Sabtu, 08 April 2017

GUBERNUR BARU DKI HARUS UTAMAKAN BELANJA JASA DAN MODAL

Pada dasarnya baik dari segi Pendapatan Daerah maupun Belanja Daerah, Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2013 hingga 2015 tidak berhasil mencapai target bahkan jauh dari target capaian ditetapkan sebelumnya. Kondisi kinerja Pemprov DKI dinilai "lebih buruk". Kondisi kinerja pada tahun 2016 dan 2017 ini akan terulang kembali. Kondisi kinerja lebih buruk dimaksud dapat ditemukan pada uraian dibawah ini. Rencana Belanja Daerah tahun 2013 sebesar Rp. 46.57 triliun, realisasi Rp. 38.29 atau 82,21 %. Angka ini menunjukkan Pemprov DKI pimpinan Gubernur Jokowi tahun 2013 berkinerja buruk. Pd tahun 2014 Gubernur Jokowi menjadi Presiden RI dan Ahok sebagai pengganti Gubernur DKI. Rencana Belanja Daerah pd tahun 2014 sebesar Rp. 63.65 triliun. Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok jauh dibawah Gubernur Jokowi, yakni Rp. 37,75 triliun atau 59, 32 %. Angka ini menunjukkan kondisi kinerja Gubernur Ahok tergolong "sangat buruk". Pd tahun 2015 tetap Ahok sebagai Gubernur DKI. Target capaian Belanja Daerah pd tahun 2015 sebesar Rp. 59,68 triliun. Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok hanya mampu merealisasikan Rp. 43,03 triliun atau 72,11 %. Angka ini lebih besar ketimbang tahun 2014. Namun, kondisi kinerja Gubernur Ahok tergolong "lebih buruk". Kondisi kinerja tahun 2015 ini diperkirakan juga berlaku pada 2016 dan 2017. Uraian diatas menyimpulkan, setiap Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 mengalami kegagalan memenuhi target capaian Belanja Daerah. Bahkan, pada 2014 Gubernur Ahok hanya mampu mencapai 59,32 %, sangat jauh dari target capaian, dan sangat buruk. Juga tak berprestasi. Rata2 kemampuan Pemprov DKI meraih target capaian Belanja Daerah yakni Sekitar 70 % atau "lebih buruk". Pendukung buta Ahok juga harus paham bahwa Gubernur Ahok tak mampu dan tak berprestasi kerja urusan Belanja Daerah, terutama belanja pembangunan. Penyerapan anggaran Belanja Daerah Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok lebih mengutamakan belanja pegawai; satu metode utk membeli dukungan politik dari birokrasi dlm Pilkada atau pertahankan kekuasaan. Di publik dikesankan semua PNS DKI sebagai koruptor sehingga mengalihkan alasan kegagalan Belanja Daerah bukan karena faktor kepemimpinan Ahok sbg Gubernur, tapi utk menghindarkan korupsi anggaran Pemprov DKI. Alasan ini acapkali digunakan pendukung buta Ahok utk membela dan ngeles atas kegagalan Ahok urus Belanja Daerah. Agustus 2015, Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, penyerapan anggaran "terendah" dan terparah se Indonesia. Jakarta kalah jauh dibanding Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengungkapkan, serapan anggaran pemerintah Pemprov DKI justru "terbesar" hanya ada di "belanja pegawai". Seharusnya belanja jasa dan modal lebih besar dibandingkan belanja pegawai. Gubernur baru DKI harus napikkan bela dan ngeles pendukung buta Ahok dari kegagalan urus penyerapan anggaran Belanja Daerah. Gubernur baru DKI mendatang harus menyerap belanja jasa dan modal lebih besar dibandingkan belanja pegawai. Jangan tiru cara kerja atau pengalaman salah Gubernur lama. Sekali lagi, Gubernur baru DKI harus utamakan belanja jasa dan modal. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS: Network for South East Asian Studies)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda