Sabtu, 29 Oktober 2016

AHOK GAGAL URUS PENGANGGURAN DIBANDING ERA FOKE

I. PENGANTAR: Tim Studi NSEAS tunjukkan satu indikator (pengangguran) kegagalan era Gubernur DKI Jakarta Ahok dibandingkan era Fauzie Bowo (Foke). Indikator pengangguran ini menjadi penting, karena di publik pendukung buta Ahok suka klaim, “Ahok lebih berhasil ketimbang Gubernur-Gubernur sebelumnya”. (Sutioso, Fauzi Bowo, dll).Runyamnya lagi, pendukung buta Ahok mempromosikan, kemampuan Ahok setingkat Gubernur Ali Sadikin. Boy Sadikin, anak kandung Ali Sadikin, mengecam Ahok disamakan dengan Ayahnya. Hasil studi ini bisa dijadikan bantahan atas klaim pendukung buta Ahok, Ahok berani “pasang badan” dan “nyawa” untuk kepentingan rakyat DKI. Bahkan, Ahok sendiri berulang kali menyatakan untuk siap mati demi rakyat. Tak segan menjalankan berbagai kebijakan kesejahteraan sosial DKI meskipun beberapa pihak tak menyukainya. Pengangguran bisa dijadikan dasar membuktikan, sesungguhnya dibandingkan era Foke, justru Ahok tidak punya prestasi alias gagal. Sekalipun angka pengangguran era Ahok lebih kecil, namun dibandingkan rata-rata tingkat nasional masih di atas dan APBD DKI (Rp. 67,1 triliun) jauh lebih besar ketimbang era Foke. Era Ahok lakukan gusur paksa rakyat sebagai kebijakan publik. Akibatnya, rakyat tergusur paksa menjadi menjadi nganggur. Berikut ini hasil kajian Tim Studi NSEAS dimaksud. II. KONDISI PENGANGGURAN ERA FOKE: 1. Sumber BPS DKI 2015 tunjukkan, tingkat pengangguran 12,15 persen (2019), menurun 11,05 persen (2010), 10,80 persen (2011), dan 9,87 persen (2012). 2. Tingkat pengangguran masih “jauh di bawah rata-rata nasional” (12-14 persen). Era Foke berkomitmen meningkatkan kesejahteraan pekerja. 3. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dari tahun ke tahun di atas rata-rata nasional, dan mempu menurunkan tingkat pengangguran. Pada 2011 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,71 persen sedangkan rata-rata nasional di angka 6,48 persen. 4. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2012 sebesar Rp. 1.502.150 atau mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Rp. 1.497.836. Pembangunan era Foke mampu menurunkan tingkat penangguran dari 11,3 % pada 2010 menjadi 9,87 persen (2012). 5. APBD meningkat dua kali lipat. Yakni dari Rp. 20,00 triliun (2007) menjadi Rp. 36,02 1triliun (2012), rata-rata meningkat 15,05 persen per tahun. 6. Mampu mengendalikan stabilitas pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi sehingga di bawah 4 (empat) persen, lebih baik ketimbang tingkat laju inflasi nasional mencapai 5,4 persen. Hal ini membantu pengendalian penangguran. 7. Beragam upaya Foke menurunkan tingkat pengangguran, antara lain menyediakan dana bergulir untuk usaha mikro, dana kegiatan fisik dan dana kegiatan sosial di tiap Kelurahan dan RW. Hingga 2010 jumlah penerima manfaat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) mencapai 50.731 orang yang tersebar di 194 kelurahan. Hingga 2011, Unit Pengelola Dana bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (UPDB PEMK) menyalurkan dana bergulir ke 250 Koperasi Desa Keuangan (KJK) dengan jumlah pemanfaat mencapai 89.999 orang. 8. Tidak lakukan gusur paksa rakyat jelata di kawasan permukiman kumuh. Upaya diambil melakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Dari 416 RW Kumuh diidentifikasi BPS, dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir era Foke, telah ditangani 259 RW kumuh. Intinya, era Foke tidak mengambil tindakan gusur paksa rakyat sehingga tidak menambah jumlah rakyat nanggur. III. KONDISI PENGANGGURAN ERA AHOK: 1. Pengangguran memang menurun dari 9,87 persen (era Foke, 2012) menjadi 9,02 persen (2013), 8,47 persen (2014), 8,36 persen (Februari 2015) dan 7,23 persen (Agustus 2015). 2. Tingkat pengangguran era Ahok, sekalipun penurunan, namun masih jauh di atas rata-rata pengangguran nasional. Kepala BPS DKI Jakarta Nyoto Widodo (Oktober 2014) menegaskan, jumlah angka pengangguran di DKI Jakarta 9,84 persen, (2014) dan 8,36 persen, (2015) lebih tinggi dari pada angka pengangguran secara nasional. Bahkan, pengangguran DKI dan Banten terbesar di Indonesia !. DKI Jakarta dalam “alarm darurat”. Sebagian rakyat miskin di Jakarta semakin memburuk dari tahun ke tahun. 3. BPS DKI laporkan, pertumbuhan ekonomi Jakarta 2015 hanya 5,88 persen, melambat sejak tiga tahun terakhir (2014 sebesar 6,91 persen). Kantor BI DKI (ANTARA News.com) mengungkapkan realisasi pertumbuhan ekonomi DKI selama triwulan I 2016 sebesar 5,62 persen lebih rendah triwulan IV 2015 sebelumnya, 6,48 persen (yoy). 4. Perekonomian Indonesia pada Triwulan I 2016 tumbuh 4,92 persen. Pada Triwulan II 2016 naik menjadi 5,18 persen. Jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi DKI triwulan I 2016 hanya 5,62 persen, maka sangat sedikit selisih kelebihan pertumbuhan DKI, selisih hanya 0,44 persen. 5. Said Iqbal, Ketua organisasi buruh KSPI, menilai Ahok sebagai "Bapak Upah Murah" (Kompas.com, 29 September 2016). UMP DKI kalah dari Bekasi dan Karawang, tak masuk akal. Said menyerukan terhadap masyarakat khususnya buruh Jakarta, jangan pilih Gubernur "Bapak Upah Murah", maksaudnya Ahok. UMP DKI sebesar Rp 3.100.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding Bekasi Rp 3.200.000. Menurut hasil survei KSPI, kebutuhan hidup layak di DKI dengan inflasi 2017 adalah Rp 3.750.000. "Sekarang masih Rp 3,1 juta, berarti naiknya sekitar Rp 600.000-Rp 700.000." 6. APBD DKI Jakarta meningkat hampir 100 persen dari Rp. 36,021 triliun (2012) menjadi sekitar Rp. 67,1 triliun (2015). Terjadi dua kali lipat penambahan APBD sejak era Foke. Harusnya penurunan penagguran bisa jauh lebih rendah. 7. Infasi Jakarta 2015 lebih rendah dibandingkan tahun 2014. Tercatat 3,3 persen (yoy) pada 2015 dan 8,95 pada persen 2014 (yoy). 8. Melakukan gusur paksa rakyat jelata di kawasan permukiman kumuh dan PK5 (pedagang kali lima) bahkan di lokasi kawasan permukiman dan perumahan. Ahok tidak seperti era Foke yang lakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Berdasarkan data LBH Jakarta, sejak Januari hingga Agustus 2015, ada 3.433 KK dan 433 unit usaha menjadi korban gusur paksa berada di 30 titik di wilayah DKI. Jumlah ini kian bertambah pada 2016, termasuk penggusuran rakyat Kali Jodoh dan Luar Batang (Jakut), Bukit Duri (Jaktim), Jalan Rawajati (Jaksel), dll. Jika, Ahok lanjut Gubenur, tentu 2017 gusur paksa rakyat jalan terus dan jumlah rakyat nganggur terus bertambah. IV: AHOK GAGAL: Pada kondisi APBD hanya di bawah Rp. 35 triliun, era Foke mampu menurunkan tingkat pengangguran setiap tahun bahkan di bawah rata-rata nasional (12-14 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan di atas rata-rata nasional. Era Foke tidak lakukan gusur paksa rakyat sehingga tak tambah jumlah rakyat nganggur. Di lain fihak, era Ahok, memang ada penurunan jumlah rakyat nganggur. Namun, jumlah rakyat nganggur turun masih selisih sedikit (tidak sampai 1 persen) dibanding rata-rata nasional. Era Ahok acapkali lakukan gusur paksa rakyat jelata sehingga nambah jumlah rakyat nganggur. Berbeda era Foke, era Ahok gagal memanfaatkan penambahan APBD 100 persen (menjadi Rp. 67,1 triliun) untuk turunkan jumlah rakyat nganggur di bawah rata-rata nasional. V.KESIMPULAN: Karena Ahok gagal melaksanakan urusan penangguran dibandingkan era Foke, maka keberadaan Ahok dari indikator penangguran justru menurunkan kondisi sosial ekonomi dan budaya DKI. Karena Ahok gagal melaksanakan urusan penangguran rakyat DKI, kehadiran Ahok lanjut sebagai Gubernur pasti tidak akan membawa dampak positif terhadap kondisi DKI. Secara emperis dan histroris, Ahok tidak mampu dan gagal memecahkan permasalahan pengangguran di Ibukota Republik ini. Bahwa, mengaku pro rakyat, hanyalah sesumbar belaka, tidak ada bukti! Pendukung buta Ahok berhentilah mempromosikan, Ahok lebih berhasil ketimbang Gubernur-Gubernur sebelumnya. TIM STUDI NSEAS (Muchtar Effendi Harahap, Koord)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda