Selasa, 27 Februari 2018

KINERJA JOKOWI URUS TOL LAUT



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (TIM STUDI NSEAS)


Prakarsa Tol Laut ini dimulai saat Jokowi kampanye Pilpres 2014. Saat itu Jokowi berjanji akan membangun Tol Laut dari Aceh hingga Papua (http://pemilu.sindonews. com.red/870645/113/Jikowi-jl-janji-upayakan-jalan-tol-laut-aceh-papua). Konsep Tol Laut ini dimaksudkan Jokowi sebagai pengangkutan logistik kelautan . Tujuannya, untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Dengan adanya hubungan antar pelabuhan laut ini , maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. 

Janji kampanye lisan Tol Laut ini tidak tertuang di dalam dokumen janji kampanye Nawa Cita, "Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi -Jusuf Kalla 2014". Konsep muncul terkait Tol Laut di dalam dokumen ini adalah bidang kemaritiman kemudian populer dgn konsep "Poros Maritim".

Salah satu misi Jokowi-JK yakni mewujudkan Indonesia negara maritim  yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Di bidang kemaritiman ini, Jokowi berjanji:

1. Meningkatkan pelayaran perintis antar pulau.
2. Pengembangan industri perkapalan dalam negeri utk menyediakan sarana tranportasi laut yang aman, efisien dan nyaman. 
2. Pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan jasa kapal laut di Indonesia.
3. Pengembangan route kapal laut  menghubungkan seluruh kepulauan di Indonesia secara efisien  termasuk pulau-pulau terisolasi.
4.Revitalisasi pelabuhan laut sudah ada, terutama pengembangan sebagai Hub Port berkelas  internasional, Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak,  Makassar, Bitung dan Sorong. 
5. Membangun Dry Port.
6. Mendorong peran Pemda dan BUMD dalam pengembangkan transportasi laut dan sungai.
7.Penindakan hukum kapal2 asing yang melayani perairan nusantara.
8. Penambahan kapal pandu.
9. Penambahan jumlah route perintis yang dilayani (76 route).

Konsep Tol Laut dipertegas di dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Jokowi berencana akan:
1. Mengembangkan dan membangun  24 pelabuhan hingga tahun 2019. Atas target ini, rata2 pertahun dibangun sekitar  5 pelabuhan. Tiga tahun Jokowi berkuasa (2017)  seharusnya telah terbangun 15 pelabuhan. Fakta, satupun belum terbukti. Gagal total !
2. Mengembangkan 210 pelabuhan penyeberangan.
Pd dua tahun Jokowi jadi Presiden, baru terbangun dikembangkan 50 (sekitar 25 %) pelabuhan penyeberangan. Sangat tak mungkin, waktu tiga tahun terbangun 75 % lagi. Paling maksimal akan tercapai 35 % lagi. 
3. Pembangunan/penyelesaian 48 pelabuhan baru selesai pd tahun 2016, dan direncanakan total 270 pelabuhan selesai pd tahun 2019.  Pada akhir 2017, belum juga terselesaikan 48 pelabuhan baru ditarget selesai 2016 tsb. 
4. Pembangunan kapal perintis 50 unit, 60 unit dan 104 unit.  Belum ada data dan fakta menunjukkan target tercapai.
5. Pengembangan 21 pelabuhan perikanan, direncanakan 22 unit tahun 2016 dan 24 unit tahun 2019. Masih dalam janji, belum faktual. 
6. Penyediaan armada kapal laut logistik nusantara untuk melayani wilayah Timur dan Barat. Ditargetkan 13 route. Pada 2017 sudah tercapai, tapi satu route belum berjalan. Masih syarat kendala dan belum tercapai pengurangan disparitas harga. 

Sebagaimana disajikan di atas, Pemerintah telah menetapkan 24 pelabuhan sebagai simpul jalur Tol Laut. Sebagai pendukung, dibangun pula 47 pelabuhan non-komersiil. Target pemerintah adalah sudah terbangun 100 pelabuhan pada tahun 2019. Pemerintah juga menyiapkan  kapal untuk mendukung pelaksanaan program Tol Laut, yaitu 3 unit   kapal di tahun 2015 dan ditargetkan akan mencapai 30 kapal untuk dua tahun terakhir. 

Apakah terealisasi target pembangunan 24  pelabuhan dan 47 pelabuhan non komersial dan penyediaan  kapal utk tol laut ?  Setelah Jokowi jadi Presiden lebih tiga tahun, fakta menunjukkan,  masih jauh dari realisasi bahkan gagal memenuhi target utk tahun 2017.  

Tol Laut dalam pengertian program penyediaan armada angkutan  laut  ke kawasan Barat dan Timur,   bukan saja bahan pokok dan bahan penting, tetapi kini juga barang kebutuhan daerah seperti air minimal, mie instan,  barang elektronik, dll sesuai kebutuhan daerah terkait. 

Program Tol Laut  menyediakan jaringan angkutan laut  secara tetap dan teratur melayani angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.

Adanya kapal  melayani secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur dan sebaliknya diharapkan dapat menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga bagi masyarakat karena biaya logistik  cukup tinggi.

Tol laut dimulai sejak 2015, dengan menjalankan enam trayek atau rute. Pd 2016 juga ada 6 trayek Tol Laut yang digunakan dengan penambahan pada pelabuhan singgah menjadi 31 pelabuhan. Pd 2017, pemerintah menyiapkan 13 trayek dan menjangkau 41 pelabuhan singgah guna menambah perluasan lokasi  lain dalam Tol Laut. PT Pelni diberi penugasan dan subsidi puluhan triliun rupiah melalui Perpres untuk melayani 6 trayek, sedangkan 7 trayek lain  kini dilayani oleh perusahaan angkutan laut swasta, melalui mekanisme pelelangan umum.

Kemenhub mengklaim, program Tol Laut ini telah menurunkan harga barang di kawasan Timur dan Barat antara 20-30%. Juga diklaim,  pelaksanaan program Tol Laut ini efektif dan berdampak positif terhadap harga barang daerah sasaran.

Kemenhub selalu sepihak  menunjukkan prestasi/keberhasilan program Tol Laut. Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK,  Kememhub klaim, telah membangun dan mengembangkan 150 pelabuhan laut, 50 lokasi pelabuhan penyeberangan (detikfinance, 16 Nov.2016). Tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK,  Kemenhub kembali  klaim, terbangunnya tol laut terbukti mengurangi disparitas harga 20 sampai 40 %. Hal ini  sudah dirasakan masyarakat Kab. Rote  NTT. Sejak ada Tol Laut, harga barang di daerah tsb menurun 10-20 %. Data Kemendag, harga semen Rp. 55 ribu Agustus 2016 menurun 14 % menjadi Rp. 47,5 ribu Juni 2017. Bahan pokok seperti beras menurun dari Rp.14 ribu Agustus 2016 menjadi Rp.10,5 ribu Mei 2017 (Tempo.Co, 20/10/2017)

Sebuah sumber menyebutkan data versi Kemenhub. Pemerintahan Jokowi
telah menyelesaikan pembangunan dan pengembangan 91 pelabuhan,  tersebar di 17 Provinsi di Indonesia.  80 pelabuhan dibangun di wilayah Indonesia Timur,  11 pelabuhan dibangun di wilayah Indonesia Barat.

Sumber lain menyebutkan, kemajuan tiga tahun pemerintahan Jokowi -Jk, juga ditunjukkan dgn Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 368 unit, pembangunan kapal navigasi 20 unit, pembangunan kapal patroli 67 unit, penyelesaian pembangunan pelabuhan  104 lokasi dan pembangunan kapal perintis 13 unit.

Tetapi  Kemenhub mengakui kendala:  

1. Muatan balik  dibawa dari wilayah Timur ke Barat masih kurang. Evaluasi Oktober 2016 menunjukkan, muatan balik paling besar 20 %. Sebagai contoh data November 2016, muatan balik trayek Tanjung Perak-Timika hanya 0,39 % . Trayek Tanjung Perak-Merauke tidak ada. Trayek Tanjung Perak-Waingapu hanya 7,93 %. Trayek Tanjung Perak-Biak tidak ada. Trayek Makassar-Babang juga tidak ada. Trayek Tanjung Priok-Natuna hanya 9,04 %.  Padahal subsidi Pemerintah utk enam trayek jalan Tol Laut itu  dlm APBN 2016 mencapai Rp.218,87 miliar.
2. Tak terjadinya perimbangan arus barang dari kedua arah, membuat Tol Laut secara komersial, operasionalnya menjadi harus ditanggung atau didukungan oleh Anggaran  Pemerintah. Kalau seandainya terjadi perimbangan, operator swasta bisa mengambil alih Tol Laut ini, sehingga pemerintah bisa mengambil wilayah lain untuk dibantu.
3. Armada kapal laut utk Tol Laut  digunakan tergolong besar sehingga membutuhkan kedalaman kolam pelabuhan  tertentu. Kurang dalamnya kolam  pelabuhan sehingga sulit bagi kapal besar bermuatan 2.500 teus untuk bersandar. Misalnya di Pelabuhan Belawan,  kedalaman hanya 9 meter, padahal untuk kapal Tol Laut angkut 2.500 teus butuh paling tidak 12,5 meter. Pelindo III misalnya diberi tugas untuk menampung kapal-kapal besar, yang  butuh  kedalaman  kolam pelabuhan 13-14 meter. Kolam itu mesti digali dan itu investasi  besar. Siapa yang menggali? Tentu Pemerintah akan  membebankan Pelindo bersangkutan.

Di lain pihak,  ada pendapat, Tol Laut tidak mencapai target atau sasaran. Diantaranya:

1. Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba mengkritik program Tol Laut ini sangat tidak efektif. Dari sisi waktu operasional terlalu  lama. Sekali operasi hingga 23 hari. Sementara kapal kompetitor bisnis hanya 7 hari. Kehadiran kapal Tol Laut ini dengan harapan menekan tingkat harga  di daerah. Tapi, kalau waktu kedatangannya mencapai 23 hari, maka sama saja."Tidak ada manfaatnya," tandas Gubernur Malut ini (Jalur Post, 25/8/2017). Sembari menekankan, sementara ini harga barang di Maluku Utara tetap seperti sebelum adanya kebijakan Tol Laut.

2. Staf Khusus Presiden Lenis Kagoyo, mengakui 
harga bahan pangan dan bahan bakar minyak (BBM) di Papua dan Papua Barat masih tinggi. Meski program Tol Laut  sudah berjalan 3 tahun, masyarakat di Papua dan Papua Barat masih mengkritik. Tol Laut tidak berfungsi sebagaimana mestinya, harga BBM tidak turun sesuai program Nawacita Jokowi.
(Liputan6.com, Jakarta, 16/10/2017)

3. Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Asmari Herry Prayitno:
Dinilainya, sejatinya tol laut memang tidak berkorelasi langsung dengan harga barang.Perkembangan tol laut selama ini salah arah, karena tol laut hanya mengandalkan subsidi untuk menurunkan biaya angkut. Pendekatan seperti ini tidak sustain karena ketika subsidi dicabut maka harga akan naik lagi. Saat ini saja harganya tetap naik..Sebagai contoh, 
di Lirung Sulawesi Utara, daging ayam 14 Agustus 2017, harganya Rp 32.900, lebih mahal dibandingkan 14 Agustus 2016 (years on years/yoy) yang Rp.30.000. Cabai rawit dari Rp.26.250 harganya naik menjadi Rp.54.750 pada periode sama. Hal serupa juga dialami oleh komoditas pangan pokok lain.(Antara, 22 Agustus 2017).

Sesungguhnya program Tol Laut ini sejak awal menuai kritik dan pesimistis bisa berhasil. Beberapa kritik dimaksud:

1. Prof Emil Salim:
Emil mempertanyakan, darimana dana untuk membiayai program tol laut. Padahal Indonesia masih negara miskin.

2.Sri Sultan Hamengkubuwono X:
Baginya, gagasan tol laut Jokowi hampir sama dgn Tol Laut milik Cina.Dia mengingatkan, jika Tol Laut Indonesia berkolaborasi dgn Tol Laut Cina, maka Indonesia membuka pintu lebar utk memasarkan produknya di Indonesia. 

3. Direktur Indonesian Maritim Institute, Yulian Paonganan:
Menurutnya, sejak zaman dahulu perairan nusantara sudah menjadi poros maritim dunia dimana kapal2 dagang dunia melintasinya. Ini artinya, konsep poros maritim didengungkan Jokowi menunjukkan ketidakpahaman atas substansi dan kondisi realistik geostrategis, geopolitik dan geoekonomi Indonesia. 

4. Ketua Bidang Advokasi MTI Darmaningtyas:
Baginya, sampai sekarang belum ada tanda2 mewujudkannya. Bila ditanya perkembangan Tol Laut, menjadi seperti kebingunan, mengingat konsep dan anggaran belum jelas.

5. Deputi Kordinasi Bidang Infrastruktur Komenko Kematitiman Firdaus Manti:
Ia menyatakan, untuk memenuhi Tol Laut dibutuhkan belanja modal Rp.101,7 triliun guna beli kapal kontainer, kapal barang perintis, tanker, cargo hingga kapal rakyat. Anggaran tsb tidak bisa dipenuhi Pemerintah sepenuhnya khususnya  dari pengurangan subsidi BBM.

6. Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon:
Ia membuat  catatan  ekonomi akhir tahun 2017.  Menurutnya, sepanjang tahun 2017 perekonomian Indonesia stagnan. Hal tersebut tidak terlepas dari strategi pembangunan pemerintah yang menurutnya tidak jelas. Strategi pembangunan Jokowi tak konsisten. Misalnya, mengusung slogan pembangunan maritim, namun yang dibangun justru jalan Tol di darat.

7.Sekjen DPP Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan, tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, ada beberapa catatan harus diperhatikan. Salah satunya, Tol Laut. Janji kampanye Jokowi untuk membangun Tol Laut, justru berubah di tengah jalan menjadi Tol Darat.
Tol laut  kemudian ketinggalan pembangunannya, bahkan seperti terabaikan dari janjinya. Tol Darat itu sesuatu tidak pernah dijanjikan oleh Jokowi  saat kampanye Pilpres 2014. Anggota Komisi I DPR-RI ini juga menilai, janji kampanye Tol Laut justru cenderung diabaikan ( REPUBLIKA.CO.ID, 17/10/2017).

Bagi Tim Studi NSEAS, kinerja Jokowi urus  Tol Laut  bidang kemaritiman ini tergolong buruk dan gagal mencapai target terutama pembangunan 24 pelabuhan sesuai RPJMN 2015-2019. Tentu saja sangat tidak mungkin bisa mengejar keterlambatan hanya 1,5 tahun lagi. 

Hal ini juga berlaku pada program Tol Laut terkait angkutan armada laut untuk mengurangi disparitas harga di kawasan Timur dan Barat. Bagi Tim Studi NSEAS, penurunan harga barang akibat pelaksanaan program Tol Laut tidak sebanding dengan besarnya  pengeluaran anggaran negara dan BUMN, termasuk Pelindo.  Bahkan, di Maluku Utara tidak ada penurunan harga barang. Di Papua dan Papua Barat  juga harga barang masih tinggi. Tol Laut tak berpengaruh mengurangi disparitas harga barang.

Sabtu, 17 Februari 2018

KINERJA JOKOWI URUS KELAUTAN DAN PERIKANAN


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)



Untuk menilai atau mengevaluasi kritis kinerja Jokowi urus kelautan dan perikanan (KP)  kita dapat menggunakan kriteria  standar bersumber: Janji kampanye Pilpres 2014 secara lisan; janji kampanye Pilpres 2014 secara tertulis tertuang di dalam naskah Nawa Cita; RPJMN 2015-2019; dan, RENSTRA Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun  2015-2019.

Pd saat kampanye Pilpres 2014, secara lisan Jokowi berjanji:

1. Membangun 100 Sentra Perikanan yang dilengkapi Lemari Pendingin (http://news.detik.com/pemilu2014/read/).
Sungguh janji ini masih belum ditepati. Bisa dinilai, dengan standar kriteria ini kinerja Jokowi sangat buruk.

2. Membentuk Bank Khusus Nelayan (http://news.detik.com/pemilu2014/read/). Juga hingga kini satupun Bank dimaksud tidak ada. Sudah lebih tiga tahun Jokowi jadi Presiden, janji ini hilang begitu saja dan sangat mungkin takkan pernah terbangun.

3.Perbaikan 5.000 pasar tradisional dan membangun pusat pelelangan penyimpanan dan pengelolaan ikan (http://surabaya.bisnis.com/read/).   Janji ini sungguh terlalu mengada-ada. Tak usah kan ribuan, ratusan membangun pusat oekekangan, penyimpanan dan pengelolaan ikan, ratusan saja Pemerintahan Jokowi tak sanggup lakukan. Ingkar janji bisa dinilai dari standar kriteria ini.

4.Menyederhanakan regulasi perikanan (http://dprd.tegal kota.go.id). Pd 2016 memang terbit UU ttg Perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidayakan
Ada penerbitan beberapa  regulasi  justru mengundang protes berkelanjutan  kaum nelayan merasa dirugikan. Satu regulasi mengundang aksi demo meja dan terkait pelarangan penggunaan alat tangkap ikan. Standar kriteria ini relatif direalisasikan.

5. Mempermudah nelayan mendapatkan Solar sebagai bahan bakar kapal dengan mendirikan SPBU khusus (http://dprd.tegal kita.go.id). Tidak faktual, hanya janji belaka. Harapan Nelayan atas janji ini sorban begitu saja selama Jokowi jadi Oresiden tiga tahun ini. Ke depan sangat mungkin tidak ditepati janji ini.

Berdasarkan janji kampanye Pilpres 2014 secara lisan, kinerja Jokowi tergolong buruk dan gagal atau ingkar  memenuhi janji.

Standar kriteria penilaian kritis kinerja Jokowi urus kelautan dan perikanan dapat digunakan juga janji kampanye tertulis tertuang di dalam dokumen  "Visi, Musi, dan Program Aksi Jokowi JusufcKalla 2014". Dokumen ini juga disebut sebagai Nawa Cita. Apa janji Jokowi bidang kelautan dan perikanan? Ada sembilan janji Jokowi.

1. Peningkatan kapasitas dan pemberian akses kepada sumber modal (melalui bank pertanian). Janji ini belum terealisir.Sudah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, tidak ada terbentuk Bank Pertanian dimaksud. Hal ini sama janji Jokowi mau bentuk.Bank Nelayan. Tidak ada realisasi.

2. Pembangunan 100 sentra perikanan sebagai tempat pelelangan ikan terpadu dengan penyimpanan dan pengolahan produk perikanan terpadu. Janji ini juga hanya ada dalam janji Jikowi  Setelah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, janji ini tidak pernah terdengar lagi alias tidak terealisir.Sangat mungkin ke depan Jokowi tetap tidak membangun 100 sentra perikanan dimaksud.

3. Pemberantasan ilegal , regulator dan unreported fishing (IILI). Ada realisasi dgn bukti pembakaran kapal ilegal fishing. Periode kedua 2017, DKP  telah tenggelamkan 88 kapak, 40 kapal sudah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap, dan 48 kapal lain mengantongi penetapan utk dimusnahkan dari pengadilan negeri setempat. Kebijakan ini mengundang pro kontra dan gaduh sesama penyelenggara negara nasional akhir2 ini.

4. Mengurangi intensitas penangkapan di kawasan overfishing dan underfishing sesuai batas kelestarian. Dalam batas2 tertentu DKP telah laksanakan.

5.  Rehabilitasi kerusakan lingkungan pesisir dan lautan. Belum ada data dan fakta menunjukkan Pemerintahan Jokowi
telah laksanakan janji ini.

6. Peningkatan luas kawasan  konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan menjadi 17 juta Ha dan penambahan kawasan konservasi seluas 700 Ha. Juga belum tersedia data dan fakta menunjukkan realisasi janji ini.

7. Penerapan best aqua culture practice utk komoditas unggulan. Juga belum tersedia data dan fakta menunjukkan realisasi janji ini.

8. Mendesain tata ruang wilayah pesisir dan lautan yang mendukung kinerja pembangunan maritim dan Perikanan. Belum ada data dan fakta menunjukkan kemajuan kegiatan ini.

9. Meningkatkan  produksi perikanan dua kali lipat, menjadi sekitar 40-50 juta ton per tahun pada 2019. Masih pertanyaan besar, apakah terpenuhi. Sementara untuk ekspor DKP telah merevisi target menjadi lebih rendah. Tidak pernah tercapai target ekspor selama tiga tahun terakhir

Setelah Jokowi resmi menjadi Presiden RI, ia menerbitkan perencanaan pembangunan untuk lina tahun ke depan tertuang di dalam  RPJMN 2015-2019. Di dalamnya terdapat rencana kegiatan dan sasaran serta target diharapkan tercapai setiap rencana kegiatan bidang kelautan dan perikanan.
Di bidang kelautan dan perikanan, Pemerintahan Jokowi akan melaksanakan rencana kegiatan atau program sbb:

1. Peningkatan produksi dan nilai tambah perikanan serta kesejahteraan nelayan/membudidayakan ikan/pengolah dan pemasar hasil perikanan/petambak garam. Kegiatan terdiri dari:
a. Peningkatan produktivitas, optimalisasi kapasitas dan kontinuitas produksi perikanan.
b. Peningkatan sarana dan prasarana perikanan.
c. Peningkatan mutu, biksu tambah dan inovasi teknologi perikanan.
d. Pengelolaan perikanan berkelanjutan.
e. Perbaikan tata kelola perikanan.
f. Pengembangan sistem distribusi produk perikanan serta peningkatan konsumsi produk berbasis ikan.
g. Peningkatan kesejahteraan nelayan , pembudidaya, petambak garam, sampailah/pemasar produk ikan.

2. Peningkatan tata kelola laut, pengelolaan pesisir dan pulau2 kecil serta pengembangan  ekonimi kelautan berkelanjutan.
Kegiatan terdiri dari:
a. Meningkatkan tata kelola sumber daya kelautan.
b. Meningkatkan konservasi , rehabilitasi dan peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana di pesisir dan laut.
c. Pengendalian IUU Fishing dan kegiatan yang merusak di laut.
d. Mengembangkan industri kelautan berbasis sumber daya.
e. Penguatan peran SDM dan iptek kelautan serta budaya maritim.

Untuk tiga tahun Jokowi jadi Presiden RI, rencana kegiatan di atas belumlah  berhasil mencapai sasaran dan target  diharapkan. Kita masih menunggu tahun 2019,  data dan fakta atas rencana kegiatan sesuai RPJMN 2014-2019.

Pd level Kementerian, telah terbit Renstra KKP 2015-2019. Di dalamnya disebutkan, sasaran pembangunan nasional sektor unggulan:

1. Kedaulatan pangan. Produksi ikan baseline 2014 hanya 12,4 juta ton, sasaran 2019 menjadi 18,8 juta ton. Belum ada data dan fakta menunjukkan pada akhir  2017 produk di ikan sudah mencapai target.

2.Maritim dan kelautan:

a. Produksi hasil perikanan termasuk rumput laut baseline 2014 hanya 24 4 juta ton, sasaran 2019 menjadi 40-50 juta ton.
Untuk 2017 belum ada data dan fakta menunjukkan tekah mencapai target diharapkan.

b. Pengembangan pelabuhan perikanan. Baseline 2014 hanya 21 unit, sasaran 2019 menjadi 24 unit. Untuk tahun 2017, belum ada data dan fakta menunjukkan target telah tercapai.

c. Perluasan luas kawasan konservasi laut. Baseline 2014 hanya 15,7 juta Ha, sasaran 2019 menjadi 20 juta Ha. Juga tahunv2017 belum ada data dan fakta menunjukan telah tercapai target.

Selanjutnya KKP merumuskan  sejumlah kegiatan:

1. Memberantas IUU Fishing.
2. Meningkatkan sistem pengawasan SDKP terintegrasi.
3. Mengembangkan sistem karantina ikan, pembinaan, mutu, dan pengendalian keamanan hayati ikan.
4. Mengoptimalkan pemantapan ruang laut dan pesisir
5. Mengelola sumberdaya ikan di 11 wilayah pengelolaan ikan republik indonesia (WPPNRI).
6. Merehabilitasi ekosistem dan perlindungan  lingkungan laut.
7.Membangun kemandirian pulau2 kecil.
8. Memberi perlindungan kepada nelayan, membudidayakan ikan dan petambak garam
9.Meningkatkan peran serta masyarakat kelautan dan perikanan.
10.Meningkatkan usaha dan  investasi kelautan dan perikanan.
11.Meningkatkan kompetensi masyarakat KP melalui pendidikan, pelatihan, dan pemulihan.
12. Motivasi dan adaptasi perubahan iklim.
13. Meningkatkan ketahanan masyarakat KP terhadap perubahan iklim
14 Membangun budaya kerja yang profesional
15. Meningkatkan kualitas pengawasan internal.

Pada level Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), kinerja urus KP di mata publik tergolong baik. Dua tahun Rezim Jokowi, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) umumkan, masyarakat menilai KKP pimpinan Menteri  Susi Pudjiastuti memiliki kinerja paling bagus dibanding Kementerian/Lembaga lain.

Kinerja Menteri Susi baik juga berlaku pada tahun ketiga  Rezim Jokowi.  Menteri KKP juga sangat positif dimata masyarakat.
Survei Poltracking umumkan,  Menteri Susi berkinerja terbaik (29/11/2017).Untuk pejabat menteri dan setingkat menteri Susi Pudjiastuti menjadi Menteri yang paling dianggap berkinerja baik.

Meskipun kinerja Menteri Susi terbaik dimata publik, masih ada sejumlah kritik keras.

Pertama, realisasi ekspor 2017 tidak mencapai  target. Saat kritik muncul.  realisasi ekspor baru mencapai USD3,61 miliar dari target USD7 miliar. Pencapaian tersebut, bisa menjadi penanda kegagalan urus KP.

Kedua, anggota  DPR  Ono Surono ST.  kritik kinerja KKP (Sindonews,
16/10/2017). Baginya. selama menjabat, kinerja Menteri Susi dinilai menciderai prestasi Jokowi yang punya visi Indonesia menjadi poros maritim dunia. Pasalnya, konflik berkepanjangan dengan rakyat atas kebijakan yang dikeluarkan tidak berlandaskan gotong royong.  Bahkan, temuan BPK  terkait kinerja  KKP 2016  menilai disclaimer dengan alasan program Kapal Bantuan dari 1.390 unit hanya terealisasi 57 unit, padahal bantuan itu telah menguras anggaran 209 Miliar lebih. Sangat jauh dari mimpi awal KKP sebanyak 3.450 unit. Menurutnya, dari pertama kali Susi dilantik sebagai Menteri sampai menjelang tiga tahun sekarang, rakyat masih terus menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Menteri KP seperti moratorium kapal, pelarangan transhipment, pelarangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan, pelarangan alat tangkap, dan pelarangan Kapal Angkut Ikan Hidup.
Sungguh konflik KKP versus Rakyat ini sangat menguras energi. Banyak waktu dan uang terbuang percuma. Hebatnya, tidak ada satupun kelembagaan negara ini yang mampu membuat Susi berdamai dan bergotong-royong dengan rakyat membangun negeri ini menjadi Poros Maritim Dunia.

Ketiga, aksi demo nelayan di depan Istana Presiden. Aksi demo nelayan ini terutama terkait kebijakan KKP ttg pelarangan penggunaan alat tangkap ikan Cantrang. Kalangan nelayan mengklaim, pendapatan mereka menurun akibat kebijakan itu. Bahkan, mereka menuntut agar Jokowi memberhentikan Susi selaku Menteri KP.

Kebijakan pelarangan penggunaan Cantrang punya alasan rasional. Tetapi, tetap saja nelayan  aksi demo menentang kebijakan itu. Menurut Menteri Susi,  selama ini penggunaan Cantrang sangat merugikan karena ikan-ikan kecil ikut terangkut. Hal itu tentu mengganggu rantai makanan sehingga ikan-ikan besar tidak mau datang. Baginya, kita harus memastikan laut ada banyak ikan.  Terus demi masa depan kita, bukan sekarang saja. Kalau laut tidak dijaga, ikan habis, lalu Susi tanya: nelayan  mau kerja apa?

Pelarangan Cantrang juga didampingi pemberian bantuan alat tangkap ikan ramah lingkungan. Target penyelesaian penyerahan bantuan kepada 7.250 nelayan sampai 31 Desember 2017. Hingga kini ada saja kelompok nelayan aksi demo anti kebijakan penggunaan alat tangkap ikan Cantrang. Bisa jadi, aksi demo ini didukung kelompok kepentingan tertentu terhadap kekuasaan negara di KKP.

Apa kinerja Jokowi sendiri urus KP? Jelas, atas dasar kriteria janji kampanye Pilpres 2014 baik lisan maupun tertulis, kinerja Jokowi buruk dan tidak berhasil memenuhi janji. Kalaupun ada keberhasilan Jokowi, hal itu janji  pemberantasan ilegal fishing dengan tenggelamkan kapal2 pelaku.

Meskipun kinerja Jokowi buruk dan gagal memenuhi janji, masih ada sekitar 1,5 tahun lagi Jokowi untuk memperbaiki. Tentu saja Tim Penasehat atau Konsultan Jokowi harus mencari jawaban akademis: Mengapa Jokowi gagal memenuhi janji dan berkinerja buruk urus kelautan dan perikanan? Setelahnya, baru merumuskan rencana aksi untuk diimplementasikan sungguh2. Bukan lagi untuk sekedar janji bagaikan era kampanye Pilpres.


SUMBER DATA BARU:

1. Mereka Yang Bangkrut Oleh Susi Pudjiastuti*

By Wayan Sudja, (Korban Kebijakan Jokowi)
Usaha Budidaya ikan kerapu mulai tumbuh di Indonesia pada tahun 2001 setelah perekayasa teknologi BRKP KKP berhasil mengembangkan teknik pemijahan ikan kerapu.
Tahun 2001 saat ekonomi Indonesia hancur akibat Krisis Moneter saya memulai usaha UMKM budidaya ikan kerapu di pelosok NTB, di Teluk Saleh, Sumbawa dengan 50 jaring ukuran 3x3x3 meter. Usaha ini setelah up and down terus berkembang hingga menjadi 400 jaring di tahun 2014. 
Sejak tahun 2005, kami mengekspor langsung ke grosir di Hong Kong tanpa melalui eksportir dalam negeri lagi. Ekspor ikan  kerapu hidup dari Aceh hingga Tual ini tumbuh terus dari nol ton di tahun 2000 hingga mencapai 6.500 ton di tahun 2014.
Saya juga selalu mengurus sendiri semua ijin dan dokumen ekspor dan mengajarkan tata caranya ke seribuan anggota ABILINDO, Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia yang saya pimpin.
Saya pelajari regulasinya dan kita perbaiki regulasinya bersama mentri Dr. Ir. Fadel Muhammad, agar tidak mempersulit eksportir dan buyer.
Komunikasi saya dkk dengan eselon 1 hingga 4 di KKP juga sangat baik.
Tiba-tiba tanpa ada kajian akademis, tanpa ada konsultasi dengan stakeholder, Susi Pudjiastuti pembohong itu mengeluarkan Permen KP No 32/2016 yang menghambat ekspor ikan kerapu hidup. Akibatnya 85% UMKM pembudidaya ikan kerapu Indonesia dibuat bangkrut.
Seribu lebih UMKM tutup. Tenaga kerja sebanyak 220.000 kepala keluarga kehilangan penghasilan. Negara kehilangan devisa sebesar sekitar US$ 90 juta per tahun, setara Rp 1.26 Triliun.
Pembudidaya ikan kerapu dan ratusan ribu pembudidayanya yang 95% memilih capres JkW-JK sungguh heran, kenapa pendukung capres usahanya dimatikan.
Selama 3.5 tahun lebih, saya bersama 34 Paguyuban Nelayan dan asosiasi berjuang untuk merevisi regulasi yang kontra produktif dan bertemu dengan Komisi 4 DPR RI, Komite 2 DPD RI, Menko MARITIM, KEIN, WANTIMPRES, Wapres hingga Presiden.
Hasilnya keluar Instruksi Presiden no 7/2016 yang memerintahkan mentri KKP untuk merevisi aturan Perundang-undangan yang menghambat pertumbuhan usaha penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengolahan ikan dan petambak garam.
Namun mentri KKP membangkang instruksi Presiden. Herannya Presiden tidak memecat mentri yang membangkang dan mematikan usaha rakyat kecil yang memilih capres JkW-JK.
Surat permintaan bertemu Megawati pun tidak dihiraukan. Megawati ternyata bukan pelindung wong cilik sebagaimana dia kampanyekan. Dia juga bukan seorang pelindung kaum marhaen.
Komisi 4 DPR RI dalam 13 RAKER dengan mentri KKP sudah mendesak mentri KKP untuk merevisi aturan2 yang kontra produktif.
Lagi-lagi menteri KKP membangkang kesepakatan RAKER dengan Wakil Rakyat di Komisi 4 DPR RI. Konsekuensinya Komisi 4 DPR RI memotong APBN KKP dari Rp 16 Triliun di tahun 2015 menjadi tinggal Rp 8 Triliun di 2018.
Karena berbagai industri dihambat rekomendasi import garam industri oleh menteri KKP, maka Presiden mengeluarkan PP No 9/2018 yang memindahkan kewenangan mengeluarkan Rekomendasi import garam dari KKP ke Kemendag dan Kemenperin.
Para pembudidaya ikan kerapu heran, mengapa Presiden tidak membantu UMKM budidaya ikan kerapu namun sigap sekali membantu korporasi industri yang butuh import garam.
Heran kami kok import cepat sekali dibantu, sementara eksport dihambat. Padahal local content budidaya kerapu sebesar 99%.
Saya juga heran dengan sikap beberapa alumni ITB yang nyinyir dan senang mengejek UMKM yang eksport oriented
Saya yakin ini bukan salah lembaga pendidikan tinggi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG, namun itu hanya segelintir oknum alumni yang tidak nasionalis dan doyan import saja.
Terima kasih
Salam
Wajan Sudja

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=415733562256681&id=100014601220064
1.
Mereka Yang Bangkrut Oleh Susi Pudjiastuti*
By Wayan Sudja, (Korban Kebijakan Jokowi)
Usaha Budidaya ikan kerapu mulai tumbuh di Indonesia pada tahun 2001 setelah perekayasa teknologi BRKP KKP berhasil mengembangkan teknik pemijahan ikan kerapu.
Tahun 2001 saat ekonomi Indonesia hancur akibat Krisis Moneter saya memulai usaha UMKM budidaya ikan kerapu di pelosok NTB, di Teluk Saleh, Sumbawa dengan 50 jaring ukuran 3x3x3 meter. Usaha ini setelah up and down terus berkembang hingga menjadi 400 jaring di tahun 2014. 
Sejak tahun 2005, kami mengekspor langsung ke grosir di Hong Kong tanpa melalui eksportir dalam negeri lagi. Ekspor ikan  kerapu hidup dari Aceh hingga Tual ini tumbuh terus dari nol ton di tahun 2000 hingga mencapai 6.500 ton di tahun 2014.
Saya juga selalu mengurus sendiri semua ijin dan dokumen ekspor dan mengajarkan tata caranya ke seribuan anggota ABILINDO, Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia yang saya pimpin.
Saya pelajari regulasinya dan kita perbaiki regulasinya bersama mentri Dr. Ir. Fadel Muhammad, agar tidak mempersulit eksportir dan buyer.
Komunikasi saya dkk dengan eselon 1 hingga 4 di KKP juga sangat baik.
Tiba-tiba tanpa ada kajian akademis, tanpa ada konsultasi dengan stakeholder, Susi Pudjiastuti pembohong itu mengeluarkan Permen KP No 32/2016 yang menghambat ekspor ikan kerapu hidup. Akibatnya 85% UMKM pembudidaya ikan kerapu Indonesia dibuat bangkrut.
Seribu lebih UMKM tutup. Tenaga kerja sebanyak 220.000 kepala keluarga kehilangan penghasilan. Negara kehilangan devisa sebesar sekitar US$ 90 juta per tahun, setara Rp 1.26 Triliun.
Pembudidaya ikan kerapu dan ratusan ribu pembudidayanya yang 95% memilih capres JkW-JK sungguh heran, kenapa pendukung capres usahanya dimatikan.
Selama 3.5 tahun lebih, saya bersama 34 Paguyuban Nelayan dan asosiasi berjuang untuk merevisi regulasi yang kontra produktif dan bertemu dengan Komisi 4 DPR RI, Komite 2 DPD RI, Menko MARITIM, KEIN, WANTIMPRES, Wapres hingga Presiden.
Hasilnya keluar Instruksi Presiden no 7/2016 yang memerintahkan mentri KKP untuk merevisi aturan Perundang-undangan yang menghambat pertumbuhan usaha penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengolahan ikan dan petambak garam.
Namun mentri KKP membangkang instruksi Presiden. Herannya Presiden tidak memecat mentri yang membangkang dan mematikan usaha rakyat kecil yang memilih capres JkW-JK.
Surat permintaan bertemu Megawati pun tidak dihiraukan. Megawati ternyata bukan pelindung wong cilik sebagaimana dia kampanyekan. Dia juga bukan seorang pelindung kaum marhaen.
Komisi 4 DPR RI dalam 13 RAKER dengan mentri KKP sudah mendesak mentri KKP untuk merevisi aturan2 yang kontra produktif.
Lagi-lagi menteri KKP membangkang kesepakatan RAKER dengan Wakil Rakyat di Komisi 4 DPR RI. Konsekuensinya Komisi 4 DPR RI memotong APBN KKP dari Rp 16 Triliun di tahun 2015 menjadi tinggal Rp 8 Triliun di 2018.
Karena berbagai industri dihambat rekomendasi import garam industri oleh menteri KKP, maka Presiden mengeluarkan PP No 9/2018 yang memindahkan kewenangan mengeluarkan Rekomendasi import garam dari KKP ke Kemendag dan Kemenperin.
Para pembudidaya ikan kerapu heran, mengapa Presiden tidak membantu UMKM budidaya ikan kerapu namun sigap sekali membantu korporasi industri yang butuh import garam.
Heran kami kok import cepat sekali dibantu, sementara eksport dihambat. Padahal local content budidaya kerapu sebesar 99%.
Saya juga heran dengan sikap beberapa alumni ITB yang nyinyir dan senang mengejek UMKM yang eksport oriented
Saya yakin ini bukan salah lembaga pendidikan tinggi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG, namun itu hanya segelintir oknum alumni yang tidak nasionalis dan doyan import saja.
Terima kasih
Salam
Wajan Sudja
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=415733562256681&id=100014601220064

2. Dampak kapal pencuri ikan ditenggelamkan:
Menurut Menteri Susi, dampak dari kebijakan menenggelamkan kapal pencuri ikan dan upaya tegas dan konsisten,  selain memunculkan efek jera kepada pencuri ikan adalah:

1. Konsumsi ikan meningkat: 46,49 kg/kapita (2017) dibandingkan 33,89 kg/kapita (2012)

2. Stok ikan bertambah: 6,52 juta ton (2011); 7,31 juta ton (2013); 9,93 juta ton (2015); dan 12,5 juta ton (2017)

3. Nilai Tukar Nelayan meningkat: 104,63 (2014); 166,14 (2015); 108,24 (2016); 109,86 (2017)

4. PNBP sektor perikanan mencatatkan rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir (2007-2017): 491,08 milyar

5. Ukuran ikan hasil tangkapan nelayan meningkat dan jarak melaut kian dekat.

6. Neraca perdagangan perikanan Indonesia nomor satu di ASEAN tahun 2016

Kamis, 15 Februari 2018

DPR TERNYATA TIDAK BERUPAYA MEMBUBARKAN KPK, HANYA REKOMENDASI


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)



Semula masa Kerja Pansus Angket KPK berakhir 28 September 2017. Namun, resminya Pansus Angket ini membubarkan diri pada Rapat Paripurna DPR 14 Februari 2018.

Sebelum Paripurna DPR 14 Februari  ini, kerberadaan atau eksistensi KPK sebagai produk gerakan reformasi anti KKN kini dalam perdebatan dan polemik publik. Ada  kelompok memiliki wacana dan pendapat yakni bubarkan KPK. Alasan kelompok ini antara lain:
1.  KPK sebagai lembaga ad hoc, tidak  perlu dipertahankan lagi jika memang tidak  lagi dapat menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik. Pasalnya, selama ini KPK diharapkan memberikan hasil signifikan dalam memimpin upaya pemberantasan korupsi di tingkat legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun, sampai saat ini, KPK dinilai tidak bisa memenuhi harapan tersebut. KPK adalah lembaga ad hoc. Kalau lembaga ad hoc ini sudah tidak dipercaya, apa gunanya dirikan lembaga ini?

2. Nyatanya, lembaga ini tidak membawa perubahan juga. Jadi, lebih banyak manuver politik daripada memberantas korupsi. Bahkan, acap kali membuat gaduh antar lembaga negara.

3. KPK  tidak kompak dengan Polri dan Kejaksaan terbukti dengan  kasus Bibit-Chandra. Tidak mampu membangun hubungan sinerjik dengan lembaga negara lain terkait dan aktor pemberantasan korupsi juga.

3. Lembaga ini merupakan bagian dari "auxiliary state's organ", bekerja menunjang kerja Pemerintah. Namun, pada praktiknya  lembaga ini  bekerja di luar batas kewenangan.

4. Dalam menentukan sasaran pemberantasan korupsi masih tebang pilih dan diskriminatif, berani hanya pada kasus2 kecil bahkan kasus dugaan korupsi di bawah satu miliar rupiah, sementara kasus maha besar seperti BLBI tidak terbukti dan konkrit dijadikan sasaran.

5. Biaya digunakan dari sumber APBN jauh lebih banyak ketimbang dana korupsi yang dapat diambil dari para koruptor.

6. KPK sudah berkerja 15 tahun, tetapi tingkat  korupsi baik kuantitas maupun kualitas justru semakin meningkat, tidak menurun. Karenanya, keberadaan KPK tidak bermanfaat bagi negara untuk memberantas korupsi.

Perdebatan tentang keberadaan KPK ini terus berlangsung. Anggota kelompok menuntut pembubaran KPK terus bertambah meskipun lamban.

Kembali temuan Pansus Angket, sesungguhnya pada akhir September 2017,  telah mempublikasikan sejumlah  temuan yang  dianggap pelanggaran di internal KPK. Pansus menemukan adanya dugaan pelanggaran hukum maupun pelanggaran HAM dilakukan oknum KPK.

Pansus  telah menyampaikan di DPR 11 temuan sementara berdasarkan hasil kerja pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Beberapa temuan dimaksud: KPK dengan argumen independennya mengarah kepada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara. Hal ini sangat mengganggu dan berpotensi terjadinya "Abuse of Power" dalam sebuah negara hukum dan Negara demokrasi. Kemudian ditemukan juga, KPK dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan belum bersesuaian atau patuh atas asas-asas yang meliputi asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.

Kondisi kinerja KPK semakin menunjukkan buruk dari hasil kerja  Pansus Angket KPK ini. 

Pada saat itu,  ada empat aspek  fokus Pansus:

Pertama, aspek kelembagaan:

1. KPK dinilai gagal mengedepankan tugas utama dalam mengkoordinasikan dan menyupervisi.
2.  KPK tidak mengikuti MoU yang mereka buat sendiri dengan Kepolisian dan Kejaksanaan dalam hal penanganan korupsi.
3. Peran KPK sebagai "triger mechanism" dinilai tidak berjalan.
KPK bergerak tanpa mekanisme pengawasan dan kontrol yang mengedepankan prinsip ketatnegaraan yang baik.
Tidak terbangun sinerji yang harmonis di antara sesama lembaga negara dan lembaga pemerintah.

Kedua, aspek Kewenangan, KPK diduga sering kali menyalahgunakan kewenangan (abuse of power) dalam hal terjadi pertentangan kepentingan (conflict of interest) dalam penanganan kasus seperti dalam penanganan perkara kasus Bupati Sabu Rai Jua, NTT, Kementerian PUPR dan Kasus Probosutedjo.

Ketiga, aspek Anggaran, yakni pada  tahun anggaran 2015 terdapat beberapa temuan yang signifikan, antara lain:

1.  Kelebihan gaji pegawai KPK, yakni pembayaran terhadap pegawai yang melaksaakan tugas belajar berupa " living cost" tetapi gaji masih dibayarkan sebesar Rp. 748,46 juta.

2. Realisasi belanja perjanalan dinas biasa tidak sesuai dengan ketentuan minimal sebesar Rp. 1,29 miliar.

3.  Perencanaan pembangunan gedung KPK terdapat kelebihan pembayaran Rp. 655,30 juta.

Pada tahun anggaran 2016:

1. Besarya anggaran tidak sebanding dengan penanganan kasus-kasus.
2. Penyelamatan uang negara masih jauh berada di bawah Kejaksanaan dan Kepolisian (Data dari LPIKP).

Keempat, aspek Tata Kelola Sumber Daya Manusia (SDM):

1. Terjadi dualisme konflik internal yang cukup fatal baik bersifat struktural (antara pimpinan, penyidik dan pegawai) maupun kultural.

2. KPK melanggar ketentuan sebagaimana Putusan MK Nomor 109/PUU-XII/2015 dan Ketentuan PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.

3. Pembentukan wadah pegawai KPK dipertanyakan karena sebagai lembaga negara telah ada wadah sendiri untuk apartur da wadah pegawai KPK.

4. Sejumlah temuan menunjukkan buruknya integritas dan moralitas SDM KPK baik yang terjadi pada unsur pimpinan maupun petugas penyidik dan/atau pegawai KPK yang terindikasi tindak pidana.

Selama ini menurut pendukung buta KPK, institusi ini mempunyai kinerja baik, efektif dan efisien. Setiap upaya mengkoreksi kinerja  KPK dari Pemerintah dan DPR, selalu diklaim sebagai upaya pelemahan KPK. Padahal selama ini memang KPK menjadi lemah karena faktor kepemimpinan dan internal KPK itu sendiri. Acapkali KPK membela  diri kalau ada kritikan baik terkait dengan mekanisme dan prosedur penanganan  tindak pidana korupsi ataupun efektifitas dan efisiensi kelembagaan KPK. Hal ini juga terbukti dari sikap KPK terhadap rekomendasi Pansus Angket KPK yang disampaikan dan disetujui Rapat Paripurna DPR 14 Februari lalu.

Sebagaimana Ketua Pansus Hak Angket KPK di DPR Agun Gunandjar, sampaikan, KPK harus memiliki lembaga pengawasan dalam struktur organisasi KPK. Tetapi, KPK terang-terangan menolak, dan menegaskan, KPK dinilai tidak memerlukan  Lembaga Pengawasan.
KPK  menolak rekomendasi  Pansus Angket untuk membentuk dewan yang mengawasi lembaga antirasuah tsb. KPK melalui Juru Bicara berkilah,  pengawasan terhadap KPK dianggap masih berjalan cukup efektif  dan justru dilakukan dari internal dan eksternal. Maknanya, KPK sendiri menilai  pengawasan atas dirinya masih efektif.

Selain itu, KPK mengklaim data Pansus Angket ada yang  tidak faktual, sementara data dari KPK  yang faktual.

Bagi KPK,  akan melaksanakan rekomendasi Pansus tersebut, namun hanya terkait poin-poin yang dianggap KPK relevan dan sesuai.

Kembali pada Laporan Pansus Hak Angket di Sidang  Paripurna DPR 14 Februari ini,  ada empat aspek rekomendasi. Menurut beberapa  anggota Pansus, empat rekomendasi ini harus dilaksanakan KPK.

Pertama,  kelembagaan, KPK meminta norma  strukur organisasi agar tugas dan kewenangannya sesuai UU KPK yang lingkup koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan, dan monitoring. Selanjutnya,
KPK diminta untuk meningkatkan kerjasama dengan lembaga penegak hukum seperti lembaga, seperti BPK, LPSK, PPATK, Komnas HAM, dan pihak perbankan, agar pemberantasan korupsi berjalan lebih optimal.  KPK agar berkoordinasi dan melakukan supervisi dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini agar  pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Kedua,  HAM,  KPK diminta untuk memperhatikan prinsip HAM dalam menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta peraturan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU tentang HAM.

Ketiga, KPK agar dapat menggunakan sistem pencegahan yang sistematik yang dapat digunakan kembali. Dalam pengertian anggaran,  Pansus Angket menyetujui  agar KPK meningkatkan dan memperbaiki tata kelola anggarannya sesuai dengan hasil rekomendasi dari BPK.
Selanjutnya,  DPR mendorong peningkatan anggaran KPK untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran tersebut dalam fungsi pencegahan, seperti pendidikan, sosialisasi, dan kampanye antikorupsi. KPK diharapkan bisa memberikan pemahaman yang lebih komprehensif kepada masyarakat dengan harapan berkurangnya kasus korupsi di masa yang akan datang

Keempat,  tata
kelola SDM, memperbaiki tata kelola SDM dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang SDM / kepegawaian. KPK harus  semakin transparan dan terukur dalam proses pengangkatan, promosi, mutasi, rotasi, hingga pemberhentian SDM KPK berdasarkan pada undang-undang yang mengatur tentang aparatur sipil negara (ASN),  Kepolisian, dan Kejaksaan.

Bagi Pansus Hak Angket ini, KPK harus menindaklanjuti temuan Pansus bersama-sama aparat penegak hukum lainnya dan mempertanggungjawab kepada publik melalui pengawasan konstitusional alat kelengkapan dewan DPR RI.

Empat rekomendasi Pansus Hak Angket ini mematahkan opini atau penilaian sebagian pendukung buta KPK, bahwa DPR akan membubarkan KPK atau memperlemah kelembagaan KPK. DPR ternyata tidak berupaya membubarkan KPK,  hanya memberikan rekomendasi. Tidak ada keputusan atau rekomendasi Pansus untuk membubarkan atau juga memperlemah KPK.

Sikap apriori dan mendukung buta seakan KPK telah berjalan sesuai UU dan bekerja efektif dan efisien bertolak dan terbantahkan dari hasil kerja Pansus ini melalui empat aspek rekomendasi terhadap KPK.

Padahal, ada pengamat dan tokoh politik nasional, justru berharap KPK ini dibubarkan saja karena tidak efektif, efesien dan patuh terhadap UU. Kembalikan saja urusan pemberantasan korupsi kepada institusi Polri. KPK mensikapi dirinya bagaikan "super body" tak bisa diawasi rakyat melalui DPR bahkan menganggap dirinya bukan lembaga eksekutif, padahal dana  dimanfaatkan dari APBN, dana milik rakyat.

Tidak mau menyetujui pembentukan lembaga pengawasan sebagai bukti pimpinan KPK ini tidak mau diatur atau tidak patuh pada lembaga perwakilan rakyat.

Apa yang akan terjadi kelak dengan KPK jika tidak mau melaksanakan empat aspek rekomendasi Pansus ini? Setidaknya jawaban sederhana: konflik kelembagaan negara antara  DPR dan KPK akan terus berlangsung dan anggota penuntut pembubaran KPK kian bertambah.

Minggu, 11 Februari 2018

KINERJA JOKOWI URUS SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

KINERJA JOKOWI URUS SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)


Sumber Daya Manusia (SDM) adalah salah satu urusan pemerintahan harus dikerjakan Presiden Jokowi. Begitu pentingnya urusan SDM sehingga Presiden Jokowi membentuk biaya dan mengangkat Menteri Koordinator SDM di dalam Kabinet Kokowi-JK.

Namun, Jokowi mengakui kebijakan percepatan infrastruktur lebih diutamakan ketimbang SDM. Sebagaimana dinyatakannya, Presiden Joko Widodo meminta seluruh kementerian untuk mulai merancang program pembangunan sumber daya manusia.

Jokowi mengatakan, pembangunan sumber daya manusia merupakan kerja besar pemerintahannya setelah kerja besar pertama, yakni pembangunan infrastruktur.


Jokowi mengakui bahwa tahun politik semakin dekat. Oleh sebab itu ia meminta program besar pembangunan sumber daya manusia tercantum di dalam rencana kerja pemerintah (RKP) masing-masing kementerian.

"Terkait rencana RKP 2019, saya ingatkan bahwa tahun 2019 adalah tahun politik dan saya minta setelah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan daya saing ekonomi kita, maka mulai 2019 kita harus fokus pada pembangunan SDM," ujar Jokowi.

"Di Kemenaker, di Kemenperin, di Kemendikbud, di Kemenristek Dikti, Menteri BUMN dan kementerian yang lain, saya kira harus mulai merancang apa yang akan dikerjakan dalam kerja besar pembangunan SDM," ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/2/2018).

Di lain pihak, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharanimengakui Pemerintah Jokowi-JK Belum Punya "Roadmap"  Pembangunan SDM (Kompas.com, 12 Februari 2018). Ia  akan merancang roadmap pembangunan sumber daya manusia.

Sebab, Puan mengakui bahwa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum memiliki roadmap mengenai pembangunan sumber daya manusia.

"Roadmap pembangunan SDM secara besarnya setahu saya belum ada. Karena itu memang harus dibikinnya bukan untuk jangka pendek saja," ujar Puan

"Jadi bukan parsial, karena sekarang kebutuhan 2019, enggak. Tapi sampai berapa puluh tahun," kata dia.

Puan akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, untuk mewujudkan roadmap tersebut.

Puan menginginkan pembangunan SDM mengarah pada peningkatan kapasitas manusia sekaligus mengoneksikannya dengan dunia industri.

"Pembangunan jenis vokasi yang kemudian terintegerasi dan tersinergi dengan perindustrian. Itu tentu saja harus kita perkuat, kita perlu perbesar," ujar Puan.

Demi peningkatan SDM, Puan juga berencana mengalokasikan anggaran LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) tak cuma untuk mengirimkan mahasiswa Indonesia untuk mengambil gelar S2 dan S3 di luar negeri, melainkan juga untuk mengirimkan tenaga dosen secara khusus ke luar negeri.

"Bagaimana kita memberikan afirmasi kepada tenaga-tenaga dosen, kemudian profesor dan lain-lainnya itu untuk bisa sekolah ke luar juga dikirim dari luar ke dalam negeri," ujar Puan.

KINERJA JOKOWI URUS PERTANIAN


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)



Dalam mengevaluasi atau menilai kritis kinerja Presiden Jokowi urus pemerintahan, salah satu bidang dapat dijadikan sasaran yakni pertanian, termasuk pangan.

Pada saat Kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji secara lisan,  tidak akan impor pangan. Dikatakan, kebijakan impor segala bahan pangan memang bisa menjamin ketersediaan. Namun, kebijakan itu berdampak buruk karena menjauhkan negeri agraris ini dari kedaulatan pangan.

Jokowi berjanji, secepatnya menyelesaikan masalah pangan dan komoditas. Juga  akan mewujudkan swasembada pangan dan lepas ketergantungan dari jeratan impor. Jokowi menegaskan, sektor pangan menjadi perhatiannya apabila terpilih menjadi Presiden dalam Pilpres 2014. "Enerji dan pangan adalah hal yang menjadi perhatian saya, karena ketahanan enerji harus kita kuasai sendiri," tandasnya saat kampanye Pilpres 2014.

Ia juga berjanji, akan menghentikan impor daging.Bahkan, Jokowi berjanji, menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perikanan dan manufaktur. Juga berjanji, akan  menyederhanakan regulasi perikanan; mempermudah nelayan mendapatkan Solar sebagai bahan bakar kapal dengan mendirikan SPBU khusus; mensejahterakan kehidupan petani; mengelola persediaan pupuk dan menjaga harga tetap murah; membangun banyak bendungan dan irigasi.

Jokowi juga berkampanye untuk memberantas mafia impor pangan. Namun, kini sudah lebih tiga tahun, tak satupun Menteri Ekonomi dan Perdagangan Jokowi berani mewujudkannya. Sampai 14 paket kebijakan ekonomi tetapi tidak ada satupun kebijakan tsb memerintahkan pengubahan tata niaga impor pangan. Sebagai bukti, 6 Juni 2017, Ketua KPPU menyampaikan, keuntungan kartel bawang putih dapat mencapai belasan triliun rupiah. Tata niaga impor bawang putih dikuasai hanya enam keluarga bisnis.Salah satu Taipan bahkan menguasai separoh perputarannya.

Kini Jokowi sudah lebih tiga tahun menjadi Presiden RI. Dipenuhikah janji-janji kampanye di atas? Jawaban paling halus: BELUM !

Janji kampanye tertulis Jokowi tertuang di dalam  dokumen " Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014". Dokumen resmi ini mencatat Jokowi dan Jusuf Kalla saat kampanye Pilpres 2014  berjanji  akan mewujudkan kedaulatan pangan melalui kebijakan:

1.  Perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di tiga juta hektar sawah.
2. Pembangunan  satu juta hektar lahan sawah baru di luar jawa.
3. Pendirian Bank Petani dan UMKM.
4. Penyediaan gudang dgn fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi.
5. Pemulihan kualitas kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga.
6. Penghentian konversi lahan produktif utk usaha lain seperti industri, perumahan dan pertambangan.

Janji terkait Nawa Cita ini masih belum terbukti dalam realitas obyektif. Rencana kebijakan hanya ada dalam konsep Nawa Cita.

Untuk menilai kritis kinerja Jokowi urus pertanian, dapat juga  digunakan dokumen RPJMN 2015-2019. Di dalam dokumen ini, Jokowi akan melaksanakan minimal dua program:

Pertama, pengamanan produksi untuk kemandirian dan diversifikasi konsumsi pangan. Khusus produksi  bahan pangan pokok sasaran dlm juta ton sbb:
1. Padi, baseline 2014 hanya 70,6, sasaran 2019  sebanyak 8.2,0 dgn pertumbuhan 3,0 %;
2. Jagung, baseline 2014 hanya 19,1, sasaran 2019  sebanyak 24,1 dengan pertumbuhan 4,7 %;
3. Kedelai, baseline 2014 hanya 0,92, sasaran 2019  sebanyak 2,6 dengan pertumbuhan 22,7 %;
4. Gula, baseline hanya 2,6, sasaran 2019 sebanyak 3,8, pertumbuhan 8,3 %;
5. Daging Sapi (Ribu Ton), baseline 2014 hanya hanya 452,7, sasaran 2019 sebanyak 755,1, pertumbuhan 10,8 %.

Kedua, pengembangan agrobisnis, pertanian berkelanjutan dan kesejahteraan petani. Sasaran utama peningkatan nilai tambah  dan daya saing komunitas pertanian tahun 2015-2019 adalah:

1. Meningkatnya PDB industri pengolahan makanan dan minuman serta produksi komoditas andalan ekspor dan komoditas prospektif. Khusus untuk pengelolaan makanan dan minuman, PDB baseline 2014 hanya 2 4 %, sasaran 2019 sebesar 2,6 %,  rata2 pertahun (2015-2019)  2,6 %. Sedangkan jenis komoditas perkebunan adalah kelapa sawit, karet, kakao, teh, kopi, dan kelapa. Sedangkan holtikultura mencakup mangga, nanas, manggis, salak dan kentang.

2. Meningkatnya jumlah sertifikasi untuk produk pertanian yang diekspor.

3. Berkembangnya agroindustri terutama di perdesaan.

4. Meningkatnya neraca perdagangan (ekspor-impor) komoditas pertanian.

5. Meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP).

Pertanyaan selanjutnya dapat diajukan: setelah Jokowi menjadi Presiden RI lebih tiga tahun, tercapaikah sasaran dua program bidang pertanian di atas? Jawabannya: MASIH BELUM !

Faktanya hingga awal 2018 ini Indonesia masih impor beras. Belum tercapai sasaran produksi 82,0 juta ton.

Produksi jagung sesuai sasaran belum tercapai, tetapi Pemerintah mulai melarang impor jagung. Harus diakui, pertumbuhan produksi Jagung di Indonesia relatif positif.

Indonesia masih belum bisa swasembada kedelai. Masih impor kedelai. Pertumbuhan kedelai di Indonesia masih belum mencapai target.

Komoditas gula juga masih bergantung pada impor. Tidak pernah tanpa impor gula. Produksi gula belum mencapai target.

Komoditas pangan lain,  daging sapi dan juga sapi masih impor. Belum tercapai target produksi sapi sesuai rencana.

Menurut Ekonom UI  Faisal Basri,  kesejahteraan petani terus mengalami penurunan. Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencerminkan daya beli petani turun dalam tiga tahun pemerintahan Joko Widodo, dari 102,87 pada 2014 menjadi 101,60 pada 2016.

"Jadi, selama tiga tahun Jokowi berkuasa, petani semakin tidak sejahtera, khususnya petani pangan," kata Faisal (Kompas.com, 26/9/2017).

Pada level Kementerian Pertanian, salah satu sasaran pembangunan pertanian yakni  swasembada padi, jagung dan kedelai serta peningkatan produksi daging  dan gula (Renstra Kementan 2015-2019).

Target makro pembangunan pertanian (Renstra  Kementan 2015-2019) sbb:

1. PDB nasional diharapkan tumbuh rata2 di atas 7 %, sedangkan PDB pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) tumbuh di atas 3,80 %.

2. Laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor pertanian menurun. Hal ini krn tenaga kerja sektor pertanian masih cukup besar.

3. Investasi sektor pertanian PMDN  pd 2019 sekitar 12,06 triliun rupiah; PMA 1,7 miliar dolar US. Tingkat pertumbuhan pertahun rata2 PMDN dan PMA sekitar 5,0 dan 4,7 % pertahun.

4. Neraca perdagangan sektor pertanian:
a. Tanaman pangan ekspor tumbuh  rata2 10 %, impor rata2 5 % dan neraca rata2 4,8 %;
b. Holtikultura ekspor tumbuh rata2 10 %, impor 5 % dan neraca rata2 2,5 %:
c. Perkebunan ekspor 10 %, impor 5 %, neraca 10,4 %;
d. Peternakan, ekspor 10 %, impor 5 %, neraca 0,9 %;
e. Pertanian, ekspor 10 %, impor 5 %, neraca 12,7 %.

5. Nilai Tukar Petani  (NTP) berkisar antara 101,21 hingga 104,56. Penerimaan petani akan lebih besar ketimbang pengeluaran.

6. Pendapatan perkapita (PDB total/kapita) rata2 6,29 %.

Faktanya, target makro Kementan  di atas masih belum tercapai.

Janji Jokowi dan Kementan   akan swasembada pangan masih belum terbukti faktual. Ada data, fakta dan angka menunjukkan Indonesia era Jokowi masih bergantung pada impor.

Dari kreteria impor pangan, Indonesia di bawah Presiden Jokowi masih terus melanjutkan.  Mengacu data BPS, sepanjang Januari-Oktober   2016 Indonesia masih ketergantungan impor 29 komoditas pertanian dari beragam negara. Nilai impor mencapai 8, 53 miliar dolar US. Beberapa di antara  29 komoditas pertanian masih impor,  yakni  beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung trigu, gula pasir, gula tebu, daging lembu, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, kentang, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, tembakau, singkong, dan  telor unggas.

Pada 2017 Indonesia masih terus impor komoditas pangan seperti beras khusus, tepung terigu, gula pasir, daging lembu, garam, mentega, minyak goreng, bawang putih, lada, kentang, cabai dan unggas. Berdasarkan data BPS, impor beras khusus Juni 2017 sebanyak 36,3 ribu  ton. Angka ini menaik jika dibandingkan Mei 2017 hanya 23,2 ribu ton. Impor garam Juni 2017 sebanyak 253,8 ribu ton. Impor minyak goreng Juni 2017 sebesar 1,9 ribu ton. Impor bawang putih Juni 2017 sebesar 90,9 ribu ton. Impor lada di 2017 sebesar 23,1 ton. Impor kentang Juni 2017 sebanyak 6,9 ribu ton.

Bahkan, pada awal Januari 2018 Pemerintah Jokowi melalui Kementerian Perdagangan mengumumkan akan mengimpor 500 ribu ton beras dari Vietnam dan Filipina.
Rencana impor beras ini mendapat suara penolakan. Majalah Tempo 28 Januari 2018 menyebutkan sejumlah anggota DPR dan DPD menyuarakan keberatan seperti Sudin, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi IV. Ia menolak jika beras impor masuk ke Tanah Air pada Februari mendatang karena bertepatan dengan panen raya yang bakal berlangsung hingga Maret.
Ketua MPR Zulkifli Hasan juga mengkritik keputusan Pemerintah mengimpor 500 ribu ton ini." Ketimbang impor, jauh lebih baik prioritaskan beras lokal produksi petani," ujar Zulkifli. Dilaporkan juga, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mempertanyakan penyebab harga beras naik. Padahal pasokan beras surplus. Ekonom Rizal Ramli juga mengkritik kebijakan impor beras ini. Ia menegaskan, agar Pemerintah menghentikan impor beras.

CNN Indonesia, 1 Juni 2018, membeberkan pernyataan  Menteri Pertanian Amran Sulaiman, para mafia pangan  mempermainkan harga bawang putih bisa memperoleh keuntungan hingga Rp19 triliun dalam setahun. Harga di Cina
Rp5.600 per kg, harga bersih masuk Indonesia berkisar Rp.8.000 hingga Rp10.000 per kg, sedangkan harga di konsumen mencapai Rp45.000 hingga Rp50.000 per kg. Tingginya marjin pelaku usaha bawang putih  mengindikasikan adanya mafia  mempermainkan harga bawang putih sehingga merugikan konsumen.

Pemerintah Jokowi sudah mencanangkan kemandirian pangan sejak terbentuk akhir 2014. Bahkan, menargetkan swasembada pangan !
Namun, tiga tahun lebih Pemerintahan Jokowi, belum juga mampu membuat Indonesia keluar dari ketergantungan impor. Sesuai data BPS, sejak kuartal IV 2014 hingga kuartal I  2017, sudah mencapai 2,7 juta ton.

Tidak hanya beras, Pemerintahan Jokowi  juga telah memutuskan akan mengimpor 3,7 juta ton garam. Kebijakan ini dikritisi berpotensi menjatuhkan harga dan membuat produksi lokal sulit diserap pasar.

Sesungguhnya ketergantungan impor pangan berisiko besar terhadap ketahanan pangan dan akan mengancam kedaulatan kebijakan pangan.

Uraian di atas dapat menjadi dasar untuk menilai kritis kinerja Jokowi urus pertanian. Bisa dinilai kinerja Jokowi masih buruk, tetapi mungkin masih bisa ditingkatkan pada sisa waktu sekitar 1,5 tahun ini. Jokowi belum berhasil memenuhi janji kampanye dan juga sasaran program bidang pertanian yang sudah ditetapkan.

Mengapa Jokowi belum berhasil  menepati janji kampanye dan menciptakan swasembada pangan? Atau, mengapa Jokowi terus saja membuat keputusan impor komoditas pangan? Apakah pengaruh Mafia Impor Pangan ?  Pertanyaan ini tentu perlu dijawab oleh Rezim Jokowi secara akademis dan berdasarkan metode Iptek. Untuk memecahkan permasalahan urus pertanian ini, Rezim Jokowi terlebih dahulu merumuskan sebab-sebabnya kemudian mengimplementasikan rencana aksi (solusi) relevan dengan sebab-sebab itu. Kegagalan
 urus pertanian harus dapat dihindari pada akhir periode Presiden Jokowi 2019 mendatang.