Jumat, 25 Januari 2013

KEGAGALAN REZIM SBY-BOEDIONO: PERUMAHAN RAKYAT

Perwujudan hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H UUD 1945. Pasal 40 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan layak. Sebagai dasar fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan bermartabat, damai, aman dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman memenuhi prinsip-prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global sebagaimana ditunagkan dalam Agenda Habitat (The Habitat Agenda, Istanbul Declaration on Human Settlements) dan Millenium Development Goals (MDGs). Untuk itu, Rezim SBY-Boediono bertanggunjawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat tingal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya. Pasangan Calon Presiden SBY-Boediono pada saat kampanye Pilpres Tahun 2009 telah berjanji kepada calon pemilih bahwa mereka akan melaksanakan peningkatan pembangunan rumah rakyat seperti proyek rusun (rumah susun) “murah” untuk buruh, TNI/Polri, dan rakyat kecil. Rumah murah kemudian dimaknakan sebagai rumah umum layak huni dan terjangkau dengan luas lantai 36 m2 diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan kepemilikannya melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah (KPR) didukung oleh bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayan adalah rumah diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tanpa uang muka dengan tipe 36 m2. Sebagai tindak lanjut dari janji kampanye tersebut, pada Rapat Kerja Rezim SBY-Boediono di Istana Negara Bogor, 22 Februari 2011, SBY mengeluarkan arahan/direktif tentang “Program Pembangunan Rumah Murah” ditujukan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (MBR non-bankable), dan pelaku usaha mikro dan kecil berdaya beli (MBR bankable). Target direktif/arahan SBY tersebut sebagai berikut: 1.Rumah Sangat Murah (RSM) berjumlah 1 sampai 2 juta unit dari tahun 2011 sampai tahun 2014. 2.Rumah Murah (RM) berjumlah 5 sampai 10 juta unit dari tahun 2011 sampai tahun 2014. Pada Rapat Kerja Rezim SBY-Boediono tersebut, Presiden SBY telah menegaskan, bisa dibangun sekian juta rumah dalam waktu satu tahun dan terus berlanjut. Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap masyarakat terhadap fasilitas rumah, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah dengan penghasilan antara Rp. 1,2 juta dan Rp. 2,5 juta per bulan. Rumah murah bertipe 36 m2 dengan harga berkisar Rp. 20 juta hingga Rp. 25 juta per unit tanpa uang muka dengan cicilan diperkirakan berkisar Rp. 200-250.000 per bulan. Sasaran program rumah murah ini pada dasarnya adalah masyarakat berpenghasilan sangat terbatas dan tidak bankable. Rumah murah ini harus terjangkau oleh masyarakat, tersedia dipasaran dan layak huni, yaitu handal, memenuhi kecukupan luas minimum, dan menjamin kesehatan bagi penghuni, dan berada pada lingkungan perumahan sehat dan aman, serta dibangun sesuai RTRW, ada kepastian Hak Atas Tanah dan IMB, serta dukungan infrastruktur memadai. Target direktif/arahan SBY ini kemudian didetailkan di dalam Rapat Kerja Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Rencana Aksi Program Rumah Murah, 4 Desember 2011, di Jakarta sebagai berikut: Tahun 2011 target 60.000 unit mencakup: Rumah Sangat Murah 50.000 unit; dan, Rumah Sangat Murah 10.000 unit. Tahun 2012 target 200.000 unit mencakup: Rumah Sangat Murah 160.000 unit; rumah murah 40.000 unit. Tahun 2013 target 690.000 unit mencakup: Rumah Sangat Murah 390.000 unit; dan, Rumah Murah 300.000 unit. Tahun 2014 target 700.000 unit mencakup: Rumah Sangat Murah 400.000 unit; dan, Rumah Murah 300.000 unit. Rapat Kerja Kemenpera juga menetapkan kelompok sasaran program penyediaan rumah murah sebagai berikut: antara lain: rumah tangga miskin dan hampir miskin; pelaku usaha mikro dan kecil; pelaku usaha mikro dan kecil berdaya beli. Rezim SBY-Boediono telah mencanangkan proyek rumah murah sebanyak 600 ribu unit, tetapi dalam kenyataannya hingag Desember 2012 “belum ada satu unit pun terealisasi”. Dengan perkataan lain, Rezim SBY-Boediono gagal memenuhi janji kampanye dan kebijakan rerektif/arahan program penyelenggaraan rumah murah bagi MBR tanpa uang muka itu. Dari sisi opini pubik, hasil survei JSI (jaringan Suara Indonesia) pada 10-15 Oktober 2011 dengan 1.200 responden menunjukkan, di bawah Rezim SBY-Boediono hanya 25,5 % responden menilai telah terjadi peningkatan peningkatan pembangunan rumah rakyat seperti proyek rusun (rumah susun) murah untuk buruh, TNI/Polri, dan rakyat kecil.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda