Rabu, 04 Januari 2017

KINERJA AHOK DIMATA MASYARAKAT: RENDAH DAN TAK PUNYA PRESTASI

Dilaporkan Elshinta.com, 18 Juli 2016, Ketua Forum Pemerhati Pilkada Jakarta, Agusta Surya Buana mempertanyakan kinerja Gubernur Ahok selama ini dicitrakan berhasil membangun Jakarta. Agusta melontarkan pertanyaan itu pada diskusi "Siapa Bisa Lawan Ahok: Menjadikan Pilkada Jakarta Berkualitas" di Coffee Lasser, Kebayoran Lama, Jakarta, (18/7). Agusta mengaku, dari awal heran, Ahok dicitrakan berhasil. Terhadap persoalan oleh warga dianggap sangat penting diselesaikan, berhasil gak dia?" tanya Agusta. Ia menunjukkan, masalah kemacetan, ancaman banjir juga kesenjangan ekonomi merupakan persoalan di mana seluruh warga DKI menaruh harapan tinggi supaya diatasi. Tetapi, kinerja Ahok tak kelihatan di bidang tersebut. Harapan masyarakat terhadap kemacetan ini luar biasa. “Tapi apa kerja Ahok, di mana keberhasilannya dalam menyediakan transportasi publik nyaman dan tepat waktu?" kilahnya. Karena itu, Agusta merasa tidak heran bila sejumlah lembaga survei menyebut tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok rendah. Sebab, lanjutnya, masyarakat tiap hari merasakan belum ada perbaikan berarti selama lima tahun terakhir."Kemacetan tambah parah masa mau dinilai berhasil, kan aneh," tandasnya. Ia menampilkan tren kepuasan terhadap kinerja Ahok berdasarkan sejumlah hasil survei secara periodik. Dari hasil analisisnya, tren tersebut menurun sampai terakhir di angka 40 persen. Dihubungi terpisah Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto Emik menyampaikan hal senada. Menurut dia kinerja pemerintahan DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Ahok sangat buruk, dibuktikan dengan hasil penilaian BPK, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.Sudah tiga kali, sejak tahun 2013, Pemprov DKI mendapatkan opini (WDP) Wajar Dengan Pengecualian dari BPK. Dalam catatan Kemendagri, penyerapan anggaran di DKI sangat rendah. Hasil evaluasi penggunaan anggaran daerah pada Semester I 2015, persentase serapan anggaran hanya 22,86 persen dari total Rp 69,2 triliun. Mengutip penjelasan Mendagri Tjahjo Kumolo, Sugiyanto menyebut penyerapan anggaran terparah di Indonesia terjadi di DKI.Adapun KemenPAN-RB memberikan nilai C terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta. Selama periode 2015, kinerja DKI berada di peringkat ke-18 dari 34 provinsi di Indonesia. Pembangunan di Jakarta dan dianggap bagus bukan kinerja Ahok, tetapi hasil CSR perusahaan swasta. Perombakan kawasan Kali Jodo dan pemberian perlengkapan unit hunian Rusunawa, misalnya, itu menggunakan CSR. Bukti lainnya, Ahok gagal mewujudkan good dan clean government. Banyak APBD dikorupsi, dan bahkan Ahok sendiri diduga kuat terlibat di dalamnya. Kasus korupsi besar banyak disorot antara lain pembelian lahan RS Sumber Waras seharga Rp 756 miliar dan lahan di Cengkareng Barat senilai Rp 668 miliar.Masalahnya, Ahok bisa menampilkan hal sebaliknya. Dia buru melaporkan anak buahnya sendiri di awal-awal kasusnya muncul. Padahal harusnya dia bertanggungjawab. Di kasus Cengkareng misalnya, lahan dibeli atas disposisi Ahok dan pembayaran dilakukan dengan menggunakan dana APBD Pergub yang teken Ahok. Tapi Ahok lari dari tangggung jawab. Selanjutnya penilaian Dr H.A. Djasli, MBAMantan pejabat DKI, dan dosen Jalan Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta. Djasli menyatakan, dia mantan pejabat DKI Jakarta dan pensiun pada 1995. Wajar jika dia menyampaikan penilaian terhadap Ahok. Menurutnya, Ahok kurang elastis dalam hal penggusuran warga, lelang jabatan, ucapan tidak menyenangkan, dan pendapat dia soal formalin serta zat pewarna. Contoh, penggusuran rumah warga, pedagang kaki lima, dan pengemis tidak jelas solusinya. Adapun setiap warga negara berhak hidup dan mempertahankan hidupnya (UUD 1945). Sewaktu Djasli masih menjabat, permasalahan tersebut ada solusinya, yaitu mereka ditawarkan untuk pulang kampung dengan diberi dana transportasi dan modal. Atau mereka juga bisa ikut program transmigrasi dengan disediakan lahan kurang-lebih 2 (dua) hektare dan biaya hidup satu tahun. Soal lelang jabatan, secara manajemen administratif tidak etis, karena secara struktural sudah ada lembaga/bagian menilai setiap karyawan, yaitu Biro Kepegawaian dan Inspektorat serta KORPRI. Mereka sudah punya data. Ada beberapa pegawai memenuhi syarat untuk memperoleh jabatan tapi sampai pensiun tidak mendapat jabatan gara-gara lelang jabatan tersebut. Sebagai penutup, Djasli mengingatkan Ahok, sekarang ini ikan dan ayam dijual di pasar-pasar sudah memakai formalin (racun bagi orang hidup). Demikian pula minuman, banyak sudah dicampur zat pewarna. Bila permasalahan ini dibiarkan pemerintah DKI, warga bisa sakit atau bahkan meninggal (Elshinta.com, 18 Juli 2016). Berikutnya penilaian Ketua Presedium Pergerakan Aktivis untuk Reformasi dan Demokrasi (ProDEM), Andrianto menyatakan kinerja Ahok tidak mendulang kesuksesan (Obsessionnews.com). “Kinerja Ahok pimpin DKI biasa-biasa saja, bahkan berlepotan seperti adanya reklamasi, RS Sumber Waras, “ ucapnya. “Bayangkan, serapan anggaran pendapatan belanja daerah atau APBD hanya 20 persen,” tandas Andrianto. “Sangat tidak bisa dibanggakan,” lanjutnya. Rendahnya serapan tersebut karena kinerja Ahok memang rendah. Tidak bisa memimpin birokrasi di Jakarta. “Bagaimana bisa pimpin, setiap tiga bulan sekali ganti Camat, ganti Lurah. Semua pejabatan DKI jangan dijadikan musuh,”tambahnya. Selain itu, soal banjir faktanya semakin meluas. Lokasi banjir di Jalan Bangka tenggelam terjadi di zaman Ahok. Sebelumnya, belum pernah terjadi. “Ini malah terjadi di zaman Ahok”, pungkasnya. Direktur Center for Budget (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, Ahok merupakan Gubernur paling buruk kinerjanya dan tak punya prestasi sama sekali. Prestasi Ahok hanya bisa melakukan pembatasan buat motor di Jalan Thamrin dan menaikkan pajak parker buat keuntungan Mal atau mengelola lahan parkir, serta menaikkan pajak PBB (Okezone, 22/4/2015). Menurutnya, hal sangat tidak wajar jika pendapatan Jakarta dari sebesar Rp. 65 triliun menjadi Rp. 43 triliun. Padahal pajak dinaikkan dengan seenaknya oleh Ahok seperti Pajak parkir, PBB dan lain-lain. www.portalbandung.com, 13 Agustus 2016 melaporkan, Ahok tidak termasuk 6 Gubernur peraih anugerah Kepala Daerah Inovatif 2016. Sebanyak enam Gubernur meraih anugerah Kepala Daerah Inovatiof (KDI) 2016 digelar KORAN SINDO di International Hotel Bandung, Jawa Barat, 11 Agustus 2016. Siapa saja? 1. Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan (Kategori: Pembangunan Pendidikan). Gubernur Jawa Barat ini memahami betul bahwa pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Karena itu, selama memimpin Jawa Barat, salah satu kebijakan konsisten dilakukan adalah pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB). 2. Gubernur Maluku, H.Said Assegaff (Kategori: Sosial Kemasyarakatan) Gubernur Maluku ini berinovasi dengan menggelar event akbar nasional untuk membangun kebersamaan masyarakat di Maluku. Contohnya, menjadi tuan rumah MTQ Nasional XXIV Tahun 2012 dan tuan rumah pelaksanaan Pesparawi Nasional XI tahun 2015. Belum lagi ditambah dengan acara-acara adat dan sosial kemasyarakatan dalam skala lokal. 3. Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo (Kategori: Tarnsparansi LayananPublik) Gubernur Jawa Tengah ini membuka lebar keterbukaan informasi dan transparansi kepemiminan sejak tahun 2013. Semua masyarakat bisa mudah berkomunikasi langsung denganGubernur. 4. Gubernur JawaTimur, Soekarwo (Kategori: Pembangunan Ekonomi) Di bawah kepemimpinan Soekarwo Provinsi Jawa Timur dinobatkan menjadi salah satu dari dua Provinsi di Indonesia berkategori A+. 5. Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo (Kategori: Tata Kelola Pemerintahan) Gubernur Sulawesi Selatan ini berinovasi dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk memberikan kemudahan dalam bisang perizinan. Saat ini, PTSP dilaksanakan Pemprov Sulawesi Selatan menjadi terbaik di Indonesia. 6. Gubernur Banten, H. Rano Karno (Kategori: Pembangunan Infrastruktur) Gubernur Banten ini mempercepat pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Banten. Dari panjang jalan Pemerintah Provinsi Banten 756,47 kilometer, sudah 606,43 kilometer dalam kondisi baik. Gubernur Banten juga memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS, Network for South East Asian Studies)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda