Minggu, 18 September 2016

AHOk PSIKOPAT, NGAK BOLEH IKUT PILGUB DKI ?

Mengacu pada referensi akademis, “Psikopat” dapat dimaknakan sebagai perilaku psikologis pelaku terus menerus mencari pembenaran diri atas tindakan keliru. Seorang Psikopat tak mampu mengenali dan belajar dari kesalahan. Berikut ini adalah karakteristik umum seorang Psikopat al: (1) Sering berbohong dan cerita berubah-ubah; (2) Sangat senang dipuji; (3) Tak punya rasa tanggung jawab; (4) Tak pernah merasa bersalah; (5) Tak perduli dengan (keselamatan) orang lain; (6) Senang melukai/menyiksa/ menyakiti orang lain dalam bentuk fisik/non-fisik; (7) Manipulatif (senang memanfaatkan orang lain); dan, (8) Tidak mampu memahami pekerjaan struktural / prosedural. Lulung (Abraham Lulung Lunggana), Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta nyatakan ke publik melalui media massa dan medsos: Ahok seorang Psikopat! Ia dapat siap tanggungjawab atas pernyataan ini. Katanya, ia punya bukti rekaman medis Ahok dari RSPAD. Data didapat saat hendak mengajukan hak interplasi DPRD DKI. Tes kejiwaan Ahok dilakukan tim dokter RSPAD, masing2 berpangkat Letkol dan Kolonel. Menurut Lulung pernah akan membentuk Pansus DPRD DKI utk mendalami informasi hasil kejiwaan Ahok, Namun, batal karena IDI tidak merekomendasikan. Lulung sudah bertemu dengan dokter menangani Ahok. Ia pergi ke rumah sakit itu saat tengah menyusun hak interpelasi untuk menggulingkan Ahok. Lulung jumlpa Dokter test berpangkat Letkol. Lulung minta hasilnya, tapi Letkol itu nggak kasih. Utk memperkuat pernyataan Ahok seorang Psikopat, Lulung menunjukkan apa telah dilakukan Ahok selama ini adalah pencitraan. Misalnya, saat Ahok melakukan penggusuran lalu menempatkan korban gusuran di rumah susun (Rusun). Rusun disediakan bukan milik Pemprov DKI. Rusun tersebut dibuat atas hasil kontribusi tambahan dari pengembang "Dibuat MoU (nota kesepahaman), untuk minta 15 persen kontribusi pengembang, ini penegak hukum kok diam," ujar Lulung. Lulung juga sampaikan, akan mendatangi   Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), guna melapor soal dugaan kelainan kesehatan jiwa Ahok. Dirinya akan mendesak KPI untuk meminta stasiun televisi, menyiarkan kepribadian sosok calon gubernur DKI Jakarta 2017 ke publik. Ia minta agar pejabat publik diumumkan kesehatan jiwa ke publik. Hal ini agar semua transparan. Masyarakat harus tahu kondisi mental pemimpin. Sebab, akan sangat berbahaya bila nanti seorang pemimpin memiliki kelainan jiwa. "Jangan nanti berandai-andai. Hukum harus ditegakkan. Akibatnya, masyarakat pun terkena imbasnya", sembari menekankan, dirinya memang sengaja mencari tahu keadaan kejiwaan Ahok sesuai memperoleh informasi dari beberapa politisi Gerindra mengenai Ahok. Sesungguhnya apa dibeberkan Lulung ttg Ahok seorang Psikopat, sebelumnya Rocky Gerung, Dosen Filsafat UI, pernah meminta agar Ahok melakukan tes kejiwaan. Karena sering kali terlihat marah-marah di setiap situasi. “Kalau mayoritas mendukung gaya Ahok, ini berbahaya buat demokrasi dan berbahaya buat Ahok sendiri, berbahaya untuk pertumbuhan mentalnya. Suatu waktu mungkin perlu diuji test kejiwaan itu,” ujar Rocky sembari menekankan, ada problem pada kejiwaan Ahok terlihat ketagihan dengan gaya marah-marah. Senada dengan Lulung, Prijanto (Mantan Wagub DKI), menilai bahwa Ahok seorang Psikopat. Psikopat itu sadar sepenuhnya akan tindakannya. Dia bukan orang gila, tapi penyakit gangguan mental. Ciri lain, tindakannya cenderung bermusuhan, tidak mengikuti aturan bahkan sering protes. Egoisme tinggi, melanggar hak orang lain, tidak jujur dan kerap salah mengartikan kejadian di sekitar. Bagi Prijanto, penyakit kejiwaan dialami Ahok ini seperti virus. Penyakit bisa menular. Menular dalam arti di lingkungan sekitar. Sebab mereka tak mengikuti akan ditindak. “Tindakan cenderung bermusuhan. Tidak mengikuti aturan bahkan sering protes, egoisme tinggi, melanggar hak orang lain, tidak jujur dan kerap salah mengartikan kejadian di sekitar,” tandas Prijanto. Di lain fihak, Habiburokhman (Kepala Bidang Advokat DPP Partai Gerindra) menegaskan, masuk akal kalau Ahok Psikopat. Baginya, ada kemungkinan Ahok benar-benar seorang Psikopat. Sebab, ia tidak membantah tudingan Lulung. Karena itu Habiburokhman mengharapkan Ahok melakukan pemeriksaan agar mengetahui benar tidak sebgai seorang Psikopat. "Kalau soal Psikopat harus diperiksa secara medis," tegasnya. Secara lebih tegas, Zeng Wei Jian mendukung Lulung. “Sumpah Lulung Benar, Bilang Ahok Psikopat”, tegasnya. Menurut Zeng Wei Jian, tahun 2013, Asosiasi Psikiatrik Amerika merilis Edisi V “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5)”, bertema Antisocial Personality Disorders (ASPD). Di dalam literatur ilmiah itu ada cerita soal 4 ciri utama seorang Psikopat. Ia kaget sekali saat baca “4 ciri utama” itu pada diri Ahok. Yakni: 1. A disregard for laws and social mores; 2. A disregard for the rights of others; 3. A failure to feel remorse or guilt; dan, 4. A tendency to display violent behavior Atas 4 ciri utama di atas, Zeng Wei Jian menilai, Ahok tak hormati hukum dan norma sosial (terutama soal verbal abuse) & tidak gubris hak azasi warga digusur. Ahok gagal merasa bersalah terhadap korban gusuran terlunta-lunta atau inkonsistensi manuver politik. “Bukankah Ahok bilang ingin maju via jalur individu lantas dia mudah saja buang sejuta KTP bodong yang dikepul relawan”, ujar Zeng Wei Jian. Berikutnya tanggapan Ratna Sarumpaet. Dibeberkan di medsos, Ratna girang Ahok disebut Psikopat. Baginya, Ahok pantas disebut seorang Psikopat. “Kalau saya sih bicara respon dan kelakuan Ahok, selama ini sih Psikopat,” ujar Ratna. Ia sudah menduga, Ahok Psikopat dari tingkah laku Ahok cenderung kasar, pemarah dan arogan. “Boleh dong saya berasumsi. Kalau Haji Lulung kan ngaku punya data. Nah itu gayung bersambut dengan asumsi aku,” katanya seraya tersenyum. Penilaian Ahok seorang Psikopat rupanya jauh sebelum dibeberkan Lulung, telah muncul dari Habib Muhammad Rizieq pada orasi aksi demo Gabungan beberapa ormas Islam di Kantor KPK untuk mendesak agar KPK memanggil Ahok (4 April 2016). Dalam orasi, Rizieq mengatakan Ahok merupakan seorang pemimpin Psikopat. Ahok dinilai arogan dalam kekuasaan terhadap masyarakat Jakarta. "Semua sikap Ahok itu Psikopat, sehingga harus segera diperiksa oleh dokter ahli kejiwaan," kata Rizieq di depan Gedung KPK, Bagaimana ke depan soal Ahok Psikopat ini? Salah satu persyaratan calon dalam Pilkada yakni “calon mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter”. Hal ini tertuang di dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Buipati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota. Peraturan KPU ini telah dirubah menjadi Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2016. KPU DKI Jakarta tengah menyusun standar kesehatan jasmani, rohani dan bebas narkoba bagi pasangan Cagub dan Wacagub Pilkada DKI Jakarta 2017. Penyusunan dlakukan bersama dengan tiga fihak, yakni IDI (Ikatan Dokter Indonesia) utk syarat kesehatan, BNN (Badan Nasional Penanggulang Narkotika) utk syarat bebas narkoba, dan HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) utk syarat kesehatan rohani. Psikopat itu sendiri tergolong bidang psikologi. Karena itu, Calon harus terbebas dari Psikopat hasil penilaian HIMPSI. Para pendukung buta Ahok perlu mencermati hasil penilaian HIMPSI dan mendapat jabawan: apakah Ahok itu Psikopat atau tidak? Jika realitas obyektif menunjukkan Ahok Psikopat, maka harus mengakui bahwa Ahok ngak boleh ikut Pilgub DKI. Gagal sebelum bertanding dalam Pilkada akan menjadi sebuah fakta politik menyedihkan bagi pendukung buta Ahok. Sebaliknya, bagi anti Ahok atau ASBAK, sangat penting memantau dan mengawasi proses penilaian kesehatan rohani Ahok agar tidak terjadi manipulasi atau rekayasa data. Harus ada upaya untuk mendesak agar KPU DKI Jakarta mempublisir setiap hasil tes kesehatan Calon, termasuk hasil test psikologi. Alasannya, publik harus mendapat jawaban: apakah Calon tersebut sungguh-sungguh mampu secara jasmani dan rohani untuk menjadi Gubernur DKI? Ini berlaku kepada semua Calon, bukan hanya Ahok. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Dewan Pendiri NSEAS, Network for South East Asian Studies) Edisi 17 September 2016.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda