat dugaan suap perizinan proyek.

Advocat Senior, Elvan Gomes, SH, menggarisbawahi pendapat Wakil Ketua KPK ini. Menurut Elvan Gomes, pernyataan dan sikap Wakil Ketua KPK  tersebut harus didukung oleh lapisan masyarakat.  Termasuk saya sebagai Advokat, harus mendukung sikap dan tindakan Laode tersebut.

Namun, bagi Elvan, penyilikan kasus ini tidak hanya mengacu kepada aliran dana penyuapan. Tetapi melihatnya harus lebih komplek lagi sebagai perbuatan dugaan permufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan secara sistemik dan masif.

Hal ini terlihat :
1. Dari mulai polemik pembebasan lahan.
2. Pelanggaran tata ruang.
3. Pelanggaran perizinan
4. Pembobolan bank
5. Pembobolan dana masyarakat.
6. Kejahatan di bursa efek
7. Kejahatan ekonomi.

"Dan ini terlihat dalam rangkaian peristiwa hukum  bahwa korporasi PT Mahkota Sentosa Utama, merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dengan kepemilikan 100%. Sementara LPCK merupakan anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)."

Bagi Elvan, Lippo Group telah melakukan pemasaran besar-besaran padahal izin yang dimiliki belum lengkap. Izin tersebut adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Sejauh ini Meikarta baru mengantongi izin lokasi dan IPPT (Izin Peruntukan Penggunaan Tanah). Itu pun hanya seluas 84,6 hektar. Sembari nengutip pendapat Wagub Jabar, Deddy Mizwar,
karena Bupati yang memohon, tetapi luasnya hanya 84,6 hektare, bukan 500 Ha.
"Dan proyek ini telah dinikmati oleh group Lippo dimana laporan keuangannya 39 Juni 2018 melaporkan kenaikan laba bersih 135 persen, sekitar 1, 1 triliun. Itu juga termasuk kontribusi dari pendapatan PT. Mahkota Sentosa Utama, yang mana proyek tersebut  dilakukan secara melawan hukum dilakukan oleh korporasi yang merugikan masyarakat dan dunia perbankan", ungkap Elvan.

Oleh karena itu, lanjut Senior Advokat ini,   pihak KPK cukup melihat dari audit laporan keuangan yang diumumkan 30 Juni tersebut.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda