Jumat, 21 April 2017

TIGA KELOMPOK BIKIN AHOK TUMBANG

Ahok sang penggusur paksa rakyat DKI. akhirnya harus tumbang karena mengalami kekalahan dlm Pilkada 2017. Gubernur DKI ini, Ahok, berpasangan dgn Djarot pd putaran pertama pemilihan didukung banyak Parpol Rezim penguasa yakni PDIP, Golkar, Nasdem, dan Hanura. Putaran kedua secara "formal" PPP dan PKB juga mendukung. Sebaliknya Anies-Sandi pihak penantang pd putaran pertama didukung hanya dua Parpol menengah, yakni Gerindra dan PKS. Pd putaran kedua hanya PAN tambahan parpol pendukung Anies-Sandi. Parpol di luar parlemen juga mendukung Paslon ini: PBB dan Perindo. Bikin Ahok tumbang dlm Pilkada DKI 2017 ini dapat dijelaskan dari beragam sebab. Setidaknya sebab2 dimaksud dapat dijadikan tiga kelompok. Pertama, kelompok Islam politik dalam berbagai organisasi masyarakat Islam, al. Muhammadiyah, NU, Parmusi, FPI, HTI, dan Kahmi. Ada kepercayaan atau keyakinan bersumber Al Quran, haram memilih seorang non Muslim sebagai pemimpin. Dalam hal ini, haram memilih Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta karena Ahok non Muslim. Bahkan, Ahok dilabeling sebagai Kafir. Acapkali bermunculan slogan di kalangan Islam politik ini, "Tolak Gubernur Kafir". Slogan tolak Gubernur Kafir ini muncul sangat terang menderang bermula dari aksi demo diorganisir HTI dihadiri sekitar 20 ribu umat Islam. Intinya. Bagi kelompok Islam politik ini, mereka menolak Ahok karena Ahok Kafir. Disamping itu, kelompok ini menilai, selama jadi Gubernur DKI, Ahok telah merugikan sejumlah kepentingan umat Islam. Belasan kebijakan Ahok selaku Gubernur merugikan kepentingan Islam telah beredar khususnya di media sosial secara masif. Perspektif kelompok ini memposisikan Ahok secara kultural maupun aliran politik, tergolong dari kelompok sangat minoritas, paling banyak 15 % pemilih. Tidak layak memimpin DKI yang mayoritas umat Islam. Kelompok umat Islam politik mempromosikan dan mengkampanyekan Gubernur Muslim. Jumlah kelompok ini sekitar 40 % pemilih dan terbanyak. Kedua, kelompok ini menilai prilaku politik dan kepemimpinan Ahok sebagai arogan, sombong, busuk, tirani, fasis, dajal, dll. Persepsi negatif kelompok rakyat DKI terhadap Ahok ini menyebabkan mereka bersikap menentang dan menolak Ahok lanjut sebagai Gubernur DKI. Acapkali muncul prinsip ABAH dan ASBAK, bermakna Asal Bukan Ahok. Pada umumnya kelompok ini datang dari klas menengah atas, relatif terpelajar. Intinya, bagi mereka, komunikasi politik Ahok dgn rakyat DKI buruk. Kelompok kedua ini jauh lebih sedikit ketimbang kelompok pertama. Tetapi, kelompok ini sangat aktif memberikan penilaian mereka ttg prilaku politik Ahok melalui media massa dan media sosial. Ketiga, kelompok ini tergolong kelompok klas menengah atas juga tetapi prilaku politik mereka berdasarkan rasionalitas dan metode iptek. Bagi mereka, selama Ahok sebagai Gubernur DKI tidak mampu dan tidak berprestasi. Berdasarkan perencanaan, Ahok gagal melaksanakan urusan pemerintahan. Belum ada data, fakta dan angka dapat disajikan Ahok maupun pendukung Ahok bahwa Ahok telah berhasil meraih target capaian tiap tahun satupun urusan pemerintahan.Yang "dihalohalokan" pendukung buta Ahok selama ini pd dasarnya hal2 sepele dan fiksi. Kelompok ketiga ini menginginkan Gubernur baru yang mampu melaksanakan urusan pemerintahan dan rakyat DKI melalui program2 terencana. Kelompok ketiga ini paling sedikit jumlahnya, sekitar 15 persen. Sesungguhnya dari perspektif sosiologi politik, pendukung Ahok tergolong minoritas sekitar 15 persen. Tetapi, PDIP tetap saja mengajukan Ahok sebagai Cagub, tumbang. Seandainya PDIP mau dengar saran dan permintaan sejumlah tokoh Islam agar tidak calonkan Ahok, tetapi Risma Walikota Surabaya, hasil Pilkada DKI bisa lain. Atau paling tidak mengajukan Boy Sadikin, sang kader senior PDIP sendiri. Nasi sudah jadi bubur !!! Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda