Rabu, 29 Juni 2016

KETIMPANGAN RAKYAT JAKARTA MAKIN LEBAR

Fungsi utama Pemerintah adalah memberikan pelayanan, menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah harus mampu mengurangi jumlah rakyat nganggur, miskin dan ketimpangan/kesenjangan ekonomi kaya-miskin. Ketimpangan ekonomi melebar akan memperkuat ketidakadilan sosial, bahkan timbulkan kerusuhan sosial (social unrest). Fungsi utama Pemerintah ini juga harus berlaku pada Pemerintah DKI Jakarta di bawah Ahok. Pemerintah DKI harus mampu mengurangi ketimpangan ekonomi kaya-miskin. Soalnya, apakah Ahok mampu mengurangi kesenjangan ekonomi rakyat DKI? Data, fakta dan angka ternyata bicara, TIDAK! Ahok sebagai Gubernur gagal menjalankan fungsi Pemerintah mengurangi ketimpangan ekonomi ini. Bahkan, secara nasional ketimpangan DKI Jakarta tertinggi. Ekonomi Jakarta saat ini hanya dinikmati oleh kalangan menengah atas. Ketimpangan ekonomi dinilai dengan Gini Rasio (antara 0 s/d 1), yakni alat mengukur derajat kesenjangan ekonomi kaya dan miskin. Jika nilai Gini Rasio 0, berarti pemerataan sempurna. Jika 1, berarti ketimpangan sempurna. Mengacu BPS DKI Jakarta 2015, masalah ketimpangan ekonomi meningkat 0,44 dari tahun 2014. Berarti kelompok kaya menguasai 44 persen pendapatan DKI Jakarta. Sumber lain menyajikan Gini Rasio 0,43, menunjukkan DKI nomor dua terendah di Indonesia setelah Papua. Versi Fraksi PPP DPRD DKI, Gini Rasio 0,47. Lalu ada pengakuan BPS DKI Gini Rasio 0,46. Kepala BPS DKI Jakarta Syech Suhaimi tegaskan, jika pada 2014 Gini Ratio DKI mencapai 0,43%, angka ketimpangan masyarakat kelas atas dan bawah di Ibu Kota sepanjang 2015 tercatat naik ke 0,46. “Naiknya Gini Ratio di Jakarta disebabkan kenaikan pendapatan orang kaya terlalu cepat. Di sisi lain, kenaikan Pendapatan masyarakat menengah dan bawah justru mengalami perlambatan,” ujarnya (bisnis.com, 2/5/2016). Menurut Suhaimi, jumlah 20% orang kaya di DKI Jakarta meningkat drastis dari 49,79 pada 2014 ke 56,20 pada tahun lalu. Sementara itu, jumlah 40% masyarakat berpendapatan rendah turun dari 14,66 ke 14,11 dan 40% masyarakat berpendapatan sedang turun dari 35,55 ke 29,70. “Pemerintah harus waspada. Berlari 20% masyarakat kaya ini sangat cepat. Jika dibiarkan, jarak antara si kaya dan si miskin di DKI pasti melebar,” katanya. Walau angka gini ratio 0,46 versi BPS DKI ini tergolong rendah, namun masih ada yg mempertanyakan. Diduga, angka gini ratio 0,46 ini semacam “pembohongan public”. Angka ketimpangan rakyat DKI jauh lebih melebar, diperkirakan mencapai 0,50 hingga 0,60. Bahkan, Bagi Letjen TNI (Purn.) J.Suryo Prabowo, Gini Rasio meningkat 0,72 persen. Berarti kelompok kaya menguasai 72 persen pendapatan DKI Jakarta. Syahganda Nainggolan, Pakar Kesejahteraan Masyarakat, menghitung Gini Rasio rakyat DKI telah mencapai 0,50 atau bahkan lebih. Angka ini jauh di atas angka nasional. Prijono, Pakar Ekonomi, setuju gini rasio sudah 0,50 versi Syahganda. Baginya, jika digunakan data BPN (2012) dari tanah produktif 10 persen menguasai 80 persen tanah Jakarta. Itu logikanya berbanding lurus dengan prolehan income (pendapatan) kapitalis tersebut. Secara kasar dari aset tanah saja asumsinya Gini Rasio 0,70. Belum kekayaan dan pendapatan dari faktor non property. Susah dibayangkan angka 0,46 versi BPS DKI. Sebab tidak ada transfer subsisi seperti di negara Skandinavia atau Belanda sebagai pengurang ketimpangan pendapatan. Lepas, dari angka gini ratio 0,50, 0,60 atau 0,72, yang pasti ketimpangan rakyat DKI di bawah Gubernur Ahok “terus melebar”. Pada 2012, posisi ketimpangan hanya 0,39, 2014 melebar 0,43, lanjut 2015 menjadi 0,46. Dapat disimpulkan, dari indikator Gini Ratio, Ahok “gagal” menjalankan fungsi Pemerintah DKI mengurangi ketimpangan rakyat DKI. Hal ini salah satu alasan, Ahok tidak layak untuk lanjut sebagai Gubernur DKI. Jika Ahok terus jadi Gubernur, bisa diperkirakan ketimpangan rakyat DKI terus melebar, akan timbulkan kerusuhan sosial (social unrest). Mayoritas orang miskin DKI bertindak secara kekerasan terhadap minoritas kaya (dominan ras Cina) seperti pernah terjadi.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda