Rabu, 31 Mei 2017

KINERJA ANGGARAN JOKOWI

(Copas) PLAN B by SBP 👇🏿👇🏿👇🏿 *Pasca Pak Harto...* Sampai akhir Pak Habibie, dana terkucur BLBI mebghadapi Krismon mencapai 210 T... Jatuhnya ke Mafia2 Cina. Siapa yg membisiki Pak Habibie untuk bikin Pemilu 99, tidak tahu... Sebab, mestinya dia bisa sampai 2003. Surat 15 Congressmen AS 22 Mei yg meminta Pak Habibie untuk menjadi Presiden yg reformis pun tidak mendesak perlunya Pemilu... Pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak, dan dia memilih mundur sbg Calon Presiden. Gus Dur didesak IMF untuk nengucurkan dana lagi. Krn tidak punya cash, maka diterbitkan Obligasi Rekapitalisasi (SUN) senilai 430 T, dengan masa laku 30 tahun. Ini juga jatuh ke tangan Mafia2 Cina di balik Bank2 yg collapse. Obligasi yg dimaksudkan sbg equity-asset swap itu...ternyata nilai asetnya berupa sampah yg hanya laku 15-20% saja. Aset2 itu akhirnya dibeli kembali oleh mantan pemiliknya dg harga murah, plus keuntungan dari memperoleh tanda utang negara. Dg Inpres Release & discharge, Megawati melepas Cina2 dari kewajibannya melunasi hutangnya, dan membebaskan mrk dari hukuman. Serta membayar bunga Obligasi sekitar 60-70 T tiap tahun dari APBN selama 30 tahun...! Dana2 itulah yg dipakai oleh para Mafia Cina untuk mengatrol Joko dan Ahok naik ke panggung politik NKRI. Sementara itu, Dunia Barat mengharuskan UUD45 diamandemen. Para Mafia Cina ikut melahirkan. Ada 4 hal yg penting: 1. MPR dimandulkan dg perubahan Pasal 1(2). 2. Presiden hrs Orang Indonesia Asli dihapuskan lewat perubahan Pasal 6(1). 3. Perekonomian menjadi Kapitalistik dan Neo-Liberalistik dg perubahan Pasal 33. 4. Dewan Pertimbangan Agung hilang dg perubahan pada Pasal 15. Sebagai akibatnya Joko-Ahok mulus naik panggung politik. Dan sementara itu SBY dg bebasnya menerbitkan UU PMA 2007 yg mengobral Bumi, Air dan Kekayaan Alam Indonesia dg harga murah kpd Swasta Asing dan Aseng. Juni 2014 Joko menang Pilpres. Prabowo mengadu ke MK. Juli Mega dan Jeka berangkat ke Washington, DC untuk meminta bantuan dg menyampaikan Proposal Referendum Papua oleh Jokowi. Senator John McCain dikirim ke Indonesia menemui tokoh2 MPR. September, tokoh Referendum Timor-Timur, Damian Kingsbury, di Melbourne menyatakan telah menerima Proposal Jokowi. Oktober Jokowi dilantik dg dihadiri John Kerry dll. November di Beijing Joko bicara ttg Poros Maritim dan Tol Laut. Sementara Xi Jinping mengumumkan Jalan Sutera Laut di Laut Cina Selatan, di samping Jalan Sutera Darat. Februari 2015, Liu Yandong, Waperdam RRC di Fisip-UI bicara ttg rencana Pertukaran 10 juta Pemuda Cina ke Indonesia. Disusul dg Indonesia ikut mendirikan Bank Pembangunan Infrastruktur Asia di Beijing. Selanjutnya berbagai Turn Key Projects dg RRC spt Tol Laut, infrastruktur, Kereta Cepat, kereta ringan, pembangkit listrik dll dirancang tanpa persetujuan DPR. ribuan orang Cina RRC mulai berdatangan. Dalam waktu singkat, kurang dari 2 tahun, utang baru dari RRC dibuat lebIh-kurang 30 milyar USD. Juga dibuat 17 pulau dlm Program Reklamasi Teluk Jakarta serta China Town Meikarta di Cikarang. Para Mafia Cina membutuhkan dana besar untuk misi mereka menguasai Bumi, Air dan Kekayaan Alam di dalamnya, serta dalam rangka menyambut 10 juta imigran RRC... Dan menggusur Rakyat, Bangsa, Agama dan NKRI. Mereka memutuskan untuk tidak membayar pajak kpd Negara. Pada 2015 terjadi defisit APBN sebesar 500 T... 2016 sebesar 430 T... 2017 diperkirakan sekitar 400-500 T. Itu semua adalah pajak yg seharusnya masuk ke kocek Negara.... Akibatnya, perekonomian menjadi sengsara Dana untuk menguasai NKRI sebesar itu pun diperkirakan masih kurang. Maka dibuatlah Program Tax Amnesty untuk menarik 1000-4000 T uang Negara yg dilarikan ke LN oleh para Mafia Cina Indonesia. Program ini gagal total... Kegagalan terjadi lagi dg tidak terpilihnya Ahok dlm Pilkada DKI. Gagal lagi ktk Ahok hrs masuk bui. Padahal Rezim sudah menyiapkan hampir semua personilnya, termasuk sisi keamanan dan pertahanan dalam Plan-A. Sekarang Rezim menyiapkan "perang melawan Islam" dg dalih masuknya ISIS... Sebuah Plan-B, menyusul gagalnya Plan-A. @SBP Selasa 30 May 2017 *Utang Pemerintah RI Naik Lagi Jadi Rp 3.667 Triliun* https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3514771/utang-pemerintah-ri-naik-lagi-jadi-rp-3667-triliun Jakarta - Per akhir April 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.667,41 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 17 triliun, dibandingkan jumlah di Maret 2017 yang sebesar Rp 3.649,75 triliun. Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat di April 2017 adalah US$ 275,19 miliar, naik dari posisi akhir Maret 2017 yang sebesar US$ 273,98 miliar. Sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Sampai April 2017, nilai penerbitan SBN mencapai Rp 2.932,69 triliun, naik dari akhir Maret 2017 yang sebesar Rp 2.912,84 triliun. Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp 734,71 triliun, turun dari Maret 2017 sebesar Rp 738,2 triliun. Demikian dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Selasa (30/5/2017). Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 2000: 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%) 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%) 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%) 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%) 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%) 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%) 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%) 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%) 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%) 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%) 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%) 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%) 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%) 2013: Rp 2.371,39 triliun (28,7%) 2014: Rp 2.604,93 triliun (25,9%) 2015: Rp 3.098,64 triliun (26,8%) 2016: Rp 3.466,96 triliun (27,9%) (wdl/mkj) Copyright @ 2017 detikcom All right reserved

Senin, 29 Mei 2017

10 JANJI KAMPANYE JOKOWI

1. Merebut Kembali (Membeli) Indosat dari Tangan Asing: Presiden Jokwi berjanji untuk membeli kembali (buy back) saham PT Indosat yang dijual ke perusahaan asing pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Janji ini pernah ditagih oleh anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar di sela-sela Rapat Kerja Komisi XI dengan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, di Gedung DPR RI, Rabu (28/1/2015). “Jangan hanya janji. Ketika kampanye, gencar berorasi hendak buy back Indosat. Kami menunggu aksi pemerintah,” ujar Willgo Zainar kala itu. Saat ini, Indosat dikuasai perusahaan asal Qatar, Ooredoo Asia Pte Ltd, dengan kepemilikan saham sebesar 65 persen, pemerintah Republik Indonesia 14,29 persen, perusahaan Amerika Serikat Skagen sebesar 5,42 persen, selebihnya 15,29 persen dimiliki publik. 2. Tidak Bagi-Bagi Kekuasaan: Jokowi berulangkali menegaskan tidak akan bagi-bagi kekuasaan jika terpilih menjadi Presiden RI. Hal itu ditegaskan Jokowi di berbagai kesempatan saat masih kampanye Pilpres 2014 lalu. Faktanya, semua parpol pengusung dan pendukung Jokowi-JK mendapat jatah menteri. Bahkan, Jokowi juga memberikan jatah menteri kepada partai yang belakangan menyatakan mendukung pemerintah, seperti Partai Golkar. Tak hanya itu, Jokowi juga menunjuk sejumlah mantan tim suksesnya, masuk ke dalam struktur pemerintahan. Padahal, Jokowi pernah berjanji tidak akan bagi-bagi jabatan dan membuat kabinetnya ramping. “Pengisian sejumlah orang dekatnya ke dalam lembaga negara sudah jelas terlihat bagi-bagi kekuasaan. Jokowi telah melanggar janjinya saat kampanye dulu. Publik juga telah dibohonginya karena berjanji akan membuat kabinet yang ramping,” ujar Pengamat Hukum Tata Negara Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), M. Imam Nasef, Minggu malam (11/1/2015). 3. Tidak Menaikkan Harga BBM: Sejak Oktober 2014, Presiden Jokowi sudah enam kali melakukan perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada November 2014, Jokowi menaikkan harga BBM, lalu diturunkan pada Januari 2015. Harga BBM kembali turun pada pertengahan Januari 2015. Awal Maret 2015, harga BBM kembali naik. Di penghujung Maret 2015, harga BBM dinaikkan lagi. Selanjutnya, pada pertengahan Desember 2016, harga BBM jenis Pertamax, Pertalite, dan Dexlite kembali dinaikkan. “Penyesuaian dilakukan terhadap Pertamax, Pertalite, dan Dexlite, yang nilainya sebesar Rp 150 per liter, berlaku untuk semua wilayah,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro. 4. Ciptakan 10 Juta Lapangan Kerja Baru: Jokowi berjanji akan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru dalam 5 tahun jika terpilih menjadi presiden. Janji itu disampaikan Jokowi di Bandung, Jawa Barat pada Kamis, 3 Juli 2014. “Menurunkan tingkat pengangguran 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun,” ujar Jokowi. Faktanya, Jokowi justru mempermudah tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia melalui aturan bebas visa. Hal itu membuat tenaga kerja Indonesia semakin kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan karena harus bersaing dengan tenaga kerja asing. 5. Tidak Akan Ngutang Lagi: Dalam kampanye pilpres tahun 2014, Tim Ekonomi Jokowi JK berjanji tidak akan pernah berhutang lagi. Jokowi tidak akan meminjam uang keluar negeri untuk membiayai pembangunan infrastruktur. “Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-JK) menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun,” ujar Tim Jokowi JK, Tjahjo Kumolo di Gedung DPR/MPR, Selasa (3/6/2014). Faktanya, utang Indonesia malah semakin menumpuk saat Jokowi menjadi Presiden. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I 2016 sebesar USD316,0 miliar atau sekitar Rp 4.000 triliun lebih. Angka ini terbilang fantastis jika dibandingkan jumlah utang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama 10 tahun SBY menjadi presiden, utang luar negeri Indonesia hanya ber Angka ini terbilang fantastis jika dibandingkan jumlah utang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama 10 tahun SBY menjadi presiden, utang luar negeri Indonesia hanya bertambah Rp 1.299 triliun. Jokowi Janji Persulit Investasi Asing Kemudahan perizinan investasi asing di Indonesia yang dijanjikan Presiden Jokowi menuai kritik. 6. Akan Mempersulit Investasai Asing: Janji yang digembar-gemborkan Jokowi di forum APEC dan G20 baru-baru ini dinilai melanggar janjinya saat kampanye pilpres lalu “Jokowi jangan amnesia. Di forum debat capres mengatakan akan mempersulit investasi asing masuk ke Indonesia dengan mempersulit perizinan investasi asing yang akan masuk dalam menghadapi MEA. Tapi di forum APEC dan G20, Jokowi selalu menjanjikan kemudahan perizinan,” ujar Rahadian dari Front Rakyat Lawan Jokowi, Minggu (16/11). Menurut Rahadian, tawaran investasi bidang infrastruktur strategis di Indonesia kepada para penanam modal asing oleh Jokowi di depan ratusan CEO di forum APEC di Beijing tidak bisa dibiarkan. Seluruh komponen masyarakat harus menyikapi dengan kritis. “Investasi asing harus dihalangi karena dapat mengganggu kedaulatan ekonomi Indonesia. Sangat jelas, Pasal 33 UUD 1945 menekankan pentingnya penguasaan sektor ekonomi yang berhubungan dengan hidup orang banyak harus dikuasai negara,” paparnya. 7. Tidak Akan Hapus Subsidi BBM: Jokowi berjanji tidak akan menghapus subsidi BBM. Janji itu disampaikan Jokwi saat menerima dukungan dari seratusan tukang ojek yang tergabung dalam Ikatan Persaudaraan Ojek Indonesia (IPOI) di Jalan Borobudur 18, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2016). Saat itu, Jokowi masih berstatus calon Presiden RI. “Keinginan untuk subsidi BBM saya kira tidak ada masalah. Subsidi bagi rakyat kecil adalah sebuah keharusan,” ujar Jokowi menanggapi permintaan Koordinator IPOI Halis Rumkel yang berharap Jokowi tidak mencabut subsidi BBM jika terpilih menjadi Presiden. Faktanya, baru beberapa bulan setelah menjadi Presiden, Jokowi langsung mengurangi subsidi BBM. 8. Bangkitkan Industri Mobil Nasional: Nama Jokowi melejit ketika mengganti mobil dinasnya dengan Mobil Esemka yang merupakan rakitan anak-anak SMK. Saat itu, Jokowi masih menjabat Walikota Solo. Kepopuleran Jokowi akhirnya mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pada saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi lantas berjanji akan membangkitkan industri mobil nasional. Ia menginginkan agar merek-merek lokal memiliki posisi yang sejajar dengan produsen mobil internasional. “Kita sudah berapa tahun merdeka? Buat pesawat bisa, masa buat mobil saja enggak bisa? Logikanya itu saja,” ujar Jokowi di Balai Kota Jakarta, Jumat 19 September 2014. 9. Jaksa Agung Bukan dari Parpol: Tim Transisi pernah menyatakan bahwa Presiden Jokowi tidak akan memilih Jaksa Agung dari partai politik. Kandidat Jaksa Agung yang akan dipilih Jokowi berasal dari kalangan profesional internal atau eksternal Kejaksaan Agung. “Pilihan itu adalah keinginan Presiden menjaga supaya Jaksa Agung tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan politik,” ujar Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto di Jakarta, Rabu, 29 Oktober 2014. Faktanya, Jokowi malah menunjuk kader Partai Nasdem, HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung. Meski kinerjanya kerap disorot karena minim prestasi, Jokowi tetap mempertahankan anak buah Surya Paloh tersebut. 10. Tidak Impor Pangan: Hingga kini Pemerintah Indonesia belum bisa menghentikan impor pangan. Padahal, impor pangan yang diterapkan pemerintah menyebabkan rusaknya kaum tani dan pertanian di Tanah Air. Impor pangan hanya menguntungkan para pelaku importir. Presiden Perkumpulan Patriot Pangan Bugiakso mengatakan, kebijakan impor segala bahan pangan, memang benar bisa menjamin ketersediaan. Namun hal itu berdampak buruk karena menjauhkan negeri agraris ini dari kedaulatan pangan. “Atas nama efisiensi, Indonesia kemudian terjebak, lalu hancur, dan belum sanggup lagi keluar dari jebakan perdagangan dan politik pangan dunia,” ujar Bugiakso dalam acara peresmian Perkumpulan Patriot Pangan di Yogyakarta, Senin (19/12).

Minggu, 28 Mei 2017

PARPOL PENDUKUNG JOKOWI TAKKAN BEKERJA EFEKTIF

Diperkirakan Jokowi pribadi masih ingin lanjut sebagai Presiden RI. Pada Pilpres 2019 mendatang Jokowi kembali sebagai Capres. Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Jokowi bahwa dirinya takkan maju sebagai Capres pada Pilpres 2019. Adalah rasional sebagai manusia Indonesia sesuai kultur politik dimiliki Jokowi, tetap ingin lanjut sebagai Presiden RI. Tak masalah atau peduli saat berkuasa sebagai Presiden, terbukti tak mampu dan gagal urus pemerintahan dan rakyat RI. Berdasarkan kondisi peta kepartaian dan dukungan parpol terhadap Cagub Ahok Pilgub 2017, ada enam parpol pendukung Jokowi. Yakni: PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP dan PKB. Untuk PPP dan PKB masih debatable. Untuk PPP sangat tergantung suksesi Ketum. Untuk PKB masih tanda tanya, bisa saja PKB meninggalkan Jokowi atas pertimbangan tidak dipenuhinya komitmen atau proses transaksional seharusnya. Pilpres 2019 diselenggarakan bersamaan dengan Pileg (Pemilu Legislatif). Hal ini baru pertama sekali terjadi sepanjang sejarah politik Indonesia. Menurut para pakar hukum tata negara memang sesuai konstitusi seharusnya demikian. Karena itu, perhatian parpol pendukung menjadi bercabang. Di satu pihak berjuang memenangkan kader2 parpol bersangkutan agar berhasil menduduki kursi di legeslatif dari tingkat DPRD, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Di pihak lain, parpol harus bertanggungjawab membantu Capres yang didukung untuk memperoleh suara pemilih semaksimal mungkin. Namun, bagaimanapun enerji parpol akan lebih besar digunakan untuk kemenangan Pileg, bukan Pilpres. Parpol2 pendukung Jokowi sangat mungkin gagal mempengaruhi massa pemilih mereka untuk mendukung Jokowi. Salah satu sebabnya yakni mesin parpol takkan bekerja efektif dan mendulang suara pemilih maksimal untuk Jokowi. Asumsi ini berangkat dari pengalaman dukungan parpol terhadap Cagub Ahok Pilgub DKI Jakarta. Cagub Ahok ini dapat dukungan dari Jokowi. Ahok dan Jokowi satu kesatuan dalam pengelompokan kekuatan politik di DKI di bawah pengaruh PDIP. Pada pemungutan suara putaran pertama Pilgub DKI, Paslon Ahok-Djarot didukung PDIP, Golkar, Hanura dan Nasdem. PDIP pada Pileg lalu terbilang Parpol pemenang baik nasional maupun DKI Jakarta. Golkar juga terbilang parpol besar untuk ukuran konstituen dan juga punya pengalaman lebih banyak ketimbang semua parpol lain. Hanura dan Nasdem bolehlah dinilai sebagai parpol menengah. Berapa jumlah konstituen empat Parpol pendukung Cagub Ahok ini? Berdasarkan hasil perolehan suara pemilih di DKI Jakarta masing2 parpol dimaksud sbb: 1. PDIP: 1.231.843 suara; 2. Golkar 376.221 suara; 3. Hanura: 357.006 suara; dan, 4 Nasdem 206.117 suara. Total suara pemilih parpol pendukung Cagub Ahok ini mencapai 2.171.187 suara. Hasil perolehan suara Paslon Ahok-Djarot putaran pertama 2.364.577 suara atau 42,99 persen. Jika dibandingkan suara parpol 2.171.187 suara dengan perolehan suara Ahok-Djarot Pilgub DKI 2017 sebanyak 2.364.577 suara, maka selisihnya hanya sekitar 200 ribu suara. Dapat disimpulkan bahwa mesin parpol tidak efektif. Suara Ahok-Djarot tidak berbeda secara berarti dengan jumlah konstituen parpol pendukung. Jika dikurangi sekitar 15 persen suara berdasarkan "primordial agama" Ahok, kontribusi parpol terhadap perolehan suara Paslon Ahok-Djarot tentu semakin tak bermakna. Bisa jadi jumlah pemilih Ahok dari segmen konstituen parpol lebih sedikit. Sebagian memilih Paslon bukan Ahok-Djarot. Sebaliknya, Paslon Anies-Sandi hanya didukung dua parpol, yakni Gerindra dan PKS. Total konstituen kedua parpol ini, yakni 582.568 suara Gerindra dan 424.400 suara PKS. Total 1.006 .968 suara. Faktanya Anies-Sandi meraih sekitar 2.197.330 suara putaran pertama. Jumlah ini jauh melewati jumlah konstituen parpol pendukung 1.006 .968 suara. Ada melebihi sejuta suara. Fantastis !. Pada putaran kedua Paslon Ahok-Djarot resmi mendapat tambahan dukungan dua parpol Islam, yakni PPP dan PKB. Maka, total pendukung Ahok-Djarot menjadi enam parpol. Total konstituen parpol pendukung ini menjadi 1.719.341 konstituen. Sedangkan suara pemilih Ahok-Djarot putaran kedua hanya 2.350.366 suara atau 42,04 persen suara. Selisihnya sekitar hanya 600 ribu suara. Padahal jumlah parpol pendukung sebanyak 6 parpol. Dari sisi persentase kayaknya tidak ada perbedaan berarti antara putaran pertama dan kedua sekalipun telah mendapatkan tambahan dua parpol pendukung (PPP dan PKB). Bahkan berkurang 0,94 persen. Dilain fihak, dukungan parpol terhadap Anies-Sandi bertambah satu, PAN. Total konstituen parpol pendukung Anies-Sandi menjadi 1.015.053 konstituen. Perolehan suara Anies-Sandi putaran kedua suara atau 57,96 persen. Jumlah suara Anies-Sandi sangat jauh melewati jumlah konstituen parpol pendukung. Yakni 3.240.987 suara. Terdapat melebihi dua juta suara kesenjangan antara konstituen parpol dan suara pemilih Anies-Sandi. Sangat...sangat fantastis ! Gambaran prilaku pemilih berdasarkan kasus Pilgub DKI 2017, dapat disimpulkan bahwa PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem, PPP dan PKB tak mampu dan gagal memaksimalkan jumlah konstituen untuk memberi suara pada Paslon Ahok-Djarot yang mereka dukung. Mesin parpol pendukung Ahok-Djarot tak bekerja efektif. Sebaliknya, Gerindra, PKS dan PAN mampu memaksimalkan dan mesin parpol bekerja efektif. Jika Jokowi Pilpres 2019 mendatang didukung parpol2 pendukung Ahok-Djarot, sangat mungkin mesin parpol takkan bekerja efektif. Hal ini diperkuat lagi konsentrasi atau fokus perhatian parpol2 bersangkutan lebih pada Pileg ketimbang Pilpres 2019 mendatang. Sementara itu, Jokowi hanya bisa terbantu jika mampu membangun hubungan kerjasama dengan jaringan dan lembaga masyarakat madani non parpol. Tetapi, hal ini hanya mungkin jika Jokowi dapat membuktikan prestasi kerja selama ini, terutama janji2 kampanye yang cukup banyak (lebih 60 butir) saat Pilpres 2014 lalu. Dimata publik kini, Jokowi belum mampu dan berhasil penuhi janji2 kampanye dimaksud. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS: Network for South East Asian Studies)

KINERJA JOKOWI VERSI PENELITI DAN PENGAMAT

1. Tidak menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan Trisakti dalam berbagai perundingan internasional secara konsisten. Tidak ada sama sekali agenda jokowi dalam berbagai pertemuan internasional yang mengusung cita cita proklamasi, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Bung karno menyelenggarakan pertemuan internasional Konferensi Asia Afrika (KAA) dalam rangka menjalankan amanat konstitusi UUD 1945. 2. Gagal melindungi kepentingan nasional dalam berbagai perundingan internasional. Kepentingan nasional yang dimaksud adalah menjaga kedaualatan Negara dan bangsa Indonesia dan melindungi kepentingan rakyat Indonesia dari pengisapan rexim global. 3. Pemerintah Jokowi gagal menjadikan pertemuan internasional seperti G20, OPEC, ASEAN sebagai strategi penyelamatan kedaualatan negara, malah menjadikannya sebagai ajang memburu utang dan investasi, bukan memperjuangkan nasionalisme ekonomi. Pemerintahan dalam berbagai pertemuan internasional mengobral kekayaan alam dan pasar Indonesia untuk di eksploitasi dan dijarah oleh modal internasional. 4. Pemerintah Jokowi gagal melindungi pasar Indonesia dari invasi global. Memasukkan Indonesia sebagai bantalan bagi krisis keuangan china. Pemerintah Jokowi mengambil bagian dalam proyek politik jalur sutera China. Proyek jalur sutera bukan sekedar merupakan proyek ekonomi, namun juga proyek politik dan kebuayaan China dalam rangka memperluas dominasinya secara global. 5. Pemerintah Jokowi gagal melindungi pasar Indonesia dari produk China. Jokowi menjadikan ekonomi Indonesia sebagai pasar produk cina, mulai dari produk UKM, hingga produk infrastruktur dan produk pasar keuangan China. Penyerahan pasar infrastruktur Indonesia kepada China merupakan agenda prioritas Jokowi. Sebagian besar mega proyek infrastruktur telah jatuh ke tangan China. Padahal pasar infrastruktur seharusnya menjadi dasar bagi bangkitnya UKM, industry besi baja dan pasar tenaga jerja nasional. 6. Jokowi gagal memperjuangkan Indonesia di kawasan Pasifik. Pemerintah Rencana membawa Indonesia ke dalam perjajian Trans Pacifik Partnership (TPP) yang mengancam masa depan UKM, BUMN dan industri nasional. TPP merupakan proyek politik dan ekonomi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik. Perjanjian TPP berisikan seluruh agenda pencabutan subsidi, liberalsiasi perdagangan, privatisasi BUMN dan berbagai perjanjian di bidang politik dan social budaya. 7. Gagal memperjuangkan kepentingan nasional dalam ASEAN Economic Community (AEC) yang mengakibatkan Indonesia menjadi sasaran invasi China dalam yang masuk melalui skema Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Sejak kesepakatan Asean-Indonesia China Free Trade Agreement, Indonesia mengalami deficit perdagangan secara terus menerus dengan China. 8. Gagal memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam kesepakatan UNFCCC tentang perubahan iklim. Target penurunan emisi yang dijanjikan Jokowi kepada dunia internasional akan menjadi pukulan berat bagi sektor energi dan industri nasional. Komitmen penurunn emisi yang disepakati Jokowi di dalam UNFCC akan menjadi pukulan bagi industry nasional. UNFCC pada dasarnya adalah rezim standarisasi produk berdasarkan emisi karbon, komitmen penurunan subsidi energy, perdagangan karbon. 9. Pemerintah Jokowi gagal melakukan penghematan anggaran dalam urusannya melakukan diplomasi internasional. Pemerintah melakukan pemborosan anggaran dengan kunjungan ke luar negeri disaat kondisi kemiskinan masyarakat. Hampir semua Negara dan pertemuan internasional dikunjungi Jokowi, namun seluruh kunjungan tersebut tidak membuahkan hasil apa apa bagi kemajuan Negara dan bangsa. Gagal Menjaga Stabilitas Makro Ekonomi 10. Gagal mengendalikan gejolak harga kebutuhan pokok yang tidak menentu yang merugikan konsumen dan masyarakat Indonesia. Sepanjang dua tahun pemerintaha harga pangan adalah yang paling bergejolak. Disaat panen petani harga pangan dan hasil pertanian jatuh. Sementara di saat yang lain harga naik tak terkendali. Para spekulan pangan khususnya para importir pangan adalah pihak yang paling diuntungkan. Sementara petan Kenaikan harga harga atau Inflasi sangat tinggi tidak sebanding dengan kenaikan upah dan pendapatan yang diterima oleh sebagian besar masyarakat indonesia. Menurut Bank Duni ekonomi Indonesia dihadapkan oleh dua masalah yang saling berlawanan yakni inflasi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan ekonomi Indonesia sangat sulit untuk mengalami pemulihan, mengingat selama ini pertumbuhan ekonomi lebih digerakkan oleh sector konsumsi, khsusunya konsumsi masyarakat. 12. Gagal menjaga stabilitas harga kebutuhan dasar masyarakat seprti harga minyak, listrik, tranfortasi, yang menjadi penyumbang inflasi yang besar. Dalam era pemerimtahan Jokowi harga BBM dan gas dipermainkan seperti yoyo. Terobosan awal pemerintahan ini adalah mencabut subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM langsung melambung tinggi. Rakyat menjerit namun pemerintahan Jokowi tidak peduli. Dalam era pemerintahan ini tariff listrik naik hamper setiap bulan. Harga listrik yang setinggi tingginya adalah jualan pemerintahan Jokowi dalam menarik investor masuk dalam mega proyek ambisius 35 ribu megawatt. 13. Pemerintah memperparah penurunan daya beli masyarakat dengan menghilangkan berbagai bentuk proteksi dan subsidi. Pemerintahan Jokowi secara terbuka menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang anti subsidi dan proteksi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap pemerintah yang tanpa ragu menghapus subsidi bahan bakar minyak. Sepanjang pemerintahan Jokowi kita tidak menemukan kebijakan subsidi harga kepada petani. Petani yang merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat Indonesia adalah yang paling menderita penurunan pendapatan pada era pemerintahan ini. 14. Pemerintah membiarkan tingkat suku bunga kredit investasi, modal kerja dan kredit konsumsi yang sangat tinggi yang menyebabkan sektor produktif terkuras. Indonesia merupakan Negara dengan suku bunga yang tinggi. Perbankkan dan lembaga keuangan lainnya bagaikan lintah darat menghisap rakyat. Perbankkan, lembaga keuangan meminjam uang di luar negeri dengan bunga yang lebih rendah dan menghutangkan kepada ralyat dengan bunga yang sangat tinggi. Pemerintahan Jokowi terus melangengkan penghisapan sector keuangan kepada rakyat. 15. Pemerintah gagal menciptakan iklim perpajakan yang sehat. Pemberlakukan tax amnesty telah menciptakan ketidakpastian dalam masalah perpajakan. Tax amnesty merupakan hukuman bagi warga Negara yang taat membayar pajak, karena memberikan insentif dalam bentuk penghapusan pajak kepada pembayar pajak yang tidak taat. Sisi lain tax amnesty yang menggunakan pendekatan harta kekayaan/asset tanpa melihat asal usul harta merupakan kesempatan bagi para penjahat dan criminal dan bisnis illegal serta para koruptor untuk melegalisasi harta kekayaanya. Tax amnesty dalam rezim devisa bebas berpotensi menjadi ancaman bagi stabilitas keuangan karena orang orang yang merepatriasi uangnya ke Indonesia dapat menariknya sewaktu waktu dalam tempo cepat. Selain itu para spekulan dapat menggunakannya sebagai kesempatan untuk menguras sector keuangan nasional. 16. 16. Gagal dalam menjaga stabilitas moneter, yang ditandai dengan flugtuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berdampak pada ketidakpastian usaha di dalam negeri. Kondisi moneter Indonesia pada era pemerintahan Jokowi sangat buruk yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hingga saat ini rupiah belum mengalami pemulihan dan terancam jatuh semakin dalam. Mata uang rupiah telah menjadi mata uang paling buruk dan paling rawan di dunia. Stabilitas politik dan keamanan serta ketidakpastian dalam kebijakan merupakan pemicu jatuhnya rupiah. Factor fundamental seperti pertumbuhan ekonomi yang rendah, penyerapan anggaran pemerintah yang buruk, pengangguran yang tinggi menyebabkan ekonomi melemah. Factor external seperti deficit perdagangan dan deficit dalam neraca transaksi berjalan menyebabkan arus uang keluar dari ekonomi Indonesia sangat tinggi. 17. Pemerintah gagal mengendalikan pemerintah daerah yang selama ini menjadi faktor penghambat kemajuan ekonomi nasional. Banyaknya perda dan pungutandaerah telah menimbulkan keresahan di kalangan dunia usaha. Pemerintah daerah menerapkan berbagai macam pungutan dalam rangka meningkatkan gaji, tunjangan dan pendapatan lain lain bagi pejabat daerah dan anggota DPR. Pemerintah Jokowi gagal dalam melakukan penertiban terhadap berbagai peraturan daerah yang menghambat investasi. 18. Pemerintah jokowi gagal dalam memperbaiki keuangan pemerintah daerah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya anggaran pemerintah daerah yang tidak terserap yang mengendap di bank bank dan sector keuangan lainnya. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang melakukan pemangkasan alokasi dana untuk pemerintah daerah dalam tahun 2016 ikut memperparah kondisi ekonomi daerah. Pemerintah melakukan pengurangan anggaran melalui APBNP 2016 dan pemotongan anggaran melalui keputusan menteri keuangan tahun 2016. Gagal Melakukan Pemulihan Ekonomi 19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot. Capaian pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun pemerintahan Jokowi berada dibawah rata rata pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun sebelum pemerintahan ini. Pada era pemerintahan sebelumnya rata rata pertumbuhan ekonomi berkisar antara 6 �" 7 %, namun dalam dua tahun pemerintahan Jokowi pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4,7 sampai dengan 5,2 persen. kegagalan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh realisasi anggaran, dan ekspor yang tidak tercapai. 20. Pemerintah gagal dalam merealisasikan target penerimaan Negara. Sejak awal pemerintah merancang target penerimaan baik pajak maupun non pajak yang sangat ambisius. Penerimaan perpajakan ditargetkan naik cukup tinggi. 21. Pemerintah gagal dalam meningkatkan minat investasi khususnya dalam rangka membangun industri. Defresiasi yang tinggi dalam nilai mata uang menyebabkan orang memelihara liquditas dalam mata uang asing. Jokowi gagal dalam membangun kepercayaan pasar untuk melalkukan investasi sektor riel terutama dalam hal membangun industri. 22. Gagal menjadikan sektor infrastruktur dalam rangka menggerakkan sektor industri, keuangan dan perdagangan nasional. Pembangunan infrastruktur yang sangat digalakkan oleh pemerintahan Jokowi justru memperlemah sector industry, keuangan dan perdagangan nasional. Pembangunan infrastruktur di era Jokowi bersandar pada investasi asing dan utang luar negeri. Pemerintah justru menjadi penopang bagi bangkitnya industry di luar negeri darimana investasi tersebut berasal. Sementara barang barang yang diperlukan bagi pembangunan infrastruktur berasal dari luar negeri sehingga memperparah neraca ekternal Indonesia. Tidak hanya itu proyek infrastruktur tersebut banyak memperekerjakan tenaga kerja asing, terutama Tiongkok yang menjadi sumber utama investasi. Proyek infrastruktur semacam ini justru memperparah pengangguran di dalam negeri. 23. Gagal memperbaiki kinerja perdagangan dalam negeri. Sepanjang pemerintahan Jokowi kiner : Gagal mengendalikan gejolak harga kebutuhan pokok yang tidak menentu yang merugikan konsumen dan masyarakat Indonesia. Sepanjang dua tahun pemerintaha harga pangan adalah yang paling bergejolak. Disaat panen petani harga pangan dan hasil pertanian jatuh. Sementara di saat yang lain harga naik tak terkendali. Para spekulan pangan khususnya para importir pangan adalah pihak yang paling diuntungkan. Sementara petani dan konsumen adalah pihak yang sangat dirugikan. 11. perdagangan dalam negeri. Sepanjang pemerintahan Jokowi kinerja perdagangan Indonesia merosot tajam. Hal ini ditunjukkan oleh penuruanan penjualan property dan penjualan kendaraan bermotor. Padahal sektor ini adalah penyumbang pertumbuhan ekonomi selama ini. 24. Penurunan ekspansi kredit baik kredit property, kredit kendaraan bermotor maupun kredit konsumsi terjadi sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi. 25. Peningkatan kredit bermasalah terbesar pada sektor pertambangan dengan nilai non performing loan yang sangat tinggi. Pemerintah jokowi tidak melakukan langkah apapun untuk memulihkan kondisi ini. Gagal Membangun Pertanian, Peternakan, dan Perikanan 26. Gagal meningkatkan kapasitas petani baik dalam hal peningkatan luas lahan, modal produksi maupun peningkatan kapasitas sumber daya manusia pertanian indonesia. 27. Gagal menjalankan proyek bagi bagi lahan pertanian kepada petani sebagaimana yang dijanjikan saat pemilihan presiden 2014 lalu. 28. Gagal meningkatkan produksi dan produktifitas petani yang ditunjukkan oleh menurunnya hasil produksi pertanian. 29. Gagal dalam menekan biaya produksi petani yang ditunjukkan oleh meningkatnya harga bibit, pukuk dan sarana produksi pertanian lainnya. 30. Gagal menjamin stabilitas harga hasil panen petani agar memberikan keuantungan bagi petani. Harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani justru jatuh pada saat panen. Di era pemerintahan jokowi harga hasil pertaian petani adalah yang paling buruk. 31. Gagal meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan daya beli masyarakat perdesaan. 32. Gagal membangun kemandirian masyarakat pedesaan dalam menyediakan kebutuhan pokok mereka secara mandiri. Pendapatan masyarakat pedesaan tergerus oleh mahalnya harga barang barang hasil industri. 33. Gagal meningkatkan kapasitas dan kemampuan peternak dalam keahlian, penguasaan tehnologi, modal dan sarana produksi lainnya. 34. Gagal menjaga stabilits harga daging pada tingkat yang menguntungkan peternak. 35. Gagal menyediakan mekanisme subsidi, insentif dan bentuk bentuk pemberdayaan terhadap peternak lokal. 36. Gagal meningkatkan produksi ternak nasional yang ditujukan dengan meningkatnya impor sapi dan daging sapi. Bahkan pemerintah tekah melakukan impor dari negara yang masih terjangkit penyakit hewan menular yang membahayakan keselamatan bangsa. 37. Gagal meningkatkan kapasitas dan kemapuan nelayan baik dalam keahlian, dan penguasaan tehnologi, modal dan peralatan yang dimilikinya. 38. Gagal memajukan sektor perikanan, perkapalan, dan budidaya perikanan yang ditandai dengan menurunkan kemampuan nelayan dalam menjalankan kegiatan ekonomi mereka. 39. Gagal meningkatkan pendapatan nelayan, dikarenakan tingginya bisaya produksi dan harga energi yang harus dibayarkan oleh nelayan. 40. Gagal meningkatkan produksi perikanan, yang ditandai dengan meningkatnya impor hasil perikanan ke Indonesia yang menguras devisa negara. Gagal Membangun Industri Nasional 41. meningkatnya de- industrialsiasi nasional yang ditujukan oleh semakin melemahnya kontribusi sektor industri terhadap produk domestik broto 42. pemerintah gagal melindungi industri nasional dari persaingan dengan perusahaan perusahaan swasta dan BUMN asing. 43. Pemerintah gagal melindungi industri dasar nasional seperti industri besi baja, industri petrokimia, dari gempuran asing. 44. Perusahaan perusahaan nasional yang bergerak disektor ektraktif jatuh ke tangan asing, baik perusahaan tambang, migas, perkebunan dan kehutanan. Dalam hal ini terjadi proses asingisasi. 45. Pemerintah gagal menyediakan pasokan energi yang memadai bagi pembangunan industri dasar seperti masalah kelangkaan pasokan gas, batubara dan sumber energi lainnya. 46. Pemerintah gagal menyelamatkan ketahanan energi yang merupakan modal dasar dalam membangun industri nasional. 47. Pemerintah gagal dalam menyelamatkan sumber daya alam Indonesia sebagai modal dasar pembangunan industri. Kekayaan alam Indonesis masih dikuras untuk kepentingan ekspor. 48. Pemerintah mem . Pemerintah memperalat BUMN dalam mengejar utang luar negeri terasuk BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan industri. Akibatnya BUMN manjadi jalur distribusi barang impor 49. Pemerintah gagal menjadikan ambisi mega infrastruktur sebagai pasar bagi industri nasional namun justru menjadi bahan baku dan barang jadi impor. 50. Meningkatnya utang Badan Usaha Milik Negara ke pasar keuangan untuk membiayai ambisi mega proyek pemerintahan jokowi telah memperparah kondisi keuangan BUMN. Jika BUMN gagal bayar utang nantinya, maka BUMN akan jatuh ke tangan asing. Gagal Membangun Kapasitas Buruh/Pekerja Nasional 51. pemerintah gagal membangun kapasitas buruh atau pekerja baik dalam penguasaan ilmu pengetahunan dan teknologi. Pemerintah sama sekali tidak mengambil peran dalam membangun sektor perburuhan. 52. Pemerintah gagal dalam menjamin adanya transfer tehnologi sebagimana yang dijanjikan oleh investor asing. Dalam dua tahun pemerintahan Jokowi tidak ada langkah langkah ke arah tersebut. 53. Kesempatan kerja yang semakin menyempit dikarenakan rendahnya pertumbuhan usaha usaha nasional. 54. Gagal menjadikan mega proyek yang dijamin dengan APBN seperti MRT, LRT, Kereta Cepat, listrik 35 ribu megawatt sebagai alat untuk menciptakan kesemapatan kerja. Proyek yang menggunakan modal asing tersebut menggunakan bahan baku impor dan tenaga kerja asing sehingga justru menciptakan kesempatan kerja di luar negeri dan mengambil alih kesempatan yang seharusnya diperoleh oleh rakyat. 55. Pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat dikarenakan banyaknya industri yang gulung tikar akibat pelemahan ekonomi. 56. Pemerintah gagal meningkatkan kesejahteraan buruh. Upah buruh yang cenderung menurun dikarenakan inflasi yang tinggi, pajak yang tinggi dan suku bungayang tinggi. Buruh/pekerja tidak dapat menikmati sama sekali pertumbuhan ekonomi. 57. Banyaknya tenaga kerja dari luar khususnya China yang mengambil alih lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Gagal dalam Memajukan Perdagangan 58. ekspor indonesia mengalami pelemahan dan pemerintah tidak berbuat apa apa dalam mendorong peningkatan ekspor. 59. Impor mengalami pelemahan dikarenakan melemahnya industri dalam negeri, namun pemerintah tidak melakukan apa apa dalam membantu industri nasional. Surplus neraca merdagangan bukan disebabkan oleh peningkatan kapasitas ekonomi namun disebabkan oleh pelemahan ekonomi. 60. Neraca transaksi berjalan indonesia mengalami defisit, artinya pengeluaran internasional lebih besar dari penerimaan internasional 61. Neraca pendapatan primer mengalami defisit yang sangat besar. Pemerintah tidak melakukan apa apa dalam mengatasi arus keluar uang hasil keuantungan investasi internasional di Indonesia. 62. Peningkatan pangan impor dikarenakan kegagalan pemerintah dalam membangun ketahanan pangan nasional. 63. Peningkatan impor minyak dan gas akibat kegagalan pemerintah dalam membangun industri migas nasional. 64. pemerintah gagal memaksimalkan pasar dalam negeri dalam rangka menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dikarenakan orientasi selama ini ke pasar ekspor dalam hal bahan mentah belum berubah. 65. Peerintah sama sekali tidak memberikan proteksi atau perlindungan melalui subsidi, pembatasan impor, bea masuk impor yang tingggi dalam rangka melindungi usaha usaha dan produk produk yang dihasilkan oleh rakyat Indonesia. Gagal dalam Menjaga Stabilitas Fiskal 66. Perencanaan APBN yang tidak obyektif dan ambisius yang mengakibatkan seluruh target dan sasaran APBN tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Target Penerimaan negara dari Target kenaikan pajak pemerintahan Jokowi tahun 2016 itu mencapai 46 % dibandingkan realisasi tahun 2015. Penerimaan negara bukan pajak APBNP 2016 ditargetkan sebesar Rp. 245,1 triliun yang salah satunya bersumber dari penerimaan migas senilai Rp. 68,7 triliun. Sementara menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa penerimaan perpajakan tahun ini akan sama dengan penerimaan Tahun 2015. 67. Target penerimaan pajak tidak tercapai dalam d 96. Pemerintah membiarkan terjadinya over suplai rumah dan ruang perkantoran sebagian besar masyarakat miskin tidak memiliki rumah. tercapai dalam dua tahun terakhir yang ditandai dengan penerimaan pajak yang rendah dan sama dengan tahun tahun sebelumnya. 68. Pemerintah melakukan manipulasi penerimaan tax amnesty. Dalam proyek tax amnesty pemerintah dikatakan bahwa ada penerimaan uang tebusan sebesar Rp 97 triiun, namun pada sisi lain pemerintah menyatakan penerimaan pajak tahun ini sama dengan tahun kemarin. Ini aneh. 69. Program tax amnesty telah menghilangkan potensi penerimaan pajak pemerintah yang seharusnya. Berbeda jika pemerintah melakukan penguatan sistem dan database pajak. 70. Melebarnya defisit dalam APBN dikarenakan target pembiayaan yang ambisius untuk penyertaan modal negara dalam pembangunan infrastruktur 71. Gagal mengurangi utang pemerintah dari luar negeri. Utang luar negeri pemerintah dalam jumlah yang sangat besar, jauh lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia (BI), pada saat SBY berhenti menjadi presiden atau kwartal III tahun 2014, utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar 129,73 miliar dollar AS atau Rp 1.751,4 triliun. Akhir Agustus 2016, utang luar negeri pemerintah mencapai 159.7 miliar dollar AS. Dengan demikian, sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi, utang luar negeri pemerintah bertambah sebesar Rp 404.5 triliun. 72. Gagal mengurangi utang pemerintah dari dalam neneri. Utang dalam negeri pemerintah juga semakin membengkak. Data Bank Indonesia menyebutkan, utang dalam negeri pemerintah sampai dengan Oktober 2014 sebesar Rp 1.107,28 triliun dan saat ini, mencapai Rp 1.518,69. Dengan demikian utang dalam negeri pemerintah telah bertambah sebesar Rp 411,39 triliun. 73. Meningkatnya cicilan utang pokok, buyback obligasi negara, tingginya bunga utang yang menyedot keuangan negara dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan pengeluaran dalam rangka pembangunan 74. Tidak adanya langkah untuk melakukan renegosiasi utang luar negeri untuk meningkatkan kemampuan fiskal dalam rangka membangun perekonomian nasional 75. Penggunaan seluruh utang luar negeri dan utang dalam negeri untuk membayar bunga dan cicilan utang pokok dan utang jatuh tempo. 76. Pemerintah melakukan banyak pemborosan dengan melakukan busukan blusukan yang tidak jelas hasilnya. Dalam catatan pemerintah paling banyak melakukan blusukan ke NTB dan papua, namun kedua daerah itu kondisi ekonominya semakin buruk. 77. Pemerintah menjadi masyarakat umum sebagai sasaran pengurasan pajak, memburu para artis yang memiliki follower banyak, rencana memajaki sektor informal, dll. Sistem pajak pemerintahan Jokowi menjadi teror bagi masyarakat. 78. Pemerintah memeras cukai tembakau dan menjadikan petani tembakau dan industri rokok sebagai bantalan utama APBN. Sisi lain sektor tembakau mengalami diskriminasi yang luas. Pemerasan terhadap industri tembakau akan melemahkan industri ini dalam persaingan internasional. Gagal Membangun Pendidikan 79. Gagal membangun sistem pendidikan nasional sejalan dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan cita cita pendiri bangsa. 80. Kurikulum pendidikan semakin jauh dari kultur, nilai nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, semakin jauh dari Pancasila dan semangat gotong royong. 81. Melepaskan secara penuh pendidian pada mekanisme pasar yang mengakibatkan sektor pendidikan dikuasai oleh kapitalis dan menjadi ajang cuci otak dalam rangka memasok pemikiran neoliberal 82. Pendidikan menjadi ajang bisnis untuk mengeruk keuantungan semata. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam rangka mengontrol bisnis pendikan sehingga tercipta keadilan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh hak yang sama dalam meraih pendidikan yang layak dan berkualitas. 83. Biaya pendidikan yang semakin mahal mulai dari pendidikan usia dini, sekolah dasar hingga universitas. Terjadi inflasi pendidikan yang sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh lapisan masyarakat bawah. 84. Terjadi dikriminasi yang luas diantara anggota masyarakat, diantara orang kaya dan orang miskin terkait dengan akses mereka terhadap pendidikan yang berkualitas. Gagal Membangun Keseha Gagal dalam menjaga stabilitas moneter, yang ditandai dengan flugtuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berdampak pada ketidakpastian usaha di dalam negeri. Kondisi moneter Indonesia pada era pemerintahan Jokowi sangat buruk yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hingga saat ini rupiah belum mengalami pemulihan dan terancam jatuh semakin dalam. Mata uang rupiah telah menjadi mata uang paling buruk dan paling rawan di duni Gagal Membangun Kesehatan Masyarakat 85. Pemerintah melakukan liberalisasi kesehatan yang ditandai dengan berkurangnya peran negara dalam sektor kesehatan, berkurangnya subsidi dan tidak adanya peran negara dalam menyediakan tenaga dan fasilitas kesehatan secara merata, murah di seluruh wiayah Indonesia. 86. Pemerintah meakukan privatisasi lembaga kesehatan termasuk memberikan keleluasaan kepada modal asing untuk menguasai rumah sakit secara mayoritas di Indonesia. 87. Melakukan komersialisasi kesehatan dengan memperluas dan meningkatkan peran swasta dalam penyediaan fasilitas kesehatan, binis obat obatan, vaksin dab seluruh peralatan kesehatan lainnya. 88. Meningkatnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Rata rata pengeluaran kesehatan masyarakat Indonesia sudah mencapai 70 persen dari pendapatan mereka (survey sebuah perusahaan asuransi terkemuka). 89. Pemeritah gagal menjamin keamanan, keselamatan dan masa depan tenaga kesehatan. Bukti nyata adalah keresahan para bidan yang menuntut kepastian masa depan dari pemerintah. 90. Terjadi diskriminasi yang luas dalam bidang kesehatan terkait akses mayarakat terhadap kesehatan yang berkualitas. Industri kesehatan menghina orang miskin dan memuliakan orang kaya. Gagal Menyediakan Perumahan untuk Rakyat 91. Hilangnya tanggung jawab negara dalam menyediakan perumahan bagi rakyat. Hajat hidup rakyat akan perumahan diserahkan kepada pengembang /developer dan dijadikan ajang untuk mengakumulasi keuantungan. 92. Pemerintah menyuburkan liberlisasi sektor perumahan rakyat, melalui pembukaan investasi swasta dan asing. Akibatnya lahan, atau tanah dibawah penguasaan atau dominasi pengembang. Penguasaan lahan skala besar telah menjadi modus pengembang dalam meningkatkan hegemoni mereka. 93. Pemerintah menyuburkan finansialisasi perumahan akibatnya sektor perumahan indonesia jatuh ke tangan perusahaan financial global mealui para taipan nasional. 94. Pemerintah menyuburkan spekulasi dalam sektor perumahan yang mengakibatkan terjadinya gelembung harga rumah dan apartemen secara tidak wajar. 95. Pemerintah membiarkan harga perumahan dan apartemen melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. 96. Pemerintah membiarkan terjadinya over suplai rumah dan ruang perkantoran sebagian besar masyarakat miskin tidak memiliki rumah. 97. Subsidi APBN sektor perumahan tidak dinikmati oleh kalangan masyarakat bawah, namun justru dinikmati oleh perusahaan keuangan, bank dan asuransi. Kredit perumahan telah menjadi ajang penghisapan yang sangat kejam. 98. Meningkatnya jumlah masyararajat yang tidak memiliki rumah akibat tidak tersedianya kemampuan untuk membeli dan mendapatkan rumah. Gagal Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan 99. Indonesia merupakan negara anggota G20 atau negara dengan PDB terbesar di dunia yang rakyatnya paling miskin. Tapi pemerintahnya berlagak seperti negara maju. Pro pencabutan subsidi, pro pembukaan pasar. 100. pemerintah gagal menurunkan tingkat kemiskinan dengan menggunakan sumber daya anggaran APBN yang cukup besar. Jumlah penduduk miskin terus meningkat dari tahun. 101. Pemerintah gagal mengatasi kedalaman kemiskinan yang semakin parah yang dibuktikan dengan kondisi ekonomi masyarakat miskin menuju sekarat. Akan berlanjut dengan ratusan kegagalan lainnya...[***] Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Jakarta Ramadhan 101 Kegagalan Jokowi-JK Dalam 2 Tahun Masa Pemerintahan OLEH: SALAMUDDIN DAENG 1. Tidak menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan Trisakti dalam berbagai perundingan internasional secara konsisten. Tidak ada sama sekali agenda jokowi dalam berbagai pertemuan internasional yang mengusung cita cita proklamasi, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Bung karno menyelenggarakan pertemuan internasional Konferensi Asia Afrika (KAA) dalam rangka menjalankan amanat konstitusi UUD 1945. 2. Gagal melindungi kepentingan nasional dalam berbagai perundingan internasional. Kepentingan nasional yang dimaksud adalah menjaga kedaualatan Negara dan bangsa Indonesia dan melindungi kepentingan rakyat Indonesia dari pengisapan rexim global. 3. Pemerintah Jokowi gagal menjadikan pertemuan internasional seperti G20, OPEC, ASEAN sebagai strategi penyelamatan kedaualatan negara, malah menjadikannya sebagai ajang memburu utang dan investasi, bukan memperjuangkan nasionalisme ekonomi. Pemerintahan dalam berbagai pertemuan internasional mengobral kekayaan alam dan pasar Indonesia untuk di eksploitasi dan dijarah oleh modal internasional. 4. Pemerintah Jokowi gagal melindungi pasar Indonesia dari invasi global. Memasukkan Indonesia sebagai bantalan bagi krisis keuangan china. Pemerintah Jokowi mengambil bagian dalam proyek politik jalur sutera China. Proyek jalur sutera bukan sekedar merupakan proyek ekonomi, namun juga proyek politik dan kebuayaan China dalam rangka memperluas dominasinya secara global. 5. Pemerintah Jokowi gagal melindungi pasar Indonesia dari produk China. Jokowi menjadikan ekonomi Indonesia sebagai pasar produk cina, mulai dari produk UKM, hingga produk infrastruktur dan produk pasar keuangan China. Penyerahan pasar infrastruktur Indonesia kepada China merupakan agenda prioritas Jokowi. Sebagian besar mega proyek infrastruktur telah jatuh ke tangan China. Padahal pasar infrastruktur seharusnya menjadi dasar bagi bangkitnya UKM, industry besi baja dan pasar tenaga jerja nasional. 6. Jokowi gagal memperjuangkan Indonesia di kawasan Pasifik. Pemerintah Rencana membawa Indonesia ke dalam perjajian Trans Pacifik Partnership (TPP) yang mengancam masa depan UKM, BUMN dan industri nasional. TPP merupakan proyek politik dan ekonomi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik. Perjanjian TPP berisikan seluruh agenda pencabutan subsidi, liberalsiasi perdagangan, privatisasi BUMN dan berbagai perjanjian di bidang politik dan social budaya. 7. Gagal memperjuangkan kepentingan nasional dalam ASEAN Economic Community (AEC) yang mengakibatkan Indonesia menjadi sasaran invasi China dalam yang masuk melalui skema Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Sejak kesepakatan Asean-Indonesia China Free Trade Agreement, Indonesia mengalami deficit perdagangan secara terus menerus dengan China. 8. Gagal memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam kesepakatan UNFCCC tentang perubahan iklim. Target penurunan emisi yang dijanjikan Jokowi kepada dunia internasional akan menjadi pukulan berat bagi sektor energi dan industri nasional. Komitmen penurunn emisi yang disepakati Jokowi di dalam UNFCC akan menjadi pukulan bagi industry nasional. UNFCC pada dasarnya adalah rezim standarisasi produk berdasarkan emisi karbon, komitmen penurunan subsidi energy, perdagangan karbon. 9. Pemerintah Jokowi gagal melakukan penghematan anggaran dalam urusannya melakukan diplomasi internasional. Pemerintah melakukan pemborosan anggaran dengan kunjungan ke luar negeri disaat kondisi kemiskinan masyarakat. Hampir semua Negara dan pertemuan internasional dikunjungi Jokowi, namun seluruh kunjungan tersebut tidak membuahkan hasil apa apa bagi kemajuan Negara dan bangsa. Gagal Menjaga Stabilitas Makro Ekonomi 10. Gagal mengendalikan gejolak harga kebutuhan pokok yang tidak menentu yang merugikan konsumen dan masyarakat Indonesia. Sepanjang dua tahun pemerintaha harga pangan adalah yang paling bergejolak. Disaat panen petani harga pangan dan hasil pertanian jatuh. Sementara di saat yang lain harga naik tak terkendali. Para spekulan pangan khususnya para importir pangan adalah pihak yang paling diuntungkan. Sementara petani dan konsumen adalah pihak yang sangat dirugikan. 11. Kenaikan harga harga atau Inflasi sangat tinggi tidak sebanding dengan kenaikan upah dan pendapatan yang diterima oleh sebagian besar masyarakat indonesia. Menurut Bank Duni ekonomi Indonesia dihadapkan oleh dua masalah yang saling berlawanan yakni inflasi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan ekonomi Indonesia sangat sulit untuk mengalami pemulihan, mengingat selama ini pertumbuhan ekonomi lebih digerakkan oleh sector konsumsi, khsusunya konsumsi masyarakat. 12. Gagal menjaga stabilitas harga kebutuhan dasar masyarakat seprti harga minyak, listrik, tranfortasi, yang menjadi penyumbang inflasi yang besar. Dalam era pemerimtahan Jokowi harga BBM dan gas dipermainkan seperti yoyo. Terobosan awal pemerintahan ini adalah mencabut subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM langsung melambung tinggi. Rakyat menjerit namun pemerintahan Jokowi tidak peduli. Dalam era pemerintahan ini tariff listrik naik hamper setiap bulan. Harga listrik yang setinggi tingginya adalah jualan pemerintahan Jokowi dalam menarik investor masuk dalam mega proyek ambisius 35 ribu megawatt. 13. Pemerintah memperparah penurunan daya beli masyarakat dengan menghilangkan berbagai bentuk proteksi dan subsidi. Pemerintahan Jokowi secara terbuka menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang anti subsidi dan proteksi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap pemerintah yang tanpa ragu menghapus subsidi bahan bakar minyak. Sepanjang pemerintahan Jokowi kita tidak menemukan kebijakan subsidi harga kepada petani. Petani yang merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat Indonesia adalah yang paling menderita penurunan pendapatan pada era pemerintahan ini. 14. Pemerintah membiarkan tingkat suku bunga kredit investasi, modal kerja dan kredit konsumsi yang sangat tinggi yang menyebabkan sektor produktif terkuras. Indonesia merupakan Negara dengan suku bunga yang tinggi. Perbankkan dan lembaga keuangan lainnya bagaikan lintah darat menghisap rakyat. Perbankkan, lembaga keuangan meminjam uang di luar negeri dengan bunga yang lebih rendah dan menghutangkan kepada ralyat dengan bunga yang sangat tinggi. Pemerintahan Jokowi terus melangengkan penghisapan sector keuangan kepada rakyat. 15. Pemerintah gagal menciptakan iklim perpajakan yang sehat. Pemberlakukan tax amnesty telah menciptakan ketidakpastian dalam masalah perpajakan. Tax amnesty merupakan hukuman bagi warga Negara yang taat membayar pajak, karena memberikan insentif dalam bentuk penghapusan pajak kepada pembayar pajak yang tidak taat. Sisi lain tax amnesty yang menggunakan pendekatan harta kekayaan/asset tanpa melihat asal usul harta merupakan kesempatan bagi para penjahat dan criminal dan bisnis illegal serta para koruptor untuk melegalisasi harta kekayaanya. Tax amnesty dalam rezim devisa bebas berpotensi menjadi ancaman bagi stabilitas keuangan karena orang orang yang merepatriasi uangnya ke Indonesia dapat menariknya sewaktu waktu dalam tempo cepat. Selain itu para spekulan dapat menggunakannya sebagai kesempatan untuk menguras sector keuangan nasional. 16. Gagal dalam menjaga stabilitas moneter, yang ditandai dengan flugtuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berdampak pada ketidakpastian usaha di dalam negeri. Kondisi moneter Indonesia pada era pemerintahan Jokowi sangat buruk yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hingga saat ini rupiah belum mengalami pemulihan dan terancam jatuh semakin dalam. Mata uang rupiah telah menjadi mata uang paling buruk dan paling rawan di dunia. Stabilitas politik dan keamanan serta ketidakpastian dalam kebijakan merupakan pemicu jatuhnya rupiah. Factor fundamental seperti pertumbuhan ekonomi yang rendah, penyerapan anggaran pemerintah yang buruk, pengangguran yang tinggi menyebabkan ekonomi melemah. Factor external seperti deficit perdagangan dan deficit dalam neraca transaksi berjalan menyebabkan arus uang keluar dari ekonomi Indonesia sangat tinggi. 17. Pemerintah gagal mengendalikan pemerintah daerah yang selama ini menjadi faktor penghambat kemajuan ekonomi nasional. Banyaknya perda dan pungutandaerah telah menimbulkan keresahan di kalangan dunia usaha. Pemerintah daerah menerapkan berbagai macam pungutan dalam rangka meningkatkan gaji, tunjangan dan pendapatan lain lain bagi pejabat daerah dan anggota DPR. Pemerintah Jokowi gagal dalam melakukan penertiban terhadap berbagai peraturan daerah yang menghambat investasi. 18. Pemerintah jokowi gagal dalam memperbaiki keuangan pemerintah daerah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya anggaran pemerintah daerah yang tidak terserap yang mengendap di bank bank dan sector keuangan lainnya. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang melakukan pemangkasan alokasi dana untuk pemerintah daerah dalam tahun 2016 ikut memperparah kondisi ekonomi daerah. Pemerintah melakukan pengurangan anggaran melalui APBNP 2016 dan pemotongan anggaran melalui keputusan menteri keuangan tahun 2016. Gagal Melakukan Pemulihan Ekonomi 19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot. Capaian pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun pemerintahan Jokowi berada dibawah rata rata pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun sebelum pemerintahan ini. Pada era pemerintahan sebelumnya rata rata pertumbuhan ekonomi berkisar antara 6 �" 7 %, namun dalam dua tahun pemerintahan Jokowi pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4,7 sampai dengan 5,2 persen. kegagalan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh realisasi anggaran, dan ekspor yang tidak tercapai. 20. Pemerintah gagal dalam merealisasikan target penerimaan Negara. Sejak awal pemerintah merancang target penerimaan baik pajak maupun non pajak yang sangat ambisius. Penerimaan perpajakan ditargetkan naik cukup tinggi. 21. Pemerintah gagal dalam meningkatkan minat investasi khususnya dalam rangka membangun industri. Defresiasi yang tinggi dalam nilai mata uang menyebabkan orang memelihara liquditas dalam mata uang asing. Jokowi gagal dalam membangun kepercayaan pasar untuk melalkukan investasi sektor riel terutama dalam hal membangun industri. 22. Gagal menjadikan sektor infrastruktur dalam rangka menggerakkan sektor industri, keuangan dan perdagangan nasional. Pembangunan infrastruktur yang sangat digalakkan oleh pemerintahan Jokowi justru memperlemah sector industry, keuangan dan perdagangan nasional. Pembangunan infrastruktur di era Jokowi bersandar pada investasi asing dan utang luar negeri. Pemerintah justru menjadi penopang bagi bangkitnya industry di luar negeri darimana investasi tersebut berasal. Sementara barang barang yang diperlukan bagi pembangunan infrastruktur berasal dari luar negeri sehingga memperparah neraca ekternal Indonesia. Tidak hanya itu proyek infrastruktur tersebut banyak memperekerjakan tenaga kerja asing, terutama Tiongkok yang menjadi sumber utama investasi. Proyek infrastruktur semacam ini justru memperparah pengangguran di dalam negeri. 23. Gagal memperbaiki kinerja perdagangan dalam negeri. Sepanjang pemerintahan Jokowi kinerja perdagangan Indonesia merosot tajam. Hal ini ditunjukkan oleh penuruanan penjualan property dan penjualan kendaraan bermotor. Padahal sektor ini adalah penyumbang pertumbuhan ekonomi selama ini. 24. Penurunan ekspansi kredit baik kredit property, kredit kendaraan bermotor maupun kredit konsumsi terjadi sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi. 25. Peningkatan kredit bermasalah terbesar pada sektor pertambangan dengan nilai non performing loan yang sangat tinggi. Pemerintah jokowi tidak melakukan langkah apapun untuk memulihkan kondisi ini. Gagal Membangun Pertanian, Peternakan, dan Perikanan 26. Gagal meningkatkan kapasitas petani baik dalam hal peningkatan luas lahan, modal produksi maupun peningkatan kapasitas sumber daya manusia pertanian indonesia. 27. Gagal menjalankan proyek bagi bagi lahan pertanian kepada petani sebagaimana yang dijanjikan saat pemilihan presiden 2014 lalu. 28. Gagal meningkatkan produksi dan produktifitas petani yang ditunjukkan oleh menurunnya hasil produksi pertanian. 29. Gagal dalam menekan biaya produksi petani yang ditunjukkan oleh meningkatnya harga bibit, pukuk dan sarana produksi pertanian lainnya. 30. Gagal menjamin stabilitas harga hasil panen petani agar memberikan keuantungan bagi petani. Harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani justru jatuh pada saat panen. Di era pemerintahan jokowi harga hasil pertaian petani adalah yang paling buruk. 31. Gagal meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan daya beli masyarakat perdesaan. 32. Gagal membangun kemandirian masyarakat pedesaan dalam menyediakan kebutuhan pokok mereka secara mandiri. Pendapatan masyarakat pedesaan tergerus oleh mahalnya harga barang barang hasil industri. 33. Gagal meningkatkan kapasitas dan kemampuan peternak dalam keahlian, penguasaan tehnologi, modal dan sarana produksi lainnya. 34. Gagal menjaga stabilits harga daging pada tingkat yang menguntungkan peternak. 35. Gagal menyediakan mekanisme subsidi, insentif dan bentuk bentuk pemberdayaan terhadap peternak lokal. 36. Gagal meningkatkan produksi ternak nasional yang ditujukan dengan meningkatnya impor sapi dan daging sapi. Bahkan pemerintah tekah melakukan impor dari negara yang masih terjangkit penyakit hewan menular yang membahayakan keselamatan bangsa. 37. Gagal meningkatkan kapasitas dan kemapuan nelayan baik dalam keahlian, dan penguasaan tehnologi, modal dan peralatan yang dimilikinya. 38. Gagal memajukan sektor perikanan, perkapalan, dan budidaya perikanan yang ditandai dengan menurunkan kemampuan nelayan dalam menjalankan kegiatan ekonomi mereka. 39. Gagal meningkatkan pendapatan nelayan, dikarenakan tingginya bisaya produksi dan harga energi yang harus dibayarkan oleh nelayan. 40. Gagal meningkatkan produksi perikanan, yang ditandai dengan meningkatnya impor hasil perikanan ke Indonesia yang menguras devisa negara. Gagal Membangun Industri Nasional 41. meningkatnya de- industrialsiasi nasional yang ditujukan oleh semakin melemahnya kontribusi sektor industri terhadap produk domestik broto 42. pemerintah gagal melindungi industri nasional dari persaingan dengan perusahaan perusahaan swasta dan BUMN asing. 43. Pemerintah gagal melindungi industri dasar nasional seperti industri besi baja, industri petrokimia, dari gempuran asing. 44. Perusahaan perusahaan nasional yang bergerak disektor ektraktif jatuh ke tangan asing, baik perusahaan tambang, migas, perkebunan dan kehutanan. Dalam hal ini terjadi proses asingisasi. 45. Pemerintah gagal menyediakan pasokan energi yang memadai bagi pembangunan industri dasar seperti masalah kelangkaan pasokan gas, batubara dan sumber energi lainnya. 46. Pemerintah gagal menyelamatkan ketahanan energi yang merupakan modal dasar dalam membangun industri nasional. 47. Pemerintah gagal dalam menyelamatkan sumber daya alam Indonesia sebagai modal dasar pembangunan industri. Kekayaan alam Indonesis masih dikuras untuk kepentingan ekspor. 48. Pemerintah memperalat BUMN dalam mengejar utang luar negeri terasuk BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan industri. Akibatnya BUMN manjadi jalur distribusi barang impor 49. Pemerintah gagal menjadikan ambisi mega infrastruktur sebagai pasar bagi industri nasional namun justru menjadi bahan baku dan barang jadi impor. 50. Meningkatnya utang Badan Usaha Milik Negara ke pasar keuangan untuk membiayai ambisi mega proyek pemerintahan jokowi telah memperparah kondisi keuangan BUMN. Jika BUMN gagal bayar utang nantinya, maka BUMN akan jatuh ke tangan asing. Gagal Membangun Kapasitas Buruh/Pekerja Nasional 51. pemerintah gagal membangun kapasitas buruh atau pekerja baik dalam penguasaan ilmu pengetahunan dan teknologi. Pemerintah sama sekali tidak mengambil peran dalam membangun sektor perburuhan. 52. Pemerintah gagal dalam menjamin adanya transfer tehnologi sebagimana yang dijanjikan oleh investor asing. Dalam dua tahun pemerintahan Jokowi tidak ada langkah langkah ke arah tersebut. 53. Kesempatan kerja yang semakin menyempit dikarenakan rendahnya pertumbuhan usaha usaha nasional. 54. Gagal menjadikan mega proyek yang dijamin dengan APBN seperti MRT, LRT, Kereta Cepat, listrik 35 ribu megawatt sebagai alat untuk menciptakan kesemapatan kerja. Proyek yang menggunakan modal asing tersebut menggunakan bahan baku impor dan tenaga kerja asing sehingga justru menciptakan kesempatan kerja di luar negeri dan mengambil alih kesempatan yang seharusnya diperoleh oleh rakyat. 55. Pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat dikarenakan banyaknya industri yang gulung tikar akibat pelemahan ekonomi. 56. Pemerintah gagal meningkatkan kesejahteraan buruh. Upah buruh yang cenderung menurun dikarenakan inflasi yang tinggi, pajak yang tinggi dan suku bungayang tinggi. Buruh/pekerja tidak dapat menikmati sama sekali pertumbuhan ekonomi. 57. Banyaknya tenaga kerja dari luar khususnya China yang mengambil alih lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Gagal dalam Memajukan Perdagangan 58. ekspor indonesia mengalami pelemahan dan pemerintah tidak berbuat apa apa dalam mendorong peningkatan ekspor. 59. Impor mengalami pelemahan dikarenakan melemahnya industri dalam negeri, namun pemerintah tidak melakukan apa apa dalam membantu industri nasional. Surplus neraca merdagangan bukan disebabkan oleh peningkatan kapasitas ekonomi namun disebabkan oleh pelemahan ekonomi. 60. Neraca transaksi berjalan indonesia mengalami defisit, artinya pengeluaran internasional lebih besar dari penerimaan internasional 61. Neraca pendapatan primer mengalami defisit yang sangat besar. Pemerintah tidak melakukan apa apa dalam mengatasi arus keluar uang hasil keuantungan investasi internasional di Indonesia. 62. Peningkatan pangan impor dikarenakan kegagalan pemerintah dalam membangun ketahanan pangan nasional. 63. Peningkatan impor minyak dan gas akibat kegagalan pemerintah dalam membangun industri migas nasional. 64. pemerintah gagal memaksimalkan pasar dalam negeri dalam rangka menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dikarenakan orientasi selama ini ke pasar ekspor dalam hal bahan mentah belum berubah. 65. Peerintah sama sekali tidak memberikan proteksi atau perlindungan melalui subsidi, pembatasan impor, bea masuk impor yang tingggi dalam rangka melindungi usaha usaha dan produk produk yang dihasilkan oleh rakyat Indonesia. Gagal dalam Menjaga Stabilitas Fiskal 66. Perencanaan APBN yang tidak obyektif dan ambisius yang mengakibatkan seluruh target dan sasaran APBN tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Target Penerimaan negara dari Target kenaikan pajak pemerintahan Jokowi tahun 2016 itu mencapai 46 % dibandingkan realisasi tahun 2015. Penerimaan negara bukan pajak APBNP 2016 ditargetkan sebesar Rp. 245,1 triliun yang salah satunya bersumber dari penerimaan migas senilai Rp. 68,7 triliun. Sementara menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa penerimaan perpajakan tahun ini akan sama dengan penerimaan Tahun 2015. 67. Target penerimaan pajak tidak tercapai dalam dua tahun terakhir yang ditandai dengan penerimaan pajak yang rendah dan sama dengan tahun tahun sebelumnya. 68. Pemerintah melakukan manipulasi penerimaan tax amnesty. Dalam proyek tax amnesty pemerintah dikatakan bahwa ada penerimaan uang tebusan sebesar Rp 97 triiun, namun pada sisi lain pemerintah menyatakan penerimaan pajak tahun ini sama dengan tahun kemarin. Ini aneh. 69. Program tax amnesty telah menghilangkan potensi penerimaan pajak pemerintah yang seharusnya. Berbeda jika pemerintah melakukan penguatan sistem dan database pajak. 70. Melebarnya defisit dalam APBN dikarenakan target pembiayaan yang ambisius untuk penyertaan modal negara dalam pembangunan infrastruktur 71. Gagal mengurangi utang pemerintah dari luar negeri. Utang luar negeri pemerintah dalam jumlah yang sangat besar, jauh lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia (BI), pada saat SBY berhenti menjadi presiden atau kwartal III tahun 2014, utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar 129,73 miliar dollar AS atau Rp 1.751,4 triliun. Akhir Agustus 2016, utang luar negeri pemerintah mencapai 159.7 miliar dollar AS. Dengan demikian, sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi, utang luar negeri pemerintah bertambah sebesar Rp 404.5 triliun. 72. Gagal mengurangi utang pemerintah dari dalam neneri. Utang dalam negeri pemerintah juga semakin membengkak. Data Bank Indonesia menyebutkan, utang dalam negeri pemerintah sampai dengan Oktober 2014 sebesar Rp 1.107,28 triliun dan saat ini, mencapai Rp 1.518,69. Dengan demikian utang dalam negeri pemerintah telah bertambah sebesar Rp 411,39 triliun. 73. Meningkatnya cicilan utang pokok, buyback obligasi negara, tingginya bunga utang yang menyedot keuangan negara dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan pengeluaran dalam rangka pembangunan 74. Tidak adanya langkah untuk melakukan renegosiasi utang luar negeri untuk meningkatkan kemampuan fiskal dalam rangka membangun perekonomian nasional 75. Penggunaan seluruh utang luar negeri dan utang dalam negeri untuk membayar bunga dan cicilan utang pokok dan utang jatuh tempo. 76. Pemerintah melakukan banyak pemborosan dengan melakukan busukan blusukan yang tidak jelas hasilnya. Dalam catatan pemerintah paling banyak melakukan blusukan ke NTB dan papua, namun kedua daerah itu kondisi ekonominya semakin buruk. 77. Pemerintah menjadi masyarakat umum sebagai sasaran pengurasan pajak, memburu para artis yang memiliki follower banyak, rencana memajaki sektor informal, dll. Sistem pajak pemerintahan Jokowi menjadi teror bagi masyarakat. 78. Pemerintah memeras cukai tembakau dan menjadikan petani tembakau dan industri rokok sebagai bantalan utama APBN. Sisi lain sektor tembakau mengalami diskriminasi yang luas. Pemerasan terhadap industri tembakau akan melemahkan industri ini dalam persaingan internasional. Gagal Membangun Pendidikan 79. Gagal membangun sistem pendidikan nasional sejalan dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan cita cita pendiri bangsa. 80. Kurikulum pendidikan semakin jauh dari kultur, nilai nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, semakin jauh dari Pancasila dan semangat gotong royong. 81. Melepaskan secara penuh pendidian pada mekanisme pasar yang mengakibatkan sektor pendidikan dikuasai oleh kapitalis dan menjadi ajang cuci otak dalam rangka memasok pemikiran neoliberal 82. Pendidikan menjadi ajang bisnis untuk mengeruk keuantungan semata. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam rangka mengontrol bisnis pendikan sehingga tercipta keadilan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh hak yang sama dalam meraih pendidikan yang layak dan berkualitas. 83. Biaya pendidikan yang semakin mahal mulai dari pendidikan usia dini, sekolah dasar hingga universitas. Terjadi inflasi pendidikan yang sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh lapisan masyarakat bawah. 84. Terjadi dikriminasi yang luas diantara anggota masyarakat, diantara orang kaya dan orang miskin terkait dengan akses mereka terhadap pendidikan yang berkualitas. Gagal Membangun Kesehatan Masyarakat 85. Pemerintah melakukan liberalisasi kesehatan yang ditandai dengan berkurangnya peran negara dalam sektor kesehatan, berkurangnya subsidi dan tidak adanya peran negara dalam menyediakan tenaga dan fasilitas kesehatan secara merata, murah di seluruh wiayah Indonesia. 86. Pemerintah meakukan privatisasi lembaga kesehatan termasuk memberikan keleluasaan kepada modal asing untuk menguasai rumah sakit secara mayoritas di Indonesia. 87. Melakukan komersialisasi kesehatan dengan memperluas dan meningkatkan peran swasta dalam penyediaan fasilitas kesehatan, binis obat obatan, vaksin dan seluruh peralatan kesehatan lainnya. 88. Meningkatnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Rata rata pengeluaran kesehatan masyarakat Indonesia sudah mencapai 70 persen dari pendapatan mereka (survey sebuah perusahaan asuransi terkemuka). 89. Pemeritah gagal menjamin keamanan, keselamatan dan masa depan tenaga kesehatan. Bukti nyata adalah keresahan para bidan yang menuntut kepastian masa depan dari pemerintah. 90. Terjadi diskriminasi yang luas dalam bidang kesehatan terkait akses mayarakat terhadap kesehatan yang berkualitas. Industri kesehatan menghina orang miskin dan memuliakan orang kaya. Gagal Menyediakan Perumahan untuk Rakyat 91. Hilangnya tanggung jawab negara dalam menyediakan perumahan bagi rakyat. Hajat hidup rakyat akan perumahan diserahkan kepada pengembang /developer dan dijadikan ajang untuk mengakumulasi keuantungan. 92. Pemerintah menyuburkan liberlisasi sektor perumahan rakyat, melalui pembukaan investasi swasta dan asing. Akibatnya lahan, atau tanah dibawah penguasaan atau dominasi pengembang. Penguasaan lahan skala besar telah menjadi modus pengembang dalam meningkatkan hegemoni mereka. 93. Pemerintah menyuburkan finansialisasi perumahan akibatnya sektor perumahan indonesia jatuh ke tangan perusahaan financial global mealui para taipan nasional. 94. Pemerintah menyuburkan spekulasi dalam sektor perumahan yang mengakibatkan terjadinya gelembung harga rumah dan apartemen secara tidak wajar. 95. Pemerintah membiarkan harga perumahan dan apartemen melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. 96. Pemerintah membiarkan terjadinya over suplai rumah dan ruang perkantoran sebagian besar masyarakat miskin tidak memiliki rumah. 97. Subsidi APBN sektor perumahan tidak dinikmati oleh kalangan masyarakat bawah, namun justru dinikmati oleh perusahaan keuangan, bank dan asuransi. Kredit perumahan telah menjadi ajang penghisapan yang sangat kejam. 98. Meningkatnya jumlah masyararajat yang tidak memiliki rumah akibat tidak tersedianya kemampuan untuk membeli dan mendapatkan rumah. Gagal Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan 99. Indonesia merupakan negara anggota G20 atau negara dengan PDB terbesar di dunia yang rakyatnya paling miskin. Tapi pemerintahnya berlagak seperti negara maju. Pro pencabutan subsidi, pro pembukaan pasar. 100. pemerintah gagal menurunkan tingkat kemiskinan dengan menggunakan sumber daya anggaran APBN yang cukup besar. Jumlah penduduk miskin terus meningkat dari tahun. 101. Pemerintah gagal mengatasi kedalaman kemiskinan yang semakin parah yang dibuktikan dengan kondisi ekonomi masyarakat miskin menuju sekarat. Akan berlanjut dengan ratusan kegagalan lainnya...[***] Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Jakarta Copyright © 2017 Rakyat Merdeka Online  

Kinerja Jokowi versi lembaga survey

  News Nasional Survei 'Kompas': Elektabilitas Jokowi 41,6 Persen, Prabowo 22,1 persen Senin, 29 Mei 2017 | 14:43 WIB  JAKARTA, KOMPAS.com - Elektabilitas Presiden Joko Widodo masih relatif jauh di atas tokoh lain jika pemilu presiden digelar saat ini. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berada di posisi kedua. Hal itu terlihat dari survei terakhir Harian Kompas yang dipublikasikan pada Senin (29/5/2017). Survei April 2017 menunjukkan 41,6 persen responden menyatakan, jika pemilu dilakukan saat ini, akan memilih Jokowi. Adapun Prabowo dipilih 22,1 persen responden. Seperti dikutip Kompas, geliat stabilitas politik, keamanan, penegakan hukum, dan kesejahteraan dalam enam bulan terakhir jadi pertimbangan signifikan warga untuk mengidolakan pemimpin yang dianggap mampu mengatasi persoalan.   Sebagai rujukan, sosok merepresentasikan prestasi kerja dan ketegasan jadi makin diminati.  Dari beragam nama, sosok Presiden Joko Widodo belum tergoyahkan, dan masih jadi referensi terbesar. Namun, saat sama, sosok Prabowo Subianto pun diminati. Hingga kini, keduanya semakin populer di mata publik, dan kian jauh meninggalkan popularitas sosok-sosok lainnya. Praktis, hasil survei berkala yang dilakukan Litbang Kompas sejak Januari 2015 hingga April 2017 menunjukkan masih kuatnya dominasi keterpilihan kedua sosok itu dalam benak publik. Tampilnya kedua sosok itu tak lepas dari ketatnya pola kontestasi politik yang dihadapi keduanya saat Pemilu Presiden 2014. Selepas hasil pemilu diumumkan, yang mengukuhkan Jokowi sebagai presiden dengan dukungan suara 53,2 persen (berselisih 6,3 persen suara pemilih), arus dukungan publik terhadap sosok Jokowi ataupun Prabowo tetap berlanjut. Dalam waktu dua tahun terakhir, peta keterpilihan keduanya semakin dinamis. Berbagai hasil survei opini publik menunjukkan dinamika popularitas keduanya. Survei pada Januari 2015, misalnya, keduanya mampu menguasai hingga 56 persen dari total pilihan masyarakat. Pada saat itu, Jokowi tergolong dominan, dipilih sekitar 42,5 persen responden dan Prabowo 13,7 persen. Sisanya merujuk nama-nama lain di luar Jokowi dan Prabowo atau kelompok responden yang belum punya sosok yang diidolakan sebagai pemimpin nasional. Seiring berjalannya waktu, pola keterpilihan kedua sosok itu jadi makin kompetitif. Belakangan, baik Jokowi maupun Prabowo mampu menciptakan tren peningkatan dukungan. Sebaliknya, dominasi kedua tokoh itu berimplikasi pada semakin sedikitnya ruang keterpilihan bagi tampilnya sosok lain. Sebagai gambaran, survei April 2017 menunjukkan 41,6 persen responden menyatakan, jika pemilu dilakukan saat ini, akan memilih Jokowi. Proporsi tersebut naik sekitar 4 persen dari Oktober 2016. Sisi lain, Prabowo dipilih 22,1 persen responden, meningkat hingga 5 persen dibandingkan survei periode sebelumnya. Jika digabungkan, keduanya mampu menguasai 63,7 persen, atau hampir dua pertiga dari total responden. Proporsi itu tampak semakin membesar dari waktu ke waktu dan pada sisi lain justru meredupkan alternatif pilihan publik pada sosok lain. Mereka yang memilih sosok-sosok lain di luar Jokowi dan Prabowo pada survei terakhir meraih 12,4 persen. Di antaranya, yang jadi rujukan publik, sosok pemimpin level daerah seperti Basuki Tjahaja Purnama, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, gubernur DKI terpilih Anies Baswedan, dan sosok lainnya berlatar belakang politisi, militer, menteri, masih jadi pilihan. 28/5 11.13] NEWS / INDONESIA 9 Juni 2017 ByRosa Folia Meski Ahok Kalah, Elektabilitas Jokowi Masih Tinggi Pilkada DKI Jakarta tak berpengaruh terhadap peta politik nasional. Rosa Panggabean/ANTARA FOTO Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis temuan terbaru mereka terkait elektabilitas para tokoh yang diprediksi akan bertarung dalam Pemilihan Presiden 2019. Dari temuan itu, diketahui bahwa elektabilitas Presiden Joko Widodo masih berada di posis teratas. Dalam survei yang dilaksanakan pada 14-20 Mei 2017 ini juga terungkap bahwa hasil Pilkada Jakarta yang dimenangi oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno tak berpengaruh pada peta politik nasional. Hasil tersebut juga seolah menjadi bantahan terhadap beberapa prediksi pengamat. Beberapa pakar memang menyatakan bahwa pemenang Pilkada akan memuluskan jalan calon Presiden dari kubu mereka. Jokowi mengungguli Prabowo. Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO Pada Kamis (8/6),Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menjelaskan bahwa dari 1.350 responden, 34,1 persen memilih Jokowi. Sementara itu, 17,2 persen mendukung Prabowo yang menjadi rival Jokowi di pilpres 2014. Djayadi menyebut perbedaan elektabilitas keduanya mirip dengan perbedaan elektabilitas SBY dan Megawati pada 2007. Ketika itu, dua tahun menjelang Pilpres 2009, perbedaan elektabilitas keduanya sebesar 16 persen. Jika Jokowi dan Prabowo saling dihadapkan, perbedaan dukungan keduanya juga terpaut cukup jauh, yakni 16,5 persen. Elektabilitas Jokowi sebesar 53,7 persen, sedangkan Prabowo sebesar 37,2 persen. Responden yang tidak menjawab ada 9,1 persen  Tahun Ketiga Jokowi, Antara Prestasi dan Kegagalan 12 Jan 2017 | 08:23 WIB 697 Nasional  (Foto : Ist) JAKARTA (netralitas.com) - Meskipun telah berhasil menunjukan kinerja yang baik pada beberapa bidang, mulai dari infrastruktur, tax amnesty, hingga kebijakan satu harga BBM diseluruh negeri, namun Pemerintahan Jokowi-JK masih menyimpan bom waktu. "Berdasakan kajian analisis yang dilakukan Riset Indonesia, berbagai langkah dan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya bernilai positif, tapi masih ada nilai negatif yang menjadi PR pemerintahan ke depan," kata Toto Sugiarto, Direktur Eksekutif Riset Indonesia kepada netralitas.com melalui surat elektronik, Rabu (11/01). Kajian Riset Indonesia mencatat berbagai nilai positif (prestasi) yang mengemuka di berbagai media. Publik mencatat bahwa upaya Jokowi menggenjot proyek infrastruktur dan upaya menghilangkan ketimpangan merupakan prestasi tertinggi dalam jumlah pemberitaan, masing-masing sebesar 20%. Upaya menghilangkan ketimpangan, antara lain tergambar pada kebijakan pembangunannya yang tidak Jawa Centris, menggenjot pembangunan di perbatasan, dan memperlakukan Papua sebagai anak kandung Republik alias tidak menganak-tirikan. Ini terlihat dari seriusnya pembangunan yang dilakukan di sana. Nilai positif lain yang muncul di ruang publik adalah keberhasilan tax amnesty (15%) dan kerja nyata (10%). Selain itu, masih terdapat tujuh nilai positif lainnya yang masing-masing sebesar 5%, yaitu, pelayanan kesehatan terjangkau, berhasil menjaga keamanan, kebijakan ekonomi yang mempermudah investor, santun, tegas, kesederhanaan Jokowi, dan kedekatan Jokowi dengan rakyat. Nilai Negatif Namun demikian, kajian Riset Indonesia juga mencatat nilai negatif yang muncul dalam pemberitaan di berbagai media massa. Mayoritas nilai negatif yang mengemuka adalah kurang berhasilnya Jokowi meningkatkan kesejahteraan rakyat (57,14%). Pada berbagai pemberitaan itu, Jokowi dinilai kurang berhasil menyediakan lapangan kerja, menekan pengangguran, dan mengurangi kemiskinan. Selain itu, terdapat rakyat yang mengatakan bahwa hidup di era Jokowi terasa makin susah. “Kegagalan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat tergambar pada jumlah penduduk rentan miskin yang mencapai lebih dari 50%. Mayoritas rakyat Indonesia rentan miskin”. Nilai negatif lain adalah penegakan hak asasi manusia (HAM) yang dinilai masih minim (14,29 %). "Selain itu, terdapat nilai negatif yang masing-masing sebesar 7,14%, yaitu kebijakan ekonomi masih pro-kepentingan asing, keraguan terhadap kemampuan Jokowi dalam meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi, keraguan terhadap kemampuan Jokowi dalam meningkatkan iklim investasi, dan Konsep Nawa Cita yang dinilai masih belum 'membumi'," pungkas Toto. Hasil analisis isi itu bersumber dari cakupan berita antara 20 Oktober 2014-22 Oktober 2016 pada beberapa media yang menjadi sampelnya  Politik Kamis, 23/03/2017 13:47 Survei: Pemerintahan Jokowi-JK Dianggap Pemimpin Boneka Reporter: Anugerah Perkasa , CNN Indonesia Sebarkan:  Jakarta, CNN Indonesia -- Survei Indo Barometer menunjukkan indikator kegagalan tertinggi dalam pemerintahan Jokowi-JK dalam 2,5 tahun terakhir adalah anggapan dikendalikan oleh pihak lain dan dinilai sebagai pemimpin boneka. Hal itu dipaparkan dalam survei yang diluncurkan pada Rabu (22/3). Survei itu menunjukkan terdapat 20 indikator kegagalan selama Jokowi-JK memimpin dalam 2, 5 tahun terakhir. Satu hal tertinggi adalah anggapan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang dianggap sebagai pemimpin boneka yakni mencapai 13,1 persen. “Persepsi publik terhadap kegagalan pemerintahan Jokowi-JK di antaranya…dikendalikan pihak lain, pemimpin boneka 13,1 persen, terlalu pro-China 6,2 persen,” demikian hasil survei tersebut yang dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (23/3). Pilihan Redaksi POLLING CNN SOAL KASUS E-KTP: PUBLIK TAK LAGI PERCAYA DPR BERKACA KORUPSI HAMBALANG, E-KTP AKAN TURUNKAN ELEKTABILITAS SURVEI: KANTOR KEPRESIDENEN LEBIH DIPERCAYA DIBANDINGKAN KPK Survei dilakukan di 34 provinsi dengan jumlah responden mencapai 1.200 orang dengan metode multistage random sampling untuk menghasilkan responden yang mewakili seluruh populasi publik dewasa. Pengumpulan data digunakan dengan wawancara tatap muka secara langsung dengan kuisoner. Survei itu memiliki margin of error sebesar 3,0 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Sepuluh indikator kegagalan lainnya adalah harga kebutuhan pokok belum stabil (11,7 persen); pelayanan kesehatan buruk (7,9 persen); perekonomian rakyat (6,4 persen); terlalu pro China (6,2 persen); stabilitas politik (5,4 persen); keterbatasan lapangan pekerjaan (5,4 persen); penegakan hukum tak netral (5,3 persen); kasus SARA (5,1 persen), kualitas pendidikan (4,3 persen); dan pemberian KIP belum merata (4,3 persen). Keberhasilan Lebih Tinggi Walaupun demikian, persepsi publik tentang indikator keberhasilan pemerintahan Jokowi memiliki persentase lebih tinggi yakni 17,6 persen untuk indikator program pembangunan yang meningkat. Sedangkan indikator lainnya di antaranya adalah pelayanan pendidikan lebih baik (10,1 persen); Kartu Indonesia Sehat (7,0 persen); infrastruktur jalan lebih baik (6,9 persen); kestabilan harga di kawasan terpencil (6,8 persen); kebijakan tol laut (6,6 persen) dan pemberantasan korupsi (5,8 persen). Di sisi lain, lembaga survei itu juga menyatakan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo selama dua setengah tahun menjabat sebesar 66,4 persen. Tingginya tingkat kepuasan tersebut berdampak pada peluang Jokowi terpilih kembali dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Lihat juga: Noktah Hitam Proyek Mega Jokowi Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi disebabkan oleh tertampungnya sejumlah aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Aspirasi itu, kata dia, dinilai oleh responden direalisasikan oleh Jokowi. “Tingkat kepuasan publik atas kinerja Jokowi sebesar 66,4 persen, tidak puas 32 persen, dan tidak tahu sebesar 1,6 persen,” ujar Qodari dalam keterangan pers. Pemerintahan Jokowi-JK mengatakan angka kemiskinan terus menurun dalam dua tahun terakhir. (CNN Indonesia/Anugerah Perkasa) Kantor Sekretariat Presiden dalam situsnya menjelaskan keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam 2 tahun terakhir. Di antaranya adalah jumlah penduduk miskin yang mengalami penurunan menjadi 28,01 juta penduduk pada Maret 2016 dari sebelumnya 28,51 juta penduduk. “Ketimpangan antara kaya dan miskin terus mengalami penurunan yang terlihat dari indeks rasio Gini,” demikian laporan resmi pemerintah. Penurunan rasio itu adalah 0,39 pada Maret 2016 dari sebelumnya 0,40 pada Maret 2015. Pemerintah Jokowi-JK juga mengatakan angka pengangguran pun terus mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir Raka Salampessy /rakkasalampessy IKUTI PILIHAN Perjudian Terakhir Jokowi 24 Juni 2017 05:16:45 Ada seorang menteri di Indonesia yang pandai mengemas pencitraan untuk memanipulasi kualitas sebenarnya dari dirinya. Bahkan kadang kepandaian itu digunakannya untuk memanipulasi atasannya. Bentuknya adalah penghargaan "sebagai menteri terbaik di kawasan anu", "sebagai presiden terbaik di kawasan itu", dan sebagainya, yang diberikan oleh media atau lembaga dari negara Barat. Contoh semisal: bagaimana Presiden Jokowi pada 1 Januari 2017 mendadak diberikan penghargaan sebagai  "Pemimpin Pemerintahan Terbaik dari 8 Negara di Asia-Australia 2016" oleh majalah Bloomberg. Penghargaan tersebut diberikan hanya dengan tiga ukuran: pertumbuhan GNP, keterpilihan (public approval), dan kurs. Pertanyaan pertama untuk menggugat penghargaan Bloomberg tersebut, adalah kenapa hanya delapan (8) negara yang diukur. Padahal dari seluruh negara di Asia, growth Indonesia (5,04%) berada di posisi ke-14. Di antara 8 negara yang dirating Bloomberg tersebut, Filipina dan China growth-nya juga masih lebih tinggi dari Indonesia. Terlebih, beberapa bulan setelah penghargaan, ditemukan fakta growth Indonesia malah turun (-) 0,34% pada kuartal I 2017 alias ekonomi melambat. Untuk masalah keterpilihan, saat dilangsungkan penilaian oleh Bloomberg, nilai Jokowi (69%) sebenarnya juga masih di bawah Duterte (83%). Dan kini setelah 6 bulan berselang, keterpilihan Jokowi malah sudah anjlok di bawah 40%. Terpuruknya keterpilihan Jokowi selain karena berlarut-larutnya kasus Ahok, juga disebabkan oleh melambatnya perekonomian riil masyarakat. Sedangkan untuk masalah kestabilan kurs, jelas terdapat perbedaan visi antara Bloomberg dengan negara-negara seperti China dan Filipina. Kita tahu, setelah dicontohkan oleh Jepang di 1970-1980-an yang sukses menciptakan growth tinggi dengan jalan pelemahan kurs, banyak negara berkembang yang mencoba taktik ekonomi tersebut kini dan sukses. Taktik tersebut jelas tidak disukai oleh negara-negara Barat. Artinya bila hendak berikan penilaian lebih objektif, seharusnya Duterte dari Filipina yang terpilih sebagai yang terbaik dari 8 negara pilihan Bloomberg tersebut. Lalu, kenapa bisa Jokowi yang terpilih? Seolah semua ini memberi pesan, bahwa dengan jalan pemerintahan seperti ini, Jokowi akan terus menjadi yang terbaik di mata media Barat. Sehingga nalarnya: bersama menteri yang ini, Jokowi akan terus menjadi yang terbaik di mata media Barat. Meskipun belum tentu yang terbaik bagi rakyat di negaranya,. Ini salah satu contoh upaya pencitraan yang dilakukan si menteri untuk atasannya. Untuknya sendiri sudah banyak penghargaan dari media Barat yang diterimanya sebagai menteri keuangan terbaik di Asia. Padahal yang dilakukannya, sehingga diberi penghargaan, adalah pengetatan anggaran dan memasang bunga super tinggi untuk obligasi pemerintah Indonesia. Dua kebijakan yang akan selalu menyenangkan investor pasar uang namun di sisi lain menyengsarakan rakyat.  Ya, sosok menteri yang mencoba memanipulasi Presiden Jokowi tersebut adalah Sri Mulyani. Dirinya yang sebenarnya adalah ekonom beraliran neoliberal, pencitraan hanya jalannya untuk memenangkan dominasi aliran ekonominya dalam kebijakan pemerintahan Jokowi. Dalam gembar-gembor reshuffle kabinet yang mendatang, kabarnya Sri Mulyani sedang dipertimbangkan untuk menggantikan Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian. Padahal kita tahu, pada saat ekonomi sedang booming saja Sri Mulyani tidak mampu menghasilkan terobosan apapun, apalagi pada era ekonomi sedang slow down seperti saat ini. Dengan keberadaan Sri Mulyani di kabinet, dengan posisi yang lebih powerfull seperti Menko Perekonomian, maka rel kebijakan pemerintahan Jokowi akan terus berada di garis neoliberal: pertumbuhan ekonomi konservatif, utang pemerintah terus menggunung, dengan ketimpangan sosial yang semakin buruk. Di bawah kendali neoliberalisme, kebijakan akan menjauh dari Trisakti dan Nawacita, tidak ada lagi keberpihakan terhadap rakyat. Sehingga dalam sisa kepemimpinannya, Jokowi akan dinilai rakyat Indonesia sebagai pemimpin yang terus menjauhi mereka. Dengan memasang Sri Mulyani sebagai Menko Perekonomian dalam reshuffle kabinet, ini akan menjadi perjudian terakhir sang Presiden.*** Selengkapnya : http://m.kompasiana.com/rakkasalampessy/perjudian-terakhir-jokowi_594df5bdc22a1e07bb3b54c3 4 Pertanda Jokowi Tumbang di Pilpres 2019 Salah besar jika mengatakan terlalu dini untuk memperkirakan tumbangnya Jokowi pada Pilpres 2019. Sebab, gelagat dari kekalahan bakal capres petahana itu sudah terbaca dengan begitu jelas. Jika melihat ke tahun 2012. Saat itu nama Jokowi belum diucapkan oleh opinion leader yang menjadi narasumber LSI pada survei bertemalan mencari capres alternatif. Nama Jokowi baru meramaikan sejumlah rilis survei sejak April 2013. Saat itu pun elektabilitas Jokowi masih di bawah Prabowo dan sejumlah tokoh lainnya. Merangkaknya tingkat elektabilitas Jokowi tersebut tidak lepas dari pengaruh efek Jokowi yang mulai terbentuk saat mantan Walikota Surakarta itu memasuki gelanggang Pilgub DKI 2012. Fenomena efek Jokowi semakin menguat saat berlangsung Pilkada di sejumlah daerah. Ketika itu, fenomena Jokowi mampu meroketkan tingkat elektabilitas sejumlah kader PDIP dalam berbagai pemilu guberbur. Jelang Pemilu 2014, fenomena efek Jokowi semakin menguat dan menggerus elektabilitas tokoh-tokoh lainnya. Ketika itu, hanya Prabowo yang masih mampu mengimbangi Jokowi. Sementara, tokoh-tokoh lainnya, seperti Surya Paloh. hanya menjadi penggembira dengan tingkat elektabilitas di bawah 10%. Dari fenomena yang terbentuk dalam Pilgub DKI 2012 itulah pencapresan Jokowi sudah bisa diperkirakan sejak November 2012. Demikian juga dengan kemenangannya pada Pilpres 2014. Sebaliknya, kekalahan Jokowi dalam Pilpres 2019 pun sudah bisa diperkirakan sejak saat ini. Ada beberapa faktor yang menguatkan perkiraan itu. Pertama, hilangnya efek Jokowi yang menjadi modal besar dalam memenangkan Pilpres 2014. Kedua, tingkat elekrabilitas Jokowi yang jauh di bawah 50%. Hasil survei Litbang Kompas pada April 2017 elektabilitas Jokowi hanya 41,6%. Sedangkan, menurut survei SMRC, elektabilitas Jokowi pada Juni 2017 adalah 34%. Dengan mekanisme 50% plus 1, sebagai capres petahana pada Pilpres 2019, Jokowi harus memiliki tingkat elektabilitas di atas 60%. Sebab, dalam berbagai pertaruangan pemilu yang ketat, raihan suara calon petahana berada di bawah tingkat elektabilitas hasil survei. Dalam Pilpres 2009, SBY-Boediono meraup 60,8% suara. Raihan ini jauh di bawah hasil survei yang menempatan SBY-Boediono sebagai pemenang pemilu dengan tingkat elektabilitas 71%. Demikian juga dengan Pilgub DKI 2017. Ahok-Djarot yang menurut sejumlah rilis survei mengantongi tingkat elektabilitas hingga 56% hanya mampu meraih 42,99% suara dalam putaran pertama dan 42,04% suara pada putaran kedua. Tren elektabilitas Jokowi ini kemungkinan besar akan menurun dan menjauhi zona aman (60%). Dengan demikian, sulit bagi Jokowi untuk membalikkan keadaan dan memenang Pilpres 2019. Faktor ketiga adalah polarisasi antara pendukung dan anti-Jokowi. Polarisasi ini sudah terbentuk sejak Pilgub DKI 2012 memasuki putaran kedua. Kondisi ini semakin menguat pada Pilpres 2014 yang dilanjutkan pada Pilgub DKI 2017. Dalam Pilpres 2014, Jokowi kalau kuat dengan Prabowo dalam menarik dukungan dari undecided voter. Bahkan, Jokowi nyaris dikalahkan oleh Prabowo meski memiliki tingkat elektabilitas nyaris dua kali dari yang dimiliki oleh pesaingnya.. Sementara, dalam Pilgub DKI 2017, suara yang diperoleh Ahok-Djarot pada putaran kedua nyaris sama dengan suara yang diraupnya pada putaran pertama. Hal ini kuatnya polarisasi yang terbentuk pada Pilgub DKI Jakarta begitu kuat sehingga kubu Jokowi gagal menarik suara dari swing voter.. Ada fenomena menarik yang terjadi di Jawa Barat. Di provinsi yang disebut sebagai penyangga ibu kota itu, Ridwan Kamil yang pada mulanya memuncaki klasemen dengan begitu kokoh nyaris tak tergoyangkan saat ini mulai kelimpungan. Banyak yang mengaitkan goyahnya Ridwan sebagai akibat dari deklarasi pencagubannya oleh Nasdem yang dikenal sebagai parpol pendukung Jokowi-Ahok. Apalagi deklarasi tersebut digelar di saat Pilgub DKI tengah memanas. Keempat, Pilkada Serentak 2018. Sekalipun dalam pilkada pengkubuan parpol sangat cair, namun serangan yang ditujukan kearah calon dukungan PDIP akan berimbas pada meningkatnya sentimen negatif pada Jokowi. Tetapi, faktor keempat ini pun akan berdampak pada Prabowo dan bakal capres lainya yang terlibat dalam dalam kampanye Pilkada Serentak 2018. Pidato Victor Laiskodat di dapil-nya menjadi contohnya. Dari kasus Victor dan Ridwan, semakin menegaskan jika polarisasi kedua kubu akan kembali menguat dalam Pilpres 2019. Dan, berkaca dari dua pemilu sebelumnya, polarisasi sangat tidak menguntungkan kubu Jokowi. Dari keempat faktor di atas, sudah bisa diperkirakan jika pada Pilpres 2019 nanti Jokowi akan tumbang. HAYOOO..... kita rapatka barisan satukan perjuangan kita demi TEGAKKNYA KEDAULATAN BANGSA INI agar rakyat bisa merasakan hakikat KEMERDEKAAN yg sebenarnya bukan KEMERDEKAAN YANG FATAMORGANA mari sisingkat lengan kita lawan pasukan pemecah belah bangsa ini lawan mainstrem yg selalu merasa telah membangun bangsa ini yg seyokyanya hanya merampok dan memeras rakyat yg tak berdaya MARI kita tunjukkan bahwa kita bgsa yg satu bangsa yg cerdas bangsa yg tau mana yang haq dan mana yg batil SALAM KOMANDO SATU TUJUAN KENANGAN PAK PRABOWO DIPILPRES 2019 Survei CSIS: Elektabilitas Jokowi 50,9%, Prabowo 25,8% Survei CSIS: Elektabilitas Jokowi 50,9%, Prabowo 25,8% Selasa 12 September 2017 - 13:22 Selain mengukur tingkat kepuasan publik, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) juga merilis survei tentang tingkat elektabilitas bakal calon presiden. Hasilnya, Joko Widodo masih unggul dibandingkan mantan rivalnya, Prabowo Subianto. "Jokowi mengalami kenaikan signifikan dari tahun ke tahun. Kenaikan fantastis dari tahun 2016 ke 2017 dari angka 41,9% ke 50,9%. Sementara Prabowo tak ada kenaikan berarti dari 28% turun ke 24,3% dan 25,8%," ucap Peneliti CSIS, Arya Fernandes dalam paparan di Kantor CSIS, Jakarta Pusat, Selasa (12/9). Data itu diperoleh dari survei tanggal 23-30 Agustus 2017 melalui wawancara terhadap 1.000 responden di 34 provinsi. Sample dipilih secara multistage random sampling. Margin of eror +/- 3,1% pada tingkat kepercayaan 95%. Dalam survei itu, CSIS memasukkan nama mantan Gubernur DKI yang kini terpidana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan angka 1,3 persen alias trennya menurun. Berikut datanya secara rinci: Selain itu, survei juga mengukur tingkat elektabilitas partai politik. Hasilnya PDIP terus menaik di angka terakhir 35,1%, disusul Gerindra 14,2 persen, Golkar 10,9% dan setersusnya termasuk parpol non-parlemen. "Penurunan mencolok Golkar dari 14,1% turun ke 10,9%," ujarnya. Sementara untuk tingkat popularitas, Golkar dan PDIP paling populer dengan 95,2% dan 94,3 persen. Sementara partai baru, Perindo paling populer dengan 70,7 persen. http://www.portal-islam.id/2017/10/survei-median-794-masyarakat-indonesia.html?m=1 Lembaga Media Survei Nasional (Median) merilis hasil survei terbaru tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dan elektabilitas capres menjelang Pemilu 2019. Direktur Eksekutif Median Rico Marbun menyebutkan dari hasil survei yang dilakukan pada 14-22 September 2017 tersebut tercatat 79,4 persen masyarakat Indonesia tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi. “Dengan survey yang dilakukan terhadap 1.000 responden dari 34 provinsi di Indonesia, 79,4 persen menyatakan tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi saat ini,” kata Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun saat menyampaikan rilis hasil survei di Rumah Makan Bumbu Desa Cikini, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017). Rico menjelaskan, kegagalan pemerintah Jokowi yang membuat masyarakat tak puas di antaranya. Kondisi ekonomi, lapangan pekerjaan, kebutuhan pokok, korupsi dan masalah hukum yang tebang pilih. “Saat ini publik merasa pemerintahan Joko Widodo masih punya kekurangan yang jumlahnya lebih banyak dibanding keberhasilannya,” ujarnya. *Survei Median: Elektabilitas Jokowi 36,2 Persen, Prabowo 23,2 Persen* Berikut ini hasil elektabilitas capres versi survei Median: 1. Jokowi 36,2% 2. Prabowo 23,2% 3. SBY 8,4% 4. Anies Baswedan 4,4% 5. Gatot Nurmantyo 2,8% 6. JK 2,6% 7. Hary Tanoesoedibjo 1,5% 8. Aburizal Bakrie (Ical) 1,3% 9. Ridwan Kamil 1,2% 10. Tri Rismaharini 1,0% 11. Tokoh lainnya 4,1% 12. Tidak tahu/tidak jawab 13,3% Selengkapnya: http://teropongsenayan.com/71931-survei-median-elektabilitas-jokowi-362-persen-prabowo-232-persen ============= Dapatkan update berita seputar dinamika politik di Indonesia via: - BBM Teropongsenayan 5A6E376C - Download Aplikasi Berita TeropongSenayan di: http://bit.ly/1TExPz9 - Group Whatsapp #9: https://chat.whatsapp.com/DLn5nEliW0RE8HLNDWKvP2 Survei: 40,6 % ingin Capres alternatif, 63,8 % ingin Jokowi diganti Presiden Jokowi berulang tahun. ©2017 Merdeka.com 781 SHARES POLITIK | 2 Oktober 2017 15:56 Reporter : Kadek Melda Merdeka.com - Media Survei Nasional (Median) menggelar survei elektabilitas capres jelang Pemilu 2019. Hasilnya, mayoritas responden menginginkan capres alternatif di luar Jokowi dan Prabowo Subianto. Median menyebutkan, elektabilitas Jokowi sebesar 36,2 persen. Sementara elektabilitas Prabowo sebesar 23,3 persen. Sisanya, 40,6 persen ingin capres di luar Jokowi dan Prabowo. "Ada 40,6 persen publik tidak ingin Prabowo dan tidak ingin Jokowi," kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun di Rumah Makan Bumbu Desa Cikini, Jakpus, Senin (2/10). READ MORE Kangen Nenek, Aku Ubah Wallpaper Dapur Nenek Jadi Dress Cantik! Ouch, Gara-Gara Salah Sabun Mandi, Miss V Wanita Ini 'Terbakar' 8 Pantai Tersembunyi di Bali yang Belum Kamu Ketahui hasil survei median terhadap capres di Pemilu 2019 2017 Merdeka.com/Kadek Melda Sementara itu, dari hasil survei Median ini, sebanyak 63,8 persen publik yang ingin pergantian pemerintahan pada Pemilu 2019 nanti. Sebab, hanya 36,2 persen yang memilih Jokowi lagi nantinya, menurut hasil survei ini. "Ada 63,8 persen publik yang menginginkan Presiden Jokowi diganti," kata Rico. Angka kedua kesimpulan survei Median di atas, diambil dari total elektabilitas 10 bakal calon presiden, termasuk di dalamnya nama Jokowi dan Prabowo, ditambah dengan responden yang memilih tokoh lainnya dan yang tidak menjawab atau tidak tahu. hasil survei median terhadap capres di Pemilu 2019 2017 Merdeka.com/Kadek Melda Survei digelar pada 14-22 September 2017 dengan sampel 1.000 responden di seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei menggunakan multistage random sampling dengan margin of error +/- 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Quality control dilakukan terhadap 20 persen sampel yang ada. Berikut ini hasil elektabilitas capres versi survei Median: 1. Jokowi 36,2 persen 2. Prabowo 23,2 persen 3. SBY 8,4 persen 4. Anies Baswedan 4,4 persen 5. Gatot Nurmantyo 2,8 persen 6. JK 2,6 persen 7. Hary Tanoesoedibjo 1,5 persen 8. Aburizal Bakrie (Ical) 1,3 persen 9. Ridwan Kamil 1,2 persen 10. Tri Rismaharini 1,0 persen 11. Tokoh lainnya 4,1 persen 12. Tidak tahu/tidak jawab 13,3 persen Media Survei Nasional: Pemerintah Jokowi Anti Islam 2 Oct 2017 JAKARTA, (Panjimas.com) – Sebuah survei yang dilakukan Media Survei Nasional (Median) mencatat 33,3 persen pemerintah Jokowi dinilai anti Islam. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Median pada 14-22 September 2017. “Ada sekitar 33,3 persen masyarakat Indonesia yang menganggap pemerintah Jokowi anti Islam dan ulama. Sedangkan 30 persen tak percaya. Sisanya tidak menjawab,” kata Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun kepada Panjimas.com, Senin (02/10) di Bumbu Desa, Cikini, Jakpus. Rico menjelaskan, sekitar 25,2 persen masyarakat percaya Jokowi anti Islam karena menangkap banyak ulama. 14,2 persen karena telah mengeluarkan Perpu Ormas. “Sekitar 6,1 persen menilai pemerintah Jokowi karena telah menangkap banyak aktivis Islam,” jelasnya. Median menyatakan saat melakukan survei, ada 3 hal yang diuji. Diantaranya mood publik, tingkat kepuassan dan penilaian publik. Selain itu survei dilakukan untuk mengetahui suhu politik menjelang pilpres 2019. [TM] Home Berita Daerah Jawa Timur Internasional Kolom Wawancara Fokus Hoax Or Not Foto Most Popular Pro Kontra Suara Pembaca Opini Anda Infografis Video Indeks Home / detikNews / Berita Kamis 05 Oktober 2017, 16:45 WIB Survei Pilpres SMRC: Jokowi 38,9%, Prabowo Tinggal 12% Yulida Medistiara - detikNews Jokowi dan Prabowo (Ray Jordan/detikcom) Jakarta - Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menggelar hasil survei menjelang Pilpres 2019. Presiden Joko Widodo unggul telak dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Survei digelar pada 3-10 September 2017. Populasi survei adalah WNI yang sudah memiliki hak pilih. Sampel berjumlah 1.220 dan dipilih secara acak (multistage random sampling). Sedangkan margin of error survei sebesar +/- 3,1% pada tingkat kepercayaan 95%. Quality control dipilih secara acak sebesar 20% dari total sampel. Berdasarkan hasil top of mind, Jokowi meraih hasil 38,9%. Ia unggul jauh dari Prabowo, yang duduk di posisi ke-2, dengan persentase 12,0%. "Bila pemilihan presiden diadakan sekarang (waktu survei, awal September 2017), Jokowi mendapat dukungan terbanyak. Selanjutnya Prabowo Subianto. Dalam jawaban spontan, dukungan untuk Jokowi pada September 2017 ini sebesar 38,9%, dan Prabowo 12%. Nama-nama lain di bawah 2%," ujar Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan dalam jumpa pers di kantornya, Jl Cisadane, Jakpus, Kamis (5/10/2017). SMRC juga menggelar survei dengan metode semiterbuka. Hasilnya, Jokowi lagi-lagi unggul dengan perolehan 45,6% dan Prabowo di posisi ke-2 dengan 18,7%. "Dalam 3 tahun terakhir, bagaimanapun simulasinya, elektabilitas Jokowi cenderung naik dan belum ada penantang cukup berarti selain Prabowo. Prabowo pun cenderung tidak mengalami kemajuan," paparnya. Berikut ini hasil elektabilitas capres versi survei SMRC: 1. Jokowi 38,9% 2. Prabowo 12,0% 3. Susilo Bambang Yudhoyono 1,6% 4. Anies Baswedan 0,9% 5. Basuki Tjahaja Purnama 0,8% 6. Jusuf Kalla 0,8% 7. Hary Tanoe 0,6% 8. Surya Paloh 0,3% 9. Agus Yudhoyono 0,3% 10. Ridwan Kamil 0,3% 11. Gatot Nurmantyo 0,3% 12. Mahfud MD 0,3% 13. Tuan Guru Bajang 0,2% 14. Chairul Tanjung 0,2% 15. Sri Mulyani 0,1% 16. Patrialis Akbar 0,1% 17. Megawati Soekarnoputri 0,1% 18. Soekarno 0,1% 19. Tommy Soeharto 0,1% 20. Gus Dur 0,1% 21. Wiranto 0,1% 22. Risma 0,1% 23. Tidak jawab/rahasia 41,9% (dkp/van
News Nasional
10 Capres dengan Elektabilitas Tertinggi Menurut Survei PolMark
Minggu, 22 Oktober 2017 | 17:32 WIB







JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga PolMark Indonesia merilis hasil survei mengenai tokoh yang dipilih publik sebagai calon presiden pada saat ini.

1. Joko Widodo

Hasilnya, Joko Widodo tetap memeroleh elektabilitas tertinggi dibanding tokoh lainnya.

"Jika pilpres digelar hari ini, sebanyak 41,2 persen memilih Jokowi," ujar Direktur PolMark Indonesia Eep Saefullah dalam pemaparan survei itu di SCBD Jakarta, Minggu (22/10/2017).


2. Prabowo Subianto

Posisi kedua ditempati Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dengan pilihan sebanyak 21,0 persen responden.

3. Agus Harimurti Yudhoyono

Pada posisi ketiga ditempati Agus Harimurti Yudhoyono. Putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dipilih sebanyak 2,9 persen responden.

4. Anies Baswedan

Kemudian, Anies Baswedan menempati urutan keempat dengan pilihan 2,2 persen responden.

5. Hary Tanoesoedibjo

Di bawah Anies ditempati Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, dengan pilihan 2,0 persen responden.

Baca juga: Survei PolMark: 44,3 Persen Responden Ingin Jokowi Jabat Dua Periode

6. Gatot Nurmantyo

Posisi keenam ditempati oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Gatot dipilih oleh 2,0 persen responden, atau setara dengan Hary Tanoesoedibjo.

7. Jusuf Kalla

Di peringkat ketujuh ada Jusuf Kalla. Kalla yang kini menjabat Wakil Presiden itu dipilih oleh 1,9 persen responden untuk menjadi presiden.

8. Megawati Soekarnoputri

Selanjutnya, sebanyak 1,1 persen responden memilih Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden.

9. Rhoma Irama

Posisi kesembilan ditempati Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama. Penyanyi yang dijuluki raja dangdut itu dipilih oleh 1,0 persen responden.

10. Mahfud MD

Terakhir, sebanyak 0,6 persen responden memilih mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, M Mahfud MD untuk menjadi presiden.

Baca juga: Elektabilitas 10 Parpol Versi PolMark Indonesia

Wawancara untuk survei itu dilakukan pada 9 - 20 September 2017. Mereka yang disurvei adalah warga negara Indonesia yang berdomisili di seluruh Indonesia, dan telah mempunyai hak pilih yakni berusia 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah ketika dilakukan survei.

Sampel berasal dari seluruh Provinsi yang terdistribusi secara proporsional berdasarkan besaran jumlah pemilih.


Jumlah responden 2.250 orang dengan proporsi imbang (50:50) laki-laki dan perempuan. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error lebih kurang 2,1 persen. Selain itu, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.