Sabtu, 19 November 2016

AHOK SECARA SUBSTANSI TANPA "VISI" DAN AKAN INKAR JANJI

Visi Pemprov DKI dapat dimaknakan sebagai "pernyataan" tentang tujuan Pemprov DKI diekspresikan dalam produk dan pelayanan ditawarkan, kebutuhan dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat dilayani, nilai-nilai diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Visi efektif harus memiliki karakteristik al: 1. Dapat dibayangkan; 2. Menarik; 3. Realitas dan dapat dicapai; 4. Fokus atau jelas; 5. Aspiratif dan responsif; dan, 6. Mudah dipahami. Bukti-bukti prilaku politik dan kebijakan Ahok anti rakyat miskin DKI Jakarta selama ini dapat menjadi alasan mengapa "Visi" atau janji kampanye Pilkada DKI 2017 Ahok takkan ditepati atau akan "ingkar janji". Visi Pasangan Ahok-Djarot tawarkan dlm Pilkada sesungguhnya tidak rasional. Mengapa? Karena Visi Ahok bertentangan atau berbeda dengan sejarah (ahistoris) sosial budaya dan ekonomi rakyat DKI. Visi Ahok tidak realitas dan tidak dapat dicapai krn selama Ahok jadi Gubernur DKI tidak melaksanakan kegiatan sesuai substansi Visi tsb. Penyusun Visi Ahok sungguh gagal paham merumuskan sebuah Visi. Visi Ahok tergolong "ahistoris", sangat mungkin tidak mampu dilaksanakan. Artinya, Visi dirumuskan bukan hasil kajian historis. Dari rumusan Visi Ahok terlihat jelas upaya penipuan terhadap publik semata untuk meraih suara pemilih. Apa Visi Pasangan Ahok-Djarot Pilkada 2017 ? Yaitu "Jakarta sebagai etalase Indonesia yang modern,tertata rapi, manusiawi, dan fokus pada pembangunan manusia seutuhnya dengan kepemimpinan yang bersih, transparan, dan profesional". Visi sebagai janji kampanye Ahok memiliki konsep kunci yakni "pembangunan manusia seutuhnya" . Ahok-Djarot pernah jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Karena itu, sangat mudah untuk menilai apakah janji ini akan sungguh2 ditepati atau mampu dilaksanakan secara konsekuen. Penilaian atas janji Ahok-Djarot dgn Konsep kunci "Pembangunan Manusia Seutuhnya" ini menjadi obyektif jika ditelusuri sejarah mereka berkuasa di DKI, apakah mereka berprestasi atau gagal melakukan pembangunan manusia seutuhnya? Inilah data, fakta dan angka utk menjawab pertanyaan ini. Selama ini Ahok sebagai Gubernur DKI gagal urus pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, pertumbuhan ekonomi dan realisasi anggaran daerah. Ahok juga gagal mencapai target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Penghargaan Adipura.  Untuk menilai kegagalan Ahok dengan indikator IPM ini, bisa digunakan “Target Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta”. Target ini tertuang di dalam Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017.   Tujuan RPJMD untuk menjadi acuan dasar pemecahan permasalahan daerah. RPJMD ini berfungsi sebagai pedoman penyusunan RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD serta dokumen perencanaan pembangunan DKI lain.   Indikator IPM dapat dijadikan standar penilaian keberhasilan Ahok urus pemerintahan DKI. IPM merupakan salah satu ukuran keberhasilan pencapaian pembangunan dalam konteks kesejahteraan rakyat DKI. IPM dibentuk atas tiga komponen: umur panjang dan hidup sehat (digambarkan oleh Angka harapan hidup saat lahir/AHH), pengetahuan (diukur melalui rata-rata lama sekolah/RLS dan harapan lama sekolah/HLS) serta standar hidup layak (dari pengeluaran perkapita).  Pada era sebelum Ahok sejak 2007 hingga 2010, IPM DKI meningkat terus dari 76,59 (2007) menjadi 77,03 (2008), 77,36 (2009) dan 77,60 (2010). Selanjutnya 77,97 (2011) dan 78,33 (2012) dan 78,59 (2013).   Target IPM DKI di era Ahok, yakni 78,55  (2014), 78,80 (2015), 79,10 (2016), 79,60 (2017). Kondisi kinerja pada akhir periode RPJMD yakni 79,60.  Sebagaimana ditunjukkan, target IPM era Ahok tahun 2014 adalah 78,55. Data, fakta dan angka menunjukkan Ahok hanya mampu mencapai IPM 78, 39. Masih di bawah target. IPM DKI 2015 hingga tulisan ini dibuat, BPS belum menerbitkan. Ada dugaan, data IPM DKI kian jauh dari target 2015, yakni 78,80. Laporan Pertanggungjawab Ahok disampaikan ke DPRD DKI tahun 2016, tidak terdapat data IPM 2015. Ahok "memanipulasi" data 2014 dijadikan datapertanggungjawaban indikator IPM untuk tahun 2015. Memalukan! Kegagalan Ahok mencapai target IPM ini juga diikuti dengan kegagalan meraih Penghargaan “Adipura”, lambang prestasi kebersihan dan kenyamanan kota. Sebelumnya, Kota Jakarta tidak pernah gagal meraih Penghargaan Adipura selama 10 tahun terakhir, termasuk era Gubernur Fauzi Bowo (Foke).    Indikator sosial ekonomi era Ahok menunjukkan telah gagal urus pemerintahan dan rakyat DKI. Kembali ke Janji Kampanye Ahok dalam Visinya " Pembangunan Manusia Seutuhnya" sangat mungkin diingkari. Mengapa? Selama berkuasa sbg Gubernur, terdapat kebijakan2 Ahok anti rakyat dan menghamba pada "klas atas" dan "pemilik kapital cino". Kelakuan historis dan empiris membuktikan Ahok anti rakyat antara lain: Ahok suka gusur paksa rakyat miskin; Ahok suka gusur paksa dan kejar2 bagaikan hewan pedangang kaki lima hingga di kawasan kompleks permukiman; Ahok membiarkan rakyat nelayan mengalami kekurangan daerah tangkap ikan krn reklamasi. Ahok tidak perduli atas kondisi menurunnya kualitas hidup rakyat tergusur, pedagang kaki lima tergusur dan rakyat nelayan berdampak negatif akibat reklamasi. Bukti-bukti prilaku kebijakan Ahok anti rakyat kebanyakan miskin ini tentu dapat dijadikan alasan mengapa Visi atau janji kampanye Pilkada Ahok takkan ditepati atau akan ingkar janji. Visi yang ditawarkan tidak rasional karena bertentangan dengan sejarah sosial budaya dan ekonomi rakyat DKI di bawah era Ahok. Penyusun Visi ini sungguh gagal paham utk merumuskan sebuah Visi. Visi Ahok tergolong "ahistoris", sangat mungkin tidak mampu dilaksanakan. Artinya, Visi dirumuskan bukan hasil kajian historis. Dari rumusan Visi Ahok terlihat jelas upaya penipuan terhadap publik semata untuk meraih suara pemilih. Dari visi Ahok hasil gagal paham apa itu visi, tentu saja dalam perebutan pengaruh terhadap pemilih dlm Pilkada DKI 2017, pasangan Ahok-Djarot secara substansi tanpa Visi. Hal ini tentu berkonsekuensi negatif terhadap perumusan "Misi" dan "Program Kerja "2017-2022 sebagai janji2 kampanye Pilkada. Oleh: TIM studi NSEAS, Muchtar Effendi Harahap.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda