Rabu, 13 Februari 2013

KEGAGALAN REZIM SBY-BOEDIONO: LINGKUNGAN

Rezim SBY-Boediono berjanji dalam kampanye Pilpres 2009 akan membuat pemeliharaan lingkungan terus ditingkatkan seperti reboisasi lahan. Namun, running teks TV Metro menyampaikan bahwa menurut Menteri Kehutanan, anggaran untuk konservasi minim (27 November 2012). Berdasarkan sumber di Kementerian Kehutanan, rata-rata per hektar biaya konservasi kurang dari 3 dolar AS. Di negara-negara maju per hektar sudah di atas 2.000 dolar AS. Bahkan, di Malaysia dan Singapura sudah di atas 100 dolar AS. Di lain fihak, Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, (06 September 2012) mengungkapkan, kerusakan lingkungan di Tanah Air mencapai 40 hingga 50 persen dari luas wilayah ada. Kenaikan cukup signifikan itu terjadi sejak memasuki era otonomi daerah, di mana kewenangan penanganan lingkungan ada di Pemda setempat. Perizinan dikeluarkan Pemda setempat mengancam kerusakan lingkungan. Izin dikeluarkan kurang bersahabat dengan upaya pelestarian lingkungan. Justru banyak merusak, tingkat Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Indonesia masih rendah. Sebagian besar wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia tidak memenuhi standar lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan terjadi akhir-akhir ini tidak lagi terbatas sebagai masalah lokal. Namun, cakupannya sudah bersifat lintas daerah, bahkan lintas negara. Sebagai contoh, kebakaran hutan dan lahan di Sumatra juga menyebabkan negara tetangga ikut terganggu oleh asap. Secara umum, permasalahan lingkungan hidup di Indonesia menuntut perhatian serius adalah masalah pencemaran air, pencemaran udara di kota-kota besar, pencemaran oleh limbah domestik dan sampah. Selain itu, kontaminasi lingkungan oleh bahan berbahaya beracun (B3), kerusakan hutan hujan tropis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), kerusakan ekosistem danau, kerusakan lingkungan pesisir dan laut maupun kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan. Di samping juga akibat penipisan lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim, bencana lingkungan, seperti banjir dan tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah lingkungan sangat serius. Dalam dua dekade terakhir ini laju kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan di Indonesia semakin terus meningkat dan tidak menunjukkan gejala penurunan. Masalah kerusakan hutan bagi Indonesia terus berlanjut. Bila dua dekade lalu laju kerusakan hutan di Indonesia ditengarai sekitar 1 sampai 1,2 juta per tahun, kini telah mencapai 2 juta hektar per tahun. Saat ini, kondisi hutan tropis di Indonesia tengah mengalami proses deforestisasi luar biasa. Diperkirakan, dalam satu jam, Indonesia kehilangan wilayah hutan seluas tiga kali lapangan bola. Dalam dua dekade terakhir ini, laju kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan di Indonesia semakin terus meningkat dan tidak menunjukkan gejala penurunan. Bila dua dekade lalu laju kerusakan hutan di Indonesia ditengarai sekitar 1 sampai 1,2 juta per tahun, kini telah mencapai 2 juta hektar per tahun. Bagai gayung bersambut, rantai kerusakan tersebut kemudian menjalar dan meluas ke sungai, danau, hutan dataran rendah, pantai, pesisir dan laut. Pencemaran air dan udara di kota-kota besar dan wilayah padat penduduk juga telah berada pada ambang tidak hanya membahayakan kesehatan penduduk tetapi juga telah mengancam kemampuan pulih dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya hayati. Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, dari faktor demografis, etika, sosial, ekonomi, budaya, hingga faktor institusi dan politik. Pencemaran air di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air bawah tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih tidak tercemar bukan hal mudah lagi. Bahkan pada sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun. Sesungguhnya berbagai program telah dilakukan untuk melakukan reboisasi lahan, antara lain: Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) dan GERHAN. Dalam kenyataannya, program ini tidak mampu membendung kehilangan wilayah hutan. Dengan kasat mata terlihat, hasilnya lebih banyak nihil dan tentu bermasalah. Kondisi Sungai di Indonesia terus mengalami peningkatan pencemaran. Hasil pemantauan Kementerian LH tehadap indeks kualitas air sungai, menunjukkan kecenderungan peningkatan pencemaran hingga 30 persen (KOMPAS.com , 5 April 2012). Dari 52 sungai dipantau, hampir 30 persen kecenderungan meningkat pencemaran sungai dari cemar sedang menjadi cemar berat. Pencemaran air sungai tersebut paling tinggi diindikasikan dari semakin meningkatnya limbah domestik, walaupun di beberapa sungai disebabkan oleh kegiatan tambang. Iintensitas meningkatnya pencemaran akibat kegiatan tambang meningkat, terutama di daerah timur seperti Maluku dan Papua. Papua pada 2009 menduduki peringkat pertama untuk indeks kualitas lingkungan hidup turun peringkat dua, salah satunya disebabkan karena meningkatnya pencemaran air sungai. Sungai tercemar di Papua, yaitu Sungai Mamberamo dan Danau Sentani. Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya akibat pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. Dari sisi opini publik, hasil survei JSI (Jaringan Suara Indonesia) pada 10-15 Oktober 2011 dengan 1.200 responden menunjukkan, hanya 40,7 % responden menilai Rezim SBY-Boediono telah membuat pemeliharaan lingkungan terus ditingkatkan seperti reboisasi lahan (MUCHTAR EFFENDI HARAHAP).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda