Sabtu, 15 April 2017

GUBERNUR BARU DKI HARUS MAMPU MENAMBAH RUANG TERBUKA HIJAU DI ATAS KEMAMPUAN FAUZI BOWO

Pemprov DKI Jakarta dibawah Gubernur Ahok tak mampu dan gagal menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dibandingkan sebelumnya, Gubernur Fauzi Bowo, kondisi kinerja Ahok lebih buruk. Kualitas RTH DKI merosot di bawah Ahok. Karena itu, untuk kedepan Gubernur baru DKI harus lebih unggul ketimbang Gubernur Fauzi Bowo urus penambahan RTH. Jangan gunakan pengalaman kerja Ahok sebagai standar kriteria atau dasar susun target capaian tiap tahun. Sebab kemampuan Ahok masih dibawah Fauzi Bowo urusan bidang ini. RTH (Ruang Terbuka Hijau) adalah suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman. RTH ideal yakni 40% dari luas wilayah. RTH ini berfungsi sebagai: 1. Sarana lingkungan dan perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian. 2. Meningkatkan kualitas atmosfer. 3. Menunjang kelestarian air dan tanah. Bentuk RTH biasanya mencakup RTH Konservasi/Lindung dan RTH Binaan. Berdasarkan Perda No.2 Tahun 2012 ttg RPJMD DKI Jakarta 2013-2017, peningkatan RTH publik dan privat. Urusan lingkungan hidup: menambah RTH publik al.melalui penyediaan dan pembelian lahan baru dan penggalangan peran swasta dalam penyediaan RTH Publik. Pada tahun 2012, jumlah RTH dikembangkan masyarakat 10 lokasi. Target capaian tiap tahun dibawah Pemprov DKI periode 2013-2017, yakni 20 lokasi masing2 tahun 2013,2014, 2015, 2016 dan 2017. Pada akhir periode 2017, DKI sudah memiliki total 110 lokasi RTH. Selanjutnya, terdapat program peningkatan RTH pertanian dan kehutanan. Era Gubernur Fauzi Bowo 2012 sudah ada minimal 640, 84 Ha. Pada akhir 2017 target capaian DKI sudah memiliki total luas lahan hutan kota yang dikembangkan minimal 665, 84 Ha. Sumber LPPD DKI Jakarta 2007-2012 menunjukkan, Gubernur Fauzi Bowo mampu mampu menambah RTH 108.11 Ha sepanjang 2007-2011 (27.027 Ha/tahun). Apa prestasi Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 ? Faktanya, telah mengalami kegagalan dalam membuka RTH secara optimal. Selama 2013-2015, Pemprov DKI Jakarta hanya mampu menambah RTH seluas 73.43 Ha (24.28 Ha/tahun). Jika dibandingkan dengan Pemprov DKI sebelumnya di bawah Gubernur Fauzi Bowo, capaian Gubernur Ahok tergolong lebih buruk. Terdapat juga penilaian pada 2016, program penambahan RTH dengan melakukan pembelian lahan realisasinya nol. Padahal ditentukan, untuk pembangunan RTH ini harus disediakan dan dibeli lahan baru. Bukan gunakan lahan sudah ada milik Pemprov DKI. Selama ini pendukung buta Ahok membanggakan pembangunan RPTRA sebagai prestasi Ahok. Betulkah? Tidak juga ! RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) adalah konsep ruang publik berupa RTH atau taman dilengkapi permainan menarik, pengawasan CCTV, dan ruangan melayani kepentingan komuniti di sekitar RPTRA, seperti ruang perpustakaan, PKK Mart, ruang laktasi, dll. RPTRA dibangun sebagian besar menggunakan sumbangan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Peran Pemprov DKI menyediakan lahan. Ditargetkan pada 2017, 300 RPTRA telah terbangun di DKI. Pendukung buta Ahok pernah mengkalim, Ahok telah membangun 150 lebih RPTRA. Bohong besar !!!. Selama Ahok berkuasa baru belasan RPTRA selesai, bukan 150 lebih. Untuk RPTRA sudah dibangun, ternyata tidak membeli tanah sesuai regulasi DKI. Sudah tersedia tanah sebelumnya.Padahal ketentuan mengharuskan penyediaan dan pembelian lahan baru. Bahkan, bangunan RPTRA dibiayai dengan dana CSR perusahaan developver yang dipertukarkan dengan pemberiaan wewenang reklamasi pantai Utara untuk kepentingan bisnis para developer tersebut. Itupun waktu Ahok mau resmikan RPTRA, rakyat setempat usir Ahok. Sesuai target tercapai pembangunan 300 RPTRA pd akhir tahun 2017, dan kini sudah 2017 baru belasan RPTRA terbangun. Apa kesimpulan ? Gubernur Ahok tak mampu dan gagal total urus pembangunan RPTRA. Gubernur baru DKI mendatang harus mampu melaksanakan pembangunan RTH dan RPTRA sesuai target capaian menurut regulasi. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda