PERSAINGAN AS-CINA DI ASIA TENGGARA
I.KEPENTINGAN NASIONAL: Dalam ilmu hubungan internasional dikenal konsep dasar “kepentingan nasional”. Konsep ini menjelaskan dan memahami perilaku politik internasional. Politik luar negeri suatu negara dipengaruhi “kepentingan nasional” sebagai “tujuan” mendasar dan paling menentukan. Bagi teoritisi politik internasional, pencapaian kepentingan nasional menyebabkan kehidupan negara akan berlangsung stabil dan baik dari segi politik, ekonomi, sosial, pertahanan, kesmanan, dll. Selanjutnya, teoritisi politik internasional acapkali menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar “power” atau “kekuasaan”. Power atau kekuasaan bermakna, segala sesuatu dapat mengembangkan dan memelihara kontrol satu negara terhadap negara lain baik secara individual maupun kolektif. Hubungan kekuasaan dan pengendalian ini dapat melalui cara halus (kerjasama) atau kasar (paksaan). Kekuasaan nasional dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk “bertahan hidup” dalam politik internasional. Dalam memahami level analisis dalam politik internasional, kepentingan nasional sebagai dasar tujuan politik luar negeri suatu negara dapat dianalisis berdasarkan level analisis “negara bangsa”. Intinya, aktor politik luar negeri suatu negara adalah negara bangsa berdasarkan kepentingan nasional. II. SISTEM INTERNASIONAL: Di lain fihak, salah satu level analisis lain yakni “sistem internasional” sebagai penentu. Level analisis ini mengenal konsep “polar” sebagai pesebaran power. Yaitu: 1. Sistem Uniporal untuk satu pusat power/kekuasaan . 2. Sistem Bipolar untuk dua pusat power. 3. Sistem Multipolar untuk tiga atau lebih pusat power. Jenis sistem ini sangat bergantung pada persebaran power negara di suatu kawasan atau seluruh dunia. Satu hal paling penting dari teori sistem multipolar (tiga atau lebih pusat power/kekuasaan) yakni mengacu pada konsep “negara-bangsa”. Teori ini menunjukkan, negara-bangsa adalah fenomena "eurocentrik" dan "mekanik", pada skala lebih besar, "globalis" dalam tahap awal. Seluruh ruang dunia saat ini dipisahkan menjadi wilayah negara-bangsa. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari penjajahan, imperialisme, dan proyeksi model Barat atas seluruh umat manusia. III. PERSPEKTIF GLOBALISASI: Konsep negara bangsa ini mengalami “kemerosotan” dan “pengerusan” akibat berkembangnya perspektif “globalisasi” dalam studi hubungan internasional. Perspektif globalisasi berupaya meminimalkan “peran” negara bangsa. Globalisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional ke arah negara bangsa tetap mempertahankan masing-masing identitas, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. Globalisasi juga dapat bermakna sebagai “internasionalisasi”, “ liberalisasi”, “universalisasi”, “westernisasi”, dan “hubungan transplanetori dan suprateritorial”. Globalisasi sebagai sebuah proyek diusung oleh negara-negara adikuasa (superpower). Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk paling mutakhir. Negara-negara kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti sosial politik, budaya, juga agama dll. IV. PERSAINGAN AS-CINA: Dinamika politik ekonomi di Asia Tenggara ditentukan persaingan antara AS dan sekutunya (Barat) dengan Cina-Rusia dan sekutunya (Timur). Persaingan antar dua kekuatan raksasa ini sesungguhnya dipengaruhi kepentingan nasional masing-masing negara terlibat sebagai sarana dan sekaligus tujuan untuk “bertahan hidup” dalam politik internasional. Pergeseran Kawasan Persaingan Secara geopolitik persaingan global antar AS dan Cina (RRC)-Rusia telah bergeser dari kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah, ke kawasan Asia Pasifik. Artinya, Asia Pasifik menjadi “medan perang” baru berbagai kepentingan negara adikuasa. Sebagai bagian dari Asia Pasifik, Asia Tenggara, Laut Cina Selatan dan Indonesia tentunya otomatis juga akan menjadi “sasaran arena persaingan” berbagai negara adikuasa. Ketika persaingan global AS-Cina semakin menajam di kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara, memiliki implikasi atau berdampak langsung terhadap Indonesia. Bahkan, dinamika politik ( termasuk perebutan kekuasaan negara) dan ekonomi dalam negeri Indonesia tidak terbebas dari dinamika persaingan global AS-Cina dimaksud. Munculnya Cina sebagai negara adikuasa regional baru kurun waktu 10 - 15 tahun ke depan dapat meningkatkan persaingan AS-Cina di Asia Tenggara, sekaligus meningkatkan potensi konflik bersenjata (militer). AS dan Cina sama-sama mempunyai “kebijakan strategis” dan “doktrin pertahanan-keamanan” dalam rangka menguasai wilayah strategis khususnya Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan. AS mempunyai doktrin disebut “the US Commission on Ocean Policy”, sedangkan Cina mempunyai doktrin disebut “the String of Pearl” sebagai rencana strategis untuk menguasai Jalur Sutra. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda