Jumat, 30 Desember 2016

RAKYAT DKI “MERUGI” DI BAWAH KEPEMIMPINAN GUBERNUR AHOK

I. PENGANTAR: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mampu bekerja untuk membangun kondisi kehidupan rakyat DKI lebih baik dan beruntung dibandingkan kondisi sebelumnya. Untuk mencapai keberuntungan dalam kehidupan rakyat DKI, salah satu syaratnya adalah terciptanya suatu kondisi di mana orang-orang mendapatkan kemudahan dalam berbuat baik dan memperoleh kehidupan lebih baik. Sementara itu, bentuk-bentuk kezaliman menjadi musuh bersama bagi rakyat DKI. Jika, kondisi sebelumnya mendapatkan kemudahan lebih baik ketimbang kondisi sekarang, maka rakyat tersebut dalam kondisi kehidupan “merugi”. Bagaimana kondisi rakyat DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok dibandingkan dengan kondisi sebelum Ahok, yakni era kepemimpinan Gubernur Fauzie Bowo alias Foke? Data, fakta dan angka berikut ini menunjukkan kondisi kehidupan rakyat DKI “merugi” di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok !!! II. PERBANDINGAN KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KEPEMIMPINAN GUBERNUR AHOK: 1. Pengangguran: Sebelum Ahok, Di bawah rata2 nasional (12-14 %): 12,15 % (2009), 11,05 % (2010), 10,80 % (2011) dan 9,87 % (2012). Sesudah Ahok, menurun tetapi masih atas rata2 nasional: 9,02 % (2013, rata2 nasional 7,4 %), 8,47 % (2014, rata2 nasional 7,2%), 8,36 % (Februari 2015, rata2 nasional 7,6 %), 7,13 % (Agustus 2015, rata2 nasional 7,5 %). Menurut BPS Jakarta: 9,84 % (2014, rata2 nasional 7,2%), 8,36 % (2015, rata2 nasional 7,6%). Pengangguran DKI Jakarta dan Provinsi Banten terbesar di Indonesia. 2. Kesmikinan: Sebelum Ahok, jumlah rakyat miskin 363,2 ribu org (2012). Sesudah Ahok, 384,3 ribu org (2016). 3. Kesenjangan Sosial: Sebelum Ahok, Gini Ratio: 0,4 (sebelum 2012) dan 0,42 (2012). Sesudah Ahok, 0,46 (BPS) di atas ketimpangan nasional.Ada menilai sudah 0,50 (2016). 4. Upah Minumun Propinsi (UMP): Sebelum Ahok, Naikkan UMP 2012 sebesar 18,54 %; UMP 2012 di atas UMP Kota & Kabupaten Bekasi; Di atas KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Sesudah Ahok, Ahok dijuluki “Bapak Upah Murah”; Menaikkan UMP 2017 hanya 8,25 %. Sesudah Ahok, UMP 2017 di bawah UMP Kota & Kabupaten Bekasi; Di bawah KHL 5. Pertumbuhan ekonomi: Sebelum Ahok, Relatif tinggi: 6, 44 % (2007), 6,22 % (2008), 5,1 % (2009), 6, 59 % (2010), 6, 77 % (2011), 6,53 % (2012).; Rata2 6,17 %. Sesudah Ahok; Relatif rendah: 6,11 % (2013), 5,9 % (2014), 5, 88 % (2015) 5,62 (2016); Rata2 di bawah 6 %, gagal mencapai target dijanjikan dalam Pilkada (7 %). 6. Inflasi: Sesudah Ahok, Inflasi 2012 hanya 4,52 %. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional 8,38 %. Sesudah Ahok, Inflasi 2013 capai 8 %; . Laju inflasi tahun ke tahun (y on y) 7,59%, masih di atas rata2 nasional (7,26%).. 7. Perumahan Rakyat: Sebelum Ahok, Membangun 3,366 unit Rusunami (Rumah Susun Milik) dan 8.971 unit Rusunawa (Rumah Susun Sewa). Sesudah Ahok, Proyek Rumah Deret dijanjikan Pilkada 2012. Jokowi sempat menjalankan, tapi era Ahok proyek tsb mangkrak; Proyek Kampung Susun dijanjikan Pilkada 2012, sama sekali tidak dilaksanakan; Tidak membangun Rusunami, kecuali Rusunawa; 2014-2015 membangun 3.587 unit Rusunawa (1.794/tahun), hampir 28,9 % dibangun Pusat. 8. Penataan Kawasan Kumuh: Sebelum Ahok, Merumuskan Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (KKPK) disetujui Bank Dunia; KKPK dilaksanakan utk Proyek Normalisasi 13 Sungai (Proyek JEDI) dan Penataan Bantaran Kali Ciliwung, dijadwalkan 2012-2017; Sukses merubah 274 RW kumuh dgn Proyek MHT plus (2007-2012). Sesudah Ahok, Praktek penggusuran bertentangan dgn prinsip KKPK; Studi LBH Jakarta (2015), ada 113 penggusuran paksa 8.145 KK & 6.283 unit usaha; Lebih 60 % penggusuran tak diberikan solusi apapun bagi warga. Lebih 80 % dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah; Survei LBH Jakarta (2016), mereka ditempatlan di Rusunawa menjadi kian miskin. 9. Pendidikan: Sebelum Ahok, Mengembangkan konsep sekolah gratis dibackup bantuan sosial untuk siswa; Memperluas program BOP utk SMA /SMK Swasta dan Bea Siswa Murid Rawan Putus Sekolah (BMRPS); Membuat dan memperluas BRPS, bantuan sosial kepada individu siswa yang dapat digunakan mengcover biaya lain; Angka Partisipasi Kasar (APK): SMA 89,59 %; SMP 110,92 %; SD 109,63 % (2011). Sesudah Ahok, Menghilangkan program BOP Swasta, hanya jalankan Proram KJP model spt BRPS; Angka Partispasi Kasar (APK) menurun: SMA 89,33 %; SMP 99,97 %; SD 105,71 % (2015).; 47 % sekolah di DKI pernah dinilai kondisi rusak; Sekitar 823 gedung sekolah pernah dinilai tidak layak pakai; Program rehabilitasi gedung sekolah mangkrak; 26 sekolah pernah nuggak bayar listrik, ada pake lilin siwa belajar. 10. Kesehatan: Sebelum Ahok, Capaian Harapan Hidup (AHH) 76,3 tahun atau 73,35 tahun dalam rumus IPM (Indeks Pembangunan Manusia).Sesudah Ahok, 2015, AHH 72,20 tahun atau 72,43 dalam Rumus IPM. 11. IPM (Indeks Pembangunan Manusia): Sebelum Ahok, Sejak 2007 hingga 2010, IPM DKI meningkat terus dari 76,59 (2007) ke 77,03 (2008), 77,36 (2009). Sesudah Ahok, Target IPM DKI di era Ahok, yakni 78,55 (2014), 78,80 (2015), 79,10 (2016), 79,60 (2017); Ahok hanya mampu mencapai IPM 78, 39. Masih di bawah target; IPM DKI 2015, BPS dan Pemprov DKI belum mempublikasi.. 12. Keamanan: Sebelum Ahok, Tingkat keamanan Jakarta lebih baik ketimbang kota sejumlah negara berpenduduk sekitar 12 juta jiwa. Jakarta satu tingkat di atas Tokyo relatif nyaman dan kriminalitas rendah (Kriminolog UI Adrianus Meliala, Bisnis, 22/6/2012). Sesudah Ahok, Dibanding 50 Kota Besar di Dunia, tingkat keamanan DKI Jakarta paling rendah(Survei Economist Intelligence Unit, EIU, 2015). Ada 50 negara besar di dunia masuk dalam daftar. Kota teraman adalah Tokyo, Jepang, kemudian disusul Singapura, lalu Osaka juga dari Jepang. 13. Kebakaran: Sebelum Ahok, Periode 2010-2011, terjadi 1.646 kebakaran (823 kejadian/tahun). Sesudah Ahok, Hingga 17 Oktober 2016 terjadi 949 kebakaran. 14. Transportasi Darat: Sebelum Ahok, Tidak ada penilaian Kota Termacat sedunia. Sesdauah Ahok, Kota paling macet sedunia dari 178 negara. 15. Angkutan Umum: Sebelum Ahok, Melaksanakan kebijakan angkutan umum terintegrasi dengan daerah mitra (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Sesudah Ahok, Sesuai Perda DKI No.2 Tahun 2012, target diharapkan tercapai 2015 peremajaaan armada angkutan umum seperti metromini, mikrolet, dll. sebanyak 1.000 armada. Tapi, bukan saja tidak mencapai target, bahkan tidak direalisir sama sekali. Lembaga Thomson Reuters Foundation merilis: transportasi umum Jakarta tak aman bagi wanita, menempati posisi kelima atau angkutan umum paling tidak aman. 16. Busway: Sebelum Ahok, Mampu menambah 4 kooridor baru; Mampu menambah penumpang dari 61.446.336 orang (2007) menjadi 111.260.431 orang (2012); Sesudah Ahok, Berjanji Pilkada 2012 akan menambah koridor baru hingga menjadi 15 koridor, hanya mampu 1 koridor baru (Jokowi). Yakni koridor 12 lanjutan pekerjaan Foke. Belum menambah satu koridor pun (1, 16, 17, 18 dan 19).Janji Pilkada 1000 busway tidak terealisir, 2014-2015 hanya menambah 72 bus dan mendapat 30 bus sumbangan pengusaha (18, 19). Pengadaan bus2 baru tenyata syarat korupsi, juga dalam kondisi rusak. Mampu menambah jumlah penumpang dari 111.260.431 orang (2012) hanya menjadi 111.630.305 (2014). Jumlah penumpang 2016 mencapai 340.000/hari atau 122.400.000, masih jauh dari target seharusnya bisa mencapai 500.000/hari penumpang. Sesudah Ahok. 17. Adipura: Sebelum Ahok, Kotamadya meraih Piagam Adipura, 1 Kotamadya Sertifikat Adipura, penghargaan Adipura terbanyak, penghargaan pasar, taman kota, dan status lingkungan hidup terbaik (2012). Sesudah Ahok, Hanya Kotamadya Jakarta Pusat saja mendapat Piagam Adipura (2014-2016). 18. Ruang Terbuka Hijau (RTH): Sebelum Ahok, Tambah RTH 108,11 Ha (2007-2011) atau 27,027 Ha/tahun. Sesudah Ahok, Tambah RTH 73,43 Ha (2013-2015) atau 24,28 Ha/tahun; Pengelolaan Sampah: Sebelum Ahok, Mampu menyelesaikan Proyek TPST Bantar Gebang; Mampu mengubah sampah menjadi listrik dan diberi penghargaan Anugerah Dharma Karya Energi dari Kementerian ESDM; Membangun ITF Cakung Cilincing dengan teknologi mechanical biological treatment, mengubah sampah menjadi kompos. Sesuah Ahok, Proyek Pembangunan Intermediate Technology Facility (ITF) mangkrak; Konflik dengan fihak Pelaksana Pengelolaan Sampah Bantar Gebang; Konflik dengan fihak DPRD Kota Bekasi. 19. Banjir: Sebelum Ahok, Menyelesaikan Proyek Kanal Banjir Timur 23, 6 Km membebaskan 2,7 juta warga di 15.000 Ha daerah rawan banjir. Sesudah Ahok, Sudah menjangkau wilayah kerja Penguasa negara. Tak perlu nunggu hujan 1 jam, banjir terjadi, dan rata2 semakin dalamm (ada hingga 5 meter). Program banjir Jakarta adalah program Pusat. Proyek Sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur hanya 1,27 Km mangkrak.Terdapat sejumlah lokasi sebelumnya tidak pernah banjir menjadi banjir. 20. Penambahan Jalan: 6.543.997 M menjadi 6.995.842 M. Sesudah Ahok, Stagnan. 21. Pelayanan publik: Sebelum Ahok, Jumlah pengaduan antar Propinsi menurut Lembaga Ombusdman: DKI tertinggi di Indonesia; Belum pernah ada penelitian Kepatuhan thdp UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik oleh Ombudsman. Sesuah Ahok, Jumlah pengaduan juga sama degan era Foke; Penelitian Kepatuhan thdp UU No.25 Tahun 2009 (2015), DKI hanya memperoleh peringkat 16 dgn nilai 61,20 atau berada pd zona kuning. 22. Inovasi Mendukung Pelayanan Publik: Sebelum Ahok, Mampu lebih produktif menghasilkan inovasi: e-monev, mobile-government, e-procurement, e-audit, 23. pajak online, gerai pajak, drive thru, parkir online, e-akta, KTP Mobile & Door to Door, Pelayanan Terpadu Malam Hari, Program Respon Opini Publik (ROP), Jakarta City Planning Gallery, Inteligent Transport System (ITS), Operasional Criss Centre dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP); PTSP 2012 menginisiasi pengembangan sistem informasi PTSP (LKPJ Gubernur DKI 2012); Memperoleh penghargaan dari Warta Ekonomi e-Government Award and Smart City Award (2011); Predikat Kinerja B (KemenPAN&RB). Sesudah Ahok, Menghasilkan hanya Qlue yang direlease baru 2016; Masih bisa diperdebatkan mengingat program yg sama telah terakomodir dalam program LAPOR Pemerintah Pusat di mana Jakarta ikutserta; Kalangan RW/RT menolak penggunaan Qlue sehingga terbentuk “Forum RW/RT DKI Jakarta” oposisi terhadap Ahok lanjut sbg Gubernur DKI pada Pilkada 2017 mendatang; Predikat Kinerja 2015 CC (KemenPAN&RB) 24. Tata Kelola Keuangan: Sebelum Ahok, DKI Berubah dari status Disclaimer 2007 BPK menjadi WTP 2011 dan 2012; Temuan bermasalah Rp. 4,83 T (13,42 % APBD).Sesudah Ahok, 2015, 50 temuan bermasalah senilai Rp. 30,15 T (hampir 50 % APBD); Status WDP. 25. Keterbukaan Informai Publik: Sebelum Ahok, DKI peringkat 2 KIP (2012).. Sesudah Ahok, 2015, DKI tidak termasuk (di luar) 10 besar versi Kemendagri: mencapai hanya 8,33 % terkait informasi anggaran harus dipublikasikan. 26. Korupsi: Sebelum Ahok, Tidak ditemukan kasus korupsi besar. Sesudah Ahok, Ditemukan sejumlah kasus korupsi besar: kasus Tanah BMW, UPS, Tanah RSSW, Rusun Cengkareng, Reklamasi dll 27. HAM (Hak Azasi Manussia): Sebelum Ahok, 2011, menurut LBH Jakarta, 74 pengaduan dengan 2.130 korban.Sesudah Ahok, 2015, 103 pengaduan HAM dengan korban 20.784 korban. III. RAKYAT DKI “MERUGI” DI BAWAH KEPEMIMPINAN GUBERNUR AHOK: Data, fakta dan angka di atas menunjukkan semua kondisi bidang urusan pemerintahan DKI Jakarta “lebih baik” di era kepemimpinan Gubernur Foke ketimbang era kepemimpinan Gubernur Ahok. Hal ini masih bisa juga diperkuat dengan data, fakta dan angka bidang urusan pemerintahan lain. Dapat disimpulkan, di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok, kondisi kehidupan rakyat DKI semakin menurun/memburuk dan “merugi”. Seharusnya kepemimpinan Gubernur Ahok dengan kepemilikan power dan kewenangan didukung sekitar Rp. 70 triliun APBD ( jumlah dua kali lipat dibandingkan era Foke) mampu meningkatkan atau membangun kondisi kehidupan rakyat DKI lebih baik dibandingkan kondisi era kepemimpinan Gubernur Foke. Karena itu, bukan saja dapat dinilai “tidak layak” menjadi Gubernur DKI, bahkan juga Ahok telah “gagal” meningkatkan kondisi kehidupan rakyat DKI “lebih baik”. Program pembangunan dilaksanakan kepemimpinan Gubernur Ahok selama ini ternyata tidak menghasilkan dampak positif atau “outcome” (manfaat) berarti bagi rakyat DKI. Kondisi kehidupan rakyat DKI “merugi”, salah satu argumentasi dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa Ahok telah gagal dan tidak layak kembali sebagai Gubernur DKI pasca Pilkada DKI 2017 mendatang. Ke depan rakyat DKI harus memiliki kepemimpinan Gubernur DKI yang mampu membangun kondisi kehidupan lebih baik atau “beruntung”, bukan justru “merugi”. Hidup besok harus lebih baik ketimbang hari ini !!! CATATAN: Tulisan ini berasal dari Makalah Disajikan Muchtar Effendi Harahap pada Diskusi Akhir Tahun bertemakan “Evaluasi Kepemimpinan Pemda DKI Jakarta”, Jakarta, 29 Desember 2016,The Kemuning, Pegangsaan Menteng, Jakarta Pusat, diselenggarakan oleh Majelis Wilayah KAHMI (Korps Alumni HMI) DKI Jakarta Raya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda