Kamis, 01 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN



Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Tim Studi NSEAS)



Dalam penyelenggaraan pemerintahan selalu ada bidang "pekerjaan umum" (PU). Salah satu sektor PU adalah infrastruktur jalan dan jembatan (Bina Marga), mencakup  jalan dan jembatan negara/nasional  non komersial dan jalan dan jembatan komersial (jalan tol). Pemerintah harus membangun jalan dan jembatan negara/nasional non komersial. Kinerja Pemerintah dapat dinilai seberapa berhasil Pemerintah mencapai target atau sasaran pembangunan jalan dan jembatan negara/nasional untuk tingkat nasional, jalan dan jembatan Propinsi utk tingkat Pemprov dan jalan dan jembatan Kabupaten/Kita utk tingkat Pemkab dan Pemkot.

Presiden Jokowi telah lebih 3 tahun berkuasa. Apa kinerja atau berhasilkah Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan negara/nasional? Sebagai standar kriteria penilaian Kita bisa gunakan: 1.  Janji lisan dan tertulis Jokowi saat kampanye Pilpres 2014; 2.RPJMN 2015-2019; dan, 3.  Renstra KemenPUPR 2015-2019 sektor Bina Marga.

Secara lisan tidak ada janji kampanye khusus jalan dan jembatan nasional. Jokowi hanya menyebutkan janji:  pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, irigasi dan pelabuhan (http://fokus.bews.viva.co.id/
news/red/512458).

Janji kampanye  tertulis Jokowi terkait infrastruktur jalan dan jembatan  tertuang  di dalam Dokumen "Visi, Misi dan Program Aksi Jikowi Jusuf Kalla 2014". Ia berjanji antara lain:

1.Peningkatan kapasitas jalan melalui pelebaran jalan dalam kota, dari pusat kota menuju kota satelit, antar kota dan jalan tol.
2 Peningkatan kapasitas jalan melalui penambahan jalan baru dalam kota, dari pusat kota menuju kota satelit, antar kota (suburbs), dan jalan tol.
3. Pembangunan monorail atau underground yang menghubungkan bandara dan pusat kota, lingkar dalam kita dan lingkar luar kota dengan lingkar dalam kita.
4. Peningkatan ketebalan jalan guna menahan beban bobot barang yang lebih besar.
5. Pelebaran jalan dan penambahan jalan baru.
6. Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi sebesar 30 %.

Apakah janji-janji tertulis Jokowi ini  setelah tiga tahun menjadi Presiden RI telah terealisir.  Sebagai misal, akhir 2017 telah  berkurang penggunaan kendaraan pribadi sekitar 20 % . Faktanya,  belum terealisir. Kita masih membutuhkan data, fakta dan angka utk menilai kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan berdasarkan standar kriteria tertuang di dokumen Nawa Cita ini. Namun, hasil pengamatan lapangan akan mengiring ke arah kesimpulan, janji2 di dalam Nawa Cita itu masih jauh dari realitas obyektif.

Selanjutnya, kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional dapat dinilai atas standar kriteria tertuang didalam  RPJMN 2015-2019. Dokumen ini memuat  rencana pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan  akan dikerjakan pemerintahan Jokowi-JK antara lain:

1.Pembangunan jalan tol Trans-Sumatera, Trans- Jawa, jalan tol Samarinda-Balikpapan (Kaltim) dan jalan tol Manado-Bitung (Sulut). Sudah tiga tahun lebih Jokowi jadi Presiden,
Rencana ini masih belum terealisir, dan sangat mungkin tidak tercapai utk 1,5 tahun lagi masa kekuasaan Jokowi.

2. Pembangunan jalan High Grade Highway Sumatera.
Masih tahap rencana (pra konstruksi), pada lokasi2 tertentu sudah tahap konstruksi, tetapi  belum ada telah masuk tahap operasional.

3. Pembangunan jalan tol di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Di Sumatera masih tahap pra konstruksi, sementara ada jalan tol sudah beroperasi pd tol Medan-Binjai, tetapi hasil kerja era SBY, bukan Jokowi.

4. Pembangunan jalan lingkar Batulicin, Palu-Parigi,  Lingkar Kupang , Jalan Susumuk -Bintuni, dan jalan lingkar lainnya. Belum terealisir hingga lebih tiga tahun Jokowi jadi Presiden.

Selanjutnya, berdasarkan Renstra PUPR 2015-2019, sasaran strategis yakni: 1. Meningkatkan dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing. Target, tingkat kemacetan jalan nasional 73 %  pd 2015, 74 % pd 2016, dan 75 % pd 2017.
2. Meningkatkan kemantapan jalan nasional.Tingkat kemantapan jalan nasional 86 % pd 2015, 91 % pd 2016, dan 94 % pd 2017.

Sasaran program, yakni: 1. Menurunnya waktu tempuh pd koridor utama. Waktu tempuh dimaksud di lokasi Lintas Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa 2,7 Jam/100 Km pd 2015; 2,6 jam/100 Km pd 2016; dan 2,5 ham/100 Km pd 2017.
2. Meningkatnya pelayanan jalan nasional. Tingkat penggunaan jalan nasional 101 miliyar kendaraan KM pd 2015; 116 militer kendaraan KM pd 2015; 122 miliyar kendaraan Km pd 2017.
3. Meningkatnya fasilitas terhadap jalan daerah utk mendukung kawasan. Tingkat fasilitas dimaksud 0 % pd 2015, 25 % pd 2016, dan 50 % pd 2017.

Belum tersedia data, fakta dan angka menunjukkan tingkat capaian sasaran strategis dan sasaran program urusan jalan dan jembatan nasional  ini. Agaknya terlalu sulit bagi Pemerintahan Jokowi-JK dapat mencapai sasaran.

Sebagai pembanding era SBY 10 tahun telah membangun jalan dan jembatan sepanjang 5.190 Km. Diantaranya,  4.770 Km jalan negara  non tol dan 420 Km jalan tol. (Dirjen Bina Marga KemenPU, 17 Oktober 2014). Rata2 era SBY membangun jalan dan jembatan termasuk jalan tol, yakni 519 Km per tahun.

Pd periode kedua Pemerintahan SBY, telah dicanangkan percepatan proyek infrastruktur seperti proyek jalan tol trans Sumatera 2.700 Km berdasarkan Perpres No.100 Tahun 2014 ttg Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Proyek ini termasuk di dalam Master Plan Percepatan , Perluasan dan Pembangunan Ekonomi (MP3EI), disusun tahun 2011. Ada 4 koridor:

Pertama,  Lampung, Palembang, Pekan baru , Medan dan Banda Aceh. Kedua, Palembang-Bengkulu.
Ketiga, Pekanbaru-Padang.
Keempat, Medan-Sibolga.

Periode 2010-2014 era SBY, telah dibangun jalan nasional 1.286 Km, jalan tol 45,59 Km, jembatan 41.640 M. Total panjang jalan nasional hingga 2014 sepanjang 39.838 Km.Karya spektakuler yakni pembangunan jembatan Kelok 9, terdiri enam jembatan total panjang 943 M dan jalan 2,089 KM. Telah ditangani juga jalan di koridor utama Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulaeedi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, al. Terselesaikannya jalan Lintas Timur Sumatera, Lintas Utara Jawa, Lintas Selatan Kalimantan dan Lintas Barat Sulawesi. Di Jawa, satu penanganan jalan spektakuler adalah Lingkar Nangrek Jawa Barat, panjang 5,3 Km utk  mengatur persimpangan lalu lintas Bandung-Tasikmalaya-Garut.Di Sulawesi, satu pencapaian yakni jalan Maros - Watampone 164,88 Km (Renstra PUPR 2015-2019).

Di era Jokowi, diresmikan bangunan jalan tol di Sumatera ini. Tetapi, belum ada yang selesai untuk operasional.

Namun, peresmian jalan tol Jokowi bukanlah hasil prakarsa dan perencanaan era Jokowi, tetapi hanya melanjutkan pekerjaan era SBY. Begitu juga pembangunan jalan Trans-Papua, masuk dlm koridor Papua-Maluku tertuang di dalam dokumen MP3EI.

Dari sisi capaian pembangunan jalan dan jembatan era Jokowi diklaim   KemenPUPR satu tahun, dua tahun dan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK terdapat peningkatan.  Utk tiga  tahun pemerintahan Jokowi-JK diklaim Kepala Balitbang KemenPUPR, Danis H. Sumadilaga, telah membangun jalan baru mencapai 2.623 Km.  1.286 Km jalan baru dibangun pada 2015, 559 Km pada 2016, dan 778 Km pada tahun 2017. Adapun sekitar 2.000 km diantaranya merupakan jalan perbatasan dibangun di titik-titik terluar dan pelosok negeri.  Ini kebanyakan jalan perbatasan di Kalimantan, Papua, hingga perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pulau Timor (17/10/2017). Danis tidak menjelaskan 2.633 jalan baru dibangun Pemerintahan Jokowo-JK itu pada tahap apa: pra-konstruksi, konstruksi atau pasca konstruksi (operasional). Berapa panjang pembangunan jalan dimaksud benar2 sudah berhasil memasuki tahap operasional.

Berdasarkan angka Danis ini, rata2 pembangunan jalan dan jembatan era Jokowi mencapai sekitar 870 Km per tahun, melebihi rata2 capaian era SBY, hanya 519 Km per tahun.

Kemudian Danis menunjukkan,  Targetnya, terbangun sekitar 1.071 Km jalan baru pada 2018 dan sekitar 1.120 Km pada 2019. Dengan demikian, diharapkan total pembangunan jalan baru di era Jokowi-JK mencapai 4.814 km. Karena itu, setelah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, baru sekitar lebih dikit 50 %. Seharusnya setelah tiga tahun, Jokowi merealisasikan minimal 60 %. Kita tunggu, semoga Jokowi bisa selesaikan sisa sekitar 50 % target pembangunan jalan dan jembatan hingga tahun 2019 (sisa sekitar 1,5 tahun lagi)

Selain jalan baru, capaian pembangunan infrastruktur Jokowi, yaitu jalan tol sebanyak 568 km, terbagi atas 132 km pada 2015, 44 km pada 2016, dan sisanya, 392 km pada tahun ini. Targetnya, hingga akhir tahun 2019 akan mencapai 1.851 km. Dari sisi realisasi target, sudah tiga tahun Jokowi jadi Presiden, baru berhasil masih jauh dari 50 %. Sangat mungkin Jokowi gagal mencapai target pembangunan jalan tol tahun 2019.

Di lain pihak, satu sumber pendukung Jokowi klaim, Pemerintah telah membangun tol baru  568 km dalam kurun waktu tiga tahun (2015-2017). Pada 2015, realisasi pembangunan tol baru  132 km dan 44 Km pada 2016. Pemerintah targetkan 615 Km panjang tol beroperasi tahun 2018. Data Danis tak  beda dgn data ini tentang panjang jalan tol telah terbangun. Intinya, angka capaian target   hingga tiga tahun masih jauh di bawah 50 %

Ada juga data jalan tol yang berbeda.Berdasarkan sumber Liputan6 com, 18 Okt 2017, KemenPUPR  optimistis pembangunan jalan tol baru akan mencapai panjang 1.852 kilometer (km). Proyeksi ini melampaui target pembangunan tol yang sudah ditetapkan sebelumnya  1.000 km hingga 2019. Ada perbedaan target 2019  antara sumber terdahulu dgn sumber ini sekitar 851 Km.

Para Pendukung buta (buta data, fakta dan angka) Jokowi acapkali membanggakan prestasi Jokowi bangun jalan dan jembatan. Satu kasus pembangunan jalan dan jembatan  di Papua dan Papua Barat.

Mereka klaim, melalui pembangunan jalan dan jembatan, Jokowi telah membuka isolasi di Papua dan Papua Barat. Hal ini tak pernah dilakukan Presiden2 sebelumnya.

Pendukung buta Jokowi ini juga melanda media massa cetak di Ibukota. Sebagai contoh, kritik tajam  Natalius Pigai (Komisioner Komnas HAM RI), 13 Feb 2017 . Ia  menilai terjadi pembohongan publik pembangunan jalan Trans Papua. Pasalnya.
Harian  Kompas pada  (10/2/2017), memuat berita besar tentang keberhasilan insfrastruktur jalan dan jembatan dengan judul "Jalan Trans Papua, Menembus Gunung dan Membela Bukit". Menurut Pigai,  selama kepemimpinan Presiden Jokowi tidak pernah mengetahui Rancang Bangun Insfrastruktur Jalan dan Jembatan di Papua 2015-2019.

Selama 2015-2019, tidak ada ruas jalan baru  dibangun kecuali hanya satu (1) yaitu jalan Wamena-Nduga yang dibangun oleh Tentara.
Pemerintah Jokowi baru hanya membangun 231,27 Km, itupun hanya terlihat Wamena-Nduga. Grand design pembangunan insfrastruktur Papua belum pernah diumumkan.

Pigai membandingkan  dgn era SBY, memiliki grand design infrastruktur di Papua secara serius melalui Presiden Nomor 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Papua.

Dalam RPJMN 2010-2014 Pemerintah secara jelas membangun Grand Design dalam rangka mengatasi masalah infrastruktur dan wilayah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Uraian di atas mendorong Tim Studi NSEAS berkesimpulan, setelah tiga tahun kinerja Jokowi urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional masih belum baik. Bahkan, masih belum mampu mencapai sasaran dan target diharapkan tercapai. Hal ini akan berlaku juga pd akhir 2019. Sisa waktu Jokowi berkuasa hanya 1,5 tahun lagi takkan mungkin berhasil mencapai sasaran. Jika dibandingkan era SBY periode kedua, jelas kinerja Jokowi masih jauh dibawah SBY urus infrastruktur jalan dan jembatan nasional.


SUMBER DATA BARU:

1. PEMBANGUNAN JALAN TOL

[# LINK_TEXT #] bagus, Silakan lihat! http://politiktoday.com/polemik-jalan-tol-skenario-memberangus-cetak-tangan-sby/


Tersentak saya membaca berita di satu media darling, perihal perbandingan jalan tol sejak era Soeharto hingga Jokowi. Pasalnya, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat (PU-PR) Endra Saleh Admawidjaja secara tersirat menegaskan pembangunan jalan tol di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kalah jauh dari Jokowi.

*Polemik Jalan Tol, Skenario Memberangus Cetak Tangan SBY?*

*Endra menegaskan, selama dua periode menjabat, SBY membangun jalan tol sepanjang 212 km. Sebaliknya, belum genap tiga tahun menjabat, Jokowi telah mengoperasionalkan 176 km jalan tol, dan diperkirakan hingga akhir 2017 nanti bakal ada total tambahan 568 km jalan tol di era Jokowi.*

*Luarbiasa! Tetapi apa mungkin? Bagaimana bisa pencapaian 10 tahun kalah jauh dari 3 tahun pemerintahan?* Nalar saya menolak informasi ini. Maka saya putuskan untuk berselancar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lantas, saya mengasumsikan ada dua hal besar yang sebenarnya terjadi.

Pertama, besar kemungkinan ada miss-informasi yang didapatkan Endra. Pasalnya, data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum yang disiarkan pada 17 Oktober 2014, dinyatakan secara jelas *pembangunan prasarana jalan rentang 2004 sampai 2014 telah dilakukan pembangunan jalan sepanjang 5.190 km, di antaranya adalah 4.770 km jalan non tol (jalan nasional) dan 420 km jalan tol.*

Lantas, mengapa disebut era pemerintahan *SBY hanya terbangun 212 km jalan tol?* Mungkinkah panjang jalan tol bisa menyusut dari 420 km pada 2014 menjadi 212 km pada 2017 seperti yang dinyatakan oleh Endra? Besar dugaan saya ini adalah perkara salah data –dan hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru di era pemerintahan Jokowi. Kita sama-sama tahu, pemerintahan Jokowi adalah masa kepemimpinan yang amat lemah perkara data, bahkan seringkali jatuh menjadi blunder.

*Kita tentu masih ingat pidato “teledor” Jokowi dalam forum bisnis di Hongkong bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang ketiga tertinggi di dunia –yang akhirnya menjadi bahan tertawaan masyarakat internasional*. Atau kehebohan Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perpres No. 68 Tahun 2010 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan, yang ketika publik memprotes dijawab Jokowi: I don’t read what I sign. Ada pula polemik Arcandra Tahar yang diangkat sebagai Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kendati masih berstatus dwi kewarganegaraan. Atau perkara remeh-temeh seperti kasus salah ketik nama lembaga negara hingga prasasti peresmian proyek yang ditandatangi Presiden.

*Rentetan kecolongan ini menggambarkan betapa lemahnya pemerintahan Jokowi dalam mengolah data dan informasi.* *Bandingkan dengan pemerintahan SBY, di mana kasus-kasus “recehan” begini tidak pernah terjadi. Sebab, SBY amat tegas perkara data dan informasi.*

 *Logika SBY kira-kira begini:* bagaimana hendak membangun proyek mercusuar, jika perkara data saja sudah salah?

*Kedua*, ada data dan informasi yang disembunyikan oleh Kemen PU-PR. Pasalnya, Endra sendiri menyebut : di era Presiden Jokowi, dalam tiga tahun hingga tahun ini ada 176 km jalan tol yang beroperasi… Apa maksud “beroperasi” ini?  Apakah artinya diresmikan? Jika begitu, berpotensi besar proyek-proyek jalan tol itu sudah dirintis di era SBY, tetapi diresmikan di era Jokowi.

Pasalnya, pada periode kedua pemerintahannya, SBY memang mengebut poyek infrastruktur. *Ambil contoh mega proyek jalan tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 km*. Kebijakan pemerintah ini ditetapkan dalam Perpres No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Proyek ini termasuk dalam Master Plan Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun pemerintahan SBY pada tahun 2011.

Rencananya, proyek jalan tol Trans Sumatera ini akan memiliki empat koridor, yakni : Lampung, Palembang, Pekanbaru, Medan, dan Banda Aceh sepanjang 460 km (koridor I), Palembang-Bengkulu (koridor II), Pekanbaru-Padang (koridor III) dan Medan-Sibolga (koridor IV).

Lalu, seusai masa pemerintahan SBY, setiap tahun kita saksikan Jokowi meresmikan sepotong demi sepotong mega proyek Trans Sumatera ini. *Artinya,peresmian Jokowi itu adalah kelanjutan dari mega proyek yang telah diinisiasi, dianggarkan dan mulai dilaksanakan semasa pemerintahan SBY*. Jadi, siapa yang sebenarnya paling berjasa dalam pembangunannya?

Begitu pula jalan trans Papua itu. Kendati diklaim oleh pemerintahan Jokowi, Natalius Pigai, putra asli Papua menyebut *Presiden Jokowi telah melakukan pembohongan publik*. Dia menegaskan tidak ada pembukaan ruas jalan Trans Papua yang membelah gunung dan bukit, yang ada hanya ruas jalan Wawena-Nduga Papua, itu pun yang dilaksanakan oleh TNI.  *Saking jengkelnya, Natalia menantang pemerintah untuk membuka road map perencanaan jika memang proyek itu adalah murni inisiasi Jokowi.*

*Tak perlu dibuka sebenarnya, karena jalan Trans Papua tersebut sejatinya adalah program SBY yang masuk dalam koridor Papua -Maluku yang tertuang dalam program MP3EI*. Publik yang tangkas mengamati gebrakan SBY ini pasti mengetahuinya.

Saya yakin, jika ditelisik lebih lanjut, kasus-kasus ini seperti fenomena gunung es. Sayangnya, Jokowi tidak sekalipun menyebut bahwa proyek-poyek mercusuar yang diresmikannya sudah dirintis di era SBY. Barangkali Jokowi khawatir akan dituding publik sebagai presiden yang tidak memiliki gagasan “apa-apa”. Kerja Jokowi hanya melanjutkan dan meresmikan pekerjaan-pekerjaan SBY yang belum rampung?

*Terlepas dari apapun alasannya, saya pikir tidak bijak mendegradasi pencapaian SBY hanya untuk mengejar pencitraan semata*. Ini tidak sesusai dengan budaya Indonesia yang menolak tabiat: *memadamkan lampu orang lain agar lampu kita lebih terang.* Sungguh tak bijak.

Oleh: Ridwan Sugianto, pegiat Gerakan Indonesia Emas 2045

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda