Minggu, 30 Oktober 2016

ELEKTABILITAS AHOK TERUS MENURUN DARI BULAN KE BULAN

I.PENGANTAR: Selama publik digiring untuk membicarakan Pilkada DKI sejak lebih setahun lalu, sejumlah lembaga survei bayaran atau tidak mengaku melakukan survei opini publik dengan beragam responden dan margin eror. Para Lembaga Survei ini pada awalnya sangat percaya Ahok punya elektabilitas sangat tinggi dan tak terkalaahkan oleh pesaing-pesaing lain. Beragam argumentasi diajukan, mulai dari kinerja Ahok hingga kemajuan kota Jakarta di bawah Gubernur Ahok. Bahkan, ada lembaga survei mengklaim, agama bukan faktor penting bagi publik dalam menentukan pilihan Calon Gubernur DKI. Namun, angka-angka disajikan lembaga survei untuk menjustifikasi kehebatan dan tingkat elektailitas sangat tinggi Ahok ternyata lambat laun mengalami penurunan. Lembaga-lembaga survei bayaran tak mampu mempertahankan tingkat elektabilitas Ahok yang dibangun selama ini. Memang ada satu dua lagi lembaga survei masih tetap membangun angka elektabilitas Ahok di atas 40 persen, tetapi sebagian besar sudah mengakui adanya penurunan. Dua lembaga survei itu kini dikecam dan dikritik metodologinya oleh para pakar ilmu-ilmu sosial juga. Dinilai, ada kesalahan ilmiah dalam menggunakan metodologi riset. Tulisan Tim Studi NSEAS ini mencoba menunjukkan kepada pembaca, terutama pendukung buta Ahok, bahwa elektabilitas Ahok lambat laun menurun dan sangat memungkinkan untuk kalah baik dalam putaran pertama maupun kedua. Kini menurut Tim Studi NSEAS, Oktober, elektablitas Ahok sudah di bawah 25 persen, dan setelah aksi demo besar-besaran anti Ahok 4 Nopember, Tim Studi NSEAS percaya, elektabilitas Ahok akan terus bebas di bawah 20 persen. Sangat tidak mungkin Ahok bisa berhasil meraih suara terbanyak, kecuali dengan cara-cara kecurangan dan manipulasi angka suara pemilih. Inilah angak elektabilitas Ahok dari bulan ke bulan menurut lembaga survei bayaran atau tidak bayaran. II.MARET 2016: 1.SINERJI DATA INDONESIA (SDI) Sinergi Data Indonesia (SDI) merilis hasil survei elektabilitas cagub DKI. Hasilnya, Ahok memiliki elektabilitas paling tinggi. 2.CHARTA POLITIKA Ahok masih memiliki elektabilitas paling tinggi dibanding sejumlah bakal calon gubernur DKI Jakarta lainnya. Lembaga Survei Charta Politika menyebut Ahok masih memiliki elektabilitas di atas 50%. III. APRIL 2016: 1. PENGAMAT POLITIK’ (APRIL 2016) Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus sihombing mengatakan, secara teoritis, elektablitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017 menurun. Sebab, persoalan reklamasi mau tidak mau melibatkan nama Ahok sebagai pemberi izin pelaksana. Kendati demikian, lanjut Emrus, saat ini belum ada lembaga survei yang mengeluarkan survei perihal penurunan elektabilitas Ahok. Terpenting, apabila nantinya ada, lembaga survei tersebut harus menunjukan dan menjelaskan metode penleitian yang digunakannya. Emrus menjelaskan, elektabilitas calon kepala daerah dari hasil survei sebenarnya tidak mewakilkan suara warga DKI secara menyeluruh. Apalagi kantong yang disurvei bukanlah kantong-kantong pemukiman padat yang menjadi cermin warga DKI Jakarta. Senada, pengamat politik Universitas Negri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan, kasus suap itu akan membuka peluang bagi lawan politik Ahok untuk menggalang simpati publik. Badrun pun menyayangkan hingga kini belum ada survei elektabilitas resmi yang merilis elektabilitas Ahok setelah kasus raperda reklamasi ini mengemuka. "Kemungkinan rivalnya seperti Sandiaga Uno elektabilitasnya bisa naik karena mendapat simpati publik,” kata Ubedilah yang juga Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia. 2. CYRUS NETWORK: (?) Berdasarkan hasil survei keempat yang dilakukan Cyrus Network dalam rangka pemetaan kandidat menjelang Pilkada DKI 2017, tingkat elektabilitas Ahok berada di puncak dengan angka 46 persen hingga 56 persen. Eelektabilitas Ahok masih yang tertinggi dibandingkan kandidat lain meski hanya diikuti dua pasangan calon. Elektabilitas Ahok bisa mencapai angka 60 persen. Terendah Ahok mendapatkan angka 57 persen jika hanya dihadapkan pada satu pasangan calon. Tingkat elektabilitas ini ditopang dengan tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Ahok. Sebesar 60 persen responden mengaku puas terhadap kepemimpinan Ahok sebagai gubernur. publik menilai kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini sudah cukup baik. Pasalnya, 76 persen responden menyatakan DKI Jakarta menunjukan perubahan yang signifikan selama di pimpin aHOK. Cyrus Network melakukan survei ini secara tatap muka dengan responden sebanyak 1.000 orang. Responden tersebar secara proporsional di seluruh kelurahan di Jakarta dengan metode multistage random sampling. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dengan margin error 3,1 persen IV. MEI 2016: 1.LEMBAGA SURVEI POLITIK INDONESIA (LSPI) Elektabilitas Ahok menurun. Menurut Direktur Eksekutif pada Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Strategis LSPI Ahmad Nasuhi, Ahok dan timnya sejauh ini tidak mampu meyakinkan publik terkait sejumlah isu yang merugikan nama baik Ahok “Soal reklamasi, isu barter kebijakan itu luar biasa. Belum lagi PTUN yang mengabulkan gugatan nelayan,” ujar Nasuhi berdasarkan siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (4/6).. Saat responden ditanya mengenai siapa yang akan dipilih apabila Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan hari ini, Ahok masih memimpin. Ia memperoleh 23% suara responden. Menyusul kemudian, Yusril Ihza Mahendra dengan 19% suara responden, Tri Rismaharani 6,9%, dan Sandiaga Uno 6,3%. Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat hanya memeroleh 3,7%. Dalam simulasi empat nama calon gubernur, elektabilitas Ahok masih memimpin dengan 36,4%, disusul Yusril 29,8%, Rismaharani 9,5%, Sandiaga Uno 2,5%. Sementara itu, sisanya, 21,8%, mengaku belum memutuskan untuk memilih. Nasuhi juga menilai, hasil survei ini patut dicermati oleh Ahok yang berniat mengikuti Pilkada DKI 2017 sebagai calon petahana. Sebab, menurut dia, dengan angka elektabilitas yang beda sekitar 6% dengan Yusril, tidak menutup kemungkinan Ahok akan disalip. “Kalau benar begitu, Yusril sangat bisa kalahkan Ahok,” kata Nasuhi. Survey LSPI dilakukan pada 22-27 Mei 2016 dengan metode multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 440 responden, dengan margin of error sebesar 4,8% pada tingat kepercayaan 95%. Penggalian data dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung. Nasuhi mengaku tak terlalu kaget dengan tren penurunan elektabilitas Ahok tersebut. Selain karena Ahok yang dinilainya tak mampu meyakinkan publik terkait isu negatif, Nasuhi menilai kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras memengaruhi elektabilitas Ahok. (Ihsanuddin) V. JUNI 2016: 1. LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI) Pada 22-26 Juni 2016 Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) misalnya, menemukan elektabilitas Ahok pada jumlah 42,7 persen. Menyusul di belakang Ahok adalah mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra yang meraih 8,2 persen. Di belakang Yusril menyusul Tri Rismaharini, dengan elektabilitas 5,2 persen. Lalu nama pengusaha muda Sandiaga Uno yang memperoleh elektabilitas 3,6 persen. Dalam survey itu Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat memperoleh elektabilitas 1,5 persen. Survei yang digelar tanggal 22-26 Juni 2016 itu, LSI menggunakan metodologi multistage random sampling dengan 440 responden se-Jakarta, serta tingkat kesalahan sekitar 4,8 persen. Jajak pendapat dilakukan lewat tatap muka, wawancara dan penyebaran kuesioner. 2. SURVEI SMRC Survei SMRC ini dilakukan pada 24-29 Juni 2016. Jumlah sampel acak survei ini sebanyak 820 orang, dipilih dengan metode multistage random sampling, dengan margin of error sebesar 3,9 persen. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) 24-29 Juni 2016 masih menyebut Ahok sebagai kandidat paling moncer. Dia meraih 36,6 persen. Kemudian, disusul oleh Yusril yang mempunyai elektabilitas 2,8 persen. Sandiaga Uno pun belum bisa menyaingi Ahok dan Yusril. Menurut penelitian SMRC, Sandiaga mempunyai elektabilitas 2,1 persen. Hingga survei SMRC dilakukan, belum ada satu pun parpol yang secara definitif mengajukan calonnya untuk menjadi penantang Ahok. Survei SMRC dilakukan kepada 24-29 Juni 2016. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia di provinsi DKI Jakarta yang punya hak pilih dalam pilgub DKI, Februari mendatang. Dalam survei ini, jumlah sampel yang diacak sebanyak 820 orang, dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error diperkirakan kurang lebih 3,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. "Dalam simulasi terbuka, Ahok mendapat elektabilitas terbanyak 36,6 persen, cukup jauh di atas Yusril 2,8 persen, Sandiaga Uno 2,1 persen dan calon lain di bawah satu persen," terang Sirojudin. Selain dalam simulasi semi terbuka, Ahok tetap paling tinggi dalam simulasi semi terbuka. Dengan suara mayoritas 53,4 persen, Yusril 10,4 persen, Risma 5,7 persen, Sandiaga Uno 5,1 persen, Yusuf Mansur 4,6 persen dan calon lain di bawah tiga persen. "Tingginya elektabilitas Ahok juga tidak lepas dari penilaian warga atas kinerjanya sebagai gubernur petahana," ujarnya. Yang menarik, Ahok diprediksi akan menang, tak peduli dia dicalonkan oleh partai atau maju melalui jalur perseorangan. "Bila Ahok menjadi calon, siapapun yang mencalonkannya, peluang Ahok terpilih jauh lebih besar dibanding calon lainnya," jelasnya. Elektabilitas Ahok naik signifikan dibanding survei bulan Agustus 2015. "Dalam simulasi spontan, elektabilitasnya naik 12,2 persen. Dan dalam simulasi semi terbuka naik 16,2 persen," jelas Sirojudin. Warga DKI bahkan menginginkan Ahok kembali memimpin DKI dengan presentase sebesar 59 persen, sedangkan dalam survei di bulan Agustus 2015 baru 49 persen. Satu hal yang menjadi catatan dari hasil survei ini adalah isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Isu ini akan mencuat keras jika Ahok bertarung head to head dengan Yusril. "Isu agama dan etnis ini paling terlihat terutama bila yang bersaing Ahok versus Yusril," kata Sirojudin. Dari hasil survei, 46,4 persen pendukung Yusril mendukung jika calon nonmuslim dan etnis minoritas tidak boleh memimpin DKI. Terdapat 10 persen pendukung Ahok yang setuju calon nonmuslim dan etnis minoritas tidak boleh memimpin DKI. "Yang cenderung percaya isu SARA cenderung mendukung Pak Yusril bukan berarti Pak Yusril yang memobilisasinya," tutur dia 3. POPULI CENTER Hasil yang sama juga ditemukan oleh lembaga Survei Populi Center 10 Juni-15 Juni 2016. Menurut peneliti Populi Center Nona Evita, survei dengan wawancara tatap muka di 6 wilayah DKI Jakarta dilakukan mulai dari tanggal 10 Juni hingga 15 Juni 2016. Besaran sampel adalah 400 responden, dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Margin error sekitar 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil survei Populi Center, Ahok masih dalam urutan pertama dibandingkan pesaingnya Sandiaga Uno. Ahok mempunyai elektabilitas 60,8 persen sedangkan Sandiaga 19,2 persen. Tidak hanya itu, Populi juga membandingkan jika Risma maju sebagai peserta Pilgub DKI dan hasilnya Ahok tetap menang besar. Ahok mendapat 59,2 persen pilihan responden untuk kembali jadi DKI 1. Sementara Risma mendapat 23,8 persen. Masih jauh namun meningkat. Tak hanya elektabilitas, dalam survei itu juga diketahui popularitas Ahok sangat tinggi, yaitu mencapai 99,2 persen. Di bawah Ahok ada Rano Karno dengan popularitas sebesar 97,2 persen dan Ahmad Dhani sebesar 96,8 persen. Sementara itu, 61,5 persen masyarakat yakin kepemimpinan Ahok dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sisanya, 26 persen responden menyatakan tidak yakin dengan kepemimpinan Ahok dan 12,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab. 4. SURVEY MANILKA CONSULTING Manilka Research and Consulting menyelenggarakan survei preferensi politik masyarakat DKI Jakarta menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Ahok masih berada di urutan nomor satu mengungguli 17 pesaing lainnya dalam elektabilitas menjadi Gubernur DKI Jakarta periode berikutnya. "Berdasarkan survei elektabilitas top of mind kami, terdapat Ahok berada di urutan pertama dengan elektabilitas sebesar 49,3 persen. Dengan demikian Pak Ahok sebagai Gubernur saat ini, unggul (elektabilitas). Elektabilitas Pak Ahok masih nomor satu," kata Managing Director Manilka Herzaky Mahendra Putra. Herzaky memaparkan, elektabilitas Ahok jauh mengungguli pesaing calon gubernur (cagub) lainnya seperti elektabilitas Ridwan Kamil sebesar 9,3 persen, Yusril Ihza Mahendra sebesar 6,8 persen, Yusuf Mansur sebesar 6,5 persen, Tri Rismaharini sebesar 6 persen. "Selain itu ada pula Abraham Lunggana 3,3 persen, Sandiaga S Uno 2,5 persen, Biem Benyamin 1,7 persen, Adhyaksa Dault 0,8 persen, Nachrowi Ramli 0,7 persen, Moeldoko 0,5 persen, Djarot Saiful Hidayat 0,5 persen, Sjafrie Sjamsoeddin, Agus Harimurti 0,3 persen, Hary Tanoeso 0,2 persen, Boy 0,2 peraen, Yoyok 0,2 persen, dan Prasetyo 0,2 persen," ucapnya "Sedangkan sebanyak 10,7 persen responden menjawab belum menetapkan diri untuk memilih. Namun semua ini menjelaskan bahwa Ahok memang masih yang paling tinggi dibandingkan semua pesaingnya," paparnya VI. JULI 2016 (Tidak ada survei). VII. AGUSTUS 2016: 1.LEMBAGA PSIKOLOGI POLITIK UI (AGUSTUS 2016) Peneliti Pusat LPP UI Nikki Antonio mengatakan, elektabilitas Ahok jauh melebihi seluruh pesaing. Sigi itu menunjukkan perilaku pemilih mengutamakan figur yang bukan hanya kuat, tapi juga punya kompetensi. "Artinya dibandingkan calon lain, seluruh responden tahu siapa kandidat yang paling kuat. Responden survei menilai pak Ahok bukan hanya sebagai figur yang kuat, tapi juga teruji," kata Nikki di kantor DPP NasDem, Jakarta, Kamis (11/8/2016). Tingginya elektabilitas petahana diperkirakan bakal mendekati suara keseluruhan masyarakat DKI. Sebab, seluruh responden merupakan tokoh yang memengaruhi preferensi pandangan politik masyarakat umum. “Dalam psikologi politik, orang mau milih siapa itu sama seperti orang menanya rekomendasi tempat makan mana yang favorit. Seperti itu perilaku politik, suara influencer menggambarkan elektabilitas,” ujarnya. Survei LPP UI mencatat, elektabilitas Ahok sebesar 47,29 persen. Jauh meninggalkan Tri Rismaharini dengan persentase elektabilitas 11,33 persen. Sementara itu, sebesar 27,59 persen responden merupakan undecided voters, atau belum menetapkan pilihan. “Sebenarnya kalau dilihat, 69 persen masyarakat puas dengan kineja Pak Ahok memimpin DKI. Tahun ke tahun tren tingkat kepuasan publik terhadap Ahok selalu naik,” katanya. Menurutnya, partai politik yang mengusung petahana mendapat efek positif. Tingkat kepercayaan publik parpol yang berada di belakang Ahok. “Keputusan NasDem mendukung Ahok berdampak positif ke dukungan publik terhadap partai. Bila terus konsisten NasDem merekrut pejabat publik yang bersih dan sesuai aspirasi masyarakat, kepercayaan publik akan semakin meningkat,” ujar dia. Lihatlah Survei kepemimpinan yang dilakukan Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia. Survei yang dirilis Senin 1 Agustus 2016 itu, menunjukkan Risma adalah salah satu kandidat penantang Ahok paling kuat. Setelah bertanya pada 206 akademisi, jurnalis, pengamat politik dan tokoh masyarakat selama 13 Juni-20 Juli 2016, survei ini menempatkan Basuki Tjahaya Purnama dan Tri Rismarini dengan nilai nyaris sama. Ketua Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan kapabilitas Basuki atau Ahok hanya unggul 0.10 persen dibanding Risma. "Pak Ahok 7.87 persen sedangkan Risma 7,77 persen," ujarnya. Dalam sejumlah jajak pendapat lain, yang dilakukan lembaga survei pada bulan Juni 2016, sejumlah kandidat bisa bersaing, meski posisi Ahok masih terbilang kuat. 2.DIALOG TV ONE: Dialog Interaktif TV One Dipublikasikan tanggal 12 Agustus 2016. Survei Elektabilitas Saat Ini Risma Tertinggi, Elektabilitas AHOK Melorot, Ahok Mulai Ketakutan!! VIII.SEPTEMBER 2016: Secara keseluruhan hasil survei baik bayaran Ahok maupun tidak menunjukkan elektabilitas Ahok-Djarot September 2016 sebagai berikut: 1.LSI Denny 31,4 persen; 2.Median 34,2 persen; 3.Polmark 31,9 persen; 4.Populi 45,6 persen; 5.SMRC (Saiful Mujani) 45,4 persen; 6.SSI (Skala Survei Indonesia) 33,8 persen. Rata-rata survei terakhir (September 2016) mencapai 37, 05 persen. Angka ini sungguh tidak rasional karena sangat sedikit lebih rendah (hanya 0,35 persen) dibandingkan rata-rata bulan sebelumnya 37,40 (Agustus). Padahal gelombang rakyat anti Ahok kian membanyak dan meluas. Data ini memang sebelum terjadi gelombang aksi demo rakyat DKI atas kelakuan penistaan Ahok tentang Al Quran (Islam). Kami dapat menerima hasil lembaga survei di atas yakni sekitar 31 persen elektabilitas Ahok. Hal ini telah ditunjukkan oleh LSI, Polmark dan mendekati SSI. Untuk hasil Populi dan SMRC tidak dapat diterima. IX.OKTOBER 2016: Pada Oktober hasil surveei menunjukkan penuunan terus elektabilitas Ahok. Hasil survei Kedai KOPI menyebutkan angka hanay 27,5 persen elektabilitas Ahok. Posisi itu lebih rendah dibanding survei yang sama pada September lalu, di mana suara yang memilih Ahok masih berada di kisaran 39 persen. Meski secara tren menurun, berdasarkan survei itu, elektabilitas Ahok masih lebih tinggi dibanding dengan dua pesaingnya. "Ahok masih unggul. Namun angkanya kini tak jauh dari Anies Baswedan dengan 23,9 persen, dan Agus Yodhoyono dengan 21 persen," ujar Pendiri Kedai KOPI Hendri Satrio. Menurut Hendri, suara yang hilang dari Ahok tak lantas beralih pada Agus maupun Anies. Para responden itu memilih tidak menjawab dan menyatakan tak tahu akan beralih ke siapa. X. KESIMPULAN: 1.Berdasarkan semua lembaga survei, rata-rata elektabilitas Ahok Maret-April 2016 mencapai 48, 4 persen. 2.Rata-rata elektabilitas Ahok Juni 2016 menurun menjadi 42,16 persen. 3.Rata-rata elektabilitas Ahok Agustus 2016 menurun lagi menjadi 37,4 persen 4.Rata-rata elektabilitas Ahok September turun sedikit hanya 37,05 persen, walaupun angka ini masih sangat diragukan karena . Populi dan SMRC (Saiful Mujani) memberi angka di sekitar 45 persen. Tim Studi NSEAS menetapkan hanay 31 persen rata-rata September. 5.Rata-rata elektabilitas Ahok Oktober menurun drastis mencapai 27,5 persen. 6.Meskipun lembaga survey tergolong bayaran ternyata tidak mampu mempertahankan tingkat elektabilitas Ahok pada Maret-April 2016 yang diklaim sekitar 48 persen. Semua lembaga Survei menunjukkan ada penurunan dari bulan ke bulan elektabilitas Ahok. 7.Kini elektabilitas Ahok sudah di bawah 30 persen, praktis akan ada dua putaran, karena Ahok tak bisa mencapai 50 persen plus satu. 8.Bahkan, bisa jadi, jika elektabilitas Ahok terus menurun, terutama setelah aksi besar-besaran demo anti Ahok 4 Nopember, mencapai di bawah 20 persen, salah satu pasangan pesaing Ahok sasngat mungkin mencapai 50 persen plus satu. Hanya satu putaran! TIM STUDI NSEAS, Edisi 30 Oktober 2016 (Muchtar Effendi Harahap, Koord.)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda