Rabu, 12 April 2017

URUSAN KOPERASI DAN UKM, GUBERNUR BARU JANGAN GAGAL SEPERTI GUBERNUR LAMA

Salah satu urusan pemerintahan bermanfaat langsung bagi rakyat DKI yakni Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Dua bentuk usaha ekonomi ini acapkali disebut sebagai bagian ekonomi rakyat. Kadangkala ada pengamat ekonomi menyebut sebagai "ekonomi pribumi". Sebagian besar usaha rakyat DKI berada di dalam bentuk ekonomi rakyat atau ekonomi pribumi ini. Dibandingkan Usaha Atas, jumlah rakyat DKI terserap di ekonomi menengah bawah ini dominan. Karena itu, sangat penting Pemprov DKI bekerja untuk ekonomi rakyat atau ekonomi pribumi ini. Tidak hanya slogan "kerja...kerja...kerja nyata untuk rakyat", tetapi dalam realitas obyektif lebih bekerja untuk usaha atas (perusahaan besar) seperti pengembang,dll. Pertanyaannya, apakah Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 bekerja untuk ekonomi rakyat dimaksud? Tidak juga !!! Dari parameter penyerapan anggaran alokasi APBD bidang Koperasi dan UKM tiap tahun dapat membuktikan jawaban "tidak juga". Pada tahun 2013 Pemprov DKI dibawah Gubernur Jokowi merencanakan anggaran alokasi APBD untuk Koperasi dan UKM sebesar Rp. 499,9 miliar. Namun, total penyerapan yang mampu dilaksanakan Gubernur Jokowi hanya Rp. 186,8 miliar atau hanya 37,31 %. Angka 37 % ini sungguh sangat...sangat rendah dan buruk. Kondisi kinerja Pemprov DKI dinilai dari penyerapan anggaran ini tergolong sangat...sangat buruk. Angka sekaligus membuktikan kegagalan dan sangat kurang perhatian Pemprov DKI terhadap urusan Koperasi dan UKM. Pada tahun 2014, anggaran alokasi APBD urusan Koperasi dan UKM menurun drastis hingga lebih Rp. 100 miliar, yakni Rp.355,6 miliar. Adapun total penyerapan target capaian ini hanya Rp.146 miliar atau 41, 07 %. Angka ini sungguh menunjukkan Pemprov DKI Jakarta 2014 gagal berat mencapai target alokasi APBD. Kondisi kinerja Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok adalah sangat buruk. Rencana alokasi APBD 2015 urusan Koperasi dan UKM juga terus menurun sekitar Rp.100 miliar yakni Rp. 266,7 miliar. Total penyerapan hanya Rp. 181, 3 atau 67 %, lebih tinggi ketimbang tahun 2014 (41,07 %). Hal ini menunjukkan Gubernur Ahok gagal mencapai target alokasi APBD. Kondisi kinerja Pemprov DKI tergolong lebih buruk. Rata2 kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran alokasi APBD bidang Koperasi dan UKM yakni sekitar 40% tergolong "sangat buruk". Baik Gubernur Jokowi maupun Ahok keduanya gagal meraih target capaian. Karena itu, Gubernur baru DKI mendatang jangan sampe gagal seperti Gubernur lama ini. Sesungguhnya kepedulian Pemprov DKI 2013-2017 terhadap ekonomi rakyat ini sungguh sangat rendah. Ada sejumlah fakta dapat dijadikan bukti atas asumsi ini. Salah satunya adalah penggusuran PKL. Ada semacam ingkar janji kampanye. Saat Pilkada DKI 2012, Jokowi berjanji tidak ada lagi penggusuran PKL. Faktanya? Penggusuran PKL jalan terus. Bahkan, penggusuran dilakukan Gubernur Ahok tanpa disertai ganti rugi memadai. Ada penggusuran PKL tidak diberikan ganti rugi, baik uang maupun bangunan. PKL mendapat ganti relokasi, tempat relokasi tidak sempurna sehingga membuat pedagang bangkrut. Alih-alih memperbaiki, Ahok malah mengancam akan menendang PKL yang mengeluh. Gubernur baru DKI jangan ikuti praktek penggusuran PKL oleh Gubernur lama. Gubernur baru harus memiliki cita2 untuk mengembangkan PKL dalam perspektif ekonomi pribumi.Yakni ekonomi terbebas dari tekanan dan penghisapan klas kapitalis kuat lokal, nasional dan internasional. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda