Rabu, 15 Maret 2017

PEMPROV DKI PRO KOPERASI DAN UMKM, TIDAK JUGA

I.PENGANTAR: Studi evaluasi kritis NSEAS kali ini menjadikan urusan Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sbg sasaran studi. Maksud pembangunan urusan Koperasi dan UMKM adalah untuk memberdayakan Koperasi dan UMKM dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indikator al. peningkatan jumlah Koperasi dan penambahan jumlah UMKM. Pemprov DKI 2013-2017 punya program: 1. Peningkatan usaha Koperasi; 2. Pengembangan kelembagaan Koperasi; 3.Pemberdayaan UMKM; 4. Penyediaan dana bergulir dan kemitraan; 5. Peningkatan sarana dan prasarana. II. PARAMETER EVALUASI: Pertanyaan pokok: sejauh mana prestasi atau keberhasilan Pemprov DKI 2013-2017 bidang urusan ini? Pertanyaan ini akan terjawab dgn penyajian data, fakta dan angka tiga parameter: 1. Penyerapan anggaran. 2. Penyediaan dana bergulir. 3.Peningkatan usaha Koperasi dan UMKM. III. KONDISI KINERJA: Pd tahun 2013, rencana alokasi APBD pembangunan urusan Koperasi dan UMKM DKI Jakarta sebesar Rp. 499.942.846.358,00 (Rp. 500 miliar). Pemprov DKI mampu menyerap anggaran alokasi APBD 2013 ini hanya Rp. 186.882.912,00 (Rp. 187 miliar) atau 37,31 %. Angka 37, 31 % menunjukkan kondisi kinerja Pemprov DKI sangat...sangat buruk. Mampunya menyerap sangat...sangat rendah. Pd tahun 2014. rencana anggaran alokasi APBD urusan Koperasi dan UMKM sebesar Rp.355.673.572.664 (Rp. 356 miliar). Pemprov DKI mampu menyerap anggaran alokasi APBD tsb sebesar Rp. 146.071.373.359. (Rp.146 miliar) atau 41 %. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan sekitar 60 % antara target dan tercapai. Kondisi kinerja tergolong sangat...sangat buruk. Pd tahun 2015 , rencana anggaran alokasi APBD sebesar Rp. 266.786.450,00 (Rp. 268 miliar). Kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran tsb sebesar Rp. 181.348.842,00 (Rp.181 miliar) atau 67 %. Angka ini lebih besar ketimbang angka tahun 2013, yakni hanya 37,31 %. Namun, kondisi kinerja masih tergolong "lebih buruk". Rata2 penyerapan anggaran urusan Koperasi dan UMKM tiap tahun (2013-2015) sekitar 48 % dari target capaian. Kondisi kinerja kumulatif tergolong sangat...sangat buruk, lebih 50 % selisih dari target capaian. Mengacu Perda No.2 Tahun 2012 ttg RPJMD Prov.DKI, ada target capaian tiap tahun jumlah gedung kantor/komersial/apartemen menyediakan ruang utk pedagang informal (tidak permanen). Yaitu 4 % pd 2013; 8 % pd 2014; 12 % pd 2015; 16% pd 2016; dan, 20 % pd 2017.Kondisi kinerja pd akhir periode RPJMD 2017 yakni 20%. Faktanya? Tidak ada data hasil pelaksanaan program ini disajikan baik pd LKPGP Gubernur Prov. DKI Tahun 2013, 2014, maupun 2015. Sudah seberapa persen ruang tersedia bagi padagang informal ? Masih gelap !!! Terkait penyediaan dana bergulir (revolving fund) juga tidak dilaporkan Pemprov DKI baik thn 2013, 2014 maupun 2015. Data kemajuan penyaluran dana bergulir ke Koperasi dan UMKM juga masih gelap !!!. Pd thn 2013, dilaporkan hasil pelaksanaan program al.meningkatnya jumlah Koperasi aktif dari 5.117 Koperasi, besar volume Rp. 6.842.536.000.000 (2012) menjadi 5.579 koperasi, besar volume Rp. 8.442.121.000.000 (2013). Pd thn 2014, hasilnya al.meningkatnya jumlah Koperasi aktif dan volume usaha 96 Koperasi dan Rp 15,7 triliun. Pd thn 2015, hasilnya al. Meningkatnya jumlah Koperasi aktif dari 5.645 koperasi thn 2014 menjadi 5.841 koperasi 2015. Volume usaha koperasi meningkat Rp 15,7 triliun thn 2014 menjadi Rp.18,1 triliun utk thn 2015. IV. KONDISI KOPERASI DAN UMKM: Jumlah koperasi pd 2012 yakni 7.663 unit. Per 30 Juni 2015, jumlah Koperasi di DKI 7.928 unit. Ada 71,2 % atau 5.645 Koperasi aktif, 2.283 Koperasi tidak aktif (28,7 persen) dan koperasi aktif sudah melakukan rapat akhir tahun (RAT) 436 Koperasi (5,49 %). Wagub Djarot Syaiful Hidayat (Pos Kota, 19/8/15) mengakui, dekitar 75 % dari 7.000 Koperasi yang ada di seluruh DKI mati suri. Angka ini bermakna, hanya 1.750 unit saja masih aktif. Selanjutnya, dari sekitar 7.000 unit tsb., Pemprov DKI telah menutup sekitar 400 koperasi sudah tak aktif lagi (12/10/15 ). Hal ini berbeda dgn hitungan Wagub ttg jumlah koperasi tak aktif atau mati suri. Data, fakta dan angka jumlah koperasi menunjukkan, Pemprov DKI gagal melaksanakan program prioritas urusan. Koperasi dan UMKM. Dari sisi jumlah Koperasi, Pemprov DKI mengakui, adanya penurunan jumlah Koperasi dari tahun 2012 di bawah Guvernur Fauzi Bowo hingga 2015 di bawah Gubernur Ahok. V.KESIMPULAN: Data, fakta dan angka di atas menunjukkan, Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok tidak juga pro Koperasi dan UMKM. Tak mampu dan gagal melaksanakan pembangunan urusan Koperasi dan UMKM. Tidak pro Koperasi dan UMKM sebagai dominan sumber mata pencaharian rakyat DKI. Kondisi kinerja Gubernur Ahok " sangat buruk" dinilai dari parameter penyerapan anggara. Tidak juga pro Koperasi dan UMKM ini bisa sbg alasan mengapa rakyat DKI membutuhkan Gubernur baru. Gubernur lama tidak juga pro Koperasi dan UMKM.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda