Senin, 27 Maret 2017

KE DEPAN URUS PEMERINTAHAN DAN RAKYAT DKI, MEMERLUKAN GUBERNUR BARU

I. PENGANTAR: NSEAS (Network for South East Asian Studies) telah melakukan studi evaluasi/penilaian kinerja Pemprov DKI Jakarta periode tahun 2013-2017. Studi evaluasi ini menggunakan dua sumber data utama. Pertama, Perda (Peraturan Daerah) No. 2 Tahun 2012 ttg Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Perda ini menjadi dasar penyusunan standar kriteria evaluasi kinerja Pemprov DKI. Indikator kinerja diambil dari Perda ini, terutama ketentuan target capaian tiap tahun masing2 aspek/fokus/bidang urusan/indikator kinerja pembangunan daerah. Kedua, sumber data resmi dari Pemprov DKI dlm bentuk: 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013. Laporan ini ditandatangani Gubernur Jokowi. 2. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014. Laporan ini ditandatangani Gubernur Ahok. 3. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015. Laporan ini ditandatangani Gubernur Ahok. Tentu saja NSEAS juga menggunakan sumber data sekunder dari lembaga pemerintahan dan media massa dan medsos sebagai data penunjang. II. METODE STUDI: Metode studi digunakan NSEAS dlm mengevaluasi kinerja Pemprov sbb: Pertama, gap theory (teori kesenjangan), yakni membandingkan realitas subyektif (apa seharusnya dicapai) dan realitas obyektif (apa adanya dicapai). Keluaran: kesenjangan antara dua realitas tsb. Fokus studi ini pada urusan pemerintahan Pemprov DKI al.: bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, perhubungan, lingkungan hidup, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, ketenagakerjaan, koperasi dan usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan, pemuda dan olahraga, ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan desa, komunikasi dan informatika, pertanian, kehutanan, enerji dan sumberdaya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan, dan perindustrian Kecuali itu, NSEAS juga mengevaluasi hal ikhwal pendapatan daerah dan belanja daerah. Hal ini terkait dgn pengelolaan keuangan DKI. Kedua, comparative study yakni membandingkan kondisi kinerja Pemprov DKI era sebelumnya, Gubernur Fauzi Bowo, dan Pemprov DKI 2013-2017 era Gubernur Jokowi (2013) dan Gubernur Ahok (2014-2015). Kurun waktu ini sesuai dgn telah dilaporkannya Pertanggungjawaban Gubernur ke DPRD. Ketiga, penggunaan hasil penilaian lembaga2 negara ttg kinerja Pemprov DKI sesuai tugas dan fungsi lembaga2 tsb. Al. DPRD DKI, BPK, Kepmendagri, KemenPAN & RB, KemenLH dan Kehutanan, Ombudsman, dll. Keempat, penggunaan hasil survei media massa dan kembaga2 opini publik ttg kinerja Gubernur DKI yg telah dipublikasikan. III: TEMUAN STUDI: Temuan studi evaluasi ini yakni: 1. Pemprov DKI tak pernah berhasil tiap tahun meraih pendapatan daerah sesuai target capaian. Rata2 kemampuan capaian di bawah 80 %, tergolong lebih buruk. 2. Pemprov DKI juga tak pernah meraih target capaian tiap tahun penyerapan belanja daerah. Rata2 kemampuan capaian dibawah 80 %, tergolong lebih buruk. 3. Kondisi kinerja Pemprov DKI urusan pemerintahan tidak pernah meraih target capaian tiap tahun sesuai Perda No. 2 Tahun 2012. Rata2 kemampuan Pemprov DKI meraih target juga di bawah 80 %, tergolong lebih buruk. 4. Penilaian kritis lembaga2 negara, penyelenggara negara, lembaga non negara dan pengamat DKI al.: a. Kurang pengawasan Gubernur atas program unggulan, dan langkah dilaksanakan benar2 hanya pencitraan semata. b. Kinerja Gubernur dan aparat sangat buruk. c. Kepala Daerah populer tak menjamin laporan penyelenggaraan Pemda bagus. d. BPK selalu beri opini WDP (wajar dgn pengecualian), padahal target capaian WTP (wajar tanpa pengecualian) utk laporan keuangan Pemprov DKI. e. Manajemen Pemprov DKI masih kurang tepat, pembangunan belum berjalan maksimal. 5. Secara holistik Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok tak mampu dan gagal meraih target capaian urusan pemerintahan dan rakyat DKI. 6. Dari kualitas kondisi sosial ekonomi rakyat DKI mengalami penurunan terus menerus. Rakyat DKI "merugi" di bawah Pemprov DKI Tahun 2013-2017. 7. Ke depan agar Pemprov DKI mampu dan berhasil urus pemerintahan dan rakyat DKI, diperlukan kehadiran Gubernur baru sebagai alternatif strategis. Gubernur lama telah tak mampu dan gagal. IV. MENGAPA TAK MAMPU DAN GAGAL? Satu pertanyaan solutif layak diajukan: mengapa Gubernur lama tak mampu dan gagal? NSEAS mengajukan dua kelompok jawaban. Pertama, manajemen perencanaan dan implementasi pembangunan jangka menengah daerah. Gubernur lama tidak patuh, konsisten dan konsekuen melaksanakan (implementasi) perencanaan pembangunan secara politik demokratis dirumuskan dan ditetapkan bersama wakil rakyat di DPRD. Perencanaan tertuang di dalam Perda No.2 Tahun 2012. Intinya, Pemprov DKI tak patuh, konsisten dan konsekuen laksanakan perencanaan. Kedua, kepemimpinan atau leadership Gubernur dalam mengelola Pemprov DKI.Gubernur lama suka konflik terbuka dgn lembaga negara seperti DPRD, tidak mampu membangun hubungan harmonis dan sinerjik. Juga mengabaikan prinsip pencapaian tujuan pemerintahan sbg tanggung jawab bersama Gubernur dan DPRD. Gubernur lama tak mampu berkomunikasi politik secara baik dgn DPRD sehingga tak memiliki visi sama dan komitmen kuat utk kesejahteraan rakyat DKI dan penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas publik, efisiensi dan efektif,dll. V. REKOMENDASI: Ke depan, Gubernur baru harus berbeda dgn Gubernur lama, yakni : Pertama, patuh, konsisten dan konsekuen melaksanakan (implementasi) perencanaan pembangunan jangka menengah daerah hasil proses politik demokratis antara Pemprov DKI sebagai eksekutif dan DPRD sebagai legislatif. Kedua, membangun hubungan kelembagaan Gubernur dan DPRD, diatur UU No. 23 Tahun 2014 ttg Pemerintahan Daerah. Gubernur dan DPRD harus dapat terbangun dlm pelaksana tugas dan wewenang masing2 dgn dasar "kemitraan" utk menjamin penyelenggaraan urusan pemerintahan efektif dan demokratis. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda