Rabu, 14 Desember 2016

PEMPROV DKI GAGAL ATASI MASALAH PENGANGGURAN

I. PENGANTAR: Kampanye Terdakwa Ahok, kerja...kerja....kerja ! Apa kerja Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok selama ini urusan pengangguran rakyat DKI? Berhasilkan atasi pengangguran? Inilah data, fakta dan angka untuk jawaban pertanyaan tsb. II. KONDISI PENGANGGURAN ERA GUBERNUR FAUZI BOWO: Pemprov DKI dibawah Gubernur Fauzi Bowo, sebelum Gubernur Ahok, data,fakta dan angka menunjukkan: 1. Menurut BPS DKI 2015, tingkat pengangguran 12,15 persen (2019), menurun 11,05 persen (2010), 10,80 persen (2011), dan 9,87 persen (2012). 2. Tingkat pengangguran masih “jauh di bawah rata-rata nasional” (12-14 persen). Era Foke berkomitmen meningkatkan kesejahteraan pekerja. 3. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dari tahun ke tahun di atas rata-rata nasional, dan mempu menurunkan tingkat pengangguran. Pada 2011 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,71 persen sedangkan rata-rata nasional di angka 6,48 persen. 4. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2012 sebesar Rp. 1.502.150 atau mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Rp. 1.497.836. Pembangunan era Foke mampu menurunkan tingkat penangguran dari 11,3 % pada 2010 menjadi 9,87 persen (2012). 5. APBD meningkat dua kali lipat. Yakni dari Rp. 20,00 triliun (2007) menjadi Rp. 36,02 1triliun (2012), rata-rata meningkat 15,05 persen per tahun. 6. Mampu mengendalikan stabilitas pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi sehingga di bawah 4 (empat) persen, lebih baik ketimbang tingkat laju inflasi nasional mencapai 5,4 persen. Hal ini membantu pengendalian penangguran. 7. Beragam upaya Gubernur Fauzi Bowo (Foke) menurunkan tingkat pengangguran, antara lain menyediakan dana bergulir untuk usaha mikro, dana kegiatan fisik dan dana kegiatan sosial di tiap Kelurahan dan RW. Hingga 2010 jumlah penerima manfaat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) mencapai 50.731 orang yang tersebar di 194 kelurahan. Hingga 2011, Unit Pengelola Dana bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (UPDB PEMK) menyalurkan dana bergulir ke 250 Koperasi Desa Keuangan (KJK) dengan jumlah pemanfaat mencapai 89.999 orang. 8. Tidak melakukan penggusuran paksa rakyat miskin strata bawah di kawasan permukiman kumuh. Upaya diambil melakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Dari 416 RW Kumuh diidentifikasi BPS, dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir era Foke, telah ditangani 259 RW kumuh. Intinya, era Foke tidak mengambil tindakan gusur paksa rakyat sehingga tidak menambah jumlah rakyat nanggur. III. KONDISI PENGANGGURAN ERA GUBERNUR AHOK (2014-2017): 1. Pengangguran memang menurun dari 9,87 persen (era Foke, 2012) menjadi 9,02 persen (2013), 8,47 persen (2014), 8,36 persen (Februari 2015) dan 7,23 persen (Agustus 2015). 2. Tingkat pengangguran era Ahok, sekalipun penurunan, namun masih jauh di atas rata-rata pengangguran nasional. Kepala BPS DKI Jakarta Nyoto Widodo (Oktober 2014) menegaskan, jumlah angka pengangguran di DKI Jakarta 9,84 persen, (2014) dan 8,36 persen, (2015) lebih tinggi dari pada angka pengangguran secara nasional. Bahkan, pengangguran DKI dan Banten terbesar di Indonesia !. DKI Jakarta dalam “alarm darurat”. Sebagian rakyat miskin di Jakarta semakin memburuk dari tahun ke tahun. 3. BPS DKI laporkan, pertumbuhan ekonomi Jakarta 2015 hanya 5,88 persen, melambat sejak tiga tahun terakhir (2014 sebesar 6,91 persen). Kantor BI DKI (ANTARA News.com) mengungkapkan realisasi pertumbuhan ekonomi DKI selama triwulan I 2016 sebesar 5,62 persen lebih rendah triwulan IV 2015 sebelumnya, 6,48 persen (yoy). 4. Perekonomian Indonesia pada Triwulan I 2016 tumbuh 4,92 persen. Pada Triwulan II 2016 naik menjadi 5,18 persen. Jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi DKI triwulan I 2016 hanya 5,62 persen, maka sangat sedikit selisih kelebihan pertumbuhan DKI, selisih hanya 0,44 persen. 5. Said Iqbal, Ketua organisasi buruh KSPI, menilai Ahok sebagai "Bapak Upah Murah" (Kompas.com, 29 September 2016). UMP DKI kalah dari Bekasi dan Karawang, tak masuk akal. Said menyerukan terhadap masyarakat khususnya buruh Jakarta, jangan pilih Gubernur "Bapak Upah Murah", maksaudnya Ahok. UMP DKI sebesar Rp 3.100.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding Bekasi Rp 3.200.000. Menurut hasil survei KSPI, kebutuhan hidup layak di DKI dengan inflasi 2017 adalah Rp 3.750.000. "Sekarang masih Rp 3,1 juta, berarti naiknya sekitar Rp 600.000-Rp 700.000." 6. APBD DKI Jakarta meningkat hampir 100 persen dari Rp. 36,021 triliun (2012) menjadi sekitar Rp. 67,1 triliun (2015). Terjadi dua kali lipat penambahan APBD sejak era Foke. Harusnya penurunan penagguran bisa jauh lebih rendah. 7. Infasi Jakarta 2015 lebih rendah dibandingkan tahun 2014. Tercatat 3,3 persen (yoy) pada 2015 dan 8,95 pada persen 2014 (yoy). 8. Melakukan gusur paksa rakyat jelata di kawasan permukiman kumuh dan PK5 (pedagang kali lima) bahkan di lokasi kawasan permukiman dan perumahan. Ahok tidak seperti era Foke yang lakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Berdasarkan data LBH Jakarta, sejak Januari hingga Agustus 2015, ada 3.433 KK dan 433 unit usaha menjadi korban gusur paksa berada di 30 titik di wilayah DKI. Jumlah ini kian bertambah pada 2016, termasuk penggusuran rakyat Kali Jodoh dan Luar Batang (Jakut), Bukit Duri (Jaktim), Jalan Rawajati (Jaksel), dll. Jika, Ahok lanjut Gubenur, tentu 2017 gusur paksa rakyat jalan terus dan jumlah rakyat nganggur terus bertambah. IV. KEGAGALAN ATASI MASALAH PENGANGGURAN: Pada kondisi APBD hanya di bawah Rp. 35 triliun, era Foke mampu menurunkan tingkat pengangguran setiap tahun bahkan di bawah rata-rata nasional (12-14 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan di atas rata-rata nasional. Era Foke tidak lakukan gusur paksa rakyat sehingga tak tambah jumlah rakyat nganggur. Di lain fihak, era Ahok, memang ada penurunan jumlah rakyat nganggur. Namun, jumlah rakyat nganggur turun masih selisih sedikit (tidak sampai 1 persen) dibanding rata-rata nasional. Era Ahok acapkali lakukan gusur paksa rakyat jelata sehingga nambah jumlah rakyat nganggur. Berbeda era Foke, era Ahok gagal memanfaatkan penambahan APBD 100 persen (menjadi Rp. 67,1 triliun) untuk turunkan jumlah rakyat nganggur di bawah rata-rata nasional. Satu sumber menyebutkan, pada akhir 2016, tingkat pengangguran terbuka di DKI kembali meningkat menjadi 6,12 persen, setelah sebelumnya pada Februari 2016 bisa ditekan menjadi 5,76 persen. Meski menurun sangat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, angka pengangguran di Jakarta masih berada "di atas" tingkat pengangguran nasional, yaitu 5,61. Bahkan, DKI di bawah Gubernur Ahok menempati posisi ke-10 untuk provinsi dengan pengangguran tertinggi. Kegagalan Pemprov DKI di bawah Gubernur Ahok atasi masalah pengangguran ini, berarti satu bukti lain tidak mampu dan gagal laksanakan visi, misi dan program. V.KESIMPULAN: Pemprov DKI fi bawah Gubernur Ahok tak mampu dan gagal atasi masalah pengangguran rakyat DKI. Secara emperis dan histroris, Pemprov DKI 2013-2017 tidak mampu dan gagal melaksanakan visi, misi dan program terkait penurunan jumlah pengangguran rakyat DKI. Rakyat DKI butuh Gubernur baru, Gubernur bisa atasi masalah pengangguran rakyat DKI. NSEAS, edisi 25 Februari 2017.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda