Senin, 07 Desember 2009

ARAH KEGIATAN STRATEGIS SKANDAL BANK CENTURY

ARAH KEGIATAN STRATEGIS SKANDAL KORUPSI BANK CENTURY

Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Yayasan Jaringan Studi Asia Tenggara=NSEAS)




I. TIGA MASALAH UTAMA

Skandal korupsi aliran dana publik dari dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) ke Bank Century, disebut “skandal korupsi Bank Century “ mencakup 3 (tiga) masalah utama, yakni:

Pertama, aksi PT. Antaboga Deltasekuritas menjual produk investasi sejak 2002-2008. Pemilik Antaboga juga pemilik Bank Century, Robert Tantular, menggunakan tenaga pemasaran dan kepala cabang Bank Century untuk “membujuk” nasabah Century memindahkan dananya ke Antaboga, tetapi pada 17 November 2008 gagal bayar. Polisi menyatakan adanya penggelapan uang nasabah. Akibatnya, sekitar Rp. 1,5 triliyun dana nasabah—sebagian besar nasabah Bank Century—menguap. Manajemen Bank Century telah melakukan penipuan terhadap nasabah. Hingga kini, kalangan nasabah yang dirugikan terus berjuang baik melalui jalur hukum maupun politik. Mereka melalui jalur hukum telah berhasil memenangkan perkara melalui keputusan Pengadilan, namun manajemen Bank Century dan Pemerintah SBY tidak menindak lanjuti keputusan itu dalam bentuk pengembalian dana nasabah.

Kedua, Kebijakan pemerintah tentang aliran dana publik dari LPS ke Bank Century sebesar Rp. 6,7 triliyun tanpa persetujuan DPR-RI dan diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan:

1.UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 26-29 dan Pasal 50A.
2.UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 5 Butir (a) Ayat 1 dan Butir (g) dan (i).
3.UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Bank Indonesia, Pasal 11 dan Pasal 34.
4.UU No. 24 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 11 Ayat 1.
5.UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 35 Ayat 3 dan 4.
6.Keputuan Presiden No.95 Tahun 2004 terkait Balanket Guarantee.
7.UUD Tahun 1945, khususnya Pasal 22 Ayat 1,2 dan 3.

PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) tentang Jaring Pengamanan Sistem Keuangan sebagai dasar hukum pemberian dana dimaksud, ditolak oleh DPR sehingga di suatu fihak “bailout Bank Century” dinilai tidak legal, kriminal dan masuk tindak pidana.

Ketiga, Aliran dana Rp. 6,7 triliyun dimaksud telah dialirkan ke 100 rekening (Laporan KPK), namun rekening-rekening tersebut bukan milik nasabah kecil-kecil yang uang mereka belum dikembalikan Manajemen Bank Century (Mutiara). Telah berkembang “rumor”, di antara 100 pemilik rekening itu adalah para pendukung dan anggota team kampanye SBY dalam Pilpres 2009, juga para anggota Partai Demokrat. Intinya, melalui kebijakan “bailout” Bank Century itu mengalir uang banyak ke 100 rekening untuk keperluan SBY dan Partai Demokrat dalam Pemilu 2009. Hingga kini, nama-nama 100 pemilik rekening itu belum diketahui publik,dan juga belum dimiliki BPK, KPK dan juga DPR-RI. Karena itu, sebagai kasus korupsi belum dapat dibuktikan tersangka atau terdakwa karena KPK misalnya belum mendapatkan data/fakta hukum nama-nama 100 pemilik rekening.

II. KOMPONEN UTAMA PEMECAH MASALAH.

Dalam perjalanannya skandal korupsi Bank Century ini telah menjadi sorotan publik, dan beberapa komponen strategis telah terlibat dalam upaya penyelesaian masalah ini, yakni PPATK, POLRI, KEJAKSAAN AGUNG, BPK, DPR, KPK, NASABAH dan KEKUATAN MASYARAKAT MADANI.

1.PPATK

PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan), merupakan komponen strategis untuk menunjang pekerjaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kedua lembaga ini membutuhkan bantuan PPATK, dan masih menunggu hasil penelusuran aliran dana. Hasil pekerjaan PPATK dapat membantu BPK untuk menentukan apakah ada indikasi pelanggaran hukum atau tidak dan pada gilirannya KPK akan jalan terus melanjutkan penyelidikan atau tidak.

Secara vokal, Ketua PPATK selalu menegaskan akan menyerahkan data nama-nama pemilik rekening aliran dana publik ke Bank Mandiri, tetapi tetap saja menambahkan “sepanjang ada dasar hukumnya”. Realitas obyektif menunjukkan PPATK belum juga memberikan data tsb kepada KPK dan juga DPR. Sepanjang data para pemilik rekening dimaksud belum juga diserahkan kepada KPK, maka KPK belum bisa untuk melakukan penuntutan tindak korupsi dana Bank Century.

Berdasarkan UU tentang PPATK, data dimaksud hanya bisa diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksanaan. Konon, Kepolisian telah memiliki, tetapi tidak memberikan data itu kepada KPK Banyak tuntutan publik, agar Presiden mengeluarkan PERPPU tentang PPATK agar PPATK boleh secara hukum menyerahkan data para pemilik rekening aliran dana Bank Century sehingga KPK bisa membongkar tindak korupsi secara tuntas. Sekalipun PPATK telah menyerahkan data tsb ke KPK, komponen utama ini hanya berperan sampai disitu saja, tidak bisa masuk dalam penuntutan tindak pidana korupsi.

2.POLRI

Keterlibatan POLRI terutama dalam pengajuan manajemen Bank Century ke pengadilan, yang telah memutuskan bahwa Direktur Utama Bank Century telah divonis bersalah. Namun, masalah yang dimasuki Polri hanya diseputar “penipuan” manajemen terhadap nasabah Bank Century, bukan masalah kebijakan “bailout” dan aliran dana ke 100 pemilik rekening (pasca kebijakan bailout). Hingga kini POLRI tidak masuk ke masalah dugaan tindak pidana korupsi terkait kebijakan bailout. Karena itu, komponen utama ini berperan hanya di dalam penghukuman manajemen Bank century, tidak masuk ke dalam penghukuman sekitar 100 pemilik rekening.

3.KEJAKSAAN AGUNG

Sumber resmi Kejaksanan Agung menegaskan bahwa tidak ada indikasi tindak pidana korupsi dari kebijakan bailout Bank century. Namun, bagi Kejaksanaan menduga terdapat kasus pelarian asset Bank Century Rp. 11,6 triliyun ke luar negeri. Institusi penegak hukum ini telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pelarian ini, yakni Komisaris Bank Century Hesyam Al Waraq dan pemegang saham pengendali Bank Century Rafat Ali Rivai. Keduanya menguasai Bank Century melalui korporasi asing First Gulf Asia Holdings Limited. Kejaksaan Agung menargetkan kasus ini sudah bisa maju ke pengadilan pada akhir Januari 2010 Pengadilan akan digelar secara in absentia karena dua tersangka saat ini berstatus buron.

Sementara ini, peran komponen utama ini hanya diseputar manajemen Bank Century, bukan kebijakan bailout dan aliran dana ke 100 pemilik rekening. Karena itu, Kejaksanaan Agung tidak dapat diharapkan akan memainkan peranan berarti untuk pembongkaran skandal korupsi terkait kebijakan bailout Bank Century.

4.BPK

BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), berbagai kelompok masyarakat juga mendesak BPK agar segera menyelesaikan audit investigasi Bank Century sehingga skandal ini bisa segera ditangani KPK. Sementara ini, BPK telah mengeluarkan “Laporan Kemajuan Pemeriksanaan Investigasi atas Kasus Bank Century”. Laporan awal ini mengungkapkan penemuana adanya indikasi pelanggaran pidana. Ada sekitar 100 rekening yang telah mendapatkan pengaliran dana publik yang diberikan ke Bank Century. Melalui laporan ini, BPK telah berjanji, akan melanjutkan pemeriksanaan sesuai dengan Standar Pemeriksanaan Keuangan Negara agar BPK memiliki dasar yang memadai untuk mengambil kesimpulan atas Bank Century sesuai permintaan DPR.

Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atas kasus bank Century juga menyebutkan, terdapat indikasi praktik-praktik operasi perbankan di Bank Century yang tidak sehat yang merugikan bank dan berpotensi membebani keuangan negara, yaitu:

1.Penggelapan hasil penjualan surat-surat berharga Bank Century oleh pihak terkait senilai USD 7 juta;
2.Hasil penjualan surat-surat berharga sebesar USD 30.28 juta dijadikan jaminan pengambilan kredit oleh fihak terkait (FGAH) dan karena kreditnya macet, maka dana hasil penjualan surat-surat berharga milik Bank Century tersebut di-set off oleh Bank;
3.Pemberian kredit fiktif senilai Rp. 397,97 miliyar kepada pihak terkait dan pemberian LC Fiktif sebesar USD 75,5 juta;
4.Surat-surat berharga milik Bank Century senilai USD 45 juta yang telah jatuh tempo tidak diterima hasilnya oleh BC karena surat berharga tersebut masih dikuasai oleh salah satu pemegang saham;
5.Manajemen Bank Century diduga melakukan pengeluaran biaya-biaya fiktif senilai Rp. 209,80 miliyar dan USD 4,72 juta sejak tahun 2004 s/d Oktober 2008.

Laporan Akhir BPK sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan Laporan kemajuan. Bahkan, Laporan akhir mempertegas indikasi pelanggaran hukum dalam proses pembuatan kebijakan bailout. Namun, peran BPK ini hanya di seputar penyajian hasil pemeriksaan investigasi yang secara langsung atau tidak mendorong fraksi-fraksi di DPR (terutama Demokrat) untuk mendukung penggunaan Hak Angket yang diprakarsai fraksi PDIP, Gerindra dan Hanura. Peran komponen utama ini tidak bisa masuk ke dalam penuntutan tindak pidana korupsi.

5.DPR

DPR-RI, telah muncul prakarsa tentang “Hak Angket”. Bermula dari fraksi PDI-P, Hanura dan Gerindra, terus menggulirkan prakarsa hak angket atas skandal korupsi Bank Century. DPR telah memutuskan untuk menerima dan membentuk Panitia Khusus (PANSUS) yang diketuai oleh anggota Golkar, bukan partai pemrakarsa, penggunaan hak angket Bank Century. Dapat dipatsikan semua fraksi menginginkan penggunaan hak angket bertujuan untuk menyelidiki skandal dan dalam perspektif politik, bukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Diduga, penggunaan hak angket ini hanya mempermasalahkan sekitar pembuatan kebijakan bailout, tidak akan sampai membongkar 100 pemilik rekening yang menerima dana kebijakan tsb dan karena itu tidak akan mampu menghukum para pelaku tindak pidana korupsi skandal korupsi Bank Century. Sebagaimana sejarah membuktikan, setiap penggunaan hak angket DPR tidak pernah berhasil sebagaimana mestinya.

Sebagian pengamat politik menunjukkan sikap pesimistik terhadap penggunaan hak angket ini dan memprediksi akan mengalami kegagalan. Bahkan, terdapat pandangan bahwa kegagalan hak angket akan menutup kemungkinan skandal Bank Century bisa diusut tuntas oleh instansi hukum lain (Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kehakiman, KPK, dan lain-lain) karena berlakunya asas nebis in idem (satu perkara hukum tidak boleh dituntut dua kali).

Argumentasi kegagalan ini berdasarkan historis sejak tahun 2005 – 2009, dari 12 hak angket sebanyak 60 persen telah ditolak dan 40 persen disetujui. Namun hak angket yang telah disetujui dan bahkan yang akhirnya dibahas di Pleno pun hilang dan berhenti begitu saja sebagai satu ajang “transaksi” Ada empat hak angket monumental gagal dan sirna begitu saja, yaitu 1. Angket Impor Beras; 2. Angket Bank Mandiri; 3. Angket BBM (Bahan Bakar Minyak); dan, 4. Angket DPT (Daftar Pemilih Tetap).

Argumentasi lain berkaitan dengan “komitment” partai koalisi seperti PAN, PKB, PKS, PPP, P. Demokrat baik di eksekutif maupun legislatif. Diduga, jika hak angket ini akan digunakan untuk membongkar nama-nama pemilik rekening yang menerima dana publik itu dan memutuskan kebijakan bailout telah melanggar peraturan perundang-undangan, maka pada rapat paripurna kekuatan koalisi akan berssatu menggunakan pemungutan suara sehingga upaya ke arah sana mengalami kegagalan sebagai keputusan DPR. Karena itu, keputusan penggunaan hak angket tidak akan merugikan kepentingan kelompok koalisi yang memiliki suara dominan di DPR. Intinya, penggunaan hak angket akan mengalami kegagalan!

6.KPK

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), semakin menguat desakan masyarakat atau publik baik di Pusat maupun daerah ditujukan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) agar mengusut tuntas skandal ini. Terdapat keyakinan, KPK bisa menggunakan “bukti rekaman telepon” (telah dibuka di Mahkamah Konstitusi) untuk menguatkan proses penyidikan terhadap berbagai pihak yang diduga terlibat skandal yang menyedot uang publik hingga Rp. 6,7 triliyun.

Pemerintah harus membuka secara transparan aliran dana Bank Century kepada publik.
KPK agar segera mengusut kasus Bank Century sebagai kasus “pidana luar biasa” yang memiliki implikasi publik yang sangat mendalam secara sosial, politik dan ekonomi. Sesungguhnya KPK sangat berpotensial dan berwenang untuk melakukan pembongkaran tuntas tindak kasus pidana ini dibandingkan dengan Kepolisian dan Kejaksanaan Agung. Namun, hingga kini KPK belum juga menerima data resmi sekitar 100 nama pemilik rekening yang merima dana bailout Bank Century (laporan BPK).

7. NASABAH BANK CENTURY

Kelompok nasabah yang dirugikan, telah berjuang melalui jalur hukum dan politik. Khusus jalur hukum, mereka telah memenangkan perkara di pengadilan, yang memutuskan bahwa manajemen bank Century bersalah. Perjuangan hukum ini berlangsung di Yogyakarta dan Jakarta. Saat itu terdakwa Robert Tantular, pemegang saham sekaligus komisaris Bank Century, diancam dengan UU Perbakan dan divonis empat tahun penjara. Namun, Pemerintah dan Bank Century tetap saja tidak mengembalikan dana milik nasabah yang dirugikan ini.

Kelompok nasabah ini juga berjuang bersama sejumlah lawyer (advokat), TPK (Tim Pengacara Rakyat) melalui class action (gugatan perwakilan kelompok warga). Mereka menggugat tentang perbuatan melawan hukum oleh Pemerintah RI Cq. Menteri Keuangan RI, Gubernur BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Presiden RI. Namun, dalam sidang ketiga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan ini ditolak hakim tanpa alasan jelas. Ini penolakan negara yang kesekian yang dialami nasabah. Peran komponen strategis ini hanya di seputar penekanan dan pembentukan publik untuk mendorong publik berpartisipasi menekan Pemerintah untuk menyelesaikan masalah mereka khususnya dan dana publik Rp. 6,7 triliyun umumnya.

8. KEKUATAN MASYARAKAT MADANI

Kekuatan masyarakat madani telah bermunculan baik tingkat nasional maupu daerah memberi penekanan agar masalah-masalah ini diselesaikan secara tuntas atau skandal korupsi Bank Century dibongkar tuntas. Kekuatan strategis ini berada di tingkat nasional maupun daerah antara lain: Grup Diskusi Aktivis 77/78, ICW, FUI (Forum Umat Islam), Kelompok Kerja Organisasi Kemasyarakatan Islam, Masyarakat Profesional, Komunitas Mahasiswa Raya, Serikat Rakyat Miskin Indonesia, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik RI), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamadyah), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), Gerakan Masyarakat Jawa Timur untuk Supremasi Hukum, Komite Indonesia Bangkit, BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se Indonesia, aktor individual (Achmad Syafii Maarif, Dien Samsyudin, Gus Dur, Hasyim Muzadi, dsb.), dan juga partai politik (PDIP, Gerindra dan Hanura), dll.

Kegiatan kekuatan masyarakat madani hanya sebagai kekuatan penekan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain membuat pernyataan politik, forum diskusi, mimbar bebas, aksi unjuk rasa. Kekauatan ini pada umumnya mengunakan media massa dan media “maya” seperti website, facebook, blogspot, bahkan HP (SMS), dll. untuk menyalurkan asprasi, tuntutan dan opini politik seputar skandal ini.

Sesungguhnya kekuatan strategis masyarakat madani ini bukanlah sebagai “faktor dominan” (intervening variable) untuk pembongkaran tindak pidana korupsi Bank Century ini. Namun, kekuatan ini bisa memperkuat faktor-faktor lain seperti Presiden (Pemerintah), DPR, PPATK, BPK, dan juga KPK untuk pemecahan masalah Skandal Korupsi Bank Century ini.

III. ARAH KEGIATAN STRATEGIS

Skandal korupsi Bank Century ini sebagai masalah nasional dalam sorotan publik belum terpecahkan. Uang kalangan nasabah belum dikembalikan, dana Rp. 6,7 triliyun milik publik belum dapat dikembalikan/ditarik, pelaku tindak pidana korupsi atas penggunaan dana Rp. 6,7 triliyun itu belum teridentifikasi, apalagi diajukan ke pengadilan. Karena itu, segenap komponen masyarakat madani masih perlu membangun persepsi yang sama dan bersinerji untuk mencari solusi ( cara pemecahan masalah) dan tindak lanjut untuk dilaksanakan sesuai dengan pilihan dan kemampuan masing-masing.

Dari beberapa komponen strategis pemecah masalah skandal ini, sesungguhnya komponen paling strategis dan sangat menentukan pembongkaran tindak pidana korupsi adalah KPK. Sedangkan DPR itu sendiri diprediksi akan berhenti pada polemik kebijakan bailout itu sendiri, tetapi tidak masuk pada masalah tindak pidana korupsi sehingga tidak bisa membawa para pelaku korup ke pengadilan untuk diberi hukuman.

Namun, KPK belum juga memperoleh secara resmi dari PPATK nama-nama 100 pemilik rekening yang telah dialiri oleh dana publik Rp. 6,7 triliyun itu. Agar supaya KPK semakin intens dan menguat dalam pembongkaran skandal ini, direkomendasikan agar kekuatan-kekuatan masyarakat madani melakukan kegiatan penekanan dengan “sasaran antara”, yakni Presiden SBY menerbitkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) tentang PPATK agar bisa menyerahkan sekitar 100 nama pemilik rekening itu ke KPK. Jika “sasaran antara” sudah tercapai, maka perkembangan lanjut yakni pencapaian “sasaran akhir”, yakni memperkuat KPK untuk mengajukan para pemilik rekening itu ke Pengadilan TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi). Untuk mencapai “sasaran antara”, saran untuk kekuatan masyarakat madani, arah kegiatan strategis, yakni:

1.Melakukan penekanan terbuka terhadap DPR baik melalui penggunaan hak angket maupun sejumlah anggota tergabung dalam “kaukus” misalnya agar mendesak Presiden untuk menerbitkan PERPPU tentang PPATK dimaksud.
2.Melakukan penekanan terbuka terhadap Presiden SBY agar menerbitkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) tentang PPATK sehingga PPATK boleh secara hukum menyerahkan sekitar 100 nama pemilik rekening ke KPK.
3.Melakukan penekanan terbuka terhadap PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan) agar meminta “izin” kepada Presiden SBY tentang penyerahan sekitar 100 nama pemilik rekening ke KPK.
4.Melakukan penekanan terbuka terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) agar mengajukan permohonan kepada Presiden memberikan izin kepada PPATK untuk menyerahkan sekitar 100 nama pemilik rekening ke KPK.

Jika “sasaran antara” sudah berjalan dan tercapai, maka arah kegiatan strategis berikutnya untuk mencapai “sasaran akhir”, memperkuat KPK untuk mengajukan para pemilik rekening itu ke Pengadilan TIPIKOR. Di samping itu, kegiatan strategis kekuatan madani diarahkan juga untuk memantau dan mengawasi proses pelaksanaan pengadilan agar menegakkan prinsip keadilan, transparan, akuntabel, dan supremasi hukum.


----meh/nseas----

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda