Jumat, 18 Februari 2011

SUMUT TARGET KPK KORUPSI SUDAH MENGAKAR DI MASYARAKAT

Sumut Target KPK
* Korupsi Sudah Mengakar di Masyarakat


Medan-ORBIT: Sejak Sumatera Utara (Sumut) disebut sebagai sarang korupsi, merupakan daerah paling korup se-Indonesia ini, masyarakat kehilangan muka dan khawatir memberangus koruptor di daeah ini tidak mudah.

Pasalnya, menurut Mukhtar Effendi Harahap, mental korupsi di Sumut sudah hampir menyeluruh. Budaya korupsi dilakukan dari pejabat tinggi sampai anggota masyarakat.

Sehingga, jelas Ketua Network for South East Asian Studies (NSEAS), Kamis dinihari (16/2) di Medan, memberantas korupsi di Sumut ini memerlukan kerja keras dan kerjasama terpadu antara elemen masyarakat, media massa dan tokoh yang futuristik.


Artinya, maksud Mukhtar yang dikenal sebagai pengamat politik dan komunikasi sosial di Jakarta, tentulah daerah ini masih memiliki tokoh-tokoh memusuhi koruptor yang terang-terangan merusak negara dan rakyat. Tokoh tersebut punya cita-cita daerah Sumut lebih baik ke depan.

Tertinggal

Mukhtar mengungkap hal itu di depan forum diskusi dadakan di salah satu warung bandrek susu di Medan, dihadiri oleh Pemimpin Umum, Pemimpinan Redaksi suratkabar, aktivis dan anggota NSEAS (jaringan studi Asia Tenggra).

Terkait korupsi di Sumut yang sudah sampai ke tingkat mengkhawatirkan masyarakat, kata Mukhtar, berdasarkan informasi dari Jakarta, tahun 2011 daerah ini menjadi target Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendapat tindakan tegas.

“Jadi berbagai kasus dugaan korupsi melibatkan pejabat daerah ini yang diangap masyarakat telah hilang dan tidak ada tindakan akan segera diusut. Niat itu selaras dengan KPK yang segera membentuk perwakilan KPK di daerah ini. Tujuannya agar lebih memperlancar pengusutan berbagai tindak pidana korupsi di Sumut,” ungkap Mukhtar.

Dalam diskusi berlangsung hingga menjelang subuh, muncul perdebatan dari aktivis yang menyebutkan, masyarakat daerah ini tidak percaya kalau tindak pidana korupsi bisa dikikis habis. Masyarakat menganggap enteng dengan statemen-statemen segera menindak para koruptor.

Baik di Medan maupun di Sumut ini, tindak pidana korupsi sudah sangat meluas. Hampir di semua birokrat di daerah ini korup. Sehingga kalau kita tidak bisa ikut permainan bisa tertinggal. Jadi mau tidak mau masyarakat yang berurusan dengan pemerintah harus mengikuti irama korup itu.

Lamban

Informasi dihimpun Harian Orbit hingga Rabu (16/2), sementara Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menjadikan kasus-kasus korupsi sebagai kasus prioritas, di luar kasus-kasus lainnya.

Hal itu diakui Kepala Kejatisu, Sution Usman Adji, sambil megurai sepanjang tahun 2010 Kejatisu menangani 142 kasus tindak pidana korupsi dan menyelamatkan Rp64 miliar lebih keuangan negara. “Kalau tahun 2009 lalu berkisar 110 kasus, tahun 2010 lalu naik,” jelas Sution baru-baru ini.

Sution menambahkan, penanganan kasus korupsi di Kejatisu meningkat 200 persen dari tahun sebelumnya. Melihat peningkatan yang signifikan ini, berarti Sumut masih rawan tindak pidana korupsi.

Sementara itu tidak sedikit pula masyarakat Sumut mengkhawatirkan tindak pidana korupsi semakin merajalela dan menggurita. Terbukti banyak Kepala Daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Hal itu merupakan bukti pula, sebagaimana hasil Indonesia Coruption Watch (ICW), Sumut merupakan daerah terkorup di Indonesia, sementara penegakan hukum masih terlihat lamban.

Pejabat yang sudah dijadikan tersangka oleh KPK antaralain, Bupati Nias Binahati Benekdiktus Baeha, mantan Walikota Pematangsiantar RE Siahaan juga ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Menyusul pejabat daerah lainnya.

Kawal KPK

Menurut pengamat politik dan Kebijakan Publik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Budi Agustono, maraknya kasus tindak pidana korupsi menunjukkan institusi penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan, dan keberadaan organisasi masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintaah daerah masih terlihat lemah.

Untuk itu diperlukan penguatan pengawasan dari Kepolisian dan Kejaksaaan dan organisasi masyarakat sipil seperti yang dilakukan ICW. Mukhtar Effendi Harahap kembali mengingatkan, agar koruptor menjadi musuh bersama.

Sehingga budaya korup yang sudah sampai ke masyarakat luas bisa direm.
“Sampai pada satu titik melalui kegiatan apresiasi bahayanya korupsi, masyarakat segera memutus mata rantai kesempatan birokrat korup. Artinya masyarakat tidak ikut mendorong setiap tindakan koruptif, denga cara menolak mengeluarkan dana d luar yang ditentukan state,” kata Mukhtar.

Kembali Mukhtar mengingatkan, Sumut bakal menjadi pilot projek pemberantasan korupsi. Sudah menjadi acuan KPK dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi, selain membidik kasus-kasus besar di Indonesia Sumut merupakan pilot projek KPK.

KPK juga melihat dugaan korupsi di Sumut telah menjadi konsumsi publik secara nasional. Terbukti banyaknya laporan masyarakat Sumut terkait dugaan korupsi yang diekspos.

Sekaligus dia menambahkan, NSEAS akan segera dibentuk di Sumut untuk mengawal pemberantasan korupsi di daerah ini. “ Kita merasa perlu mengawal tindakan KPK dalam pemberantasan korupsi di daerah ini. Ini menjadi tugas NSEAS ke depan,” ujar Mukhtar, anak Medan yang aktif di Jakarta.

Lakukan Eksaminasi

Mukhtar menyebutkan, tidak ada perubahan sosial suatu negara yang murni datang dari sistem negara itu sendiri. Sudah sama-sama dipahami munculnya KPK merupakan amanah reformasi yang menginginkan transparansi, akuntabilitas serta demokrasi di negara ini.

“Untuk pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilakukan oleh sebuah sistem suatu negara. Karena korupsi bukan merupakan penyakit elit negeri ini saja, namun mental korupsi itu sudah mengakar ke masyarakat,” tukasnya.
Di tempat terpisah, menyikapi Sumut dijadikan pilot projek KPK, praktisi hukum Nur Alamsyah SH MHum mengatakan, meski KPK menjadikan Sumut sebagai pilot projek dirinya masih pesimis Sumut akan bersih dari tindak pidana korupsi.

Penegak hukum dan masyarakat, terangnya, harus bergandeng tangan, riilnya dalam kaca mata hukum, masyarakat dalam memantau putusan harus menggunakan hak eksaminasinya. Meski hak ini tidak dapat mengubah putusan.

“Bila hak ekseminasi ini digunakan secara otomatis penegak hukum, seperti Kejatisu maupun Kepolisian yang menangani soal dugaan korupsi mendapat koreksi dari masyarakat dan dikirimkan kepada presiden,” jelasnya.
Nah, dengan bergandengan tangan penegak hukum dngan masyarakat dalam pemberantasan korupsi, maka pengak hukum kedepannya jangan alergi melihat masyarakat yang melakukan eksaminasi.

“Caranya, cukup dengan menggelar sidang, serta memanggil para pakar hukum dan para ahli yang jumlah keseluruhannya 10 orang masyarakat, sudah bisa menggelar eksaminasi,”pungkasnya.
(Sumber: www.hariansumutpos.com)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda