Rabu, 28 September 2016

AHOK TAK LAYAK GUBERNUR: SUKA LANGGAR HUKUM

Negara moderen era demokratisasi, pemerintahan/negara harus dikelola berdasarkan "tata pengelolaan yang baik" atau " good governance". Dunia usaha dikenal dengan " good corporate governance". Secara teoritis, salah satu prinsip harus ditegakkan oleh pengelola pemerintahan atau dunia usaha adalah rule of the game atau aturan main tertuang dalam peraturan perundang-undangan, regulasi atau hukum. Seorang Gubernur, misalnya, dalam mengelola pemerintahan provinsi harus patuh dan taat hukum. Bagaimana tentang Ahok dalam mengelola pemerintahan DKI? Peraturan perundang-undangan aoa saha dilanggar Ahok selaku Gubernur DKI? Inilah jawabnya: 1.UU Nomor 11 tahun 2013 Pasal 34 ayat 1, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Tahun 2008. a. Sekretaris Daerah atas nama Gubernur telah nyata dan sengaja mengirimkan outline rancangan anggaran 2015 kepada Kemendagri yang bukan hasil persetujuan dan pembahasan bersama. b. Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengabaikan kewenangan fungsi DPRD, dalam rangka fungsi anggaran berupa pengajuan usulan dalam rancangan APBD, sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 3 dan 5 UU Nomor 11 Tahun 2003. c. Gubernur Provinsi DKI Jakarta melanggar UU dan peraturan terkaitnya yang berlaku dalam pembahasan dan pengesahan APBD. 2. UU tentang penyelenggaraan system informasi keuangan Negara, dianalisiskan dalam tingkat daerah dalam bentuk e-Budgeting. 4. UU Nomor 23/3014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 67, bahwa kewajiban Kepada Daerah dan Wakil untuk mentaati ketentuan dalam UU. 5. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ahok terbitkan Pergub,bukan Perda, tentang Honorarium Personil TNI dan Polri. Prilaku Ahok melanggar hukum dapat ditunjukkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 138 tentang Honorarium Anggota TNI/POLRI di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Pergub ini ditetapkan 3 Maret 2015. melegalkan pemberian dana honorarium kepada personil TNI dan Polri sebesar Rp288.000,-/ orang, terdiri dari uang saku Rp.250.000,- dan uang makan Rp. 38.000. 6. Pemberian Izin Reklamasi melahirkan kontroversi karena Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai Ahok telah melampaui kewenangannya. Menurut KKP dan KLHK, sesuai dengan UU nomor 27 tahun 2007 jo UU nomor 1 tahun 2014, Perpres nomor 122 tahun 2012 serta Permen KP nomor 17 tahun 2013 jo. Permen KP nomor 28 tahun 2014 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, izin reklamasi wilayah strategis nasional adalah wewenang pemerintah pusat, bukan wewenang Ahok. Seperti halnya kejanggalan dalam reklamasi PIK, izin reklamasi 17 pulau kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha APL yang diberikan oleh Ahok ini juga terlalu banyak kejanggalan yang dipertontonkan. Dalam berbagai kasus sengketa lahan antara warga Jakarta dengan pengembang Agung Podomoro Land, Ahok selalu membela Agung Podomoro Land. Lihat kasus Taman BMW yang diduga ada tindak pidana korupsi dalam proses tukar guling. Meskipun mantan Wagub DKI Jakarta, Prijanto telah melaporkannya ke KPK tapi Ahok tetap ngotot membela Agung Podomoro Land bahwa tidak ada korupsi dalam kasus tukar guling Taman BMW. Pertanyaannya, mengapa Ahok selalu ngotot membela Agung Podomoro Land? 7. Mengabaikan Rekomendasi BPK ttg kasus pembelian tanah RSSW.Sugiyanto, aktivis masyarakat Jakarta, mempertanyakan: adakah jalan lain untuk menjerat Ahok di kasus RS Sumber Waras?. Bila KPK terus berdalih belum menemukan niat jahat dalam kasus RS Sumber Waras. Itu artinya sulit mengharapkan KPK bertindak tegas. KPK akan terus beralasan dan berputar putar dgn argumentasinya belum menentukan unsur tindak pidana dalam kasus RSSW. Sugiyanto menduga tindak pidana Ahok tidak melaksanakan atau tidak menindaklanjuti Rekomendasi LHP BPK-RI Perwakilan DKI Jakarta meminta Ahok mengupayakan pembatalan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 m2 dengan pihak YK Sumber Waras. Ahok tidak pernah melakukan upaya pembatalan. Bahkan pada beberapa pernyataannya, Ahok tegas mengatakan tidak akan melaksanakan Rekomendasi BPK tersebut. Mengacu pada` UU N0. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolahan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada Pasal 26 ayat (2) disebutkan bahwa Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan yang jawaban atau penjelasaan harus disampaikan ke pada BPK selambat-lambatnya 60 ( enam puluh hari ) setelah laporan hasil pemeriksaan diterima Ahok. Batas waktu telah terlewati dan Ahok tidak pernah melakukan upaya pembatalan pembelian lahan RSSW. Berdasarkan UU No 15/2004 Pasal 26 ayat (2), setiap orang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti tekomendasi disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK dipidana penjara paling lama 1 ( satu ) tahun 6 (enam bulan ) dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah). Sugiyanto sendiri sudah melaporkan kasus ini kepada Mabes Polri, 29 Oktober 2015. 8. Penetapan Wali Kota Jakut Wahyu Hariyadi tanpa pertimbangan DPRD, diduga melanggar UU No. 29/ 2007 ttg Ptrovinsi DKI Jakarta. 9.Penggusuran paksa rakyat tanpa musyawarah dan mufakat sesuai Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal ini Ahok juga nengabaikan UU HAM.Terdapat warga 30 tahun menghuni dan punya serifikat tanah, tetap saja Ahok gusur paksa tanpa ganti rugi.Di lain pihak, Ahok tetap menggusur paksa rakyat meski proses hukum gugatan "class action" masih berlangsung di Pengadilan Negeri. 10.Kepres No.49/ 2001 ttg Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan Lain, RT memiliki tugas : 1). Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab Pemerintah 2). Memelihara kerukunan hidup warga 3). Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat Sedang fungsi RT adalah : 1). Pengkoordinasian antar warga 2). Pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar sesama anggota masyarakat dengan Pemerintah 3). Penanganan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi warga. Bagaimana dengan RW? Masih menurut Keppres 49/2001, RW memiliki tugas: 1). Menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya 2). Membantu kelancaran tugas pokok LKMD atau sebutan lain dalam bidang pembangunan di Desa dan Kelurahan Dan memiliki fungsi sebagai : a. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas RT atau sebutan lain di wilayahnya b. Pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar RT atau sebutan lain dan antar masyarakat dengan Pemerintah Jadi jelaslah, berdasarkan Keppres tersebut RT/RW tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan harian kepada pemerintah daerah. Sebab keberadaan RT/RW merupakan kesepakatan warga dan para pengurusnya juga dipilih oleh warga. Pihak kelurahan tinggal mengesahkan hasil kesepakatan warga tersebut. Ahok mengeluarkan Pergub No.168/2014 tentang Pedoman RT RW DKI Jakarta dan SK Gubernur Nomor 903 tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga. Kedua peraturan tersebut kemudian digunakan sebagai dasar kewajiban ketua RT/RW melapor terkait kondisi di lingkungannya melalui aplikasi Qlue. Ketua RT/RW diwajibkan memberi laporan kondisi lingkungan masing2. Hal sangat memberatkan Ketua RT/RW. Mereka harus selalu di tempat, padahal bukan pegawai Pemda DKI. Ahok mempersilahkan Ketua RT/RW tidak setuju untuk mundur. Ahok bahjan memfitnah banyak ketua RT menyewakan lapak kepada pedagang. Akibatnya, ratusan ketua RT/RW itu meminta anggota DPRD, DKI Jakarta mendesak Ahok agar mencabut keharusan membuat laporan melalui Qlue. Mereka pun siap untuk mundur jika Ahok tetap keukeuh dengan kebijakannya. Kinivtetventi forum RT/RW se DKI konflik dgn Ahok, bahkan berjuang agar Ahok tidak lagi jadi Gubernur DKI. 11. KUHP Sri Bintang Pamungkas menulis WA berjudul: "Mempidanakan Ahok-Serta Melihat Bagaimana Polri Bereaksi". Pasal3 KUHP dapat mempidanakan Ahok al: Pasal 406; Pasal 410; Pasal 414; Pasal 423; Pasal 424; dan, Pasal 425 (3). Sri Bintang Pamungkas, Egi Sudjana, dll. adukan Ahok soal penggusuran paksa rakyat DKI ke Bareskrim/Mabes Polri. Pasal2 pidana digunakan utk adukan Ahok. 11. Kontribusi 15 Persen bagi Pengembang pada Reklamasi Kesaksian eks Presdir Agung Podomoro Land, Ariesman Wijaya, dalam sidang terdakwa Sanusi di Tipikor: "Kami sudah menyetor di awal sebesar 1,6 Trilyun rupiah. Itu diluar permintaan kontribusi yang 5% dan kami tidak tau rinciannya" Ariesman hanya tau bahwa jika dia menyetor ke Ahok maka artinya ia telah menyetor ke Pemda DKI. Persis seperti dikatakan Menko Maritim Rizal Ramli, setoran awal dari Pengembang Reklamasi tsb sama sekali tidak tercatat masuk ke dalam Kas Daerah Pemda DKI/ APBD. Di lain pihak, Ketua KPK Agus Rahardjo via medsos menyoroti Ahok terkait kontribusi tambahan 15 persen bagi pengenbang pada proyek reklamasi Teluk Jakarta. Menurut dia, seharusnya kontribusi tambahan itu tidak digunakan begitu saja, mesti masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dulu. Kontribusi tambahan itu seharusnya tidak digunakan begitu saja, mesti masuk ke APBD dulu.Maknanya, Ahok melanggar hukum. KESIMPULAN: Data dan fakta diatas perlu diketahui rakyat DKI agar tak salah memilih penguasa DKI lima tahun kedepan. Penguasa suja langgar hukum sebagai ciri diktator atau fasis anti demokrasi. Dalam kebijakan publik, cenderung mengabaikan kepentingan rakyat kebanyakan. Oleh Tim Studi NSEAS/MUCHTAR EFFENDI HARAHAP

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda