Selasa, 25 Januari 2011

BUKAN HANYA KEPALA DAERAH, POLITISI PARPOL JUGA KORUPSI DI DAERAH

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP





Salah satu issue politik nasional di bawah era reformasi berlakangan ini (Januari 2011) adalah Pilkada dan korupsi di daerah. Biaya calon Kepala Daerah dalam pencalonan dan kampanye mengharuskan Kepala Daerah terpilih harus mengembalikan modalnya selama kampanye. Fenomena korupsi di daerah terkait dengan Pilkada telah menjadi “prestasi” Indonesia di bawah era reformasi. Untuk mengurangi korupsi di daerah, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzie, menggagas bahwa Parpol harus membiayai pencalonan dan kampanye calon Kepala Daerah. Gagasan ini tentu masih harus digugat. Bisa jadi, Parpol membiayai calon justru memperkuat politik kartel daerah, terutama perilaku politisi Parpol mengambil dana negara (APBN dan APBD) secara ilegal. Sekarang saja, untuk pembiayaan kegiatan Parpol telah menyuburkan korupsi politisi di daerah. Gamawan juga mengingatkan, banyak Kepala Daerah menjadi tersangka atau terdakwa korupsi, bahkan ditahan. Hal ini pasti berdampak terhadap penyelenggaran pemerintahan di daerah.

Fakta dan Data Kasus Korupsi Kepala Daerah

Tulisan ini mencoba menyajikan fakta dan data kasus korupsi Kepala Daerah dan Politisi Parpol di legislatif sebagai justifikasi berlakunya issue politik nasional di bawah rezim kartelis SBY. Kasus-kasus korupsi di bawah ini dapat dijadikan fakta dan data. Informasi tentang kasus-kasus ini diperoleh dari berbagai media massa, baik media cetak maupun media internet (website). Kasus-kasus korupsi dimaksud sebagai berikut:

1.Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh, mark-up pengadaan helikopter MI-12 Rp12,5 miliar. Status terpidana dengan hukuman penjara 10 tahun.
2.Gubernur Kalimantan Timut Suwarna Abdullah Fattah, korupsi pembukaan satu juta hektare perkebunan kelapa sawit.
3.Wali Kota Tomohon 2005-2010 Jefferson SM Rumanjar, korupsi APBD Tomohon 2006-2008 Rp19,8 miliar (status tersangka).
4.Bupati Kutai Kartanegara Syaukani. Empat kasus korupsi, yaitu penggelembungan studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu senilai Rp3 miliar, pembebasan tanah pembangunan bandara Rp 15 miliar, penyalahgunaan dana bantuan sosial sebagai dana taktis Rp 7,75 miliar, serta upah pungutan dana perimbangan untuk negara dari sektor minyak dan gas Rp 15 miliar (status bebas karena mendapatkan grasi).
5.Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah. Korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) di Otorita Batam 2004-2005 (status terpidana dengan hukuman dua tahun penjara.
6.Gubernur Kalimantan Selatan Sjahriel Darham 2000-2005. Penyalahgunaan anggaran belanja rutin pos kepala daerah Rp5,47 miliar selama 2001-2004 (status terpidana dengan hukuman empat tahun penjara.
7.Bupati Boven Digul Yusak Waluyo. Penunjukan langsung pengadaan kapal tanker LCT 180 dan penggelapan dana kas daerah Januari 2006 hingga November 2007 (status terdakwa dan masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor dengan tuntutan lima tahun penjara.
8.Gubernur Riau 1998-2003 Saleh Djasit. Kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran Rp4,719 miliar (hukuman empat tahun penjara dan sekarang bebas karena mendapat remisi 17 Agustus.
9.Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Kasus korupsi pengadaan alat berat dan mobil pemadam kebakaran di Jawa Barat pada 2004 yang merugikan negara sekitar Rp 72 miliar (status terpidana dengan hukuman empat tahun.
10.Wali Kota Medan Abdillah. Kasus korupsi pengadaan mobil damkar (terpidana divonis 4 tahun penjara.
11.Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis. Kasus korupsi pengadaan mobil damkar (terpidana divonis 4 tahun penjara.
12.Wali Kota Makassar periode 1999-2004 Baso Amiruddin Maula. Kasus menerima hadiah senilai Rp 600 juta dalam proyek pengadaan 10 mobil pemadam kebakaran pada tahun anggaran 2003. Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan senilai Rp 4,31 miliar. Status bebas setelah mendapatkan pembebasan bersyarat, setelah sebelumnya divonis empat tahun.
13.Bupati Brebes Indra Kusumah. Kasus pengadaan tanah untuk pembangunan pasar pada 2003 (status terdakwa dengan tuntutan tiga tahun penjara.
14.Bupati Situbondo Ismunarso. Kasus dugaan korupsi APBD 2005-2007 senilai Rp 45,75 miliar. Status terpidana dengan hukuman sembilan tahun penjara.
15.Agusrin Najamudin, Gubernur Bengkulu. Kasus Dispenda Gate atau kasus korupsi dalam penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan PBB/BPHTB di provinsi. Partai : Pertama diusung PKS/PBR lalu pindah ke Partai Demokrat.Progres penanganan kasus : Pemberian izin pemeriksaan keluar Desember 2008. Tetapi kasus terhambat di Kejaksaan Agung.
16.Sukawi Sutarip, Walikota Semarang. Kasus dugaan penyimpangan APBD 2004 di Semarang, pos dana komunikasi senilai Rp5 miliar.Partai : dari PDI Perjuangan pindah ke Partai Demokrat. Progres penanganan kasus terhambat di Kejati Jawa Tengah.
17.Djufri, Walikota Bukit Tinggi. Kasus pengadaan tanah untuk pembangunan kantor DPRD dan pool kendaraan sub dinas kebersihan serta pertamanan kota Bukit Tinggi. Partai: Dari PBB ke Partai Demokrat Progres penanganan kasus terhambat di Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat.
18.Ismunarso, Bupati Situbondo. Kasus dugaan korupsi raibnya dana kas daerah sebesar Rp45,750 miliar. Partai Golkar ke PDI Perjuangan Progres penanganan kasus belum jelas.
19.Andrias Palino Popang, Wakil Bupati Tanah Toraja. Kasus korupsi anggaran pendapatan dan belanja Tanah Toraja 2003-2004 senilai Rp1,9 miliar. Partai Golkar ke Partai Demokrat.Progres penanganan kasus : Terhambat di Kejaksaan Tinggi Sulawesi. Yang bersangkutan sudah berstatus tersangka
20.Ahmad Syafii, Bupati Pemekasan. Kasus masih ditelusuri ICW Partai : PPP ke Partai Demokrat.Progres penanganan kasus : Diajukan oleh Kejaksaan Agung pada April 2006, proses tidak jelas.
21.Satono, Bupati Lampung Timur. Kasus dugaan penyimpangan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah periode 2005-2008 Partai : Golkar ke Partai Demokrat.Progres penanganan kasus Izin pemeriksaan keluar pada 25 September 2009. Yang bersangkutan sudah berstatus tersangka. Proses tidak jelas.
22.Sri Roso Sudarmo. Bupati Bantul. Kasus kasus suap Rp. 1 Milyar kepada Yayasan Dharmais.Hukuman : 9 bulan penjara.
23.Samsul Hadi Siswoyo. Bupati Jember. Kasus korupsi dana APBD jember 2004 sebesar Rp. 19 Miliar.Hukuman : 6 tahun penjara dan denda sebanyak Rp. 100 juta, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 9.8 Miliar.
24.Ramlan Zas. Mantan Bupati Rokan Hulu. Kasus korupsi dana tak terduga APBD Rokan Hulu 2003 sebesar Rp. 3.5 Miliar. Hukuman 3 tahun penjara.
25. Simeon Th Pally, 2009, Bupati Kabupaten Alor NTT. Kasus 20 anggota DPRD menyerahkan data rekomendasi PANSUS hak angket ke KPK terkait penyalahgunaan dana bantuan social senilai Rp. 18 miliyar lebih. Status masih diduga oleh DPRD. Diduga, hampir 85 % penggunaan dana Bansos tidak jelas dan melanggar ketentuan.
26. Zulkifli Muhadli, Bupati Kab. Sumbawa Barat. Kasus proses pembelian saham PT. Newmon Nusa Tenggara (NNT) terindikasi Tipikor. Potensi kerugian negara 24 % saham NNT karena tidak jelas statusnya, jumlah US 884,6 juta atau Rp. 8,8 triliyun. Tidak ada Perda mengatur proses divestasi senilai 24 % pembelian saham di NNT dikuasai PT. Multi Daerah Bersaing (MDB). DPRD Kab.Sumbawa Barat, M. Sahril Amin, melaporkan ke KPK.
27. Kasus dugaan korupsi Bupati Labuhanbatu, T.Milwan , Rp. 30,2 M. Kasus ini disampaikan mantan anggoat DPRD ke KPK, juga turut menikmati dana itu. Kasusnya, penggunaan belanja penunjang kegiatan DPRD dan Pemkab Labuhan Batu pada beberapa pos anggaran, disinyalir merugikan negara Rp. 30,2 miliyar. Dugaan korupsi Bupati T. Milwan dan mantan Ketua DPRD Abdul Harahap Cs. Dugaan ini berdasarkan temua BPK wilayah Sumut tahun 2006 dari APBD Labuhan Batu tahun 2004-2005.

Berdasarkan fakta dan data korupsi Kepala Daerah di atas, maka dapat digambarkan bahwa fenomena korupsi Kepala Daerah lebih dominan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) di daerah. Dalam batas-batas tertentu, memang ada prilaku korupsi Kepala Daerah di luar wilayah PBJP.

Fakta dan Data Kasus Korupsi Anggota DPRD

Sementara itu, untuk kasus-kasus korupsi politisi Parpol sebagai anggota DPRD, fakta dan data sebagai berikut.
1.Kasus di Provinsi Sumatera Barat, Rp. 14 miliyar. Modusnya membuat Tata Tertib untuk pos anggaran baru. 53 anggota DPRD diperiksa dan divonis 2 tahun penjara.
2.Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan. Alokasi anggaran untuk dua pos berbeda. Dana sudah dialokasikan ke pos anggaran belanja Sekretariat Dewan. Semula Polisi menetapkan 14 tersangka, namun diubah menjadi saksi. Tersangka baru ditetapkan 3 orang, termasuk ketua DPRD Agus Nu`mang.
3.Kasus di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rp. 6,6 miliyar. Mark up biaya perjalanan dinas 41 anggota DPRD.
4.Kasus di Surabaya, Jawa Barat, Rp. 1,2 miliyar. Penyalahgunaan peruntukan dana premi kesehatan dibagi ke 45 anggota masing-masing dapat Rp. 25 juta.Ketua DPRD M. Basuki divonis 1,6 tahun penjara.
5.Kasus di Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, Rp. 1,4 miliyar. Dana purnabakti, 35 anggota DPRD.
6.Kasus di Provinsi Sumatera Selatan, penyimpangan anggaran untuk belanja, terkait 85 anggota DPRD.
7.Kasus di Provinsi Lampung. Penyimpangan anggaran untuk belanja. Terkait 75 anggota DPRD.
8.Kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTT). Penyimpangan anggaran untuk perumahan anggota. 3 anggota DPRD.
9.Kasus di Provinsi Kalimantan Timur. Penggunaan dana penunjang operasional DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara 2004-2009. Sebanyak 38 orang anggota DPRD tersangka. Semua 40 anggota DPRD Kutai disangka terlibat, tapi dua orang telah wafat. Sebanyak 20 orang tidak lagi menjadi anggota Dewan.
10.Kasus di Provinsi Riau. Dana aspirasi Rp 2M/anggota dewan, dan Dana Bansos Rp 500jt/anggota. 55 orang anggota DPRD
11.Kasus di Kota Madiun, Jawa Timur. Korupsi dana operasional DPRD tahun 2002-2004 sebesar Rp. 996.7 juta. Dikembalikan kepada kas negara Rp 241juta. Mereka didakwa menerima dana illegal (tidak sah) sebesar Rp.996,7 juta dari total krugian ngara Rp. 8,3 miliyar (BPKP). 5 orang anggota DPRD Perbuatan terdakwa 1 sampai 5 melanggar pasal 27 PP No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Kuangan Daerah dan Pasal 57 ayat 1 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Saat itu, kelima terdakwa menjadi Panmus (Panitia Musyawarah) bertugas mengagendakan jadwal persidangan dan rapat termasuk pembahasan dana operasional Dewan diambil dari APBD 2002-2004. Tiga bekas pimpinan dan 16 anggota DPRD saat itu menerima dana operasional kegiatan dan tujangan antara lain tahun 2002 enam pos/biaya total sekitar Rp. 1,437 miliyar, 2003 sebanyak 13 jenis biaya total sekitar Rp. 2,433 miliyar, dan 2004 sebanyak empat jenis biaya total sekitar Rp. 1,47 miliyar. Total dana diterima bekas pimpinan dan anggota DPRD mencapai Rp. 5,341 miliyar. Kelima terdakwa diduga menerima dana tahun 2002 sekitar Rp. 257,225 juta, 2003 Rp. 441,128 juta dan 2004 Rp. 996,7 juta. Dari dana sudah diterima, kelima terdakwa sudah mengembalikan ke kas ngara sekitar Rp. 241 juta.
12.Kasus di Kota Madiun, Jawa Timur. Tindak pidana korupsi dana anggaran operasional Rp. 5,3 miliyar (Terungkap di Pengadilan Negeri Madiun). Penyalahgunaan dana operasional DPRD tahun 2002 hingga 2004. Negara dirugikaan sekitar Rp. 5 miliyar lebih. Didakwa pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 2009 tentang Tipikor jo UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. 11 Mantan Anggota DPRD Kota Madiun 1999-2004. Wisnu Suwarto Dewo, Yohanes Sinulingga, Kun Anshori, Adam Suparno, Supranawo, Ali Sholah Baraba, Soewarsono, Gatot Triyanto, Wimbo Hartono, Suhadai dan Isnanto. Mereka Mantan Panggar (Panitia Anggaran), terlibat proses penganggaran dana operasional DPRD bersumber APBD 2002-2004.
13.Kasus di Kota Depok, Jawa Barat. Korupsi dana APBD Rp. 9,5 miliyar. Dihukum oleh Pengadilan Negeri Cibinong (24 Januari 2006) kurungan selama dua tahun, potong masa tahanan dan denda Rp. 50 juta subside tiga bulan kurungan. 17 orang anggota DPRD diancam hukuman 20 tahun penjara. Setelah divonis di Pengadilan Cibinong, para terpidana mengajukan banding ke Penagdilan Tinggi Jawa Barat. Keluar keputusan bahwa terpidana divonis 1 tahun penjara. Kasus korupsi anggota DPRD ini terungkap atas laporan sejumlah LSM Depok tahun 2005 kepada Polda Metro Jaya. Polda memutuskan menahan 17 anggota Dewan Mei 2005.
14.Kasus di Cirebon, Jawa Barat. Korupsi dana APBD Rp. 4, 9 miliyar. Kasus ini menyeret semua anggota DPRD periode 1999-2004.
15.Kasus di Kota Cirebon, Jawa Barat. Kasus korupsi dana APBD Kota Cirebon tahun 2004. Kerugian negara Rp. 4,9 miliyar. 9 Mantan Anggota Dewan periode 1999-2004 sebagai tersangka. Sebelumnya 13 anggota dewan periode sama juga terseret sebagai tersangka.
16.Kasus di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tindak pidana Korupsi penyimpangan dana asuransi kesehatan. Mereka mengalihkan anggaran tunjangan kesehatan anggota DPRD menjadi asuransi jiwa purnabakti dan perjalanan dinas untuk cek kesehatan fiktif Tahun Anggaran 2003/2004. Kerugian negara Rp. 1.529.710.000. Terkait 22 mantan anggota DPRD Kabupaten Katingan. Satu orang lain telah wafat. Pada kasus serupa, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah mencebloskan Mantan Ketua dan Mantan Sekretaris DPRD Kantingan tahun 2008 dengan vonis berkekuatan hukum dari Majelis Hakim setahun penjara dan denda Rp. 50 juta.
17.Kasus di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Korupsi dana Yayasan Bestari Rp 625 juta.Dana itu dialokasikan dari APBD Pemda Kabupaten Pontianak 2003. Terkait 10 orang mantan anggota DPRD Pontianak.
18.Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat. Korupsi dana APBD Rp 6,8 miliyar tahun 2002. Pada pengesahan APBD, terdapat dana Anggaran Biaya Tambahan (ABT) sebesar Rp. 1,3 miliyar disalahgunakan. Seharusnya uang digunakan untuk pemeriksaaan kesehatan dan komunikasi. Praktek lapangan, dana tersebut tidak dipergunakan untuk itu, justru untuk keperluan sendiri. Terlibat 32 orang mantan anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004. Divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Kota Bogor setahun dan denda Rp. 50 juta. Mereka dijerat Pasal 31 tahun 1999 tidak pidana korupsi (Tipikor).
19.Kasus di Provinsi Papua. Dana bantuan keuangan kepada instansi vertikal dana APBD 2006 sebesar Rp. 2,6 miliyar, bantuan untuk rumah tinggal Rp 2,6 miliyar,serta dana APBD 2006. Dikenakan tindak pidana korupsi UU 31 tahun 1999 pasal 2, pasal 3 dengan ancaman minimal empat tahun penjara. Terkait Ketua DPRD Papua, Anggota DPR, Mantan Sekda, dan Mantan Kepala Biro Keuangan Provinsi Papua.
20.Kasus di Tegal, Jawa Tengah. Korupsi bantuan sapi. Menerima uang atau juga sapi .Kerugian negara skitar Rp. 200 juta. Terkait 5 orang mantan anggota DPRD, yakni Lahri, Humam, Agus Siswoyo, Umar Hadi dan Sorikhin.
21.Kasus di Provinsi Maluku Tenggara. Kasus korupsi dana APBD Rp. 8.256.266.000,- Terkait 35 orang mantan anggota DPRD.
22.Kasus di Kota Padang Sidempuan. Sumatera Utara. Penyelewengan Rp.3,5 miliyar bantuan Departemen Agama untuk Mesjid, Madrasah dan Pondok Pesantren di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Mandailing Natal. Lebih 50% dana telah dikorupsi terdakwa tanpa membagikan dana bantuan Rp 3,5 miliyar itu. Terkait anggota DPRD Kota Padang Sidempuan Haris Muda Siregar dengan dua orang lain: Rustam Effendi dan Burhanudin Hasibuan.
23.Kasus di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dana APBD Rp 30.2M. Terkait Bupati T. Milwan dan Mantan Ketua DPRD Abdul Roni Harahap.
24.Kasus di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Korupsi dana operasional DPRD Ponorogo dengan kerugian Rp. 2,7 M. Terkait 41 orang mantan anggota DPRD Ponorogo.
25.Kasus di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Tindak Pidana Korupsi anggaran rumah tangga DPRD Kabupaten Nganjuk. Terkait 5 orang mantan anggota DPRD Nganjuk: FH Didik Yudianto, H.M.Fathoni, Kasim, Harijono, Bambang Sulistiyono.
26.Kasus di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Korupsi dana sumber daya manusia (SDM) Rp. 21,3 miliyar. Terkait 9 anggota DPRD 1999-2004, yakni Abdul Shomad, Ato’I Towali, Choiri Nur Afandi, Guntur Eko, Ahmad Ali Fauzan, Tito Pradopo, Sumi harsono, Purwadi Sigarlagi dan (alm) Sardjito.
27.Kasus di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2ESM) Rp 200 juta. Dijerat pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tipikor dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Laporan pertanggungjawaban fiktif. Nashrullah, anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo. Ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kasus korupsi ini saat Nasrullah sebagai Ketua Panitia Pelayanan Kesehatan Desa Prasung.
28.Kasus di DKI Jakarta. Korupsi pengadaan jasa kajian kapasitas lmbaga (JKKL) DPRD Tahun Anggaran 2008, Rp. 25 M. Terdapat pekerjaan fiktif belaka. Terkait Mantan Sekwan DPRD DKI – Sarwo Edi. Beberapa saksi di pengadilan dari anggota DPRD DKI Jakarta.Dilakukan bersama Mantan Ketua Lelang DPRD DKI Aries Halawani R dan Abdul Haris Mugni, Dirut PT Murdjani Artha Konsultan (Sudah divonis). Aries menyetujui anggaran Rp. 27, 3 M lebih.
29.Kasus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Korupsi dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2005.Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp. 1,4 miliyar. Terkait 31 orang anggota DPRD. Pertama 2 orang dari ekskutif (Mantan Kabagsos Setda dan Mantan Asda II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Bandung), kemudian 29 orang anggota Dewan.
30.Kasus di Kabupaten Lingga,Provinsi Kepulauan Riau. Korupsi lahan sawah Rp 2 M. Staf Ahli Bupati dan anak Anggota DPRD menjadi tersangka.
31.Kasus di Provinsi Jambi. Korupsi dana anggaran bantuan rumah ibadah Rp. 2,5 miliyar. Menaikkan anggaarn bantuan rumah ibadah Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp. 2,5 miliyar. Alih-alih menyerahkan uang ke rumah-rumah ibadah, mereka justru mengantongi untuk kepentingan sendiri. Terkait Adi Muklis dan Munir, anggota DPRD Kerinci dari Fraksi PAN.
32.Kasus di Kabupaten Temanggung. Jawa Tengah. Korupsi dana bantuan Pendidikan putra-putri anggota dewan Tahun Angagarn 200, Rp 1.8 M. Terkait 43 orang mantan anggota DPRD Temanggung 1999-2004 menerima kucuran dana bermasalah.
33.Kasus di Kabupaten Donggala, Provinsi Palu. Korupsi dana APBD. Mantan anggota DPRD Kabupaten Donggala (Ridwan Yalidjama, Allobua Rangan V), divonis 4 tahun penjara.
34.Kasus di Kabupaten Donggala, Provinsi Palu. Korupsi dana APBD. Terkait Sutomo Borman, Ketut Mardika (Mantan anggota DPRD Kab. Donggala), divonis 4 tahun.
35.Kasus di Kota Bogor. Jawa Barat. Korupsi dana DPRD Tahun Anggaran 2002 Sebanyak Rp. 6,164 miliyar. Terkait Moch Said, Mantan Ketua DPRD Kota Bogor, divonis 4 tahun.
36.Kasus di Garut, Jawa Barat. Korupsi dana APBD. Dedi Suryadi (Ketua DPRD 2004-2009), Iyos Somantri (anggota DPRD), Mahyar Suara (Staff Ahli Bupati Garut), dan Encep Mulyana. Vonis 4 tahun.
37.Kasus di Provinsi Kalimatan Timur. Korupsi dana APBD sebanyak Rp. 3,4 miliyar. Terkait Mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim (Kasyful Anwar Asad), divonis 4 tahun.
38.Kasus di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Korupsi di DPRD Kaltim 2001-2003. Terkait Mantan Ketua DPRD Kaltim dan Wakil PN Samarinda. Vonis 7 tahun 5 bulan.
39.Kasus di Kabupaten Kupang, NTT. Korupsi dana penunjang kegiatan dewan. Rp. 2 miliyar. Terkait 7 orang mantan anggota DPRD Kabupaten Kupang, divonis 1 tahun.
40.Kasus di Kota Padang, Sumatera Barat. Korupsi dana APBD. Rp. 10,4 miliyar. Terkait 40 orang mantan anggota DPRD, divonis 4 tahun.
41.Kasus di kota Kendari. Sulawesi Tenggara. Terkait 23 anggota DPRD, divonis 2 tahun.
42.Kasus di Kabupaten Bombana, Provinsi Korupsi pengadaan mobil Puskesmas Keliling Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana tahun 2008, Sulawesi Tenggara. Terkait seorang masih menjabat Anggota DPRD Kota Kendari periode 2009-2014.
43.Kasus di Provinsi Banten. Korupsi dana APBD 2003. Rp. 14 miliyar. Terkait Ketua DPRD 2001-2004, dan 2 mantan anggota DPRD, divonis 4 tahun 6 bulan.
44.Kasus di Kota Solo. Jawa Tengah. Korupsi dana APBD. Rp. 4,272 miliyar. Terkait Soemarlan Djatmiko (Mantan Sekretaris DPRD), divonis 18 bulan. Terkait Soemarlan Djatmiko (Mantan Sekretaris DPRD), divonis 18 bulan.
45.Kasus di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Korupsi dana APBD 2004. Terkait H Sutoyo (Mantan Wakil Ketua DPRD 1999-2004), divonis 1 tahun 6 bulan.
46.Kasus di Kabupaten Subang. Jawa Barat. Korupsi dana asuransi anggota DPRD sebanyak Rp. 136.400.000 juta. Terkait Bambang Herdadi (Ketua DPRD Subang 2004), divonis 1 tahun.
47.Kasus di Kabupaten Aceh Singkil, NAD. Korupsi pencairan Kasbon. Rp. 1.733.119.6354 orang anggota DPRD Aceh, divonis bebas.
48.Kasus di Kota Mataram. NTB. Korupsi dana APBD. Rp. 17,5 miliyar. Terkait 10 orang mantan anggota Panitia Anggaran DPRD 1999-2004, divonis bebas.
49.Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Korupsi dana APBD 2003. Sebanyak Rp. 14.8 M. Terkait Asrofi (Mantan Ketua PRT), Wahono Ilyas, dan Suyatno SW (Mantan Sekretaris PRT), divonis 1 Tahun.
50.Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Korupsi dana APBD 2003 sebanyak Rp. 14.8 miliyar. Terkait M. Mardijo (Ketua DPRD 1999-2004), divonis 2 tahun.
51.Kasus di Kabupaten Nias, Sumut. Dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Nias 2006 senilai Rp. 354.790.000. Sejumlah anggota DPRD telah mengembalikan uang tersebut.
52.Kasus di Kota Depok Jawa Barat Beni Bambang Erawan, Mantan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat 2004-2009. Dia dikenakan pasal 2, 3 dan 5 UU No. 31 tahun 1999 juncto UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman seumur hidup. Dua tersangka lain, Mien Hartati, mantan Kepala Dinas Kota Depok dan Yusuf Effendi, Direktur PT Karya Profesi Mulya penyedia alat kesehatan (sudah terjerat satu tahun penjara).
53.Kasus di Kota Bitung, Sulawesi Selatan. Kasus korupsi Bedah Rumah. Terdakwa dalam kapasitas sebagai Ketua KSU “Mentari” Kota Bitung melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) sub a,b ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 tahun 1999 tentang TIPIKOR. Sedangkan dalam dakwaan Subsidair terdakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) sub a,b ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 tahun 1999. Saat ini sebagai anggota DPRD Kota Bitung, Drs. Menno Tairas. Diduga merugikan uang negara Rp. 1.258.503.750.
54.Kasus di KabupatenTual, Provinsi Maluku Tenggara. Kasus Korupsi Dana APBD Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), merugikan negara Rp. 8.256.266.000. Terkait 36 mantan Anggota DPRD Maluku Utara periode 1999-2004.
Bukan Hanya Kepala Daerah

Apa yang dapat disimpulkan dari fakta dan data di atas, yakni fenomena korupsi di daerah bukanlah hanya Kepala Daerah sebagai aktor/pelaku, anggota legislatif juga telah berposisi sebagai pelaku. Karena itu, sekalipun terpecahkan masalah Pilkada sebagai penyebab korupsi Kepala Daerah, tidak berarti menghapuskan politisi korupsi di daerah. Bahkan, kalau Parpol membiayai Calon Kepala Daerah dalam pencalonan dan kampanye, para politisi Parpol bersangkutan menjadi “ganas” korupsi dana negara karena mereka mencari “ganti” dana dikeluarkan sebelumnya.

Berdasarkan fakta dan data korupsi anggota legislatif (DPRD) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fenomena korupsi anggota legislatif biasanya berpola pada proses anggaran. Tidak menunjukkan dominan kasus korupsi pada PBJP (Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) di daerah. Karena itu, keterlibatan anggota DPRD dalam melakukan korupsi pada PBJP di daerah tidak cukup fakta dan data berdasarkan sumber lembaga penegak hukum, namun keterlibatan itu tidak sampai mengantarkan anggota DPRD menjadi tersangka atau terdakwa bagi penegak hukum. Perlu ada pembuktian lebih mendalam dan pengumpulan data sekunder dan primer di lapangan melalui FGD atau indept-interview, misalnya, dengan pelaku usaha atau penyedia jasa/barang sebagai rekanan Pemerintahan Daerah. Melalui FGD dan indept-interview akan dapat diketahui para anggota DPRD sebagai “pelaku” korupsi pada PBJP di daerah.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda