Minggu, 13 November 2016

AKSI UMMAT ISLAM 212 BANTU TERSANGKA AHOK MENUJU ANGKA ELEKTABILITAS 15 PERSEN (EDISI 28 NOP.2016)

I.PENGANTAR: Aksi bela Islam III di Jakarta akan dilaksanakan 2 Desember 2016. Aksi ini kelanjutan dari perjuangan ummat Islam menuntut "Ahok Dipenjarakan dan Diadili". Kini status Ahok Tersangka, tetapi tidak dipenjarakan. Aksi Bela Islam III umumnya istilah 212 menuntut Pemerintah, khususnya Mabes Polri, menangkap atau memenjarakan Ahok, tidak cukup hanya status Tersangka. Sebelumnya, aksi bela Islam II (411) telah dilaksanakan di Jakarta, dihadiri sekitar 2,5 juta orang. Aksi bela Islam II ini juga diikuti ratusan ribu ummat Islam di puluhan kota luar Jakarta. Pada umumnya sebagian besar ummat Islam ikut aksi demo semata-mata memprotes Ahok lakukan nista Islam. Aksi bela Islam II menghasilkan keputusan Mabes Polri tentang status Ahok Tersangka. Aksi bela Islam III juga masih dalam keragka tuntutan "Ahok Dipenjarakan dan Diadili". Apakah aksi bela Islam III akan menghasilkan keputusan Mabes Polri memenjarakan Ahok? Pertanyaan ini masih sulit dijawab karena memang sulit diperkirakan apa akan terjadi. Apalagi aksi demo tidak menimbulkan kerusuhan sosial (social unrest) atau konflik terbuka, sangat mungkin Ahok tetap tidak dipenjarakan. Kami mencoba memahami aksi-aksi bela Islam I, II dan III ini dalam kaitannya dengan penurunan elektabilitas Ahok. Tentu saja membawa pengaruh terhadap penurunan elektabilitas Ahok. Masalahnya, seberapa besar pengaruh aksi bela Islam III, (212), bantu menurunkan elektabilitas Tersangka Ahok? Terdapat empat lembaga survei Nopember ini memberikan beragam angka elektabilitas Ahok. Namun, angka itu pada dasarnya berada antara 10-22 persen. Tim Studi NSEAS memperkirakan elektabilitas Tersangka Ahok sekarang sekitar 20 persen. Aksi 212 bantu Tersangka Ahok menuju angka elektabilitas 15 persen atau terus mempengaruhi "downgrade" atau pengerusan elektabilitas Ahok menuju 15 persen. Intinya, kehadiran ummat Islam ikut aksi 212 bantu turunkan elektabilitas Tersangka Ahok menjadi 15 persen pada Desember. II.TERSANGKA AHOK: Bareskrim Mabes Polri telah memutuskan Ahok sebagai Tersangka akibat dia nista Islam. Tersangka Ahok juga dicekal atau tidak boleh ke luar negeri. Publik anti Ahok umumnya senang, tapi sebagian masih belum puas, menuntut Ahok harus dipenjarakan. Status Ahok sebagai Tersangka harus diikuti dengan Ahok ditahan. Tersangka Ahok jelas mempengaruhi persepsi publik semakin percaya Ahok telah melanggar hukum pidana dan menurunkan jumlah ummat Islam mendukung Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta. Tersangka Ahok Bagaimanapun juga setelah keputusan Bareskrim mempersempit peluang Ahok untuk menang dalam Pilkada DKI layaknya melihat ruang kegelapan yakni kecenderungan menurunnya elektabilitas Ahok dari bulan ke bulan. Hasil survei berbagai lembaga, rata2 menurun 5 persen per bulan. Maknanya, kian hari pendukung Ahok berkurang, tidak tambah. Kalau LSI terakhir bilang 24 persen, bermakna tinggal 9 persen lagi umat Islam dukung Ahok. Di lain fihak, terdapat berita terbaru tentang elektabilitas Tersangka Ahok bahkan terjun bebas paling rendah. Ada empat lembaga survei Nopember ini menunjukkan popularitas dan elektabilitas pasangan Ahok-Djarot terus menurun.Sedangkan, pasangan Agus-Sylviana dan Anies-Sandiaga Uno merangkak naik. Pertama. Survei LKPI dilakukan 25 Oktober-3 November 2016 memperlihatkan pasangan Ahok-Djarot didukung 24,6 persen responden. Bahkan Ahok sudah nomor paling rendah, tertinggi Agus diikuti Anies. Kedua, pada 18 Nopember LSI konferensi pers hasil survei. Sangat spektakuler angka elektabilitas Ahok setelah jadi TERSANGKA. LSI punya perkiraan jauh lebih maju, hanya 10-11 persen ! Itu Ahok masih status Tersangka. Kalau Ahok dipenjarakan, berapa lagi angka Elektabilitas Ahok? Data LSI ini menunjukkan, sekitar 30 persen pemilih non Islam tidak pilih Ahok. Ketiga, Lembaga Indikator Politik Indonesia mengumumkan survei terbarunya soal Pilgub DKI 2017. Cagub akan dipilih jika dilaksanakan pemilihan saat ini adalah Agus Harimurti Yuhdoyono mendapat angka 22,3 persen, Ahok 19,4 pesen dan Anies Baswedan 17,4 persen. Survei ini dilaksanakan pada 15-22 November 2016. Survei ini mengambil 798 sample dari 800 responden direncanakan. Dengan metode multistage random sampling dan tingkat margin of error sebesar lebih kurang 3,6 persen.Meski elektabilitas Ahok disebut 19,4 namun margin of error 3,6 persen, bisa jadi elektabilitas Ahok hanya sekitar 15 persen. Keempat, Poltracking Indonesia melakukan survei 7-17 November 2016, metode Multistage Random Sampling, 1200 responden, Margin of Error 2,8 persen. . Publik akan memilih Pasangan Agus 19,16 persen, disusul Ahok 15,92 persen dan Anies 14,34 persen. .Tidak tahu dan tidak jawab 49,10 persen . Dukungan kepada Ahok mengalami tren turun signifikan dari 40,77 persen ke 15,92 persen. Tim Studi NSEAS berbasis data kuantitatif dan teoritisasi prilaku pemilih khusus DKI,memperkirakan pada Januari 2017 Tersangka Ahok sudah di 15 persen. Jadi,secara historis dan empiris tidak ada data, fakta dan angka suara Ahok nambah bahkan sekalipun secara resmi telah didukung empat parpol. Mengapa? Karena Ahok bersaing bukan dengan Pasangan pesaing Agus atau Anies, atau Parpol2 pendukung Agus atau Anies. Sejak awal 2015 lalu Ahok dikritisi dan dikecam rakyat DKI. Sebagai contoh kelompok KOBAR,Tangkap Ahok, kelompok2 Islam politik, Forum RT/RW, AMJU, AMJAS, AMJTIM, AKBAR, WAG PN1, RAR dll. dengan sabar terus mengkritisi dan beroposisi baik via tulisan, lisan dan opini publik maupun aksi demo. III. AHOK BERSAING DENGAN RAKYAT DKI: Dinamika perebutan kekuasaan Pilkada DKI kali ini sangat berbeda dgn pilkada umumnya di Indonesia. Pasangan Cagub dilawan dan diusir oleh rakyat, bukan kelompok pendukung atau tim relawan pasangan pesaing. Belakangan ini sejak kasus Ahok nista Islam, semakin intens rakyat tolak kehadiran Ahok di kelurahan baik kuantitatif maupun kualitatif. Bahkan, Djarot kader PDIP sbg wakil Ahok terkena pengusiran oleh rakyat DKI meski bukan pelaku nista Islam. Walau Ahok sudah Tersangka, dikawal puluhan polisi bahkan lengkap senjata, rakyat tetap tolak kehadiran Ahok. Terakhir, kasus terdapat pd salah satu kelurahan di Jaktim. Sejumlah warga demo terbuka tolak kehadiran Ahok di Kelurahan mereka. Alasannya tetap Ahok nisya Islam. Peta politik pilkada dki jadi unik, Ahok bersaing dengan rakyat DKI. Lalu, apa peran pasangan pesaing Ahok? Seberapa besar pengaruh pesaing Ahok thdp merosotnya elektabilitas Ahok? Pertanyaan2 ini sungguh tak perlu dicari jawab kecuali utk kepentingan akademis. Yg penting Ahok gagal dan kalau bisa dipenjarakan krn korupsi nya yg begitu dahsyat merugikan negara dan abuse of power beliau selama jadi Gubernur. Kini ada wacana Parpol pendukung buta Ahok akan mencabut dukungan terhadap Ahok. Umumnya dilontarkan oleh elite parpol bersangkutan. Namun, ada juga berita bahwa semua parpol pendukung Ahok tidak akan berubah, tetap bertahan dukung Ahok. Secara regulasi memang Parpol pendukung buta Ahok tidak boleh mencabut dukungan resmi. Hal ini sudah di dalam Pasal 6, ayat (5) dan ayat (6), PKPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan. Secara politik memang bisa saja elite parpol membangun opini publik, telah tidak dukung Ahok, tetapi secara legalitas atau resmi tidak bisa. Kepercayaan bahwa Ahok sangat mungkin kalah ini dan segmen pemilih mereka tidak patuh pada kebijakan parpol, mau tidak mau elite parpol mendiamkan diri, tidak bekerja promosikan Ahok atau mengesankan ke publik telah meninggalkan Ahok sebagai Cagub. Namun, konstituen atau segmen pemilih parpol pendukung buta Ahok justru ikut mengalihkan dukungan atau suara mereka terhadap ASBAK, pasangan asal bukan Ahok. Status Tersangka Ahok mempercepat proses penurunan atau downgrade elektabilitas Ahok. Semakin kencang pembangunan persepsi negara memutuskan Ahok "bersalah" dan melanggar hukum. Hanya figur yang sungguh2 bersentuhan di hati rakyat masih bisa didukung rakyat sekalipun berstatus Tersangka. Persepsi negatif publik tentang Tersangka Ahok hingga saat pemungutan suara Februari 2017, sangat mungkin terus berlangsung seiring rakyat DKI anti Ahok mempermasalahkan mengapa Tersangka Ahok tidak dipenjarakan di medsos, media massa atau forum2 publik di DKI. IV. KEGIATAN LAYAK DILAKUKAN: Pertanyaan lanjut dan strategis perlu dijawab: utk terus mendowngrade atau menurunkan angka elektabilitas Ahok hingga 15 persen, bentuk kegiatan apa yg bisa dan layak dilakukan? Angka elektabilitas 15 persen sesuai angka basis sosiologisnya, yakni 15 persen non muslim ? Bagaimanapun, sangat mungkin, Ahok menuju angka elektabilitas 15 persen. Bahkan berdasarkan "pengelompokan suku/etnis/ras", dan diasumsikan prilaku pemilih Ahok krn kesamaan suku/etnis/ras (primordialisme), maka angka 15 persen ini bisa bahkan terjun bebas menjadi sekitar "10 persen". Kelompok pemilih Ahok atas dasar primordialisme suku/etnis/ras Cina hanya 5,53 persen ditambah sebagian suku Batak, Manado, Ambon, Irian, dan NTT, sebanyak 4 persen. Suatu sumber data sekunder sajikan gambaran penduduk DKI atas dasar suku/etnis sbb: Jawa (35,16%), Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Cina (5,53%), Batak (3,61%), Minang (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis, Aceh, Madura dll. Sebuah lembaga survei Nopember ini menemukan bahwa semua responden Cina mendukung Pasangan Ahok-Djarot. Ada satu soal mungkin muncul dalam pikiran kita. Andai Ahok tetap didorong maju, berarti akan digunakan segala cara untuk menang? Artinya. Mereka masih meyakini ada 'cara' untuk menang. Kesulitan mereka gunakan segala cara adalah mereka bukan berhadapan dgn Parpol2 pesaing yang tak berdaya, tetapi SBY group dan rakyat DKI. Ahok group akan gunakan segala cara tentu mendapatkan perlawanan dari SBY group yang justru lebih punya pengalaman atau unjuk kerja dlm memenangkan pertarungan perolehan suara dua kali bahkan level nasional. Jika Ahok group lakukan kecurangan di tingkat KPUD, tentu ada cara untuk atasi sepanjang SBY mau gunakan metode iptek. Salah satu cara gunakan metode iptek berbasis aplikasi perangkat lunak komputer dgn menempatkan satu atau dua orang personil pencatat hasil perhitungan di setiap TPS, kemudian langsung kirim data ke pusat pemantauan atau pengendalian di satu lembaga, kemudian langsung dipublikasi lebih cepat ketimbang metode quikcount. Sehinga lembaga survey yg gunakan quikcount curang dukung Ahok, tidak effektif krn didahului oleh metode iptek dimaksud. Memang biaya dibutuhkan sekitar 30 miliyar Rp. krn metode pengumpulan data berbasis sensus, bukan sampling. Artinya, di semua TPS dimobilisir personil pemantau. Jika Tersangka Ahok tetap saja memenangkan perolehan suara di KPUD, bagaimanapun, akan terjadi perlawanan dan protes rakyat DKI, bisa jadi menjurus pada kerusuhan sosial (social unrest) dan pada gilirannya keruntuhan kekuasaan Rezim Jokowi. Tersangka Ahok pernah sesumbar menyatakan, lebih baik masuk penjara ketimbang mundur sebagai Cagub. Seyogyanya para pendukung buta Ahok terus memperjuangkan agar Ahok masuk penjara sehingga bisa berdalih, Tersangka Ahok kalah di putaran pertama karena ditekan ummat Islam dan dikriminalisasi. Lalu, bisa tutupi ketidakmampuan Tim Sukses dan para Parpol pendukung buta Ahok mempengaruhi pemilih bahkan konstituen mereka memberikan suara kepada Tersangka Ahok. Oleh Tim Studi NSEAS (Network for South East Asian Studies).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda