Sabtu, 18 Maret 2017

URUSAN PERDAGANGAN DI DKI JUGA OMDO

I. PENGANTAR: Pelayanan di bidang perdagangan dapat dilakukan melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan kepada para pelaku bisnis terutama pengusaha mikro, kecil dan menengah. Selain itu, juga dapat dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas perdagangan seperti pembangunan lokasi binaan, dan penataan pasar tradisional. II. TARGET CAPAIAN: Pd tahun 2013, Pemprov DKI dibawah Gubernur Jokowi menetapkan rencana alokasi tahun 2013 APBD sebesar Rp. 175.838.794.521,00 (Rp.176 miliar). Sementara kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran tsb Rp. 156.647.085.192,00 (Rp. 157 miliar) atau 89,09 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta belum mampu mencapai target alokasi APBD tahun 2013 urusan perdagangan. Kondisi kinerja urusan perdagangan tergolong buruk. Pd tahun 2014, Rencana alokasi APBD urusan perdagangan yakni Rp.22.086.766.186,00 (Rp.22 miliar). Total penyerapan sebesar Rp.14.641.831.711,00 (Rp.15 miliar) atau 66,29 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin rendah kemampuan mencapai target alokasi APBD tahun 2014 urusan perdagangan dibandingkan capaian tahun 2013. Kondisi kinerja Pemprov dibawah Gubernur Ahok tergolong lebih buruk. Rencana alokasi anggaran tahun 2015 APBD sebesar Rp.29.029.169.199,00 (Rp. 29 miliar). Sedangkan total penyerapan hanya Rp.10.53.312.815,00 (Rp. 11 miliar) atau merosot drastis menjadi 36 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin gagal mencapai target alokasi APBD tahun 2015 urusan perdagangan di bandingkan capaian sebelumnya. Kondisi kinerja Gubernur Ahok sangat...sangat buruk. Selama tahun 2013 hingga 2015, kondisi kinerja Pemprov DKI urusan perdagangan, yakni kurang dari 70 % atau tergolong " lebih buruk". III. PELAMBATAN : Perdagangan di DKI di bawah Gubernur Ahok mengalami pelambatan. Kajian Bank Indonesia ttg Ekonomi dan keuangan Regional Prov. DKI, Triwulan II 2015, menyebutkan struktur perekonomian Jakarta didominasi empat lapangan usaha utama. Yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (16,8%); industri pengolahan (13,9%); konstruksi (13,2%) dan jasa keuangan dan asuransi (10%). Keempat lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi sebesar 2,3% terhadap total pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II 2015 sebesar 5,15%. Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Survei Konsumen menunjukkan indeks penghasilan konsumen saat ini berada pada level "pesimis". Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berkonsumsi masyarakat "melemah". IV. ASINGNISASI TEMPAT DAGANG: Dominasi asing dan asingnisasi atas perdagangan di DKI tampaknya semakin tak terbendung . Asing menguasai pasar perdagangan lokal. Perkembangan pangsa pasar ritel modern mayoritas dimiliki asing meningkat signifikan setiap tahun. Bagai buah simalakama, di satu sisi, masuknya peritel asing itu akan berdampak positif. Disisi lain, sangat berpotensi mematikan pasar tradisional. Dampak negatif pertumbuhan ritel modern tumbuh semakin pesat di Jakarta mulai dirasakan banyak pedagang tradisional. Pemprov DKI tak berniat utk menghentikan diimunisasi dunia perdagangan ini. DKI cenderung dibuka seluasnya menjadi pintu gerbang perdagangan asing di Indonesia. Padahal kini DKI menghadapi persaingan global, terutama sejak kebijakan Asean Economy Community, AFTA, dll.Bisa jadi hasil perdagangan di DKI diambil oleh pelaku ekonomi dari luar/asing. Rakyat DKI tak mampu mengambil sendiri. Karena itu, Pemprov DKI harus memihak rakyat dan membendung membanyak dan meluasnya kegiatan asing dlm perdagangan. Mimpi Gubernur Ahok, DKI jadikan seperti Singapura, harus ditolak. Mengapa? Hal itu justru meminggirkan lebih banyak dan massif pedagang mikro, kecil dan menengah (UKM) pribumi. V. JUGA OMDO: m.tribunnews.com (02/10/17) membeberkan opini Ahok, yakni kesehatan, perumahan dan transportasi menjadi modal DKI memasuki perdagangan bebas Asia Tenggara. Ada soal dan irasional atas opini ini. Pertama, Ahok mencitrakan bahwa dia berprestasi urus bidang kesehatan, perumahan dan transportasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selama dia jadi Gubernur. Padahal, hasil studi evaluasi kritis NSEAS, kondisi kinerja Gurbernur Ahok di bidang kesehatan, perumahan dan transportasi sebagai "buruk". Tidak pernah sekalipun mencapai target diharapkan. Bahkan, tidak pernah menyediakan satu unit pun perumahan milik bagi MBR. Dlm hal ini, Ahok tak terbukti kerja nyata, juga Omdo alias omong doang. Kedua, perdagangan bebas Asia Tenggara menyangkut perubahan struktur ekonomi akan didominasi korporasi asing dan klas kapitalis nasional serta lokal. Nah, dgn pelayanan kesehatan, perumahan dan transportasi sekalipun baik bagi rakyat kebanyakan, apa hubungannya dgn modal menghadapi perdagangan bebas Asia Tenggara. Seharusnya masalah perdagangan bebas ini dipecahkan dgn kebijakan Pemprov ttg perdagangan memihak kepada kepentingan rakyat kebanyakan, bukan kepentingan pemilik kapital seperti pembangunan pulau palsu (reklamasi) yg menggusur sumber mata pencaharian ribuan KK rakyat nelayan. Sekalipun mereka diberi pelayanan kesehatan, perumahan dan transportasi prima, tetapi mereka harus terpinggirkan krn kehilangan mata pencaharian dari penangkapan dan perdagangan ikan. Gubernur Ahok bahkan ingkar janji kampanye Pilkada DKI 2012. Bersama Jokowi mereka berjanji akan membangun dan melaksanakan Proyek Mall khusus untuk PKL (Pedagang Kaki Lima). Janji tinggal janji, hingga Ahok jadi Paslon Pilkada 2017, tetap juga berjanji kampanye, janji Mall PKL ini tidak pernah terealisasi. Pd tahun 2013, sempat akan dibangun, tetapi alasan Pemprov DKI irasional, yakni terbentur masalah pengadaan tanah. Tanpa ada pengakuan tidak mampu bangun Mall PKL yg dijanjikan itu, tidak pernah lagi terwujud pada tahun-tahun berikutnya. Omdo lagi !!! VI. KESIMPULAN: Di bidang perdagangan, Gubernur Ahok juga Omdo. Data, fakta dan angka diatas bisa menjadi argumentasi atas penilaian kritis kondisi kinerja Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok lebih buruk. Terjadi pelambatan perdagangan dan asingnisasi tempat dagang. Secara empiris 3 tahun terakhir membuktikan Ahok juga Omdo. Adalah layak rakyat DKI membutuhkan Gubernur baru. Gubernur lama hanya bisa Omdo.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda