Jumat, 30 September 2016

AHOK TAK LAYAK GUBERNUR: SUKA GUSUR PAKSA RAKYAT JELATA

Saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012, Jokowi dan Ahok berjanji, membangun perkampungan sehat dan layak huni. Hunian di bantaran Sungai Ciliwung didesain menjadi kampung susun. Melakukan intervensi sosial untuk merevitalisasi permukiman padat dan kumuh tanpa melakukan gusur. Juga Jokowi dan Ahok berjanji, melegalkan tanah-tanah sebelumnya tidak diakui Pemprov DKI Jakarta atau tanah ilegal (republika.co.id). Dalam perjalanannya, Pendukung buta Ahok acapkali mengklaim, Ahok bekerja untuk rakyat. Apakah Ahok tepati janji kampanye? Betulkah Ahok bekerja untuk rakyat? Inilah data, fakta dan opini. Ahok suka gusur paksa rakyat jelata dan langgar HAM. Sepanjang 2015 dan 2016 Ahok telah lakukan gusur paksa rakyat jelata, tercatat 12 kali, al: di Kampung Pulo, Kalidjodo, Pasar Ikan Aquarium Luar Batang, Rawajati (Kalibata), dan terakhir di Bukit Duri, Jakarta Selatan, 28 September 2016. Ribuan rakyat jelata digusur paksa menangis dan histeris. Tak mampu dan tak berdaya melawan kekuatan bersenjata Ahok. Dengan angkunya Ahok justru menegaskan, akan terus melakukan gusur! Di Rajawati, Ahok gusur paksa rakyat jelata dengan pentungan dan tameng. Diberitakan, tanah Rawajati itu kini sudah dijual ke Pengembang PT. AgungPodomoro Land. (www.nusanews.com). Di Bukit Duri, sebagian besar rakyat jelata korban gusur paksa di permukiman RT 5 dan RT 6. Mereka kecewa tak dapat ganti rugi lahan dari Pemprov. Pilihan diberikan hanya pindah ke Rusunawa Rawabebek. Sejumlah pihak mengecam tindakan Ahok ini karena gusur paksa masih berlangsung proses gugatan warga atas lahan di pengadilan. Bahkan, sebelumnya Bukit Duri pernah dijanjikan tidak digusur, tetapi ditata dengan membangun kampung susun manusiawi Bukit Duri. Gusur paksa rakyat jelata mengundang sejumlah kritikan dan kecaman public tetapi Ahok tidak peduli. Tetap gusur paksa rakyat jelata dan inkar janji kampanye. Beberapa opini kritik dan kecaman : 1. Rizal Ramli (Mantan Menko Maritim dan Sumber Daya) menilai, gusur paksa dilakukan Ahok bertentangan dengan dasar-dasar Pancasila. Sebab, gusur paksa menunjukkan ketidakadilan sosial di kalangan masyarakat. Bagi Rizal, pemimpin seenaknya melakukan gusur tidak berkeadilan sosial. (Tajuk www. harianterbit.com). Di lain pihak Rizal menilai, Ahok ini merupakan Gubernur stress dan gokil doyan gusur rakyat Jakarta. “Pak Ahok saking congkaknya mengatakan sudah tak ada warga Betawi di sekitar pulau reklamasi. Lalu, meyakinkan saya, pulau reklamasi sudah tak ada nelayan lagi. Saya bilang yang benar Ahok. Faktanya ada lebih 2.000 nelayan terlantar,” ujar Rizal sembari menekankan Ahok tak berpihak rakyat. Menurut Rizal, Ahok menggusur dan tak peduli rakyat menangis melihat rumahnya digusur aparat gabungan TNI/Polri. Sedang para pengembang menekan setoran kepada Ahok selalu membuat kebijakan. “Nah kebayang tidak nih kalau dia kepilih lagi jadi Gubernur ?”, tanya Rizal (SINDO.com). 2. Nirwono Joka, Pengamat Tata Kota: Gusur paksa oleh Ahok jauh dari kata manusiawi. Warga tergusur merasa menjadi korban kesewenangwenangan Ahok dan tidak mendapatkan ganti rugi layak. Diakui, terkadang gusur tak bisa dihindari untuk mengembangkan sebuah kota. Namun, penertiban itu harus memperhatikan aspek manusiawi dan aspek keadilan sosial. Karenanya, gusur harus dilakukan jauh-jauh hari sehinga ada waktu melakukan sosialisasi. Harus diingat, dipindahkan itu bukan barang tetapi manusiawi. Harus diperlakukan manusiawi, bukan seperti biantang. Karenanya, Ahok harus menyiapkan bagaimana nantinya jaminan hidup, yaitu tempat tinggal dan pekerjaan korban gusuran. “Bahkan gusur seringkali membuat warga digusur menjadi sangat miskin”, tandas Nirwono (www. harianterbit.com). 3. Siane Indrian, Komnas HAM: Siane Indrian menilai, gusur di Bukit Duri sebagai pelanggaran hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM). Komisioner Komnas Ham ini menegaskan, warga memiliki hak untuk diberi penghidupan layak oleh Pemerintah. Komnas HAM sudah meminta Ahok untuk menghentikan gusur sampai gugatan warga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghasilkan keputusan tetap (inkrah). Bagi Siane, warga memiliki hak untuk tinggal di Bukit Duri. Karena sulit dan mahalnya proses pembuatan sertifikat, banyak warga tidak membuat sertifikat. Apalagi, terkait Bukit Duri, hampir tidak pernah dialog dengan warga. “Warga tidak dianggap manusia, kalau dianggap manusia itu diajak dialog,” tegasnya. 4. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta: Terdapat ribuan rakyat jelata menghuni di Jl. Kepaduan II, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, dikenal kawasan Kalidjodo. Ahok gusur paksa mereka dengan memobilir sekitar 5.000 aparat gabungan TNI, Polri dan Satpol PP. LBH menuntut agar Ahok menghentikan proses gusur paksa itu. Mengapa? Karena jelas bertentangan dengan HAM dan peraturan perundang-undangan. Bagi LBH, berdasarkan konvensi internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, diratifiaksi melalui UU Nomor 11 tahun 2005, dalam melakukan gusur ada berbagai hal penting harus dilakukan Ahok. Yakni Ahok wajib: a. Mengadakan musyawarah tulus kepada warga terdampak. b. Mencari semua kemungkinan alternatif gusur. c. Melakukan konsultasi publik. d. Menyediakan informasi lengkap dan transparan tentang kegunaan lahan pasca gusur. e. Menilai dampak gusur holistic dan komprehensif. f. Menunjukkan, tindakan gusur tak terhindari. g. Memastikan tak ada warga mengalami penurunan kualitas kehidupan sebelum digusur. LBH menyimpulkan, Pemprov DKI (Ahok) tak memenuhi kewajiban tercantum pada UU Nomor 11 tahun 2005. Tindakan Ahok adalah pelanggaran HAM (VIVA.co.od). 5. Fadli Zon, Wakil Ketua DPR-RI: Wakil Ketua DPR-RI, Fadli Zon, mengecam pembongkaran permukiman Bukit Duri. Itu tanpa mengindahkan norma hukum. Ia mengingatkan janji pasangan Jokowi dan Ahok Pilkada DKI 2012 untuk tidak menggusur tapi merevitalisasi dalam bentuk kampung deret. “Dulu jualan kampanye 2012 Jokowi dan Ahok adalah negosiasi gusur hingga 50-an kali di Kota Solo”, ingatkan Fadli (harian Terbir, 29 September 2016). KESIMPULAN: data, fakta dan opini di atas dapat ditarik kesimpulan, Ahok suka gusur paksa rakyat jelata. Tindakan Ahok tanpa musyawarah atau dialog dengan warga terkena dampak. Karena itu, Ahok melanggar HAM dan in kar janji kampanye Pilkada DKI 2012 lalu. Ahok tak layak lanjut sebagai Gubernur. Oleh: Tim Studi NSEAS (Network for South East Asian Studies)/MUCHTAR EFFENDI HARAHAP.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda