Selasa, 15 Desember 2009

Menjelang Kongres III PAN di Batam: Ada Apa dengan AD/ART PAN?

MENJELANG KONGRES III PAN DI BATAM:
ADA APA DENGAN AD/ART PAN ?

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Yayasan NSEAS=Jaringan Studi Asia Tenggara)



PAN (Partai Amanat Nasional) adalah partai produk situasi reformasi, yang bercita-cita memperjuangkan dan menciptakan demokrasi dalam kehidupan bernegara. Sebagai kekuatan reformis, bagaimanapun, para pemrakarsa dan pendiri bercita-cita bahwa PAN harus secara konsisten dan konsekuen baik internal maupun eksternal menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, sebagai misal partisipasi, kesetaraan (nondiskriminatif), transparansi (keterbukaan), akuntabilitas publik, supremasi hukum (aturan main), dll. Intinya, PAN harus konsisten dan konsekuen bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan, konstitusi dan ketentuan-ketentuan partai.

Namun, dalam kenyataannya, pimpinan nasional PAN acapkali tidak menegakkan prinsip supremasi hukum, sebagai misal AD/ART produk Kongres II Semarang, yang telah menimbulkan polemik di kalangan kader PAN sendiri. Polemik ini semakin mencuat menjelang Kongres III PAN, 8-10 Januari 2010 di Batam, Kepulauan Riau.

Polemik Kader

Semula polemik kader berkisar tudingan AD/ART PAN palsu atau bertentangan dengan hukum (ilegal) dan berkembang ke arah sah atau tidaknya (legalitas) dalam eksistensi Kongres III PAN di Batam, dan dapat diperkirakan akan lebih jauh yakni legalitas kader PAN yang lolos Pemilu April 2009. Untuk Kongres III PAN pada 2010, pertanyaan mereka: apa landasan hukumnya? Untuk sah atau tidaknya kader PAN menjadi anggota legislatif (DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota) seluruh Indonesia hasil Pemilu April 2009, pernyataan mendasar: bagaimana tentang legalitasnya bila ternyata Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) menyatakan AD/ART yang dipakai bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum?

Setidaknya ada dua kelompok kader PAN terlibat dalam polemik. Pertama, kelompok yang mengusulkan agar Kongres III PAN di Batan ditunda sambil menunggu penyelesaian masalah AD/ART. DPP PAN terlebih dahulu harus mendaftarkan AD/ART asli hasil Kongres II ke Departemen Hukum dan HAM, baru kemudian menggelar Kongres III. Kelompok kader pertama ini direpresentasikan oleh Hamid Husein, Pendiri PAN dan anggota Badan Arbitrase DPP PAN. Bagi Hamid Husein, AD/ART PAN bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai hukum tetap.

Kelompok pertama ini menegaskan, AD/ART PAN yang didaftarkan pada Departemen Hukum dan HAM ternyata palsu karena tidak sesuai dengan hasil Kongres II Semarang tahun 2005. Karena itu, Kongres III PAN yang rencanannya digelar pada Januari 2010 pun tidak memiliki landasan hukum yang sah. ”Yang digunakan bukan AD/ART yang disahkan di Semarang, tapi yang sudah diubah-ubah, kemudian yang diubah itu disahkan oleh Notaris Muhammad Hanafi, Juli 2005, ”ujar Hamid Husein dalam jumpa pers (awal Nopember 2009).

Di lain pihak, Kelompok Kedua tetap akan menggelar Kongres III PAN sesuai rencana. Bagi Kelompok ini, persoalan gugatan AD/ART dan Kongres ini dua hal yang berbeda. Perdebatan soal keabsahan AD/ART PAN telah diputusakan pada kongres lalu. Sehingga tidak relevan, jika hal itu dikaitkan dengan Kongres mendatang. Kelompok kedua ini dipresentasikan oleh Asman Abnur (Ketua Fraksi PAN di DPR-RI), Taufik Kurniawan (Ketua Pelaksana, Kongres III PAN) dan juga Abdul Rohim Ghazali, Wakil Sekjen PAN. Yang terakhir ini bahkan menilai tuduhan Hamid Husein, Kelompok Pertama, sangat lemah. Sebab, menurutnya, hingga kini Hamid tidak bisa menunjukkan ketetapan AD/ART yang asli.

”Dia tidak pernah memberikan ke kami AD/ART yang asli. Lantas, bagaimana dia menuduh ada penyelewenangan kalau yang bersangkutan tidak bisa memperlihatkan ketetapan yang asli, ”kilah Abdul Rohim. Senada dengan Abdul, Taufik Kurniawan menegaskan, persoalan keabsahan AD/ART saat ini berusaha diselesaikan di tingkat DPP PAN. ”DPP saat ini masih konsen penuh pada Kongres III di Batam,” kilahnya Sembari menegaskan, tidak ingin campur tangan untuk penuntasan masalah tersebut.

Ada Apa dengan AD/ART PAN?

Polemik kader PAN khususnya tentang legalitas Kongres III PAN, bagaimanapun, sangat terkait dengan eksistensi AD/ART PAN yang digunakan sebagai landasan hukum .

Untuk menentukan kelompok mana yang benar dalam polemik, sudah barang tentu sangat penting menjawab pertanyaan utama: ada apa dengan AD/ART PAN? Pertanyaan ini akan dijawab dalam perspektif historis dan hukum (legalitas formal).

Akta Notaris

PAN dibentuk dan dideklarasikan dalam situasi semangat reformasi dan segera setelah kejatuhan rezim otoriterian Soeharto, 23 Agustus 1998 di Jakarta. Pada 11 November 1998 dibuat akta notaris di Kantor Notaris Chufron Hamal SH, (Perkumpulan ”Partai Amanat Nasional”.). Pada 4 Februari 1999 di Notaris yang sama dibuat akta Perubahan No. 7 untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang menetapkan: suatu Partai dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang. Pada tahun 2000, Kongres I PAN digelar di Yogyakarta (periode kepengurusan tahun 2000-2005).

Pada tahun 2005 diadakan Kongres II PAN di Semarang, 7-11 April 2005. Pada 1 Juni 2005 akta notaris perubahan AD/ART dan Kepengurusan 2005-2010 selesai dibuat Notaris Muhammad Hanafi, di Jakarta. Berdasarkan akta notaris ini, Ketua Umum (Ketum) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN mengajukan permohonan mendaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM (sesuai ketentuan hukum berlaku: UU No. 31 Tahun 2003). Pada 8 Juni 2005 keluar surat keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M-03.UM.06.08 Tahun 2005, berisi: menerima permohonan pendaftaran perubahan AD/ART dan Pergantian Kepengurusan DPP PAN periode 2005-2010 berdasarkan akta Notaris Muhammad Hanafi, SH No. 1 tanggal 1 Juni 2005.

Pada 13 Juni 2005 Dirjen Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum dan HAM, mengirim surat ditandatangani Dirjen bersangkutan kepada Direktur Utama Perusahaan Umum Percetakan Negara RI, berisi: berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM No. 03. UM.06.08 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pendaftaran Perubahan kepengurusan, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PAN untuk diumumkan dalam Berita Negara RI sesuai dengan ketentuan pasal 4, pasal 5, pasal 13, pasal 14, pasal 19 dan pasal 23 UU No. 31 tahun 2003 tentang Partai Politik. Surat ditembuskan kepada 1. MA, 2. Depdagri, 3. KPU, 4. Pengurus PAN.

Polemik mulai muncul kemudian sejak 16 Juli 2005, Ketua Badan Arbitrase DPP PAN, Prof. Mohammad. Askin, SH, mengirim surat kepada Ketum DPP PAN, mempertanyakan adanya perubahan/perbedaan antara AD/ART yang diaktakan di Notaris Muhammad Hanafi (naskah bukan asli) dengan AD/ART hasil Kongres II Semarang (naskah asli), dan meminta untuk tidak dilakukan perubahan dan untuk kemudian diralat/diperbaiki sesuai naskah asli hasil kongres II Semarang. Ditegaskan, tindakan ini menyimpang dan bertentangan dengan ketentuan organisasi partai maupun UU/ketentuan hukum yang berlaku.

Polemik semakin mencuat di Rapar Kerja Nasional (Rakernas) I PAN, 14-16 April 2006, di Jakarta. Salah satu hasil Rakernas dalam Rekomendasi Internal mengakui adanya perbedaan dalam AD/ART berdasarkan hasil Kongres II Semarang tentang Keberadaan Badan Arbitrase, kemudian perlu dicarikan jalan keluarnya dengan membentuk Tim Penyelidik yang terdiri dari unsur: a. MPP, b. DPP, C. DPW, d. anggota Arbitrase. Namun, menurut Moh. Askin, Ketua Badan Arbitrase, hingga 21 Mei 2007, DPP PAN tidak memiliki kemauan untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan dalam hal ini merubah AD/ART hasil Kongres II PAN di Semarang. Pada 26 Nov. 2007 DPP PAN dilaporkan ke Mabes Polri dan sampai proses penyidikan.

Putusan Pengadilan Negeri Jaksel

Hamid Husein, anggota Badan Arbitrase DPP PAN, dan salah seorang kelompok kader pertama yang berpolemik, secara perdata telah menggugat Notaris Muhamad Hanafi, yang mengeluarkan Akte No. 1 tertanggal 1 Juni 2005 tentang AD/ART PAN sebagai bertentangan dengan hukum dan batal demi hukum.

Atas gugatan Hamid Husein, Pengadilan Negeri Jaksel menggelar pengadilan perkara perdata pada peradilan tingkat pertama. Dalam proses peradilan perkara ini, kemudian Pengadilan telah mengabulkan gugatan Hamid Husein dan menyatakan Akta Notaris No. 1 Juni 2005 dimaksud adalah bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Putusan Pengadilan ini berdasarkan rapat permusyawaratan Majelis Hakim, Selasa, 13 Januari 2009, oleh Haryanto, SH sebagai Hakim Ketua, Achmad Yusak, SH, MH, dan Erlin Hermanto, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan ini diucapkan pada hari Selasa, 20 Januari 2009, dalam persidangan terbuka untuk umum, dan dituangkan ke dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1129/PdtG/2008/PNJktSel tanggal 5 Februari 2009.

Karena itu, AD/ART PAN yang didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM tidak sama dengan AD/ART hasil Kongres II PAN di Semarang tahun 2005.

Penambahan dan Perubahan AD/ART PAN

Gugatan Hamid Husein yang dimenangkan Pengadilan telah membuktikan adanya penambahan dan perubahan di sana sini AD/ART PAN hasil Kongres III tahun 2005 Semarang (butir-butir pemalsuan). Penambahan dan perubahan yang dilakukan dari AD/ART asli yang sah yakni enam ayat pada tiga pasal di AD serta 22 pasal di ART. Berikut ini akan diuraikan secara detail penambahan dan perubahan dimaksud:

1. Penambahan Ayat pada Pasal 19 AD tentang Badan Arbitrase Partai:

Ayat (4), Badan Arbitrase Partai (BAP) menangani pengaduan atas permintaan Dewan Pimpinan Pusat PAN berdasarkan keputusan rapat harian Dewan Pimpinan Pusat PAN.

Ayat (5), Putusan dan/atau rekomendasi Badan Arbitarse Partai (BAP) dikembalikan oleh Badan Arbitrase Partai (BAP) kepada Dewan Pimpinan Pusat PAN untuk ditindak lanjuti.

2. Penambahan Ayat pada Pasal 21 AD tentang Rekruitmen Anggota Legislatif dan Fraksi.

Ayat (6), Ketentuan sebagaimana pada ayat (5) diatas dapat dilaksanakan sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

3. Penambahan Ayat dan Perubahan Ayat 4 pada Pasal 23 AD, tentang Rekruitmen Kader.

Ayat (1), Penempatan keanggotaan dalam jabatan Legislatif oleh PAN, dilakukan secara obyektif, transparan dan diputuskan melalui forum Rapat Pleno Partai, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.

Ayat (2), Penempatan keanggotaan dalam jabatan Eksekutif dan jabatan lain oleh PAN, dilakukan secara obyektif, transparan dan diputuskan melalui forum Rapat Harian Partai.

Ayat (4), Ketentuan rekruitmen kader sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Pedoman Rekruitmen Kader, yang diputuskan berdasarkan rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat PAN.

4. Penambahan Ayat pada Pasal 6 ART tentang Pemberian Sanksi.

Ayat (2), Pemberian sanksi yang berkenaan dengan pelanggaran dan pengingkaran terhadap putusan partai ditentukan lebih lanjut oleh DPP PAN.

5. Perubahan Ayat (2) dan Penambahan Ayat pada Pasal 7 ART tentang Bentuk dan Mekanisme Pemberian Sanksi:

Ayat (2), Mekanisme pemberian sanksi adalah sebagai berikut:

a.peringatan tertulis:

1) peringatan tertulis diberikan kepada anggota yang melakukan pelanggaran, ketentuan lebih lanjut terhadap pelanggaran diatur oleh Dewan Pimpinan Pusat PAN;

2) peringatan tertulis kepada anggota diberikan oleh dewan pimpinan partai di setiap jenjang dengan tata urutan; peringatan pertama bertujuan untuk pencegahan pengulangan kesalahan; peringatan kedua bertujuan untuk kepatuhan; peringatan ketiga untuk syarat pengenaan sanksi, dimana setiap surat peringatan tersebut ditembuskan kepada dewan pimpina partai satu tingkat diatasnya, kecuali yang dikeluarkan Dewan Pimpinan Pusat tanpa tembusan; dan

3) peringatan tertulis kepada pengurus diberikan oleh dewan pimpinan partai dijenjang kepengurusan yang bersangkutan.

b. pemberhentian sementara

1) usulan pemberhentian sementara pengurus, diajukan oleh dewan pimpinan partai setempat berdasarkan putusan rapat pleno; dan

2) pemberhentian sementara dilakukan oleh dewan pimpinan partai satu tingkat di atasnya melalui rapat pleno.

3) mekanisme pemberhentian sementara bagi pengurus Dewan Pimpinan Pusat dilakukan melalui rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat.

c. Pemberhentian tetap

d. usulan pemberhentian tetap anggota dilakukan oleh dewan pimpinan partai setempat setelah melalui mekanisme pasal 7 ayat (2.a.2) dan diputuskan melalui rapat pleno;

e. pemberhentian tetap pengurus dari dewan pimpina partai satu tingkat di atasnya.

Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap diatur dalam Pedoman Organisasi.

6. Perubahan Ayat (2) pada Pasal 12, ART tentang Kongres:

Ayat (2), Peserta Kongres terdiri atas:

a.Pengurus harian Dewan Pimpinan Pusat, ketua-ketua Departemen/Komisi dan ketua-ketua majelis Dewan Pimpinan Pusat;
b.Ketua dan sekretaris Majelis Penasehat partai Pusat;
c.Ketua dan wakil ketua Badan Arbitrase Partai;
d.Ketua, sekretaris dan bendahara Dewan Pimpinan Wilayah, apabila berhalangan dapat diwakili berdasarkan rapat pelno Dewan Pimpinan Wilayah;
e.Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah, apabila berhalangan dapat diwakili berdasarkan rapat pleno Dewan Pimpinan Daerah;
f.Ketua Kordinator Luar Negeri, apabila berhalangan dapat diwakili berdasarkan rapat pleno Kordinator Luar Negeri; dan
g.Ketua-ketua Ortom tingkat pusat yang memiliki struktur organisasi hingga tingkat cabang minimal 50 % di seluruh wilayah Indonesia dan dikukuhkan olehDewan Pimpinan Pusat. (Berurutan sampai ke tingkat Ranting).

7. Perubahan Ayat (4), (5) dan Penambahan Ayat (6), pada Pasal 21 ART tentang Rapat-Rapat:

Ayat (4), Rapat Pleno adalah rapat yang dilakukan 3 (tiga) bulan sekali yang dihadiri oleh Dewan Pimpinan Harian Partai dan Ketua Departemen/Komisi Dewan Pimpinan Pusat.

Ayat (5), Rapat Harian adalah rapat yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali yang dihadiri oleh Pengurus Harian Partai serta Ketua Fraksi PAN DPRD, dalam hal fraksi gabungan maka Rapat harian dihadiri oleh salah seorang anggoat DPRD dari PAN.

Ayat (6), Khusus rapat harian DPP dihadiri oleh Pengurus harian serta Ketua Fraksi PAN DPR-RI dan Fraksi PAN MPR-RI.

8. Perubahan Pasal 26 ART tentang Dewan Pimpinan Pusat:

Penambahan Jumlah badan dari 14 Badan, menjadi 16 Badan (disesuaikan dengan pasal-pasal yang menerangkan sampai ke tingkat bawahnya).

9. Pasal 33 sampai Pasal 48 ART menerangkan perubahan Nama dan Jumlah Departemen dalam setiap Badan di Tingkat Kepengurusan.


10. Penambahan Pasal (59) di ART tentang Dewan Pakar

Pasal (59), Dewan Pakar Partai dibentuk di tingkat Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN).

11. Penambahan Ayat pada Pasal 62 ART, tentang Tata Urutan Aturan Partai:

Ayat (5), Dewan Pimpinan Pusat diberikan kewenangan untuk membuat Pedoman-Pedoman Organisasi diputuskan dalam rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat PAN.

Surat Departemen Hukum dan HAM

Setelah dikeluarkannya putusan Pengadilan Negeri Jaksel tentang AD /ART PAN yang dibuat oleh Notaris Muhamad Hanafi dinilai bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum, dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena tidak ada upaya hukum dari Tergugat, maka Depertemen Hukum dan HAM, A.n. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Direktur Tata Negara, DR. Aidir Amin Daud, SH, MH, mengajukan Surat kepada DPP PAN (01 Juni 2009). Departemen ini minta DPP PAN agar mengirimkan AD/ART PAN hasil Kongres II April 2005 di Semarang yang telah dituangkan dalam Akta Notaris, untuk diproses sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Apa hasil? Hingga kini DPP belum menyerahkan AD/ART hasil Kongres dimaksud. Tetap belum ada tindakan nyata DPP PAN untuk memenuhi permintaan Departemen ini. Sementara AD/ART yang didaftarkan pada Departemen ini ternyata palsu atau cacat hukum karena tidak sesuai dengan hasil Kongres II Semarang tahun 2005. Itulah pula Kelompok Pertama (polemik) menegaskan, PAN tidak memiliki AD/ART sejak 5 Februari 2009 dengan adanya putusan Pengadilan dan belum diserahkannya AD/ART yang asli ke Departemen Hukum dan HAM.

Konsekuensi logis keadaan AD/ART palsu atau cacat hukum ini, bagi Kelompok Pertama. PAN sebagai parpol tidak bisa melakukan ”perbuatan hukum” apapun sebelum AD/ART yang palsu/dipalsukan diganti dengan yang syah sesuai ketetapan Kongres II PAN Semarang. Bahkan, sesungguhnya sampai tulisan ini dibuat, dokumen AD/ART yang dipalsukan itulah yang mengantarkan PAN ikut Pemilu April 2009 dengan meraih 43 kursi DPR-RI dan ratusan atau ribuan kursi di legislatif lokal.

UU N0. 2 Tahun 2008, Pasal 5 (1) menetapkan, perubahan AD/ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut. Pasal 2 menetapkan, pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1), menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD/ART. Karena itu, bagi Kelompok Pertama, kedudukan anggota Dewan dari PAN tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Lebih lanjut, mereka mempertanyakan: apa yang mendasari mereka melakukan Kongres III PAN di Batam Januari 2010 mendatang ?

Dugaan Pemalsuan (Pidana)

Setelah putusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jaksel, ternyata berlanjut dengan upaya untuk mempidanakan perkara dugaan pemalsuan AD/ART PAN. Dugaan pemalsuan ini disebarluaskan melalui media massa. Bukti pemlasuan AD/ART PAN, antara lain pembuatan akte notaris perubahan AD/ART dan kepengurusan DPP PAN periode 2005-2010 yang tidak ditandatangani pimpinan sidang pleno III Kongres II PAN tahun 2005, Semarang, antara lain: Mohammad Askin, Patrialis Akbar, Aziaini Agus, Haslim Azhari, Abdillah Toha, Adang Suhardjo. Sedangkan AD/ART yang asli (bukan palsu) ditetapkan di Semarang, 9 April 2005, jam 22.14 WIB, ditandatangani oleh para pimpinan Sidang pleno IIIdi atas.

Berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) tertanggal 28 April 2009 dari Polda Metro Jaya, penyidik sudah memeriksa dan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap 8 (delapan) saksi dari kalangan pengurus dan mantan pengurus PAN, serta saksi ahli. Saksi menjalani pemeriksanaan, yakni Hamid Husein (Pendiri PAN dan anggota Badan Arbitrase PAN), Benny Muharam (Staf Pimpinan PAN), Muhammad Suwardi (Mantan Wakil Ketua Badan Arbitrase PAN), Prof. Moh. Askin (Mantan Ketua Badan Arbitrase PAN), Suwarno Adiwijoyo (Mantan Wakil Ketua Badan Arbitrase PAN), Viva Yoga Mauladi (Wakil Sekjen DPP PAN), Notaris Muhammad Hanafi dan saksi ahli Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo.

Salah seorang Kelompok Pertama (Polemik) telah mendesak Polda Metro Jaya memeriksa Ketua Umum DPP PAN, Sutrisno Bachir terkait pemalsuan AD/ART ini. Walaupun Polda Metro Jaya telah dua kali memanggil Sutrisno Bachir (pertama 16 Februari 2009 dan kedua 26 Februari 2009) guna diperiksa dan didengar keterangannya dalam kapasitas sebagai saksi, tetapi ia tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang patut dan wajar. Bahkan, hingga awal Nopember 2009, menurut sebuah sumber, terhadap yang bersangkutan belum dilakukan pemeriksaaan per BAP. Sutrisno adalah salah seorang petinggi DPP PAN yang mendaftarkan akte AD/ART yang diduga palsu itu ke Departemen Hukum dan HAM.

Solusi dan Permasalahan Berikutnya.

Dalam perspektif hukum, solusi tentu saja berdasarkan pertimbangan hukum, yakni DPP PAN harus menyerahkan AD/ART hasil Kongres II Semarang yang asli ke Departemen Hukum dan HAM. Sebelum langkah ini dilakukan, sebagaimana diusulkan Hamid Husein, Kongres III PAN di Batam (Januari 2010) ditunda sambil menunggu penyelesaian masalah AD/ART.

Jika langkah in tidak diambil DPP PAN, permasalahan berikutnya yakni para Calon Ketum khususnya dan Calon pengurus DPP PAN PAN 2010-2015 umumnya sejak dini akan terbebani tugas berat menjawab beberapa pertanyaan kader dan publik sebagai berikut:


Pertama, dalam hubungan PAN dan negara (state), apakah atau bagaimana legalitas kader PAN yang berhasil menduduki kursi di legislatif hasil Pemilu 2009 jika dalam kenyataannya Pengadilan Negeri Jaksel memutuskan bahwa AD/ART PAN yang digunakan bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum?

Kedua, apa yang menjadi landasan hukum DPP PAN untuk melaksanakan Kongres III di Batam (Januari 2010)?

Ketiga, jika Kongres III tetap saja diberlakukan, apakah produk kongres berupa perubahan AD/ART Kongres III Batam mendatang dapat didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM sementara perubahan AD/ART hasil Kongres II Semarang (2005) sebelumnya yang didaftarkan dinyatakan Pengadilan Negeri sebagai bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum?

Keempat, implikasi lebih jauh, apakah perubahan AD/ART hasil Kongres III Batam (2010) telah sesuai peraturan perundang-undangan dapat dijadikan salah satu persyaratan bagi PAN untuk menjadi kontestan (peserta) atau ikut dalam Pemilu 2014 mendatang?

Beberapa pertanyaan di atas, perlu mendapat jawaban bagi setiap kader PAN umumnya dan khususnya para peserta Kongres III PAN di Batam, Januari 2010, agar PAN sebagai partai reformis konsisten dan konsekuen menegakkan prinsip supremasi hukum. PAN sebagai partai hanya pintar membuat aturan main, tetapi tidak konsisten dan konsekuen menegakkan dalam realitas obyektif akan terhindar manakala persoalan AD/ART ini dapat dipecahkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik ini.

Untuk itu, DPP PAN harus bersikap terbuka (transparan) dan akuntabilitas kepada kader dan publik dalam menjawab pertanyaan utama: ”ada apa dengan AD/ART PAN?” Jangan ditutup-tutupi bagai perilaku kultur elitis, oligarkis dan otoriterian. Bersikap dan bertindaklah sebagai partai reformis dan demokratis !.

----meh/nseas----

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda