Sabtu, 21 Mei 2016

KINERJA SANGAT BURUK DAN RAPOR MERAH

Kinerja (job/actual performance) dapat dimaknai sebagai prestasi kerja sesungguhnya dicapai oleh seseorang. Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan fungsin sesuai dengan tanggung jawab diberikan. Kinerja Ahok ternyata “buruk” dan “rapor merah” sehingga dapat dinilai tidak layak terus menjadi Gubernur DKI Jakarta. Penilaian kinerja Ahok dapat ditemukan antara lain dari DPRD DKI Jakarta, BPK, dan KemenPANRB, Kemendagri, lembaga survey, masyarakat dan Bappenas, PERTAMA, Penilaian DPRD DKI: Hasil penilaian DPRD DKI Jakarta disajikan pada Rapat Paripurna Tanggapan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Ahok, 23 April 2014. Menurut lembaga wakil rakyat ini, kinerja Ahok dan aparatnya “sangat buruk” dan “raport merah”. Paripurna menghasilkan 10 penilaian dan lima rekomendasi untuk Ahok: 1.Pendapatan tercapai hanya 66,8 persen atau Rp43,4 triliun lebih kecil dari rencana Rp65 triliun. 2.Realisasi belanja 59,32 persen adalah belanja terendah Jakarta, jika belanja terealisasi 100 persen maka terdapat defisit anggaran Rp 20 triliun. 3.Di sektor pembiayaan, realisasi PMP hanya 43,62 persen yang terdiri dari kegagalan realisasi PMP pada PT KBN, PT Pam Jaya, dan PT Food Station. 4.Kenaikan NJOP yang semena-mena tanpa perhitungan matang terbukti memberatkan beban rakyat, diharapkan dike‎mbalikan seperti tahun 2013 5.Kenaikan angka kemiskinan dari 371 ribu pada tahun 2013 menjadi 412 ribu pada tahun 2014 menujukan kegagalan Pemda Jakarta dalam mensejahterakan masyarakat. 6.Pemberian izin reklamasi oleh Gubernur melanggar undang-undnag nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir pantai, Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi pantai. Izin yang sudah dikeluarkan harus dicabut. 7.Gubernur DKI Jakarta belum mampu mempertahankan aset-aset Pemda DKI Jakarta yang berpekara di pengadilan. 8.Penerimaan CSR selama ini tidak dikelola dengan transparan, DPRD minta diaudit. 9.Gubernur DKI Jakarta melanggar perundang-undangan khususnya uu nomor 29 tahun 2007 pasal 22 tentang organisasi perangkat daerah berkenaan dengan penghapusan jabatan wakil lurah. 10.DPRD menilai Kinerja Pemda dan aparatnya pada tahun 2014 buruk. Adapun lima rekomendasi DPRD terkait LKPJ penggunaan anggaran tahun 2014 sebagai berikut: 1.Gubernur harus patuh dan taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan. 2.Gubernur tidak bisa melepaskan tanggungjawab hanya dengan alasan karena baru bertugas dua bulan. 3.Gubernur jangan banyak berwacana dan harus serius bekerja sehingga kinerja meningkat di tahun-tahun yang akan datang. 4.Gubernur DKI Jakarta harus mempersiapkan ahli hukum yang kuat untuk mepertahankan aset-aset Pemda DKI Jakarta agar tidak terjadi kekalahan beruntun di pengadilan ataupun kehilangan asset. daerah. 5.Gubernur harus bersinergi dengan berbagai pihak untuk membangun Jakarta baru yang lebih baik. KEDUA, Penilaian BPK: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai Pemprov DKI di bawah Ahok sebagai WDP (Opini Wajar Dengan Pengecualian). Menurut istilah akuntansi, WDP adalah pendapat diberikan ketika laporan dikatakan wajar dalam hal material, tetapi terdapat sesuai penyimpangan (kurang lengkap) pada pos-pos tertentu, sehingga harus dikecualikan. Pengecualian itu sendiri mungkin saja terjadi karena bukti kurang cukup, adanya pembatasan ruang lingkup, atau terdapat penyimpangan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Predikat WDP 2014 tidak berbeda dengan opini audit BPK pada laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2013. Padahal pada periode Pemprov sebelumnya, Sutioso dan Foke, selalu mendapat opini audit WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Predikat WDP diberikan karena ada 70 temuan dalam laporan keuangan DKI senilai Rp. 2,16 triliun, berindikasi kerugian DKI senilai Rp 442 miliar. Dan berpotensi merugikan DKI sebanyak Rp. 1,71 triliun. Lalu kekurangan penerimaan dana DKI sebanyak Rp. 3,13 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp. 469 juta dan pemborosan Rp. 3,04 miliar. Beberapa temuan wajib menjadi perhatian Pemprov DKI yakni asset seluas 30,88 hektar di Mangga Dua dengan PT.Duta Pertiwi yang dianggap lemah dan tidak memperhatikan faktor keamanan asset. Juga pengadaan tanah RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang tidak melewati proses pengadaan memadai. Ada indikasi kerugian senilai Rp. 191 miliar. Pemprove DKI juga megalami kelebihan bayar premi asuransi senilai Rp. 3,7 miliar, juga pengeluaran dana Bantuan Operasional Pendidikan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp. 3,05 miliar. Temuan lain yakni penyertaan modal dan asset kepada PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) tidak sesuai ketentuan. Hal ini mengyangkut tanah seluas 794 ribu meter persegi, bangunan seluaas 234 meter persegi dan tiga blok apartemen yang belum diperhitungkan sebagai penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah. Berdasarkan laporan BPK di atas, dalam perjalanan Ahok selaku Gubernur DKI terdapat data dan fakta lainnya bahwa Ahok gagal mengurus pemerintah dan rakyat DKI Jakarta. Data dan fakta dimaksud antara lain temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentang beberapa ketidkberesan dalam penggunaan anggaran oleh Pemerintah DKI tahun anggaran 2014. Atas dasar itu, BPK memberi opini "wajar dengan pengecualian (WDP)" untuk laporan keuangan tahun lalu. Predikat ini tak berbeda dengan laporan keuangan pada 2013. Beberapa temuan BPK yang mengakibatkan DKI mendapat "rapor merah" antara lain sensus aset yang masih berantakan (Tempo, 7 Juli 2015). KETIGA, Kinerja Ahok menurut KemenPANRB: Penilaian berikutnya datang dari KemenPANRB. Yuddy Chrisnandi selaku MenPANRB menerangkan penilaian LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja) diikuti 77 kementerian/lembaga. Ada 7 kategori yang dibagi yaitu nilai AA (0 lembaga/kementerian), A (4), BB (21), B (36), CC (16), C (0), D (0). 77 Kementerian/lembaga ini dinilai dari sejak awal 2015. LAKIP disusun sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga negara yang dibiayai anggaran negara agar menyampaikan laporan dimaksud. Laporan ini merinci pertanggungjawaban organisasi dan tanggung jawab pemakaian sumber daya untuk menjalankan misi organisasi. Untuk diketahui, Kementerian PANRB membeberkan hasil penilaian akuntabilitas kinerja 86 kementerian dan lembaga. KemenPANRB menilai dirinya sendiri di peringkat 6 terbaik. Ada beberapa yang menjadi indikator dalam penilaian akuntabilitas, yaitu penerapan program kerja, dokumentasi target tujuan, dan pencapaian organisasi. Penghujung tahun 2015 ini, Menteri PAN RB Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi menjelaskan bahwa Evaluasi terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dilaksanakan terhadap seluruh kementerian, lembaga non kementerian dan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota. Tertinggi di Indonesia Timur dalam evaluasi LAKIP tahun ini, Pemerinta Provinsi Sulut mendapatkan predikat B (baik). Dimana menempatkan Sulawesi Utara sebagai Provinsi dengan perolehan nilai tertinggi di kawasan Timur Indonesia. Hanya Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Timur yang memperoleh nilai A. Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta hanya mendapatkan predikat CC. Di posisi paling bawah ada Provinsi Kalimantan Utara dengan predikat D. Ada juga Pemprov Banten, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, Jambi hingga Papua Barat yang bernasib sama seperti DKI dan harus puas dengan nilai CC=58.. Posisi DKI berada pada nomor urut ke-18, di bawah Kalimantan Tengah ! Dalam manajemen birokrasi DKI Jakarta, Ahok acap kali membuat kegaduhan di kalangan PNS. Antara lain, mengangkat, memecat dan memutasi PNS secara sepihak tanpa melalui Dewan Jabatan. Seorang Camat yang baru ditempatkan bahkan belum menerima SK Pengangkatan, dicopot tanpa melalui prosedur. KEEMPAT, Kinerja Ahok menurut Kemendagri: a.Penyerapan Anggaran Terendah Selanjutnya Kemendagri juga menilai kinerja Ahok dari sisi penyerapan anggaran DKI. Hal ini dapat dijadikan indikator rendahnya kinerja Ahok. Kemendagri mengevaluasi penggunaan anggaran daerah pada Semester I 2015. Hasilnya, DKI menjadi salah satu Provinsi dengan penyerapan anggaran terendah. Persentase serapan anggaran baru 22,86 persen dari total Rp. 69,2 triliun. Badan keuangan dan Aset Daerah DKI mencatat terdapat tiga Dinas yang serapan anggarannya rendah. Ketiganya adalah Dinas Penanggulangan Kebakaran yang baru menyerap 2,08 persen dari total anggaran Rp. 900 miliar; Dinas Perumahan dan Gedung yang baru menyerap 3,25 persen anggaran dari total Rp. 2,1 triliun; serta Dinas Tata Air yang baru membelanjakan 3,49 persen dari Rp. 5,16 triliun. Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, penyerapan anggaran terendah di Indonesia terjadi di DKI. "DKI Jakarta yang terparah", tandas Mendagri. Sementara Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengungkapkan serapan anggaran pemerintah DKI justru terbesar hanya ada di belanja pegawai. "Seharusnya belanja jasa dan modal lebih besar dibandingkan pegawai", tegasnya (Harian TEMPO, 18 Agustus 2015). b.Jakarta Kalah Jauh dari Kabupaten Kulonprogo Penilaian Pemerintah Pusat terhadap kinerja Pemda berdasarkan pada hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD) terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD). Penilaian tersebut didasarkan pada laporan kerja formal dan bukan didasarkan popularitas semata. Karenanya, kepala daerah yang populer tidak menjamin laporan penyelenggaraan pemerintah daerahnya bagus. Ada 12 Pemerintah Daerah yang memperoleh penghargaan pemerintahan terbaik, dari Pemerintah Pusat dalam peringatan Hari Otonomi Daerah ke-20 yang jatuh pada hari ini, Senin 25 April 2016. Ke 12 pemerintah daerah tersebut antara lain, Pemerintah kabupaten Kulon Progo, Pemkab Pasaman, Pemkot Semarang, dan Pemkot Probolinggo. Keempatnya meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, yakni penghargaan tertinggi kepada pemerintah daerah yang selama tiga tahun berturut-turut berstatus kinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu, untuk kategori Satyalancana Karyabhakti Praja Nugraha diberikan kepada Gubernur Jawa Barat, Bupati Tulung Agung, Bupati Nganjuk, Bupati Kudus, Bupati Bintan, Wali kota Probolinggo, Wali kota malang dan Mojokerto. Di mana DKI Jakarta? Tidak termasuk di dalam satu kategoripun. Jakarta di bawah Ahok kalah dari Pemda Kulon Progo. Di Kulon Progo rumah reot warga miskin ditata diperbaiki dengan semangat gotong royong. Di Jakarta rumah warga miskin digusur dengan semangat pro konglomerat. Soal ini Mendagri Tjahjo Kumolo berujar, ada satu progam unggulan tidak dimiliki daerah lain, yakni program pemugaran rumah dengan sistem gotong royong. Bahkan, pemugaran itu, tanpa menggunakan dana ABPD. “Semangatnya gotong royong, Bupati menggerakkan masyarakat. Mengorganisir masyarakat, untuk gotong royong, demi membantu sesama dan demi kemaslahatan umat,” ujar Tjahjo (25 April 2016). “Itu kenapa Kulon Progo unggul dibanding daerah lain. Kulon Progo ini semua ada inovasinya. Membangun rumah yang sudah kumuh, rusak untuk masyarakat,” kata dia. KELIMA, Penilaian Lembaga Survei dan Masyarakat: Buruknya kinerja Ahok juga dapat ditemukan melalui hasil survei dilakukan Lembaga Survei Periskop Data pimpinan Muhammad Yusuf Kosim. Survei Periskop Data dilaksanakan pada 1-7 Juni 2015. Survei ini dilakukan secara langsung melalui wawancara tatap muka. Metode yang digunakan adalah Multistage Random Sampling. Sampel pada survei ini adalah penduduk Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah menikah. Pelaksanaan survei dilakukan di seluruh wilayah DKI. Jumlah sampel yang diambil sebesar 500 responden. Adapun margin of error survei ini sebesar 4,4 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil survey pada dasarnya menunjukkan bahwa publik "tidak puas" dengan kinerja Ahok dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat di bidang "perumahan rakyat", "kemacetan", dan "banjir". Selanjutnya, Kinerja buruk Ahok ini dijadikan alasan bagi penentang Ahok agar rakyat DKI menolak pencalonanan Ahok dalam Pilgub 2017. Penolakan pencalonanan Ahok bukan atas dasar sentimen kesukuan, etnis maupun agama. Salah satu penolakan muncul melalui Petisi, menekankan Ahok wajib ditolak karena : 1.Tidak menunjukkan prestasi signifikan selama menjabat Wagub maupun Gubernur. 2.Berdasarkan Temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang menyebutkan indikasi penyahgunaan wewenang dan penyimpangan APBD DKI Jakarta yang dilakukan Ahok. 3.Perampasan hak warga dan masyarakat diantaranya hak mencari nafkah bagi Pedagang kaki lima dan atau hak pengendara kendaraan roda dua yang dilarang melewati beberapa jalan protokol. 4.Pengingkaran janji-janji kampanye contohnya terhadap warga bantaran Kali Ciliwung. Pemimpin yang tidak amanah, kerap ingkar janji, sering membuat kegaduhan, dan melempar tanggung jawab, masalah dan kesalahan adalah satu indikasi menunjukan tidak pantasnya ia sebagai seorang pemimpin. 5.Ahok kerap kali tidak menunjukan etika, moral dan sopan santun dalam berbicara. Hal ini dapat menjadi contoh buruk bagi anak-anak maupun generasi penerus bangsa. 6.Ahok terbukti dan kerap kali melukai hati warga masyarakat terutama hati dan perasaan Ummat Islam Jakarta. Hal ini tentu bisa berakibat buruk terhadap Persatuan Kesatuan dan Ke-Bhineka-an, tidak hanya pada ruang ingkup DKI Jakarta saja namun dapat berimbas kepada NKRI secara luas. KEENAM, Penilaian Bappenas Para Pendukung Buta Ahok baleh berbangga atas hasil penilaian Bappenas. Pemerintah DKI meraih empat penghargaan dari Bappenas. Keempat penghargaan itu, yakni provinsi dengan perencanaan terbaik, provinsi dengan perencanaan inovatif, provinsi dengan perencanaan progresif, serta provinsi terbaik I kategori tingkat pencapaian Milenium Development Goals (MDG's) tertinggi tahun 2015. Peraihan empat penghargaan itu merupakan yang pertama kalinya bagi Pemprov DKI. Dari segi perencanaan Ahok dapat penyusunan penghargaan Bappenas, tetapi tidak dari segi pelaksanaan perencanaan. Namun, penilaian Bappenas ini mengundang kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Letjen (Purn.) Suryo Prabowo di laman Facebooknya. DKI Jakarta mendapat penghargaan se Indoneia oleh Bappenas dengan 4 kategori: 1. Provinsi dengan perencanaan terbaik, inovatif, progresif; 2. Milleneum Development Goals (MDGs) 2016, terbaik.Sebaliknya, ujar Suryo, Kementerian RB menilai kualitas kinerja Pemerintah DKI 58,57 (ranking 18 dari 34 Provoinsi). Sementara itu, data dari Situs Resmi Pemprov DKI menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi turun 0,16 %; inflasi naik 0,95 %; Gini rasio meningkat 7,20 %; penduduk miskin meningkat 3,72 %; realisasi pendapatan daerah hanya 66,8 % (Terburuk se Indonesia); penyerapan anggaran 59,32 persen (terburuk se Indonesia). Selanjutnya, BPS menyajikan data, Indeks Pembangunan manusia (IPM) DKI Jakarta hanya 0,31 (Terburuk dari 34 Provinsi se Indonesia). Jadi, tandas Suryo, perencanaan yang (seolah-olah) dinilai baik, ternyata pada prakteknya telah menghasilkan penilaian terburuk. Kritik lanjut dari Politisi PDIP, Darmadi Durianto, mempertanyakan metodologi digunakan Bappenas dalam memberikan empat penghargaan atas perencanaan kerja terbaik se-Indonesia kepada Pemprov DKI. . Pasalnya, dibawah pemerintahan Gubernur Ahok, Ibukota masih belum bebas dari permasalahan seperti banjir, penggusuran dan serapan anggaran yang rendah.“Tidak jelas metodologi digunakan. Kalau metodologinya tepat, tentu akurat demikian sebaliknya. Metodologi penelitian sangat penting,” ujar Darmadi.

Rabu, 11 Mei 2016

GERAKAN ANTI CINA DI DKI JAKARTA ERA REFORMASI (EDISI 13 Maret 2017)

I. PENGANTAR: Menjelang keruntuhan Rezim Orde Baru, terjadi Kerusuhan Mei 1998, bukan saja di Ibu Kota Jakarta namun juga di beberapa daerah. Kerusuhan Mei 1998 merupakan puncak terakhir gerakan anti Cina di kalangan kaum pribumi era Orde Baru. Gerakan anti Cina dapat dikategorikan sebagai bentuk aksi kolektif. Aksi kolektif ialah tindakan bersama secara spontan, relatif tidak terorganisasi dan hampir tidak dapat diduga sebelumnya. Pergantian penguasa negara era reformasi dari Suharto, ternyata tidak menghentikan atau menghilangkan begitu saja gerakan anti Cina sekalipun belum termanifetasi dalam konflik manifest (social unrest) seperti kerusuhan Mei 1998. Telah muncul indikasi gerakan anti Cina di kalangan kaum pribumi kelas menengah dan atas. Indikasi munculnya kembali gerakan anti Cina di DKI Jakarta era reformasi, tidak bisa dihambat dan hanya momentum menentukan. Sikap dan tindakan anti Cina akan menjadi fenomena konflik dan kekerasan (social unrest). Dalam aksi demonstrasi “Anti Ahok” 3 Mei 2016 lalu di Ibukota Jakarta, muncul spanduk bertuliskan “Ganyang Cina”. Belakangan ini, muncul tulisan di beberapa jalan berbunyi al: “Ganyang Cina”. Di dunia medos, juga ada Blogspot “Masyarakat Anti Cina Seluruh Indonesia” dan merasa saat ini sudah merasa warga Cina sudah sangat keterlaluan dan mengarah kepada tindakan penjajahan membahayakan kesatuan NKRI. Ada pla Group WA bernama “Gerbang Boemiputra” dan "Kebangkitan Priboemi" acapkali mendiskusikan semangat anti Cina. Pengelompokan sosial di WAG (WA Group) atas label "Pribumi" sebagai reaksi terhadap realitas obyektif ras Cina di Indonesia, al: 1. Kebangkitan Pribumi; 2. Pribumi Bangkit; 3. Perhimpunan Boemipoetra; 4. Gerbang Boemipoetra; 5. Kebangkitan Priboemi; dan, 6. Gerakan Pribumi Indonesia. Khusus WAG terakhir ini, mereka telah terorganisir sebagai organisasi masyarakat (Ormas). Satu kasus kerusuhan anti Cina belakangan ini terjadi di Sumatera Utara yang menjadi issue nasional. Diberitakan secara nasional, kerusuhan anti etnis China meledak (30/7/2015) di Kota Tanjung Balai Sumatra Utara. Sejumlah klenteng dibakar massa. Hal itu dipicu oleh sifat intoleran dan arogan seorang warga etnis China yang marah karena azan dikumandangkan. Orang tersebut masuk ke dalam Mushola dan marah-marah karena azan dianggapnya mengganggu dirinya. Tentu saja tindakan orang China ini jauh dari kesopanan terhadap Musholla dipandang sakral. Tak terima dengan sikap intoleran tersebut, kemudian berlanjut menjadi kemarahan massal. Massa akhirnya melampiaskan kemarahan dengan membakari enam buah kelenteng dan sejumlah aset warga China setempat. Sesungguhnya jauh sebelum terjadi kerusuhan anti Cina di Kota Pantai Timur Sumatera ini, Jauh sebelum kerusuhan anti Cina ini terjadi di Tanjung Balai, tanda-tanda ketidakpuasan terhadap issu China sudah mengemuka di sepanjang pantai Timur Sumatera lokasi Kota Tanjung Balai berada. Indikasi ke arah kerusuhan anti Cina mulai mengambil tempat bersamaan dengan tuntutan ummat Islam agar Ahok ditangkap dan diadili krn menista Islam. Puluhan demonstrator tergabung dlm Qomat (Qomando Masyarakat Tertindas) menggelar aksi demo di depan Kedubes China, Kuningan, Jakarta (15/11/2016). Dua pekan sebelumbya, publik disuguhkan pernyataan Perdana Menteri (PM) Cina, Li Keqiang. Li tentang situasi politik di Indonesia sedang memanas terkait aksi demo ummat Islam 4 Nopember di Indonesia. Dia mengultimatum, jika peristiwa Mei 1998 terulang, maka dia tak sungkan untuk mengirimkan tentaranya dan juga memutus hubungan dgn Indonesia. Pernyataan Li disampaikan dalam konferensi pers bersama pejabat negara lain di Kantor Perdana Menteri China,Taipei, diliput stasiun televisi international. Para demonstrator menilai RRC mengintervensi kedaulatan Indonesia. Qomat melakukan aksi mengepung Kedutaan Besar RRC. "Kita menuntut negara Cina minta maaf kepada rakyat Indonesia,” kata Kordinator Qomat, Robi. Mereka juga menuntut Pemerintah RI segera memutuskan hubungan diplomatik  terhadap negara-negara mengintervensi kedaulatan NKRI. Mereka juga menuntut pemerintah RI merampas seluruh harta obligor pengemplang BLBI untuk kesejahteraan rakyat. Konon pernyataan Li itu dinilai hoak. Pada level global, gerakan rasial dan anti Cina bermunculan, membawa resonansi ke Indonesia. Fenomena ini bahkan muncul di negara terkenal sebagai negara demokrasi liberal dan penegakkan prinsip kesetaraan, diskriminatif, multikultural dan pluralisme. Indikasi terlihat dari kandungan kampanye Pilpres AS, Donald Trump. Golput di AS tertarik dan mendukung Donald Trump. Di beberapa negara lain juga muncul gerakan anti Cina seperti di Turkey, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Mencermati gerakan anti-Cina di DKI Jakarta era reformasi, terdapat beragam sebab, antara lain: 1. Kebijakan Penguasa Negara; 2. Kesenjangan ekonomi kaum pribumi dan Cina; 3.Berulangnya sejarah anti Cina dan warisan turun temurun; 4. Perilaku Politik Gubernur Ahok; dan, 5. Globalisasi rasialis dan anti Cina sebagai “Semangat Zaman”. II. SEBAB-SEBAB GERAKAN ANTI CINA DI DKI JAKARTA: Pertama, Kebijakan Penguasa Negara: Sebab pertama, kebijakan penguasa negara dalam mengelola sumberdaya/kekayaan ekonomi. Kedekatan dengan penguasa, modal besar atau kuatnya jaringan dagang terbukti tak mampu membendung gerakan anti Cina di Indonesia. Gerakan anti Cina hingga kekerasan memiliki beragam latar belakang, tetapi pada dasarnya hal itu terjadi sebagai akibat kebijakan penguasa negara dalam mengelola sumberdaya/kekayaan ekonomi. Kerusuhan anti Cina sepanjang sejarah Indonesia tidak terlepas dari kebijakan penguasa negara, disamping terjadinya perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia sendiri. Arti penting dari kerusuhan anti Cina tidak hanya, kerusuhan-kerusuhan itu sering terjadi, tetapi juga karena karakter masyarakat dan struktur ekonomi dibangun penguasa negara. Hubungan tidak harmonis antara etnis Cina dan pribumi sebagai akibat politik rasialis penguasa negara menumbuhkan prasangka-prasangka terhadap Cina. Perbedaan kultural Cina dan Pribumi disertai kurang intensnya interaksi diantara kedua etnis itu turut memperlebar jarak di antara keduanya. Kedekatan Cina dengan penguasa negara menumbuhkan pendapat bahwa mereka juga berprilaku rasialis. Hal ini dikuatkan dengan kondisi sosial masyarakat terjadi selama itu yaitu Cina memiliki kekuasaan dan pengaruh besar khususnya dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Perkembangan politik terjadi turut mempengaruhi hubungan tersebut. Kedekatan dengan penjajah, kesejahteraan lebih baik dan sikap pasif Cina atas perjuangan kaum pribumi menjadikan pihak pribumi menganggap bahwa Cina adalah bukan bagian rakyat Indonesia dan bahkan bagian dari fihak “penjajah” asing. Sehingga ketika terjadi kegoncangan politik maka Cina menjadi sasaran tindak kekerasan kolektif. Di lain pihak, kalangan pribumi merasa dimarginalkan, disingkirkan, diabaikan oleh pengusaha negara. Terjadilah “kesenjangan” pemilikan kemampuan ekonomi sangat kontras antara si kaya Cina dan si miskin Pribumi. Hal ini bukanlah karena Pribumi tidak memiliki kemampuan ekonomi serta keterampilan produksi, akan tetapi pemarginalan, penyingkiran dan pengabaian kesempatan mendapatkan kepercayaan modal. para bank pelaksana milik Cina tidak memberikan modal ke Pribumi, lebih mengutamakan Cina. Kebijakan penguasa negara mendekati negara Cina pernah mendorong munculnya gerakan anti Cina di Indonesia. Pada era pemerintahan Soekarno, gerakan anti Cina ini telah muncul, terutama memasuki dekade 1960-an. Ketika itu, para pihak anti China mengecam kedekatan pemerintah Soekarno dengan China Komunis. Kini kalangan pribumi juga mulai mengecam kedekatan Pemerintah Jokowi dengan RRC (Republik Rakyat Cina) karena antara lain merugikan rakyat Indonesia. Berdasarkan pengalaman Orde baru, Pribumi klas menengah dan atas menilai, pada era reformasi ini kian tejalin hubungan kerjasama antara penguasa negara dan pengusaha China. Hal ini akan mengembalikan posisi penilaian seluruh rakyat Indonesia di era Orde Baru. Pengusaha Cina selalu mendapatkan perhatian penuh dari para penguasa negara serta dukungan penuh dari perbankan Nasional. Padahal penguasa Cina dunia perbankan membuat posisi keuangan negara Indonesia terpuruk dan bahkan mengalami krisis ekonomi sangat berat di tahun 1998. Para penguasa Cina ini mengemplang ribuan triliun rupiah (Kasus BLBI). Para Bank pelaksana milik penguasa Cina menyalahgunakan peruntukan wajar dalam penyaluran kredit dan hanya disalurkan sepihak kepada aktifitas produktif ekonomi milik mereka sendiri. Pada saat menjelang kejatuhan Soeharto, sebagian besar penguasa Cina ini melarikan diri ke Singapura, Hongkong dan RRC. Di mata pribumi, telah terjadi ketimpangan sangat mencolok penguasaan kekayaan dan pendapatan nasional. Kebijakan Pemerintah Jokowi ini menyebabkan tudingan bahwa penguasa negara (Jokowi ) adalah kaki tangan China makin hari makin kencang ditiupkan. Sebagai contoh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan puluhan ribu pekerja asal China sudah menyerbu Indonesia. Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim berdasarkan temuan pihaknya di lapangan, puluhan ribu tenaga kerja asal Negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki keterampilan. Mengaku tidak anti China, Said Iqbal menunjukkan fakta di lapangan, pekerja RRC tidak terampil dan tak punya skill, Pemerintah bisa berantas. Seperti tukang masak, operator mesin forklifts, puluhan ribu dari RRC langsung. Memperhatikan beberapa muatan informasi akhir-akhir ini, investasi China cukup besar bergulir dan masuk ke Indonesia beserta sejumlah tenaga kerja RRC masuk secara illegal untuk mendukung investasi China satu paket dengan tenaga kerja RRC, membuat banyak masyarakat Indonesia terperangah dan kaget. Sejatinya, issu serbuan pekerja China ini merupakan issu sudah berhembus sejak lama. Bahkan,sejak awal tahun 2015 issu lebih ekstrim muncul, yakni eksodus besar-besaran jutaan buruh China ke Indonesia sejak Jokowi terpilih sebagai Presiden. Seluruh issu ini memperkuat sentimen anti China di kalangan kaum pribumi. Pada 2015-16 ini publik disuguhi maraknya issue Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China masuk ke Indonesia. Hal cukup meresahkan masyarakat dan syarat politis. Istilah digunakan untuk framing issue TKA China beragam, al. serbuan, banjir, serangan, kepungan,dll. Istilah ini bisa dinilai melebih-lebihkan dan membesar-besarkan tak sesuai fakta. Issue masuknya TKA asal Cina ini meresahkan masyarakat karena dua hal. Pertama, issue begitu massif masuknya TKA Cina. Kedua, kehadiran TKA China dianggap terlalu banyak dan mengambil lahan pekerjaan warga Indonesia. Kedua sebab ini berlaku akibat massifnya issue TKA China, khususnya melalui media sosial dan media massa. Sungguh issue TKA China disuguhi ke publik sejak Februari 2015. Pola penyuguhan sama. 1. Menyuguhkan issue ini dengan kisah/cerita meyakinkan melalui situs . 2. Menyajikan masuknya TKA Cina secara besar2an dan bisa fiktif. 3. Menyajikan foto buatan dan insidentil .4. Memviralkan semua di sosial media, terutama facebook, twitter dan whatsapp group, hingga mempengaruhi media mainstream atau media massa.Terjadi pembentukan (framing reality) mempengaruhi persepsi publik juga melalui diskusi2 publik. Issue masuknya besar2an TKA Cina ini bisa memperkuat penggalangan sentimen anti-Cina. Media sosial dan media massa dimanfaatkan betul untuk kepentingan itu. Jika Pemerintah tidak mampu mengelola dan mengendalikan issue TKA Cina ini, dalam perjalanan sejarah bisa memberi kontribusi terhadap gelombang anti Cina di Indonesia, termasuk di Jakarta. Kebijakan penguasana negara mendorong gerakan anti Cina adalah keputusan proyek pembangunan Kereta Api cepat Jakarta-Bandung. Proyek digarap oleh BUMN China, China Railway Construction Corp Ltd (CRCC) ini dianggap hanya menguntungkan China. Beberapa politisi DPR dan pengamat bahkan menganggap proyek ini merupakan bentuk “penjajahan” China terhadap Indonesia. Selanjutnya kebijakan tiga bank milik negara (BUMN) yakni BNI,Bank Mandiri dan BRI memperoleh pinjaman dari China. Setelah itu, langsung muncul tudingan bahwa pemerintah Jokowi sedang menjaminkan tiga Bank BUMN itu pada RRC guna mendapat pinjaman US$3 miliar. juga dibuktikan oleh pengkritik pribumi seperti banyak perusahaan China terlibat dalam berbagai proyek infrastruktur. Beragam proyek infrastruktur menggandeng Negara Cina antara lain pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW). Juag terbukti, Jokowi mengusulkan agar transaksi perdagangan di kawasan ASEAN menggunakan mata uang China, Yuan. Akibatnya, muncul tudingan bahwa Jokowi ingin menjadikan Indonesia bagian dari RRC Pemerintah Jokowi adalah “antek RRC”. Kedua, Kesenjangan Ekonomi: Sebab kedua adalah Kesenjangan ekonomi antara Pribumi dan Cina. Kesenjangan ekonomi ini terjadi karena warga Cina menguasai perekonomian negara sampai dengan hampir 70 persen. Padahal secara kultur dan populasi, warga Cina hanya berjumlah sekitar 5 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Semakin meluas persepsi kaum pribumi, penduduk etnis Cina hanya 5%, ternyata menguasai dan mengendalikan lebih 75% ekonomi di Indonesia. Tahun 2016 ini diperkirakan melebihi 80% ekonomi Indonesia. Buktinya, daftar orang terkaya Indonesia sejak tahun 1998 hingga 2013 menunjukan lebih 90% dari 10, 100 atau 1000 orang terkaya Indonesia adalah konglomerat etnis cina. Tragisnya, 10% pribumi tercatat dalam daftar orang Indonesia terkaya, sebagian besar pengusaha pribumi itu adalah kuasa usaha / proxy / pengusaha boneka dari konglomerat cina Indonesia. Pribumi sebenarnya masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia tidak lebih dari 5%. Fenomena kesenjangan sosial tampaknya begitu mewarnai hubungan antara Cina dan Pribumi di Indonesia sehingga stereotip di antara mereka pun kebanyakan negatif, padahal manusia sebagai makhluk sosial memerlukan orang lain untuk hidup dan berkembang. Yakni 1. Kebobrokan ekonomi Indonesia akibat banyaknya dana dibawa pengusaha etnis Cina ke luar negara; 2. Kolusi dan nepotisme menjadi kebiasaan pengusaha etnis Cina mempengaruhi kepada kinerja para birokrat. Sementara itu terjadi antara Cina dan Pribumi dalam kehidupan sehari - hari belum terjadi proses pembauran seperti diharapkan serta tampaknya kurang atau bahkan tidak harmonis. Puncaknya, terjadi pada kerusuhan anti Cina, Mei 1998. Kinipun kondisi itu masih berlaku. DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok, tingkat kesenjangan ekonomi rakyat semakin melebar, yakni dari sejak 2009 hingga tahun 2013, di mana posisi tertingginya 0,39 pada 2012, meningkat menjadi 0,43 pada 2014 dan terus menjadi 0,46 pada 2015 (BPS DKI Jakarta). Karena itu, dapat disimpulkan, dari indikator gini ratio, Ahok telah gagal mengatasi ketimpangan sosial di DKI Jakarta. Bahkan, ada gugatan atas angka gini ratio 0,46 ini. Dianggap angka 0,46 ini semacam pembohongan publik. Angka kesenjangan sosial jauh lebih melebar, diduga mencapai 0,5 sampai dengan 0,6. Dalam perkembangan ekonomi cepat, mungkin keadaan ekonomi semua kelompok meningkat secara pesat. Kelompok satu mungkin mengalami peningkatan lebih baik dibandingkan dengan kelompok lain, sehingga timbul perasaan kurang di antara anggota kelompok kurang tindak meningkat. Pada gilirannya hal ini dapat menimbulkan antagonisme terhadap kelompok meningkat pesat. Ini merupakan salah satu penjelasan tentang terjadinya kerusuhan anti Cina di Indonesia. Ketidakpuasan tidak hanya timbul dari kekurangan objektif, tetapi juga dari perasaan kurang secara subjektif relatif lebih besar dibandingkan orang lain atau kelompok lain (relative deprivation). Bila orang merasa kurang dibandingkan kelompok lain, mereka akan mengungkapkan kejengkelan dalam bentuk antagonisme kelompok kepemilikan kapital dan modal didominasi ras Cina. Beberapa persepsi pribumi tentang kesenjangan ekonomi sebagai berikut. a. Konglomerat Cina diperkirakan sudah menguasai 85 persen kekayaan ekonomi Indonesia. Pribumi menjadi jongos para tuan besar Cina. Hampir semua di Mal atau Supermarket di setiap kota, Cina berdagang. Gedung perkantoran dikuasai Cina dan karyawan juga kebanayakan Cina. Eksportir hasil bumi keluar negeri dikuasai Cina. Pemilik toko dan tengkulak di perdesaan sudah dikuasai Cina. Pemilik pabrik dan pengusaha besar adalah Cina. Media cetak dan elektronik (TV) dikuasai Cina. Jakarta Barat, Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Pusat saat ini sudah dikuasai Cina, sedangkan warga asli pribumi tersingkir. Toko toko Elektronik, Matrial bangunan dan Distributor bahan pokok juga umumnya dikuasai Cina. b. Cina mereka sudah menguasai hampir seluruh asset ekonomi Indonesia. Bahkan, boleh dikatakan Cina sudah menguasai Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Mereka sejak zamannya Soeharto hingga SBY selalu banyak mendapat kemudahan dari perbankan, dan akhirnya memeras rakyak dengan cara menaikan harga dagangannya, demi mendapatkan keuntungan berlipat-lipat, sehingga membuat rakyat bangkrut dan menjadi kere. c. Saat ini sudah merasa Cina sudah sangat keterlaluan dan mengarah kepada tindakan penjajahan membahayakan kesatuan NKRI. mereka mengaku juga sebagai Warga Negara Indonesia, ternyata tidak lebih hanya memperkaya diri atau kelompok Cina semata. d. Kerusakan mental dan sosialpun selalu di mulai oleh orang orang cina seperti misalnya kebiasaan menyuap pejabat pemerintah, minum minuman kerasm narkoba, sex bebas, dsb. Pola hidup mereka ini selalu diikuti oleh masyarakat lain. Ketiga, Berulangnya Sejarah Gerakan Anti Cina: Sebab ketiga adalah berulangnya sejarah gerakan anti Cina dan menjadi warisan turun temurun. Kaum pribumi memandang “Cina” sebagai identitas melekat pada diri orang-orang dinilai “licik”, “arogan”, ‘sok jago”, “sombong”, “tertutup” atau “eksklusif “dan “tidak interaktif di masyarakat”. Kebobrokan dan kehancuran moral dan sosialpun selalu dimulai oleh orang-orang Cina. Keempat, Prilaku Politik Gubernur DKI Jakarta, Ahok: Sebab keempat adalah prilaku politik Gubernur DKI Jakarta Ahok (ras Cina). Kalangan pribumi menilai prilaku politik Ahok menyakitkan. Hal ini akan turut memicu ancaman konflik terbuka antara pribumi dan etnis Cina di Ibukota dan pada gilirannya akan beresonansi ke daerah-daerah seantero Indonesia ini. Perilaku politik Ahok secara terbuka menyakitkan ‘hati’ karena menggusur paksa kaum pribumi kelas bawah dan PKL. Dikesankan, Ahok lebih memihak pengembang Cina. Kini masih konflik laten, nanti bisa jadi konflik manifes kekerasan. Berkali-kali Ahok berbicara kasar dan sembarangan membuat banyak orang tersinggung dan marah. Bahkan terbaru Ahok menuding seluruh pejabat DKI bajingan dan munafik. Caci maki Ahok terhadap warga pribumi ini bukan pertama, tapi sudah tak terhitung banyaknya. Mulai dari ormas Islam seperti FPI dan Muhammadiyah pernah dijulukinya sebagai Munafik, sampai anak sekolah dan pengendara motor disuruhnya ditabrak mati saja jika melanggar aturan. Kebiasaan buruk dan arogansi Ahok ini mengundang gerakan anti Cina, dan memberikan pengaruh terhadap etnis Cina secara keseluruhan. Dalam perjalanannya Ahok mendapatkan gelombang protes dari ummat Islam seluruh Indonesia. Pada 4 Nopember lalu telah terjadi gelombang aksi demo di Ibukota yang spektakuler dan belum pernah terjadi sepanjang sejarah RI. Aksi demo menuntut agar Ahok ditangkap dan diadili karena melalukan penistaan terhadap Islam melalui pidatonya di depan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Diberitakan lewat medsos, "Indopress" menghitung berapa sebenarnya estimasi jumlah aksi demo di Ibukota itu. Dengan menggunakan aplikasi google earth, Indopress menghitung panjang jalan dan lebar ruas jalan dipenuhi massa aksi demo. Hasilnya? Diperkirakan sebanyak 2.245.200 orang !!! Kecuali aksi demo di Jakarta, juga terjadi di puluhan kota di Indonesia. Tuntutan Ahok dipenjarakan terus meluas pd rakyat Indonesia. Kekuatan Islam politik dan nasionalis bersatu mau adakan aksi demo bela Islam III, 2 Desember 2016. Thema aksi "Supremasi Hukum dan Keadilan". Bahkan, satu organisasi buruh telah umumkan mogok nasional 2 Desember. Mereka juga akan aksi demo di Bundaran HI Jkt dgn tuntutan sama al. "Penjarakan Ahok". Pemerintah bereaksi kencang atas rencana aksi demo 2 Desember ini. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bahkan menyinggung kemungkinan aksi penjarahan seperti terjadi pada kerusuhan anti Cina awal reformasi lalu. Is mengaku sudah menginstruksikan aparat dibawahnya un::tuk menjaga keamanan Ibukota Jakarta. Apalagi, sampai terjadi penjarahan atau tindakan melanggar hukum yang berlaku. "Untuk itu kita siapkan segala kemungkinan terjadi dari efek demo dimanfaatkan atau berubah menjadi merusak suasana. Sehingga tempat yang harus dilindungi. Saya perintahkan semua Pangkotama bertugas untuk melindungi masyarakat. Apabila ada penjarahan, saya tanya kepada Kapolri, masyarakat biasa saja yang melihat suatu pembiaran ada hukumnya sehingga jangan ragu-ragu bertindak tegas," kata Gatot di Mabes Polri (21/11/2016). Jika, sungguh terjadi penjarahan dan kerusuhan sosial mengikuti aksi demo 2 Desember, maka Ahok salah satu faktor gerakan anti Cina di Jakarta menjadi realitas obyektif dan faktual. III. GLOBALISASI RASIALIS DAN ANTI CINA SEBAGAI SEMANGAT ZAMAN: Selama era reformasi, masalah anti Cina tetap tidak terpecahkan. Perkembangan kapitalisme dan liberalisasi makin menambah kesenjangan sosial dan ekonomi antara kaya dan miskin. Penguasa negara semakin berkolusi dan bahkan telah menjadi “penghamba” terhadap korporet Cina melalui penerbitan kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan menguntungkan korporet Cina ini. Bahkan, masalah anti Cina ini diperkuat lagi oleh globalisasi rasialis dan anti Cina. Hal ini dapat dinilai, sebagai semangat zaman tak terhindarkan munculnya gerakan anti Cina lebih dahsyat bahkan menimbulkan kerusuhan sosial (social unrest). Globalisasi rasialis dan anti Cina ditandai dengan tampilnya Calon Presiden AS, Donald Trump dari Partai Republik. Trump menunjukkan diri sebagai lebih rasialis, berkampanye anti-imigran dan proteksionis perdagangan. Trum berjanji, jika terpilih jadi Presiden Negara Adi Kuasa ini: (1) Melarang orang Muslim masuk Amerika; dan, (2) Bertekad untuk mendeportasi jutaan imigran illegal. Sikap politik Trump ini ternyata mendapat dukungan tinggi dari Golput. Penelitian Reuters menunjukan, kemungkinan Trump bisa memenangkan Pilpres AS. Kemenangan itu bisa diperoleh melalui suara massa mengambang (floating mass) atau Golput. Orang-orang itu adalah mereka sebelumnya tidak pernah ikut serta dalam proses Pilpres dan menolak memberikan suara mereka. Penelitian Reuters ternyata sesuai fakta politik hasil Pilates. Trump memenangkan perebutan kekuasaan dimaksud. Pada Awal 2017 dia akan menjadi Presiden AS pengganti Obama. Donald John Trump (lahir di New York City, New York, 14 Juni 1946; umur 70 tahun) adalah seorang wirausahawan, pionir program pertelevisian dan pebisnis yang sukses dari Amerika Serikat. Pada 8 November 2016, ia memenangkan pemilihan umum Presiden Amerika Serikat dan mengalahkan lawannya dari Partai Demokrat, mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton. Gaya hidup Trump yang mewah, cara berbicara yang blak-blakan. Kemenangan Trump membuat rakyat AS tidak mendukung melakukan demonstrasi di berbagai kota di AS. Mereka menentang kemenangan presiden terpilih Donald Trump. Warga turun ke jalan-jalan di kota-kota besar, termasuk di Los Angeles, Philadelphia, Denver, dan Minneapolis. Mereka meneriakkan yel-yel Trump "bukan presiden saya". Rata-rata mereka adalah anak muda yang berpendapat bahwa kepemimpinan Trump akan menimbulkan jurang perbedaan atas dasar ras dan jenis kelamin. Sikap rasialis Trump bagaimanapun mendapat tempat di AS terbukti rakyat AS mendukung dan memberi suara kepadanya sehingga memenangkan perebutan kekuasaan. Kehadiran Trump sebagai Presiden bagaimanapun membawa resonansi terhadap gerakan anti Cina di Indonesia. Beberapa tahun belakangan ini konflik AS-Cina kuan meningkat termanifestasi pada kampanye Pilpres AS, termasuk pernyataan2 paling keras kampanye Donald Trump. Ia menuduh Cina merampok uang Amerika dan mempertegas sentimen terhadap Cina. Di samping itu, ada tuduhan Cina mencuri rahasia bisnis dan data personil pemerintah Amerika. Tuduhan ini terus berlangsung secara terus-menerus dan bergelombang. Persoalan pencurian data melalui 'cyber' ini, tidak akan begitu mudah dapat diselesaikan. Obama sudah marah, dan memerintahkan Pentagon, menyelesaikan masalah ini dengan meningkatkan sistem keamanan di negara Amerika. Antara Cina dan Amerika juga memiliki masalah sangat rentan yaitu pulau di Laut Cina Selatan, dan sekarang Cina memiliki rudal baru mengancam posisi Amerika di Pasifik Barat. Masalah keamanan sangat sensitif ini, sudah berulangkali dibicarakan oleh Menlu Amerika Hallary Clinton dengan pemerintah Cina, tapi tidak pernah ditanggapi dengan serius.Hubungan AS-Cina ini memburuk, hampir setiap hari menjadi bahan kampanye Trump dlm Pilpres. Bahkan Calon Presiden AS lain juga menyerukan pembatalan atau penurunan tingkat hubungan AS-Cina. Sebaliknya, masyarakat Cina benci terhadap AS. Karena itu, kecaman Trump terhadap Cina dlm kampanye Pilpres sesuai opini publik yg berlaku tentang Cina. Di Turkey gerakan anti China juga meletus. Sejumlah demonstrasi di Istanbul untuk menentang perlakuan pemerintah China terhadap minoritas Uighur beragama Islam. Pelancong Cina diserang dan diganggu. Hubungan antara Turki dan Cina tegang setelah pemerintah negeri komunis itu melarang Muslim Uighur tinggal di Propinsi Xinjiang beribadah dan menunaikan puasa pada bulan suci Ramadan. Ratusan pengunjuk rasa menggeruduk kantor Konsulat Cina di Istanbul sambil membawa bendera dan meneriakkan slogan anti-Cina di luar gedung. Para pengunjuk rasa juga membakar bendera Cina. “Kaum Uighur adalah saudara kami. Mereka dianiaya karena imannya,” tutur Muhammet Gokce, 17 tahun, mengenakan ikat kepala warna biru dengan kalimat “Warga Turki Timur Kalian Tidak Sendiri.” Di Jepang gerakan anti Cina juga terjadi. Sekitar 1.400 warga Jepang melakukan aksi demo anti Cina. Organisasi konservatif kanan Jepang mengorganisir aksi demo itu. Hal diperkuat dengan sengketa antara Jepang dan Cina tentang Kepulauan Senkaku . Di Negeri Sri Langka gelombang anti Cina juga mengambil tempat (7 Januari 2017). Telah terjadi demo besar-besaran di Sri Langka menentang zona industri diperuntukkan bagi investor Cina. Zona ini berada di distrik Selatan Hambantota, di mana China telah membangun pelabuhan dan bandara hingga $ 1,5 miliar. Demo ini berakhir ricuh. Sedikitnya 21 orang terluka dan 52 lainnya ditangkap. Demo ini diawali dengan protes warga Sri Lanka merasa diusir oleh Presiden Maithripala Sirisena. Ia sedang mencoba untuk mengusir ribuan keluarga untuk memberikan 6.070 hektar lahan di zona industri yang diproyeksikan untuk investor China Lahan tempat tinggal mereka sedianya akan diberikan kepada investor Cina untuk industri. yang juga bagian dari ambisius proyek pengembangan Presiden Sirisena untuk menggerakan perekonomian Di Korea Selatan, etnis Cina merupakan imigran terbanyak. Para imigran di Korea Selatan pada umumnya berasal dari negara-negara menengah ke bawah mencari peluang untuk kehidupan lebih baik. Karena mereka datang dari negara-negara miskin, imigran di negara manapun biasanya disalahkan karena mencuri peluang pekerjaan bagi warga Korea Selatan itu sendiri, menyebabkan bahaya, dan membahayakan penduduk, serta mereka umumnya memiliki reputasi buruk. Juga, ketika seorang imigran dan warga pribumi melakukan kejahatan sama, biasanya si imigran lah akan disorot secara berlebihan dalam berita dan bukan si warga asli. Kebetulan, populasi imigran Korea didominasi oleh etnis Cina. Banyaknya imigran Cina adalah salah satu alasan utama untuk rasisme Anti-Cina di Korea Selatan. Di Vietnam meledak gerakan anti Cina. Rakyat Vietnam sudah muak dan jijik dengan pendatang Cina, menjadi parasit, bahkan mereka mulai mau menjajah negeri Vietnam. Berbagai sektor mereka kuasai. Inilah menjadi faktor meledaknya gerakan anti-Cina di Vietnam semakin besar. Pada 11 Mei 2014, terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran anti etnis Cina di Vietnam. Rakyat Vietnam bertekad mengusir seluruh golongan pendatang Cina dari negerinya. Etnis Cina ini dianggap sebagai parasit bahkan mulai berani menjajah Vietnam dengan kekuatan ekonomi. Etnis Cina seakan ingin menjadikan Vietnam sebagai Provinsi baru Cina. Kerusuhan menelan puluhan korban jiwa dan ratusan etnis Cina luka-luka itu, mendorong pemerintahan di Beijing dibawah Presiden Xi Jin Ping bertindak cepat untuk menyelamatkan warga etnis Cina di Vietnam. Sebanyak lima kapal angkut dikirim dari pelabuhan Hainan. Setiap kapal bisa mengangkut 3.000 orang Cina di Vietnam. Tidak hanya lewat jalur laut, Beijing juga memberlakukan “jembatan udara” untuk mengangkut orang Cins dari Hanoi dan Saigon. Akhirnya ribuan warga keturunan Cina berhasil dievakuasi dalam waktu singkat melalui jalur laut dan udara. Kondisi berikutnya, banyak perusahaan dikelola dan dimiliki orang etnis Cina di Vietnam dijarah, dibakar dan dirusak pelaku aksi demo. Mereka menganggap etnis Cina sudah mulai menguasai bahkan menjajah negara mereka, meski baru pada sektor ekonomi, belum berlanjut ke sektor politik. Kerusuhan anti Cina di Vietnam ini ditandai beberapa aksi kekerasan terparah terjadi di Provinsi Ha Tinh, pantai tengah Vietnam. Perusahaan asing, khususnya dikelola warga Cina dan Taiwan, dibakar, dijarah, serta dirusak para demonstran. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, kemarahan rakyat Vietnam dipicu oleh langkah Beijing membangun kilang minyak dan menyiagakan perlengkapan pengeboran di Laut Cina Selatan diklaim kedua negara sebagai wilayah teritorialnya. Di Thailand juga indikasi anti Cina telah muncul. Orang Thailand beretnis Cina terbesar di dunia setelah-Indonesia. jumlah orang Cina sembilan juta jiwa, meliputi 14% dari jumlah penduduk Thailand ( 2012). Konflik latent telah terjadi dan bahkan Raja Thailand membuat surat syarat penilaian negatif terhadap orang Cina. Konflik pribumi dan ras Cina termanifestasi pd aksi demo besar rakyat Thailand didukung penuh AD Kerajaan Thailand dan direstui Raja Bhumibol untuk menurunkan PM Thaksin Shinawarta. Militansi dan nasionalisme rakyat dan Tentara AD Thailand berhasil membongkar konglnomerat PM Thaksin. Dimata massa penentang ternyata ras Cina semula mengaku asli Thai (pribumi). Tadinya rakyat bangga memiliki PM konglomerat Thaksin, ternyata dgn tameng kekuasaan berhasil:1. Mengeruk uang negara/korupsi untuk diri dan partainya;2. Menghimpun uang rakyat dan uang negara dibawa ke luar negeri (China, S'pore dll). Terbongkar. Thaksin *boneka RRC*, membuka pintu RRC menguasai Thailand baik ideologi maupun ekonomi. Ini,menurut para pengamat, membuat *Tentara* dan Raja marah. Di Malaysia pada 1973 ada kejadian cukup berdarah-darah. Cina Malaysia mau menguasai ekonomi Melayu, tapi Mahathir Muhamad lebih membuat program 25 tahun. Akhirnya, Melayu bisa menyaingi Cina ini sehingga hidup Melayu menjadi sejahtera. Melayu di Malaysia berjumlah 50 persen lebih, Cina sebanyak 22,6 persen dan India 6,7 persen Baru-baru ini muncul demontrasi “Bersih 4.0” di Kuala Lumpur, menentang PM Malaysian Najib Rajak. Sebagian besar didominasi etnis Cina. Sebagai reaksi atas demonstrasi mayoritas Cina itu, muncul ribuan ras Melayu turun ke jalan-jalan di kota Kulalumpur mencapai 30.000 demonstran pada Rabu 16/9/2015. Mereka menamakan dirinya sebagai Kelompok Kaus Merah pendukung pemerintahan Najib Razak, menuntut eksistensi di segala bidang untuk etnis Melayu dinegaranya sendiri. Demo ini merupakan balasan dan tantangan terhadap demo “Bersih4 anti Najib” digelar sebelumnya. Demo para Kaus Merah ini, sekaligus untuk membuktikan bersatunya kaum etnis Melayu di Malaysia. Pribumi di Malaysia menentang dominasi Cina. Pribumi merasa keberadaan mereka terancan oleh keberadaan Cina. “Cara hidup Melayu kami terancam. Kami ingin, mendukung Melayu, Nadjib, dan memberitahukan Cina untuk tetap di tempat mereka”, tandas Faisal Nur (23 tahun), salah seorang demonstrator, kepada media massa. IV. KESIMPULAN: Pertama, di era reformasi gerakan anti Cina tidak menghilang begitu saja meskipun belum dalam konflik manifest (social unrest). Indikasi munculnya kembali gerakan anti Cina, tidak bisa dihambat dan hanya momentum menentukan. Sikap dan tindakan anti Cina akan menjadi fenomena konflik dan kekerasan. Kedua, sebab munculnya gerakan anti Cina, yakni: 1. Kebijakan Penguasa Negara; 2. Kesenjangan ekonomi kaum pribumi dan Cina; 3.Berulangnya sejarah anti Cina dan warisan turun temurun; 4. Perilaku Politik Gubernur Ahok; dan, 5. Globalisasi rasialis dan anti Cina sebagai “Semangat Zaman”. Ketiga, gerakan anti Cina pada dasarnya terjadi sebagai akibat kebijakan penguasa negara dalam mengelola sumberdaya ekonomi (kekayaan). Kerusuhan anti Cina sepanjang sejarah Indonesia tidak terlepas dari kebijakan penguasa negara, disamping terjadinya perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Keempat, Gerakan anti Cina dipercaya karena kesenjangan ekonomi lebar antara Cina dan pribumi. Kaum pribumi berpersepsi, Konglomerat Cina diperkirakan sudah menguasai 85 persen kekayaan ekonomi Indonesia. Banyak Cina mendapat kemudahan dari perbankan, akhirnya memeras rakyak dengan cara menaikan harga dagangannya, demi mendapatkan keuntungan berlipat-lipat, sehingga membuat rakyat bangkrut dan menjadi “kere”. Kelima, gerakan anti Cina sebagai berulangnya sejarah dan menjadi warisan turun temurun. Kaum pribumi memandang Cina sebagai identitas melekat pada diri orang dinilai “licik”, “arogan”, ‘sok jago”, “sombong”, “tertutup” dan “tidak interaktif di masyarakat”. Kebobrokan dan kehancuran moral dan sosialpun selalu dimulai oleh Cina. Sebagai misal, kebiasaan menyuap dan menyogok penguasa negara, dll. Keenam, Khusus di DKI, prilaku politik Gubernur DKI Jakarta Ahok mempercepat dan memperkuat gerakan anti Cina. Kalangan pribumi menilai prilaku politik Ahok menyakitkan “hati”, karena tutur kata kasar, arogan dan menggusur paksa kelas bawah dan PKL (Pedagang Kali Lima) Pribumi. Dikesankan, Ahok lebih memihak pengusaha Cina. 7. Gerakan anti Cina ini juga dipercepat dan diperkuat dengan globalisasi rasialis dan anti Cina sebagai semangat zaman seperti kampanye Calon Presiden AS, Donald Trump, aksi anti Cina di Turkey, Jepang, Vietnam, Korea Selatan, Thailand dan juga Malaysia. Semangat zaman ini akan menjadi lebih terbukti jika Donald Trump berhasil menjadi Presiden Negara Adi Kuasa (super power) AS. Oleh Tim Studi NSEAS (Network for South East Asian Studies) CATATAN: Tulisan ini hasil pengayaan data atas makalah disajikan pada Acara Kopi Darat Annggota Group WA Peduli Negara 1, Selasa 10 Mei 2016, Hotel Alia, Jakarta Pusat. Bertindak sebagai Fasilitator, Hatta Taliwang, Admin Group WA Peduli Negara 1.

Senin, 02 Mei 2016

TUTUR KATA KASAR, AROGAN DAN TAK PUNYA ETIKA

Alasan dan argumentasi berikutnya bahwa Ahok tidak layak sebagai Gubernur DKI Jakarta, yakni Ahok sering mengeluarkan kata-kata atau tutur kata kotor dan kasar ke public, arogan, dan tak punya etika. Kata-kata kasar yang pernah diucapkan secara langsung oleh Ahok seperti, bajingan, bego, dan brengsek, tai’, Panggil Nenek Gua Dong, sudah miskin, belagu, dll. Ia merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran. Pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sebagai Gubernur kata-kata dimaksud mendapat kritik dan kecaman dari berbagai fihak baik atas nama kelompok maupun pribadi seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak indonesia; BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim); KPI (Komisi Penyiaran indonesia) dan Anggota DPR-RI dari Dapil DKI Jakarta, Tontowi Yahya, Pendeta Yesaya Pariadji, Seto Mulyadi, Mantan Ketua MPR, Amien Rais, Anggota Komisi III DPR RI Wenny Warouw, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing, dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. KPAI menilai, Ahok menyampaikan kata-kata kotor dan kasar sangat buruk dan tidak pantas disampaikan pejabat publik. KPAI meminta Mendagri sebagai penanggungjawab teknis aparatur daerah melakukan proses penegakan hukum dan etika kepada Ahok. Selanjutnya, BKMT menilai, sikap dan perkataan kasar Ahok bisa menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat. Omongan pemimpin sekarang direkam oleh media, akhirnya setiap perkataan keluar mempengaruhi masyarakat. Sementara itu, seorang komisioner KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mengecam seringnya Ahok melontarkan kata-kata kasar saat tampil di acara siaran langsung sebuah stasiun televisi nasional. Seharusnya pejabat publik tidak berbicara kata-kata kotor dan kasar di televisi yang menggunakan frekuensi milik publik. Televisi disaksikan oleh sejumlah masyarakat dari berbagai latar belakang, juga disaksikan anak-anak dan remaja. Ini bisa menjadi contoh. Sebagai seorang pejabat, seharusnya Ahok menjaga perilaku dan tutur kata agar menjadi tauladan bagi masyarakat. Akhirnya, Tontowi Yahya menilai, Ahok melanggar etika sopan santun warga indonesia yang ketimuran dan dikenal beretika. “Jangan salahkan anak-anak kita ngomong ke orang tua ‘lu bajingan’, ‘dasar maling lu’, “ ujar Tontowi. Bahkan Yesaya Pariadji, seorang Pendeta Ternama di Indonesia, Pemimpin sidang jemaat keagamaan Gereja Tiberias, menyebut Ahok sebagai “Pemimpin Busuk” (Harian Republika, wordpress.com dan islamnkri.com, 6/1/2016). Pendeta mengungkapkan sebuah komentar miring terhadap Ahok, bahwa Ahok merupakan sosok pemimpin busuk. ”Ahok adalah orang yang jauh dari kasih TUHAN YESUS, ucapanya mencerminkan perangai kebusukan dibalik orang orang banyak, ia bersembunyi dibalik pembela’an kata kata membela hak-hak rakyat, namun mengumbar kata kata busuk yang tidak pantas didengar oleh anak anak Tuhan,” ujar Yesaya Sembari menekankan, semestinya, Ahok tidak perlu menunjukkan ketegasan dengan sikap dan perkataan yang keras dan kasar. Yesaya pun memberikan contoh pemimpin seperti Ali Sadikin dan Sutioso. “Jika ingin menjadi pemimpin yang tegas tidak harus berkata kata seperti itu, contoh saja dua gubernur terdahulu Ali Sadikin dan Sutioso. Berkat jasa kedua pemimpin tersebutlah Jakarta jadi lebih baik, kawasan penghijauan Jakarta pun terealisasikan, sarana masal transportasi busway pun dicanangkan, kepercayaan investor asing pun bergeliat, bahkan pembatasan bajaj pun terlaksanakan,” lanjutnya. Yesaya pun mengapresiasi dua sosok tersebut sebagai pemimpin teladan di Jakarta. “Ali Sadikin dan Sutioso mereka adalah pemimpin yang tegas, cakap dan tidak korup namun mereka tidak pernah mengumbar kata kata binatang,” sambung Yesaya, sebagaimana dilansir dari Yesaya menekankan bahwa jika Ahok sudah tidak bisa lagi menjadi pemimpin yang mampu memberikan teladan bagi warganya, maka sebaiknya ia mundur dari jabatannya itu.”Jika Ahok tidak mampu memimpin ibu kota, maka mundur saja, tidak usah berkata kata kotor,, “ tegas Yesaya. Penilaian berikutnya dari Seto Mulyadi ( KRIMINALITAS.COM, Jakarta, 20 Maret 2015)) Perilaku Ahok yang kerap berbicara kasar di depan publik dinilai tidak sesuai dengan norma-norma budaya Indonesia. Budaya Indonesia mengajarkan sopan-santun dan kerendahan hati dalam menghadapi dan menyampaikan suatu permasalahan, apalagi di depan khalayak ramai. Aktivis pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan gaya bicara Ahok yang cenderung kasar dan ceplas-ceplos dinilai tidak bisa dijadikan contoh yang baik, terutama bagi anak anak. Apalagi anak di bawah umur yang belum mengerti soal dinamika yang terjadi di pemerintahan. “Gaya bicara Ahok bisa berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak, khususnya bagi anak-anak yang tinggal di Jakarta. Sifat yang meledak-ledak itu merupakan contoh yang tidak baik bagi anak-anak,” kata Seto. Selanjutnya, Mantan Ketua MPR, Amien Rais, menilai Ahok sangat arogan, senang menantang ebrbagai pihak, bahkan terkesan meremehkan lembaga negara, termasuk BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait kasus RS Sumber Waras. Ahok tidak layak menjadi seorang pemimpin lantaran sikapnya yang kerap “nyelenh” dan memicu timbulnya kontoversial. “Ini bukan masalah sara, tapi dia memang tidak layak menjadi pemimpin. Jangankan Presiden, Gubernur saja bagi saya kurang pantas”, tegas Amien. Menurut Mantan Ketua PP Muhammadyah ini, Ahok tidak hanya sikapnya yang keras kepada. Ahok adalah satun-satunya pemimpin yang merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran menurut kacamatanya sendiri. Anggota Komisi III DPR RI Wenny Warouw mengatakan, peryataan Ahok yang menyebut audit investigasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) "ngaco" menunjukkan dirinya tak punya etika. Di lain fihak, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing ketika dimintai komentar mengenai etika komunikasi Ahok pada Rapat Panitai Angket DPRD DKI, awalnya mengakui, bila gaya Ahok itu luar biasa, sehingga masyarakat Ibukota menganggap Ahok merupakan pemimpin yang transparan. Namun, sambung Emrus, hal tersebut tak cukup, apabila tidak memiliki etika. “Jangankan jadi Gubernur, menjadi suami di rumah saja tak pantas.” Ahok tidak punya etika ini juga ditekankan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang mengaku, juga sudah lelah selalu menjaga Ahok. Dia menjelaskan, Ahok tidak mempunyai etika baik sebagai seorang pemimpin. Karena, pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sambungnya, Ahok kerap menuding adanya oknum anggota DPRD yang bermain di APBD DKI tanpa menunjukkan buktinya. Rizal Ramli Mendapat Laporan Ahok Bohong: Mengacu laporan Muhammad Iqbal, RMOL, 04 Mei 2016, Rizal Ramli Menko Maritim menggelar inspeksi mendadak ke Pelelangan Ikan Muara Angke, di Jakarta Utara (4/5). Rizal sekaligus menggelar dialog dengan kaum nelayan di sana. Ia didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Selama ini, salah satu alasan Ahok mempertahankan reklamasi yang bermasalah adalah proyek itu tidak akan merugikan nelayan. Terang-terangan Ahok menegaskan bahwa di pantai utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan tangkap yang berarti tidak ada lagi nelayan. Rizal Ramli mengklarifikasi langsung hal tersebut kepada kaum nelayan. Di hadapan ratusan nelayan yang hadir, Rizal bertanya apakah benar di Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan untuk ditangkap. "Saya mau klarifikasi dulu, ada yang mengatakan nelayan sekitar Jakarta sudah tidak ada. Betul enggak? Saya ingin penjelasan dan klarifikasi," lontar Rizal, Rabu (4/5). Para nelayan kompak menjawab bahwa yang disampaikan Ahok adalah bohong. Perwakilan nelayan mengatakan, nelayan Pantai Utara Jakarta masih sangat aktif. Totalnya sekitar 28 ribu nelayan bila termasuk di Kepulauan Seribu. Satu keluarga nelayan rata-rata memiliki empat anggota keluarga. "Semua itu bohong Pak. Kami masih eksis. Ikannya juga masih ada. Ahok bohong," ujar salah seorang perwakilan. Mendengar itu, Rizal mengaku ada ketidakberesan dalam proses reklamasi di teluk Jakarta mulai dari izin hingga AMDAL. Kejanggalan itu dipertahankan selama bertahun-tahun. Ekosistem ikan-ikan di laut Jakarta terganggu karena limbah sungai dan lumpur mengendap akibat pulau buatan. Beberapa jenis ikan masih hidup di laut Jakarta seperti ikan teri, ikan kembung, dan beberapa jenis lain.