Rabu, 19 Desember 2018

EMPAT TAHUN JOKOWI JADI PRESIDEN RI: KEGAGALAN DI BIDANG PERTAHANAN


OLEH
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

(Ketua Tim Studi NSEAS)


PENGANTAR :

Salah satu bidang  urusan pemerintahan Indonesia harus dikerjakan Presiden Jokowi adalah pertahanan. Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji di bidang pertahanan, akan menambah prajurit TNI dan anggaran lebih besar.Bahkan Jokowi berjanji, akan meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan (http://nasional.kompas.com/red/2014...dan.Pertahanan). Tetapi, menurut Jokowi,   hal ini bisa dicapai jika pertumbuhan ekonomi di atas 7 %  terlebih dahulu.

Di dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan,  komitmen pemerintahan Jokowi, postur pertahanan diarahkan menuju kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Timur. Pemerintahan Jokowi berkomitmen meningkatkan 1,5 %  dari PDB dalam kurun waktu lima tahun.

Angka 1,5 %  ini untuk menunjukkan adanya
 peningkatan dibandingkan era Presiden SBY. Selama metode RPJMN I dan II anggaran pertahanan Indonesia masih berkisar 0,8-0,9 % dari PDB nasional.

Sebagai contoh,  pada 2010 hanya 0,81 %  dari PDB (Rp.6.446,85 triliun, anggaran pertahanan Rp. 52,35 triliun); 2011 lebih rendah 0,78 % (PDB Rp. 7.419,19 triliun, anggaran pertahanan Rp. 57,19 triliun); 2012 menaik 0,90 %  (PDB Rp.8.229,44 triliun, anggaran pertahanan Rp. 74,11 triliun);  2013 menaik 9,94 %  (PDB Rp.9.083,97  triliun, anggaran pertahanan Rp. 84,94 triliun);  2014 menurun 0,81 % (Rp.9.538,20 triliun, anggaran pertahanan Rp. 86,38 triliun). Tidak ada anggaran pertahanan mencapai 1,5 % dari PDB.

Kini Jokowi sudah empat  tahun menjadi Presiden RI. Apakah janji kampanye dan target diharapkan tercapai  sesuai RPJMN 2015-2019 telah berhasil? Ternyata tidak!

Setelah empat  tahun Jokowi menjadi Presiden, ternyata janji kampanye tentang 3 kali lipat kenaikan anggaran   pertahanan sesungguhnya bertentangan dgn realitas obyektif. Tidak usah kan kenaikan 3 kali lipat, untuk mencapai target 1,5  %  dari PDB, Jokowi  juga tak mampu alias gagal.

Mengacu APBN 2015, fungsi pertahanan RAPBN Rp. 94,9 triliun; APBN Rp. 96,8 triliun; RAPBN-P Rp. 97,4 triliun; dan,  APBN-P Rp. 102,3 triliun.

Jika anggaran pertahanan 2015 sesuai janji dan target 1,5 % dari PDB, maka anggaran pertahanan 2015  menjadi Rp.250 triliun.

Karena itu, tidaklah keliru jika kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan tahun 2015  dinilai  buruk dan gagal.

Selanjutnya, mengacu APBN 2016,  fungsi pertahanan RAPBN Rp.95,8 triliun; APBN Rp. 99,6 triliun: RAPBN-P  n/a; APBN-P n/a.

Sebagaimana kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan 2015, pada 2016 tidak ada perbedaan berarti. Kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan juga  buruk, dan gagal menenuhi janji kampanye dan target diharapkan tercapai  sesuai RPJMN 2015-2019.

Bagaimana kondisi kinerja tahun  2017 ? Juga buruk dan gagal. Dalam RAPBN 2017 ditetapkan anggaran pertahanan Rp.108 triliun. Menurut fungsinya, anggaran pertahanan ini terbesar dibandingkan lainnya meski dibandingkan APBN-P 2016 sebenarnya mengalami penurunan sekitar 0,7 persen.

Bagaimana perkiraan kondisi  tahun 2018? Anggaran pertahanan tahun 2018 menjadi perhatian serius bagi Menkeu Sri Mulyani. Ia  berjanji, akan menaikkan anggaran pertahanan 2018 sebesar 100 persen (sekitar Rp.216 triliun dari sebelumnya Rp.108 triliun). Tetapi, syaratnya, TNI juga harus membantu pencapaian target penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty).

Menkeu ini hanya beri  janji dan iming2 kepada TNI. Faktanya, di dalam RAPBN 2018 anggaran pertahanan diajukan hanya Rp. 105,7 triliun turun dari APBN-P 2017 Rp.114,8 triliun. Janji Menkeu tidak terbukti.

Pada Agustus 2017, anggaran pertahanan dlm RAPBN 2018 mencapai Rp. 105,7 triliun. Angka ini sebenarnya lebih rendah dari proyeksi anggaran pertahanan 2017 sebesar Rp. 108 triliun.

Pada Oktober 2017, Menku Sri Mulyani kembali berjanji dan  mengklaim, Pemerintah RI  menambah anggaran pertahanan Rp. 25,5 triliun dalam postur sementara APBN 2018. Penambahan ini, ujar Menkeu, di antaranya untuk mendukung keamanan jelang Pilpres 2019.
Dalam APBN 2018, Kementerian Pertahanan jmemiliki  pagu anggaran terbesar, yakni sebesar Rp107,7 triliun meningkat dari R-APBN sebesar Rp 105,7 triliun. Sementara untuk pagu anggaran Polri sebesar Rp 95,0 triliun, meningkat dari R-APBN sebesar Rp 77,75 triliun. BIN sebesar Rp 5,6 triliun.

Menurut Luhut B. Panjaitan, anggaran pertahanan, saat ini sebesar 0,8 persen, hingga 2019 Luhut berencana akan menaikkannya hingga mencapai di atas satu persen. Ini hanya rencana, no implementasi.

Luhut juga membandingkan anggaran pertahanan Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia masih tertinggal dari negara-negara di ASEAN.
"Kalau dengan Amerika jelas sudah terlalu jauh. Dengan Singapura  seluas Jakarta hampir 10 miliar dollar AS, Indonesia hanya 8 miliar dollar AS," ucap Luhut.

Keamanan Selat Malaka bisa jadi indikator kegagalan Jokowi urus pertahanan. Masih berlaku citra (prestise) negatif dunia internasional  pada Indonesia terkait perairan Selat Malaka pada wilayah Indonesia yang mendapatkan status sebagai perairan paling berbahaya setelah Somalia di Benua Afrika. Selat Malaka terletak di antara celah sempit antara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Jalur laut ini termasuk jalur laut berbahaya di dunia. Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas perdagangan dan transportasi internasional tersibuk di dunia melayani lebih sepertiga perdagangan global. Selama ini dimata dunia, jalur laut wilayah Selat Malaka ini rawan, terjadi pencurian, pembajakan (privacy), perampokan bersenjata (armed robbery), penyeludupan senjata, dan terorisme laut. Hingga kini Indonesia belum mampu memjamin terciptanya keamanan di wilayah tsb.

Di lain pihak, bagaimana kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan dengan parameter perumahan prajurit? Juga masih tak mampu dan  gagal.  Pada 2017 diperkirakan rumah prajurit masih kurang sekitar 260 ribu unit. Memang pembangunan perumahan prajurit terus berlangsung dari tahun 2015, 2016,  2017 dan 2018 ini. Tetapi, pembangunan sangat terbatas, belum mampu mengatasi kekurangan perumahan prajurit.

Senin, 17 Desember 2018

EMPAT TAHUN JOKOWI JADI PRESIDEN: KEGAGALAN DI BIDANG SOSIAL



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)

PENGANTAR:
Presiden Jokowi harus menyelenggarakan urusan pemerintahan nasional. Salah satu urusan pemerintahan dimaksud adalah bidang sosial. Presiden dibantu seorang Menteri yg memimpin Kementerian Sosial. Pada level Kementerian Sosial, bidang sosial ini mencakup:
1. Rehabilitasi sosial
2. jaminan sosial
3. Pemberdayaan sosial
4. Perlindungan sosial
5. Penanganan fakir miskin.

KEGAGALAN:
Pertanyaan pokok: apa setelah  empat tahun Jokowi  jadi Presiden RI,  berhasil atau gagal di bidang sosial? Ternyata Jokowi masih mengalami kegagalan.  Jokowi berjanji akan meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp.1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Ternyata gagal. Mau  menyelesaikan masalah korban lumpur Lapindo. Ternyata gagal.
Mau mengurangi kesenjangan sosial, diukur dengan “gini ratio” 0,30. Angka ini ternyata dirubah ke dalam RPJMN 2015-2019 menjadi 0,36.Juga ketimpangan sosial tidak ada perubahan berarti. Kinerja Jokowi buruk dan gagal mencapai target gini rasio dijanjikan 0,30 saat kampanye Pilpres 2014 dan 0,36 di dlm RPJMN 2015-2019. Setelah hampir 4 tahun berkuasa, Jokowi hanya mampu menciptakan gini rasio masih jauh dari target, sekitar 0,40 rata2.Versi BPS, September 2017, Gini Ratio sebesar 0,391. Ternyata gagal. Mau Alokasi Rp 1,4 miliar untuk setiap desa. Ternyata gagal.

Sebagaimana janji2 lisan Jokowi di bidang2 pemerintahan lain, pd bidang sosial ini juga Jokowi tidak merealisasikan atau memenuhi janji2 tsb alias ingkar janji. Utk standar kriteria janji2 lisan Kampanye Pilpres 2014 ini, kondisi kinerja Jokowi sangat buruk.

MASALAH SOSIAL ERA JOKOWI:
Di publik ada sejumlah penilaian masalah sosial era Jokowi, ngak nampu  terpecahkan, bahkan Jokowi ikut menciptakan kondisi dimaksud. 

Beberapa diantaranya:
1. Sebuah survei opini publik menemukan (Nopember 2017) lima masalah sosial era Jokowi kini. Yakni (a)  harga bahan pokok tinggi, (b).Jumlah pengangguran tinggi, (c).  kemiskinan tinggi, d.  Biaya pendidikan dasar tinggi,  f.  Biaya berobat/kesehatan tinggi. Bagi publik, 5 hal ini masih menjadi masalah. Rezim Jokowi dinilai belum mampu mengatasinya.
2. jpnn.com, Bogor, 9 September 2017, membeberkan, Mantan Presiden RI SBY mengungkap lima masalah serius di era pemerintahan Jokowi-JK dirasakan rakyat.
Tiga masalah diantaranya:
a. Sebagian rakyat masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal orang menganggur pasti tidak punya penghasilan dan akhir hidupnya susah.
b.Sebagian rakyat tidak cukup memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Meskipun harga barang dan jasa tidak terus meningkat, tapi kalau tidak punya uang, tidak ada bisa dibeli.
c. Rakyat bisa menilai kesejahteraan dan kemakmuran makin tidak merata. Yang kaya dianggap menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin jalan di tempat.
3.  VIVA 30 April 2018 membeberkan, Dana Desa mandek, tercatat baru dicairkan Rp134,65 miliar atau hanya 2,9 % dari total tersimpan di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp 5,2 triliun pd Maret lalu.
4.  Revolusi mental Jokowi masih sebatas jargon belaka. Konsep revolusi mental ini masih abstrak. Gagasan revolusi mental hanya berakhir sebagai proyek mengeruk uang negara melalui iklan. Sesungguhnya paling mendesak dibenah, mental pemegang kekuasaan negara, terutama Jokowi, JK dan para Menteri. Mereka harus tidak lagi rendah diri (inferior) di hadapan bangsa asing dan ketergantungan terhadap modal asing. Harus terbebas dari mentalitas tidak percaya pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri.
5. Di era  Jokowi terjadi rakyat di Papua kehilangan hak dasar menerima pelayanan kesehatan.. Ada kematian massal anak karena kekurangan gizi.Sangat tragis! Selama era reformasi, baru terjadi di era Jokowi ini. Padahal Jokowi gembor2 membangun dari pinggiran, dlm hal ini termasuk Papua.
6. Kondisi kemiskinan di era Jokowi ternyata tidak ada perubahan lebih baik. BPS merilis angka
 kemiskinan bertambah., mencapai 27,7 juta orang pada Maret 2017.Ada penambahan sekitar 6.900 orang dibandingkan jumlah September 2016. Secara persentase, jumlah angka kemiskinan menurun dari 10,70 % menjadi 10,64 % karena kenaikan total jumlah penduduk Indonesia. Di Perkotaan pd September 2016 – Maret 2017, jumlah penduduk miskin naik sebanyak 188.190 orang dari 10,49 juta orang September 2016 menjadi 10,67 juta orang Maret 2017.
7. Jika menggunakan indikator Bank Dunia dalam menentukan batas kemiskinan, yaitu pendapatan sebesar US$ 2 per hari per orang, maka penduduk miskin Indonesia masih sangat tinggi, yakni di perkirakan mencapai 47% atau 120 juta jiwa dari total populasi. Batasan garis kemiskinan Rp 400.000 ini terlalu rendah, karena orang kota dengan penghasilan Rp 500.000 sudah dianggap tidak miskin, yang bahkan belum tentu cukup untuk kebutuhan dasar. Padahal kebutuhan manusia itu bukan makan saja tapi juga pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, juga rekreasi dan hiburan.
8. Dari indikator SDM, Indonesia tertinggal dari Vietnam. Lebih banyak buta huruf fungsional daripada Vietnam. Kualitas pendidikan rendah mempebgaruhi peluang kerja dan daya saing Indonesia.
9. Kondisi ketimpangan tragis di Indonesia ditunjukkan, tahun 2018 era Jokowi ini Ada perkembangan kekayaan sebesar 4,4%. Total  kekayaan Indonesia mencapai 129 US Dollar. Harta 50 orang terkaya Indonesia nyaris setara penerimaan negara Forbes Indonesia kemudian mencatat, 50 org terkaya di Indonesia 2018 mencatat rekor baru dgn total nilai 129 milar AS atau setara Rp. 1.870 trilun (estimasi kurs Rp. 14,501). Angka ini hampir menyamai penerimaan Indonesia tercatat Rp. 1.936 triliun. Dibandingkan tahun lalu, nilai aset 50 org kaya Naik 3 miliar dollar  AS dibandingkan tahun lalu 126 miliar dollar AS.
10. Dari indikator tanah, Indonesia netara nomor 4 paling timpang. Indonesia negara paling timpang no 4 di Dunia. 74% luas tanah Indonesia  dikuasai 0,2 % penduduk Indonesia. (Bank Dunia, 2018). 49,3 % kekayaan negara dikuasai 1 % penduduk terkaya (Credit Suisse 2016, Oxfarm & Infid 2017).
11. Radio belanja terhadap PDB Dan efektivitas pengurangan ketimpangan bekum cukup signifikan. Radio pajak / PDB 13 %. Baru nampu menurunkan ketimpangan 1,8 % .
12. Dari ketimpangan ini umat Islam paling dirugikan. Menurut Pew, antara 2010 Dan 2050 Muslim Indonesia akan bertambah dari 207,2 juta  2010 menjadi 266 juta 2050. Dlm 40 tahun Muslim  bertambah 60,8 juta.
13. Tingkat kesenjangan sosial ini berpotensi semakin dalam ketika sekelompok kecil elite semakin kaya, sedangkan kebanyakan rakyat banyak menanggung beban ekonomi. Sikap pemerintah yang menganak emaskan birokrat dengan kenaikan gaji, tunjangan, dan bonus bisa jadi berimbas pada semakin parahnya kesenjangan sosial. Sebab rakyat biasa pada umumnya tidak mengalami peningkatan pendapatan yang memadai setiap tahun. Sedangkan gaji para pejabat negara di pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, direksi dan komisaris BUMN, serta lembaga negara lainnya yang fantastik justru akan berpotensi memantik konflik dan kecemburuan sosial.
14. Struktur penggajian institusi negara sebenarnya juga memperburuk kondisi ketimpangan sosial, bayangkan saja, gaji pejabat negara seperti direktur utama BPJS Kesehatan, gubernur Bank Indonesia, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan yang sudah menyentuh diatas Rp 200 juta per bulan. Bahkan pernah di sinyalir bahwa penghasilan Gubernur BI melebihi penghasilan dari Federal Reserve Chairman Amerika Serikat. Padahal GDP per kapita Indonesia hanya sekitar 6.6% dari GDP per kapita Amerika Serikat. Belum lagi struktur penggajian yang fantastis dari banyak direktur dan komisaris BUMN. Bahkan belum lama ini juga mencuat polemik penggajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mencapai Rp 100 juta per bulan, belum lagi kasak kusuk total remunerasi kalangan anggota dewan di Senayan, yang dalam setahun bisa mencapai miliaran.

PENUTUP:
1. Empat tahun Jokowi berkuasa, ternyata Ia hanya buat orang kaya terutama kaum Taipan dominan semakin kaya, kaum Muslim semakin MISKIN. Kesenjangan sosial kian melebar. Dari standard Bank Dunia,  jumlah orang miskin  semakin miskin. Kualitas SDM juga masih dibawah Vietnam.
2. Jokowi empat tahun jadi Presiden masih mengalami kegagalan di bidang sosial, sebuah bidang  paling dominan rakyat alami sehari-hari.
3.  Kegagalan di bidang sosial ini tidak boleh lagi diteruskan. Jika diteruskan kehidupan rakyat khususnya Umat Islam pasti akan  "merugi" terus. Bukti sejarah dan emperis  membuktikan, Jokowi tidak mampu meningkatkan kesejahteraan sosial rakyat selama ini. Tidak layak lanjut jadi Presiden RI lagi.