Jumat, 26 Agustus 2016

PEMBEBASAN BAYAR PBB, PENCITRAAN AHOK ?

Para pendulung buta Ahok membanggakan kebijakan Ahok ttg pembebasan bayar PBB. Bahkan, klaim bahwa "seumur umur, warga DKI bisa tidak membayar PBB yg NJOP nya di bawah Rp. 1 milyar dan itu tidak perlu ngurus ngurus ini itu. .. Saat datang ke kantor lurah. Langsung di IYA kan bahwa warga tsb tidak perlu membayar PBB. Ini baru kali pertamanya lho? MANTAB bukan?," tandas seorang Alumnus UI, pendukung buta Ahok di WAG 77/78. Hal pembebasan bayar PBB tidaklah seperti diklaim pendukung buta Ahok ini. Tidak semua rakyat DKI punya rumah harganya di bawah 1 miliar rupiah, bebas bayar PBB. Sebagaimana beliau, medsos dan media massa pendukung buta Ahok acapkali gunakan issue kebijakan Ahok bebas bayar PBB untuk bangun citra positif Ahok, seakan Ahok bekerja utk rakyat. Memang benar kebijakan bebas PBB ini terbit era Ahok. Tapi, bukan berarti kebijakan ini sungguh2 utk rakyat semata. Ini hanya pencitraan agar mendapat dukungan politik rakyat. Realitas obyektifnya tidaklah sesuai dgn apa yg dicitrakan. Ini data dan fakta, tidak semua rakyat punya rumah harga di bawah 1 miliar rp lalu bebas bayar PBB. Pemprov DKI bebaskan bayar PBB-P2 bagi wajib pajak menempati rumah seharga Rp 1 miliar ke bawah.Β  Hal itu telah tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 259 Tahun 2015 tentang pembebasan PBB-P2 atas rumah, rusunawa, rusunami dengan NJOP sampai dengan Rp 1 miliar.Β  Bahwa untuk NJOP dimaksud diberi pembebasan sebesar 100 persen dari PBB-P2 tahun berjalan secara otomatis. Bila masih ada tunggakan maka dilakukan penagihan.Β  Pembebasan PBB-P2 sudah diterapkan untuk punya rumah di bawah Rp 1 miliar. Tak bayar sama sekali. Bahkan, Ahok klaim, kebijakan pembebasan PBB-P2 dilakukan agar tak bebani warga berpenghasilan pas-pasan. Sementara untuk ruko, apartemen dan tempat usaha yang NJOP PBB-P2 nya di bawah Rp 1 miliar, tetap dikenakan kewajiban penyetoran pajak. Namun, peraturan ini tidak berlaku menyeluruh. Hanya lahan dan bangunan dalam kategori tertentu yang dapat menikmati pajak Rp 0 itu. Pembebasan PBB hanya berlaku untuk tanah dan bangunan yang nilai jual objek pajaknya (NJOP)-nya di bawah Rp 1 miliar, atau luas tanah dan bangunannya di bawah 100 meter persegi. Dengan catatan, lokasi tanah dan bangunan tersebut tidak berada di dalam area perumahan ataupun cluster. Bahkan, pemilik rumah Rusunami (Rumah Susun Milik) tetap harus bayar PBB padahal harga masih di bawah bahkan 500 jt rp. Jadi, yang bebas pajak hanya rumah-rumah yang di permukiman biasa, yang bukan perumahan. Kalau perumahan, cluster, ruko, dan apartemen tetap bayar pajak. Meski, ada tanah luas 100 M2 dan berada di area non-perumahan, dapat terkena pajak. Hal itu terjadi apabila luas bangunannnya lebih dari 100 meter persegi. Sebagai contoh, rumah terdiri lebih dari satu lantai. Kalau tanahnya 100 M2, tapi rumahnya tiga lantai, itu akan tetap kena pajak. Karena luas bangunannya dipastikan lebih dari 100 M2" Kebijakan ini bertujuan untuk membantu warga DKI Jakarta dari kalangan menengah ke bawah, terutama bagi mereka yang menempati rumah yang diwariskan oleh orang tuanya. Perkembangan mpesat di suatu kawasan terkadang menyebabkan warga menempati rumah warisan orang tua harus menanggung PBB tinggi akibat peningkatan harga tanah. Mereka hanya terkena dampak dari pesatnya pembangunan di sekitar tempat tinggalnya. Kejadian sama hampir dapat dipastikan tak terjadi bagi pemilik tanah dann bangunan untuk kategori perumahan, cluster, ruko, dan apartemen. Tetapi, dilain pihak pemilik rumah di kawasan perumahan, harus bayar PBB jauh lebih tinggi ketimbang belum diberlakukan kebijakan Ahok ini. Pemilik rumah dimaksud, tak peduli mampu atau tidak, harus bayar PBB lebih tinggi. Tetangga saya, yg biasa bayar kisar 3 juta rp, menjadi 6 juta rp. Bayangkan ! Bahkan, Ahok juga menaikkan pajak kenderaan bermotor hingga 35 persen hanya dgn sebuah Pergub, bukan Perda. Sebelumnya, Ahok telah naikan tarif PBB-P2 thn 2014 dan 2015. Tarif PBB-P2 tahun 2014 naik signifikan dibanding tarif PBB-P2 thn2 sebelumnya. Kenaikan tarif PBB-P2 thn 2014 berkisar antara 200-800%, nilai fenomenal belum pernah terjadi sebelumnya. Contoh kasus. pada 2013 PBBn sebesar Rp. 452.820, pada 2014 sebesar RP. 1.743.925 dan tahun 2015 sebesar Rp. 1.780.265. Naik 4 x lipat). Ini data dan fakta kebijakan Ahok. Pendukung buta Ahok harus paham itu... Berhentilah gunakan kebijakan PBB utk pencitraan Ahok. πŸ‘ŽπŸΏπŸ‘ŽπŸΏπŸ‘ŽπŸΏπŸ˜‚ Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Dewan Pendiri NSEAS, Network for South East Asian Studies)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda