Rabu, 26 April 2017

JANJI KAMPANYE ANIES-SANDI, TIM EKSEKUTOR DAN TIM MONEV

Paslon Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, bagaimanapun juga, menang karena dukungan kelompok Islam politik dalam berbagai organisasi masyarakat Islam. Selama masa kampanye Pilkada lalu, acapkali dicitrakan Anies sebagai Calon Gubernur Muslim. Tentu saja, kemenangan Paslon Anies- Sandi juga karena dukungan kelompok2 lain bukan karena kesamaan agama Islam. Tetapi, labelling Anies dan Sandi calon pemimpin Muslim mewarnai opini publik. Akibatnya, jika Anies - Sandi kelak gagal memenuhi janji2 kampanye, maka kekuatan pendukung Paslon Ahok-Djarot segera klaim bahkan fitnah, orang Islam tak mampu mimpin DKI. Hal ini akan memperpanjang waktu konflik, bisa menjadi manifestasi/terbuka, antara dua kekuatan bertarung dlm perebutan kekuasaan selama ini di DKI. Selama kampanye Pilkada DKI 2017, Paslon Anies-Sandi telah berjanji kepada segmen pemilih, akan melaksanakan beragam program proritas. Janji2 kampanye Paslon Anies-Sandi disampaikan secara tertulis dan lisan. Secara tertulis bisa dilihat di dalam Visi, Misi dan Program yang diajukan resmi ke KPUD Jakarta. Ada juga janji tertulis dalam bentuk selebaran, booklet, dan foster. Menurut saya janji kampanye Anies-Sandi paling populer dan spektakuler bagi kebanyakan rakyat DKI antara lain: 1. Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus; 2. Kartu Jakarta Sehat (KJS) Plus; 3. Pembiayaan Perumahan tanpa uang muka (DP); 4. Manajemen Transportasi Terintegrasi dengan ongkos hanya Rp. 5.000 untuk suatu perjalanan sambung menyambung di DKI; 5. OK OCE; 6. Penghentian Penggusuran; 7. Penghentian pembangunan pulau2 palsu/reklamasi teluk Jakarta. Janji2 kampanye ini harus dilaksanakan karena dalam Islam dosa tidak laksanakan janji. Memang dari hukum positif di Indonesia, tidak ada sanksi pidana kalau janji2 kampanye diingkari. Di lain fihak, saya menilai, Paslon Anies - Sandi mempunyai pengetahuan banyak tentang masalah2 sosial ekonomi dan politik. Tingkat pendidikan formal mereka relevan. Dari komponen integritas, kedua figur ini juga memiliki integritas dan moralitas baik. Belum ada indikasi pernah melakukan korupsi. Namun, dari komponen pengalaman kerja atau unjuk kerja di pemerintahan daerah, khususnya tingkat Provinsi, sungguh tergolong sangat rendah. Boleh dibilang, tidak punya pengalaman kerja saja sekali di pemerintahan provinsi. Dengan kondisi kedua figur ini tidak punya pengalaman kerja saja sama sekali. Maka, layak diajukan pertanyaan utama: mungkinkah mereka mampu dan berhasil melaksanakan urusan pemerintahan, khususnya menepati janji2 kampanye Pilkada lalu? Tentu saja, sangat tidak mungkin. Lalu, apa solusinya? Pertama, Gubernur baru ini harus merekrut personil ke dalam suatu Tim Eksekutor sinerjik dan harmonis berasal dari Eselon 1 baik dari Pemprov DKI maupun non Pemprov DKI. Tim ini harus punya integritas/kejujuran dan pengalaman kerja sesuai bidang program prioritas dijanjikan dlm kampanye. Tim ini harus terbebas dari aparatur Eselon 1 selama ini "menghamba" terhadap pribadi Gubernur lama. Tentu saja, ada beberapa figur dapat dipertimbangkan karena mempunyai sikap tegas menolak cara kerja Gubernur lama suka konflik sesama dan gusur paksa rakyat. Tim ini harus secara ikhlas dan prima melaksanakan program dan kegiatan sesuai janji2 kampanye sebelumnya telah direncanakan di dalam RPJMD tahun 2018-2022. Diprioritaskan anggota Tim Eksekutor ini mantan Walikota. Keberadaan Tim Eksekutor ini dapat mengisi kekosongan Gubernur baru dalam hal pengalaman kerja. Jumlah anggota Tim Eksekutor ini minimal lima personil. Kedua, Tim Monev (Monitoring dan Evaluasi). Walau sudah tercipta suatu Tim Eksekutor dari Eselon 1 untuk kepentingan pemenuhan janji2 kampanye, tetapi Gubernur baru harus selalu memantau dan mengevaluasi implementasi atau eksekusi program dan kegiatan prioritas tsb. Wewenang monitoring dan evaluasi (monev) dapat didelegasikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI. Namun, berdasarkan pengalaman fungsi Monev Bappeda karena kendala penjenjangan Eselon, maka Gubernur baru juga membentuk suatu Tim Monev, langsung bertanggungjawab dan bekerja untuk Gubernur baru. Tim Monev ini diisi oleh personil bukan ASN (Aparatur Sipil Negara) Pemprov DKI. Salah satu tugas dan fungsi Tim Monev ini adalah sebagai "second opinion" bagi Gubernur baru tentang implementasi program dan kegiatan prioritas sebagai tindak lanjut janji2 kampanye sebelumnya. Secara kelembagaan Tim Monev ini dipimpin langsung oleh Gubernur atau Wakil Gubernur baru. Kualifikasi anggota Tim Monev ini adalah mempunyai pengetahuan cukup tentang kelembagaan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta khususnya. Kelembagaan dimaksud antara lain, komponen struktur organisasi, mekanisme kerja/perencanaan pembangunan, SDM/personil, politik anggaran, dan juga Monev dalam pemerintahan daerah. Disamping itu juga, anggota Tim Monev ini benar2 mengetahui dan menghayati makna janji2 kampanye Paslon Anies-Sandi. Jumlah anggota Tim inti minimal lima personil. Dua Tim dimaksud, Tim Eksekutor dan Tim Monev, pada dasarnya harus mampu dan berhasil menjalankan tugas dan fungsi dalam pelaksanaan program dan kegiatan prioritas sesuai janji2 kampanye Anies-Sandi. Fokus perhatian dan solutif pada realisasi janji2 kampanye mereka. Untuk Gubernur baru, jangan: 1. Meniru pengalaman Gubernur lama penuh ingkar janji kampanye. 2. sampai muncul tuduhan atau klaim, ternyata Anies -Sandi sebagai Muslim tak mampu dan gagal memimpin DKI. Jika Gubernur baru gagal, bukan saja citra Gubernur dan Wakil Gubernur baru negatif, tetapi juga umat Islam politik DKI telah mengantarkan mereka menumbangkan Ahok sang penista agama Islam dan penggusur paksa rakyat DKI. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda