Minggu, 18 Maret 2018

KINERJA JOKOWI URUS INFRASTRUKTUR PERUMAHAN RAKYAT


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Tim Studi NSEAS)


Di Indonesia urusan perumahanrt33 rakyat termasuk bidang infrastruktur. Secara kelembagaan era  Rezim Jokowi, perumahan rakyat dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).

Berdasarkan UUD 1945, setiap WNI harus mendapatkan tempat tinggal /rumah layak huni. Negara wajib dan harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi Rakyat.  Tidak boleh satu keluarga tidak memiliki rumah layak huni. Ini prinsip HAM.

Sesuai amanah UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman upaya menyediakan rumah rakyat merupakan wewenang dan tanggungjawab pemerintah pusat maupun daerah.

Pd kampanye Pilpres 2014 lalu, Jokowi  lisan berjanji akan membangun 10 juta unit rumah  hingga 2019. Maknanya, setiap tahun akan dibangun rata2 dua juta unit. Namun,  janji ini mencuat hanya saat kampanye Pilpres 2014.

Di dlm dokumen tertulis  Nawa Cita, Jokowi tidak beri janji khusus penyediaan rumah layak huni bagi rakyat terutama MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).  Infrastruktur perumahan rakyat tidak menjadi perhatian.

Perhatian mulai ada di dalam RPJMN 2015-2019.  Sasaran pembangunan infrastruktur perumahan rakyat, yakni: terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat utk bertempat tinggal yang layak didukung prasarana, sarana dan utilitas memadai.Sasaran percepatan pembangunan perumahan dgn indikator:
1. Terfasilitasinya hunian layak dan terjangkau utk 2,2 juta rumah sehingga khusus nya MBR menjadi 5 juta rumah tangga melalui:
a. Penyediaan rumah umum utk 900.000 KK.
b. Penyediaan Rusunawa utk 550.000 KK.
c. Penyediaan KPR swadaya utk 450.000 Kk.
d. Bantuan stimulan pembangunan  baru rumah swadaya utk 250.000 KK.
e.Pembangunan rumah khusus di daerah perbatasan, pasca bencana, dan pasca konflik utk 50.000 KK.
2. Mendorong keswadayaan masyarakat dan dunia usaha penyediaan rumah layak huni utk 2,2 juta KK.
3. Peningkatan kualitas rumah tak layak huni utk 1,5 juta KK.

Selanjutnya pembangunan infrastruktur perumahan rakyat  dipertegas melalui program KemenPUPR, yakni akan membangun sejuta rumah bagi MBR. Jokowi juga berjanji akan beri subsidi uang muka maupun bunga kredit rumah MBR  di seluruh Indonesia.

Target sejuta rumah merupakan hasil revisi dari program awal sempat dipatok dua juta unit rumah per tahun. :
Presiden Jokowi membuat program ambisius sejuta rumah.

Namun, dalam implementasi program sejuta rumah, 603.516 unit utk MBR dan 396.484 unit utk Non MBR. Artinya, utk MBR itu hanya sekitar 60 %, bukan 100 %.

Realisasi sejuta rumah ternyata bukan hal mudah bagi Rezim Jokowi. Pd tahun pertama, hanya 10 % target terealisasi. Target tidak tercapai, hanya mampu merealisasikan  98.300 unit. Padahal dananya Rp.5,1 triliun dari alokasi petmbiayaan perumahan dan Rp.8,1 triliun dari penyediaan perumahan anggaran KemenPUPR.

Sumber data lain menunjukkan, per 22 Desember 2015, realisasi pembangunan rumah MBR   hanya 667.668 unit, terdiri dari 353.120 unit baru, 76.755 unit renovasi rumah. Rumah Non MBR tercapai 237.813 unit. Total realisasi meleset jauh dari target utk MBR 603.516 unit dan 396.484 unit utk Non MBR.

Pd tahun kedua (2016), KemenPUPR mengklaim, telah merealisasikan  program sejuta rumah dgn capaian   805.169 unit. Artinya, gagal mencapai target sejuta rumah.

Pd tahun ketiga, hingga awal Desember 2017, realisasi program sejuta rumah sebanyak 765.120 unit, didominasi 619.868 unit utk MBR (81%) dan 145.252 unit utk Non MBR (19%).

Klaim-klaim capaian versi KemenPUPR ini tetap saja membuktikan, gagal dan tidak mampu mencapai target diharapkan.

Data KemenPUPR lain menunjukkan, sejak dicanangkan hingga 30 April 2017, program sejuta rumah ini  baru terealisir 169.614 unit (155.408 unit MBR dan 14.206 unit Non MBR). Hal ini diakui Ditjen  Perumahan KemenPUPR, Syarif Burhanudin. Maknanya, hingga menjelang 3 tahun Jokowi sbg Presiden, baru terealisir sekitar 17 %. Kinerja sangat buruk urus perumahan rakyat.
Memang ada upaya Pemerintah berkilah seperti pernyataan Ditjen  Perumahan ini kemudian, Agustus 2017. Ia klaim mampu membangun 449.702 unit rumah. Artinya, antara April dan Agustus 2017 (hanya 3 bulan)  telah terbangun tambahan 208.088 unit rumah.

Kegagalan  mencapai target sejuta rumah 2017 juga diakui Ditjen Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid. Sepanjang 2017 hanya tercapai  765.120 unit (detik.com, 5 Des 2017). Abdul Hamid juga sebutkan capaian tahun  2015 hanya 699.770 unit; 2016 lebih banyak 805.169 unit; 2017 juga menibgjat 906.169 unit. Tetapi, semuacangja capaian masih di bawah target (1 juta unit per tahun).



Kegagalan urus infrastruktur perumahan rakyat dgn target sejuta unit pertahun sudah disadari juga pihak Pemerintah. Sebagai contoh, opini Menku Sri Mulyani yg pesimis akan berhasil.  Paling maksimal Pemerintahan Jokowi  mampu laksanakan hanya 60 %. Itupun sudah digabung antara kontribusi pemerintah (MBR)  dan pihak swasta (Non MBR). Angka 60 % ini menunjukkan kinerja Jokowi tergolong "lebih buruk" dan gagal !.

Selama ini di publik sangat berkembang,  Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Bahkan, kalangan pendukung Jokowi acapkali membanggakan keberhasilan Jokowi membangun infrastruktur. Tetapi, kritik dan kecaman juga bermunculan. Bahkan, dikritik pembangunan infrastruktur Jokowi hanya utk kepentingan kelas menengah atas, bukan rakyat kebanyakan. Kritik ini sungguh dapat diterima mengingat dalam urusan infrastruktur perumahan bagi MBR, kinerja Jokowi lebih buruk dan gagal. Hal itu juga berlaku pada infrastruktur  sangat dibutuhkan rakyat  kaum petani khususnya, yakni infrastruktur sumber daya air (SDA) seperti jaringan irigasi, bendungan,  tampungan air skala kecil/menengah (embung, waduk, kolam, situ). Hingga 3,5 tahun berkuasa Jokowi masih dlm posisi  gagal meraih  target diharapkan.

Pengalaman kegagalan urus infrastruktur perumahan rakyat ini sesungguhnya pernah dialami Presiden SBY. Pd April 2007,  SBY meresmikan pembangunan 1.000 tower rumah susun sederhana (RSS) di 10 kota metropolitan. Harapannya, MBR bisa mendapat hunian lebih layak. Pd akhir kekuasaan SBY tahap pertama 2009, target 1.000 tower itu hanya terealisasi 13,8 %. Program tsb nyaris tak terdengar gaungnya lagi pd periode kedua Presiden SBY.

Namun, SBY punya prestasi al.:
1.Pembangunan Rusunawa 843 twin block /tower block atau 18.216 unit dgn total daya tampung 143.072 jiwa.
2. Fasilitasi pembangunan rumah khusus 6.384 unit.
3. Pembangunan baru perumahan swadaya 64.757 unit.
4. Peningkatan kualitas 596.162 unit rumah swadaya.

Apakah Jokowi bisa memiliki prestasi sama atau lebih ketimbang prestasi SBY? Jawabannya kita tunggu data,fakta dan angka akhir 2019. Tim Studi NSEAS sendiri pesimis Jokowi bisa.

Relawan Jokowi acapkali klaim,  kinerja Jokowi benar2 menerapkan 9 pokok program Nawacita. Namun,  tanpa data, fakta dan angka mereka meyakinkan publik, Jokowi berhasil membangun infrakstruktur dasar,
jalan, jembatan, waduk, dll. Seandainya mereka lakukan studi evaluasi berbasis data, fakta dan angka, tentu klaim mereka itu tidak akan muncul kecuali bersifat propaganda utk Jokowi. Tim Studi NSEAS menyarankan, agar Jokowi lebih kencang menekan KemenPUPR bekerja keras dan konsekuen dgn janji dan rencana yg dibuat Jokowi sendiri.

Hasil survey LIPI  terhadap 145 ahli di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di 11 provinsi antara lain; Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bali dan Sulawesi Tengah pada periode April-Juli 2018.Hasilnya, kiberja Jokowi di bidang perumahan dinilai oleh 54,47 % ahli masih sangat buruk.

Sumbet data Baru:

1.Inpres Percepatan Pemenuhan Rumah MBR Terbit
30 Jun 2016, 15:03 WIB - Oleh: Irene Agustine
   
Antara/M Agung Rajasa
Foto udara perumahan di kawasan Tangerang, Banten, Selasa (5/5/2015).
Bisnis.com, JAKARTA --Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi Presiden nomor 5/2016 dalam upaya melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah.

Instruksi Presiden nomor 5/2016 tentang Pemberian Pengurangan dan/atau Keringanan atau Pembebasan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHATB) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Umum Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tersebut disahkan pada 22 Juni lalu.

Dilansir dari laman Sekretariat Kabinet (30/6/2016), Inpres tersebut ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dan para bupati/walikota.

Presiden menginstruksikan agar pejabat  mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pemberian kemudahan/bantuan pembangunan dan perolehan rumah umum bagi MBR berupa pemberian pengurangan dan/ atau keringanan atau pembebasan pajak BNPHATB dan retribusi IMB berdasarkan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setelahnya, pemerintah daerah diharuskan segera menetapkan tata cara dan petunjuk teknis pemberian pengurangan dan/atau keringanan atau pembebasan Pajak BNPHATB dan retribusi IMB kepada MBR dengan Peraturan Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam beleid itu, Gubernur DKI Jakarta diminta untuk melaporkan secara berkala kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Sementara Bupati/Walikota diinstruksikan untuk melaporkan secara berkala kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Selanjutnya,  Gubernur melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Instruksi Presiden tersebut diterbitkan dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (6) dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Kawasan Permukiman.

Selain itu, beleid tersebut juga sebagai upaya melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan rumah umum bagi uMasyarakat Berpenghasilan Rendah sesuai Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah.
[7/15, 10:00 PM] Muchtar Effendi Harahap: 9 Regulasi Mempercepat Pembangunan Perumahan MBR
Fathia Azkia • Oktober 9, 2017


2.RumahCom – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan bersam a dengan jajaran pengurus Pengembang Indonesia mengakui bahwa perizinan masih jadi batu sandungan dalam pembangunan perumahan.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin menjelaskan, perlu ada sinergitas dan masukan-masukan tentang selama ini apa yang menjadi kendalanya. Salah satunya dalam masalah perizinan.

“Sampai saat ini perizinan sudah ada di Kementerian Dalam Negeri dengan Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Faktanya, di daerah ada 16 regulasi yang tidak berjalan sesuai harapan sehingga saat ini sedang diproses Tim Koordinasi dari pihak Kemenko,” katanya.

Simak juga: Pilihan Rumah Subsidi Terbaru di Bogor

Menurutnya, hal ini sangat menjadi perhatian sebab kunci utama perizinan pembangunan perumahan berada di kewenangan masing-masing Pemerintah Daerah.

Adapun demi memudahkan perizinan dalam memulai pembangunan perumahan, Pemerintah menyiapkan beberapa regulasi diantaranya:

1. Penyederhanaan dan kemudahan perizinan

2. Hunian Berimbang

3. Aset Jaminan Nasional

4. Tabungan Perumahan (TAPERA)

5. Perumnas

6. Rumah Bebas PPN

7. Pembiayaan Sekunder Perumahan

8. Program KPR Bank

9. Jaminan Pemerintah

Baca juga: Bantuan Bedah Rumah Terkendala Data Pemda

Cara dan syarat mengajukan rumah subsidi

Program rumah subsidi ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk saat ini, yang dimaksud dengan masyarakat berpenghasilan rendah adalah para pekerja yang memiliki penghasilan maksimum Rp4 juta per bulan. Pemerintah saat ini sedang berencana meningkatkan batas gaji maksimum tersebut.

Syarat utamanya adalah usia pelamar KPR antara 21-45 tahun, dibuktikan dengan KTP, lalu sudah memiliki NPWP, slip gaji, surat keterangan kerja minimal 2 tahun, fotokopi rekening serta rekening koran jika gaji ditransfer. Selain itu, Anda juga tidak boleh memiliki kredit atau cicilan yang macet.

Setelah semuanya siap, tentukan pilihan rumah subsidi lalu  ajukan KPR ke bank-bank umum yang telah ditunjuk, di antaranya adalah Bank Mandiri (konvensional), BNI, Bank Artha Graha, BTPN dan Bank Mayora.

Ada pula 22 bank daerah seperti Bank Sumut, Bank Riau Kepri, Bank Jambi, Bank Sumselbabel, Bank Nagari, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank Kaltim, Bank BJB, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank BPD DIY, Bank NTB, Bank NTT, Bank Sultra, Bank Sulutgo, Bank Sulselbar, Bank Kalbar, BJB Syariah, BPD Papua, BPD Sulteng, dan BPD Bali.

Sebelum disetujui, Anda akan melalui proses wawancara dengan pihak bank. Pada dasarnya, ini adalah tanya jawab dan pemeriksaan data untuk membuktikan apakah syarat-syarat yang sudah Anda penuhi tersebut benar adanya. Sedikit tips, berikan informasi sejujurnya. Proses ini adalah proses akhir yang menentukan disetujui atau tidaknya pengajuan kredit rumah subsidi Anda
[7/15, 10:04 PM] Muchtar Effendi Harahap: MENU

3.Surat Edaran Percepatan Pembangunan Rumah MBR di Daerah Resmi Terbit
Senin, 13 Maret 2017 | 18:30 WIB

JAKARTA, KompasProperti - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 668/1062/SJ Tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah.

Surat edaran yang dikeluarkan 27 Februari 2017 ini menindaklanjuti Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang penyederhanaan perizinan dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembangunan Perumahan MBR.

Ada tiga poin yang ditekankan dalam surat edaran ini yakni, perizinan yang dihilangkan, penggabungan perizinan, dan percepatan perizinan.

Perizinan yang dihilangkan

Pertama, dalam rangka percepatan waktu dan penyederhanaan perizinan. Dalam poin ini, ada 7 perizinan yang dihilangkan, yaitu izin lokasi dengan waktu 60 hari kerja.

Kedua, rekomendasi peil banjir dengan waktu 30-60 hari kerja.

Perizinan ketiga adalah persetujuan gambar rancangan induk (master plan) dengan waktu 7 hari kerja.

Kemudian, surat permohonan pengesahan gambar rencana tapak (site plan) dengan waktu 5-7 hari kerja.

Selanjutnya, persetujuan dan pengesahan gambar site plan dengan waktu 5-7 hari kerja.

Perizinan keenam yang juga dihilangkan adalah izin cut and fill dengan waktu 5 hari kerja. Terakhir, Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) dengan waktu 30 hari kerja.

Penggabungan perizinan


Poin selanjutnya, adalah tentang penggabungan perizinan. Pertama, proposal pengembang dengan dilampirkan sertifikat tanah, bukti bayar PBB dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dilampirkan dengan peta rincian tanah/blok plan desa jika tanah belum bersertifikat.

Penggabungan perizinan kedua yaitu Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) atau Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian RUTR atau RDTR wilayah (KRK) dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah atau Advise Planning.

Kemudian, izin-izin tersebut juga digabungkan dengan pengesahan site plan yang diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencangkup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dengan luas lahan 5 hektar.

Penggabungan perizinan ketiga adalah pengesahan site plan yang diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup SPPL luas di bawah 5 hektar, rekomendasi pemadam kebakaran dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakanan.

Percepatan perizinan

Sementara itu, poin ketiga dari Surat Edaran ini adalah dari segi percepatan waktu proses perizinan.

Pada poin ini ada 4 upaya percepatan, yaitu pertama Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah pihak pengembang dari 15 hari menjadi 3 hari kerja.

Kemudian, kedua adalah pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah dari 90 hari menjadi 14 hari kerja.

Percepatan ketiga, meliputi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Induk dan pemecahan IMB dari 30 hari jadi 3 hari kerja.

Terakhir, percepatan waktu untuk evaluasi dan Penerbitan Surat Keputusan tentang Penetapan Hak Atas Tanah dari 213 hari kerja menjadi 3 hari kerja.


Penulis: Arimbi Ramadhiani
Editor: Hilda B Alexander
TAG:
perizinan
Perizinan
PP perumahan MBR
rumah MBR
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

4.[7/15, 11:22 PM] Muchtar Effendi Harahap: Kemendagri Terbitkan Aturan Percepatan Realisasi Program Sejuta Rumah
 September 28, 2017   Oleh : MA  Seputar Bangda

JAKARTA – Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, tentunya pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memeroleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat memerolehnya dengan mudah serta suku bunga yang tidak murah. Menyikapi hal tersebut, maka sesuai dengan esensi Nawacita pertama,”Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa…” dan Nawacita kelima “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,” negara bertanggungjawab untuk tercukupinya papan bagi seluruh masyarakat.

Selain daripada itu, akibat meningkatnya arus urbanisasi dan populasi menyebabkan banyaknya permasalahan
[7/15, 11:26 PM] Muchtar Effendi Harahap: dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, keterbatasan pekerjaan, dan rendahnya pendapatan masyarakat berimplikasi terhadap peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan sebesar 2,75% per tahun (jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1,49% per tahun). Bahkan diprediksi Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2030. Hal ini berdampak lebih lanjut terhadap permasalahan kelangkaan pemilikan rumah (backlog) di banyak wilayah perkotaan.

Menjawab hal tersebut, Kemendagri melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah yang bekerjasama dengan Ditjen Penyediaan Rumah KemenPUPR terus berupaya agar program Sejuta Rumah yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo dapat segera terwujud khususnya di daerah.

Plt Tugas Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Diah Indrajati mengatakan dari target nasional, sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2014-2019 bahwa permasalahan perumahan akan diselesaikan melalui program Penyediaan Hunian Layak (sewa/huni) dengan target 2,2 juta. Penanganan Rumah Tidak Layak Huni dengan target 1,5 juta dan pengentasan kawasan kumuh untuk mencapai Kota Tanpa Kumuh dengan target 38,431 hektar.

“Namun demikian, perlu menjadi perhatian kita semua bahwa bidang perkumuhan hanya mendapatkan alokasi APBN maupun ABD kurang dari 1% sehingga kondisi ini perlu mendapat perhatian serius pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka memenuhi target penyelesaian permasalahan perumahan,” jelas Diah.

Lebih lanjut, Diah menjelaskan bidang perumahan dan permukiman sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar yang bagi kewenangannya antartingkatan susunan pemerintah. Untuk itu, perlu komitmen bersama antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyelesaikan permasalahan perumahan dan permukiman. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus melakukan penyempurnaan kebijakan untuk mendukung Program Nasional Sejuta Rumah, salah satunya berkaitan dengan komponen pembangunan perumahan bagi MBR antara lain untuk nelayan, PNS, TNI, POLRI, dan masyarakat umum.

Secara umum, realisasi program Sejuta Rumah mungkin belum cukup menggembirakan dikarenakan beberapa hal di antaranya aspek perizinan, penyediaan lahan, dan ketersediaan anggaran/skema pembiayaan.

“Guna mengakselerasi program Sejuta Rumah telah diterbitkan PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Ekonomi XIII. Hal ini merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap MBR dalam upaya kepemilikan rumah serta bentuk komitmen untuk membantu penyelesaian backlog di Indonesia,” imbuh Diah.

Kemendagri, kata Diah, berdasarkan kewenangan Menteri Dalam Negeri, maka sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan Bapak Presiden RI, pada tanggal 27 Februari 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 648/1062/SJ tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah sebagai upaya percepatan diseminasi kebijakan di daerah sebelum diterbitkannya Permendagri yang memiliki kedudukan hukum lebih kuat pada tahap implementasi.

Selanjutnya, pada tanggal 20 Juli 2017 telah ditetapkan dan diundangkan Permendagri Nomor 55 Tahun 207 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah u
[7/15, 11:28 PM] Muchtar Effendi Harahap: Selanjutnya, pada tanggal 20 Juli 2017 telah ditetapkan dan diundangkan Permendagri Nomor 55 Tahun 207 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah untuk percepatan pembangunan perumahan bagi MBR di daerah serta tindak lanjut terbitnya PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah mengatur pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP) untuk memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan dan non perizinan kepada Badan Hukum (pengembang) yang akan melaksanakan pembangunan perumahan bagi MBR melalui penyederhanaan pelayanan yang meliputi penghapusan perizinan, dan penggabungan perizinan.

“Pemerintah juga telah mengeluarkan Inpres tentang Keringanan BPHTB dan lain sebagainya,” kata Diah.

PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Permendagri Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di daerah pada dasarnya dibuat sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap MBR dalam upaya pemilikan rumah serta memudahkan pengembang dalam pengurusan perizinan dan non perizinan dengan tetap memperhatikan aspek teknis yang diatur melalui kebijakan kementerian/lembaga terkait seperti KemenPUPR, KemenATR/BPN, dan Kemenhub.

Selanjutnya, Kemendagri bersama kementerian/lembaga berkaitan dengan rencana melakukan sosialisasi kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR kepada seluruh daerah untuk mendorong pemerintah daerah, pengembang, dan perbankan agar bersinergi serta mencari terobosan terbaru dalam menyukseskan program Sejuta Rumah yang diinisiasi Presiden Joko Widodo.

Sumber: Siaran Pers Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri


Home Fokus Infrastruktur Market Watch Ekonomi Bisnis Finansial Properti Energi Industri Perencanaan Keuangan SolusiUKM Konsultasi Market Research Wawancara Sosok Bursa Valas Moneter Lowongan Pekerjaan Foto Infografis Video d'Preneur Indeks
Home / Properti / Detail
Konsultasi Properti
Portal Properti No.1

Rabu, 06 Des 2017 17:09 WIB
Awal Desember 2017, Program Satu Juta Rumah Sudah 765.120 Unit
Muhammad Idris - detikFinance

Foto: Dok Citra Maja Raya
Jakarta - Hingga awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sudah terealisasi 765.120 unit rumah. Capaian tersebut didominasi oleh pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70%, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30%.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid, mengaku optimis bahwa capaian hingga akhir 2017 dapat lebih tinggi dari tahun 2015 sebanyak 699.770 unit dan tahun 2016 sebanyak 805.169 unit.

"Sebanyak 619.868 unit merupakan rumah MBR dan 145.252 unit untuk non-MBR, sehingga totalnya 765.120 unit, " kata Khalawi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2017).

Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pada tanggal 29 April 2015 lalu menargetkan, sekitar 20% merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU).

Sementara 30% lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.

Karena keterbatasan APBN, Khalawi mengatakan pihaknya mendorong berbagai pemangku kepentingan bidang perumahan seperti kementerian dan lembaga (K/L), pemerintah daerah, Asosiasi Pengembang (seperti REI dan APERSI), Corporate Social Responsibility (CSR) perusahan, serta perbankan dan masyarakat.

Rincian hasilnya yang dibangun Kementerian PUPR sebanyak 183.977 unit, K/L lain 1.566 unit, pemerintah daerah 148.180 dan pengembang 250.916 unit. Selain itu, CSR juga berkontribusi sebanyak 118 unit, sedangkan 35.111 unit, sisanya dibangun oleh masyarakat secara mandiri.

Hingga saat ini, menurut Khalawi, tantangan terbesar dalam pelaksanaan Program Satu Juta Rumah yakni ketersediaan lahan dan percepatan perijinan pembangunan perumahan yang belum diterapkan secara merata di daerah.

Sebagai salah satu langkah untuk mengatasi ketersediaan lahan, dirinya berharap konsep bank tanah dapat segera terwujud. Selain itu menurutnya pemerintah juga mendorong pengembangan kota mandiri yang menyediakan lahan permukiman yang besar, namun tetap memperhatikan konsep hunian berimbang.

"Kita dorong kehadiran kota baru mandiri seperti Maja. Tapi aturan hunian berimbang diterapkan. Kita juga kembangkan hunian vertikal, karena apartemen sewa jadi jawaban untuk generasi milenial kita," ujarnya.

Terkait kebijakan, menurutnya pemerintah pusat terus mendorong kemudahan perijinan pembangunan perumahan dengan telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Perumahan untuk MBR, dan diikuti terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor: 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah pada 29 Desember 2016.

Regulasi ini mendorong kemudahan dan kecepatan perizinan pembangunan perumahan serta dukungan untuk meningkatkan daya beli MBR akan rumah, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) agar kualitas bangunan dan lingkungan perumahan sejahtera tetap terjaga.

"Seandainya regulasi ini dijalankan oleh semua daerah, saya yakin target sejuta rumah dapat tercapai dan pengembang jadi bergairah," kata Khalawi.

Progres Anggaran 2017 dan Rencana 2018

Secara persentase, dikatakannya progres fisik di Ditjen Penyediaan Perumahan tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan pada tanggal yang sama pada 2016 lalu.

"Kalau persentase sampai 4 Desember 2017 capaiannya sudah 86,7%, lebih tin

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda