Rabu, 18 Juli 2018

RUPIAH MELEMAH TERHADAP DOLLAR AS

https://www.konfrontasi.com/content/ekbis/faisal-basri-rupiah-ambruk-karena-pemerintah-melampaui-batas-kemampuan
Faisal Basri: Rupiah Ambruk Karena Pemerintah Melampaui Batas Kemampuan
Submitted by redaksi on Selasa, 17 Jul 2018 - 07:11

KONFRONTASI- Faisal Basri, ekonom senior memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah hingga akhir tahun. Selain faktor eksternal, ia menilai pelemahan rupiah juga didorong ambisi pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.

"Sumber utama rupiah rusak adalah pemerintah yang terlalu ambisius, yang melampaui dari kemampuannya sendiri," ujarnya di Kantor Pusat PT PLN (Persero), Selasa (10/7).

Disebut melampaui kemampuannya sendiri, ia melanjutkan karena pemerintah jor-joran membangun infrastruktur. Padahal, pembangunan proyek infrastruktur mendongkrak kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Ambil contoh, untuk proyek pembangunan jalur bawah tanah MRT, Indonesia masih harus mengimpor mesin bor dari Jepang.

"Bahkan, tenaga kerja yang menjalankannya (bor) masih harus diimpor. Kalau tidak salah dari Thailand," imbuh Faisal.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kondisi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan banyak dipengaruhi dari defisit neraca perdagangan.

Per Januari - Mei 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sebesar US$2,83 miliar. Sebagai pembanding, pada periode yang sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$5,89 miliar.

Namun, di saat bersamaan, permintaan global terhadap ekspor Indonesia juga tidak bisa diandalkan. Hal itu tak lepas dari isu perang dagang yang mengemuka antara AS - China sejak beberapa waktu lalu.

Perang dagang yang terjadi antara kedua negara, menurut Faisal, pada akhirnya akan membatasi pergerakan arus barang di dunia. Bahkan, bukan tidak mungkin China bisa mengalihkan ekspornya dari AS ke Indonesia ke depan.

Sementara, selama produk ekspor Indonesia masih didominasi oleh bahan mentah, ekspor Indonesia hanya akan berjalan di tempat.

Di sektor keuangan, Faisal mengingatkan proyek pembangunan infrastruktur pemerintah sebagian didanai dari aliran modal masuk asing (capital inflows), baik dalam bentuk investasi langsung maupun surat utang. Artinya, semakin agresif pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur, semakin besar dana yang dibutuhkan.

Di tengah ketidakpastian global, risiko investor asing mengalihkan investasinya dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ke negara maju akan semakin tinggi. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah membesar.

Guna menahan pelemahan rupiah, lanjut Faisal, Bank Indonesia (BI) mau tak mau harus mengikuti arus dengan meningkatkan suku bunga acuan.

"Rupiah itu akan cenderung melemah sampai akhir tahun. Pertanyaannya, melemah dalam waktu cepat atau lambat. Nah itu bergantung dari respons BI menaikkan suku bunga," imbuh dia.

Konsekuensinya, suku bunga kredit yang ditanggung masyarakat bakal meningkat karena biaya dana semakin mahal.

"Kalau ingin rupiah stabil, sementara rezim devisa bebas, maka satu-satunya cara adalah dengan menaikkan suku bunga acuan," terangnya.

Selain itu, opsi lain yang bisa diambil adalah pemerintah bisa mulai mengerem pembangunan infrastruktur. Selain bisa menghemat belanja negara, langkah ini juga dapat memperbaiki neraca perdagangan.

Sebagai informasi, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah siang ini tercatat Rp14.326 per dolar AS atau terdepresiasi dari r awal tahun, Rp13.542 per dolar AS.

WAWANCARA
Kwik Kian Gie: Untuk Membangun Ekonomi Yang Kuat Kita Membutuhkan Presiden Yang Kuat
WAWANCARA  RABU, 18 JULI 2018 , 09:58:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA


Kwik Kian Gie/Net



RMOL. Banyak kalangan memprediksi kondisi perekonomian na­sional beberapa bulan ke depan hingga Pilpres 2019 nanti bakal makin suram. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan terus mengalami pelema­han. Terlebih lagi ke depan anca­man perang dagang antara AS-China semakin nyata. Indonesia yang kini boleh dibilang menjadi mitra strategis China, berpotensi bakal kebagian dampak negatif. Lalu sebenarnya apa penyebab utama makin melorotnya nilai tukar rupiah? Apakah Indonesia akan terdampak oleh perang da­gang tersebut? Berikut penilaian pakar ekonomi, Kwik Kian Gie kepada Rakyat Merdeka:
BERITA TERKAIT
Novel Baswedan: Masih Ada Orang Yang Membuntuti Sampai Sekarang, Saya Tidak Takut
Arief Budiman: Saya Tegaskan, Setelah Pukul 00.00 WIB Tidak Ada Lagi Tambahan Caleg, Yang Ada Perbaikan Berkas
Aswanto: KPK Kita Undang Masuk, Kita Ingin Terhindar Dari Kasus Yang Menimpa Mantan Ketua MK

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga kini masih melemah. Menurut Anda apa penyebabnya?
Pertama, sejak negara ini berdiri, sebetulnya sudah men­galami hal ini. Kalau kita ingat pemotongan uang separuh dan sebagainya. Tetapi ambil saja pada tahun 1970, 1 dolar AS itu hanya Rp 622. Nah itu terus terjadi pelemahan hingga saat ini mencapai Rp 14 ribuan. Jadi, tidak perlu heran, sebab bangsa kita ini tidak mampu mencipta­kan ekspor yang melebihi impor. Selama ini impornya selalu lebih besar sehingga permintaan dolar jauh lebih besar. Nah kalau per­mintaan meningkat sudah pasti harga dolarnya juga meningkat dan berarti nilai tukar rupiah menurun.

Dan untuk sekarang ini diper­parah dengan utang luar negeri dalam bentuk valuta asing, baik oleh pemerintah maupun swasta. Selama mereka berutang, mere­ka harus selalu membayar bunga atau cicilan pokok kalau sudah jatuh tempo, sehingga permint­aan atas dolar terus jauh lebih besar dari penawarannya.

Indonesia dari tahun 1970 depresiasianya sudah mencapai 3.700 persen, Singapura men­galami apresiasi (penguatan), dahulu di tahun 1970 juga, Singapura 1 dolar AS sama den­gan 3 dolar Singapura, nah untuk saat ini 1 dolar AS sama dengan 1 dolar Singapura, berarti terjadi penguatan. Sekarang di jangka yang sangat pendek, saat Pak Jokowi menjabat sebagai presi­den, dolar AS masih sekitar Rp 9000-an, namun baru sekitar tiga tahun memimpin dolar AS sudah mencapai Rp 13.000-an

Apakah ada kebijakan pe­merintah yang salah sehingga rupiah terus melemah?
Iya, ada kesalahan yang lebih besar lagi. Kesalahan itu ada­lah sangat bebasnya impor. Pemerintah sangat tidak mem­perhatikan apa saja yang dibu­tuhkan oleh rakyat. Saya ambil contoh impor yang paling utama, yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah sekarang, namun sejak dulu.

Sumber daya yang ada di dalam perut bumi kita ini kan sangat kaya mineral, sangat ma­hal, luar biasa mahalnya. Namun itu semua tidak dikelola sendiri, tetapi diserahkan kepada asing. Indonesia memang mendapat­kan pajak, tetapi itu angkanya sangat kecil sekali. Seandainya itu semua dikuasia oleh BUMN, maka perolehan dolarnya sangat luar biasa.

Apa lagi?
Kedua, kemampuan industri. Kita masih ingat ketika zaman Pak Harto. Barang-barang mo­bil, televisi tidak boleh diimpor dalam bentuk selesai, tetapi harus diimpor terurai total, jadi dalam bentuk onderdil semua. Artinya apa, memang lebih mahal. Artinya agen tunggal di Indonesia itu ditata untuk merakit di sini, ditata untuk mendirikan pabrik-pabrik di sini. Jika sudah bisa merakit, tentu bisa juga membuat. Cuma caranya membuat barang-barang yang akan dirakit itu sudah ada programnya. Jadi setelah barang impor itu terurai, beliau menentukan, setelah tiga ta­hun berjalan, misalnya velgnya harus mampu bikin sendiri dan tidak perlu impor lagi. Dengan demikian, kemampuan industri kita naik.

Namun berbeda dengan seka­rang, pabrik-pabrik yang sudah membuat barang seperti itu, dihantam dengan mobil impor yang sudah jadi sem

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda