Senin, 27 Maret 2017

BUTIR-BUTIR KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KINERJA PEMPROV DKI TAHUN 2013-2017

I. KESIMPULAN 1. Pemrove DKI Jakarta memiliki arah kebijakan sebagai pedoman untuk mengarahkan rumusan strategi dipilih agar lebih terarah dalam mencapai tujuan dan sasaran selama periode RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017. Arah Kebijakan dimaksud mencakup Pertama (2013), Kedua (2014), Ketiga (2015), Keempat (2016), dan Kelima (2017). 2. Untuk penilaian kritis keberhasilan/prestasi Pemprov DKI Jakarta menyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017 sebagaimana terdapat di dalam Perda No. 2 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta 2013-2017. 3. Sasaran penilaian kritis ditujukan pada aspek (1) Kesejahteraan masyarakat (fokus pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan masyarakat); (2) Pelayanan Umum (fokus pada layanan urusan wajib dan layanan urusun pilihan); (3) Daya Saing (fokus pada kemampuan ekonomi daderah, fasilitas wilayah/infrastruktur, dan iklim berinvestasi). 4. Secara garis besar, sumber pendapatan Pemprov DKI yaitu: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri pajak daerah, retribusi daerah, bagian pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD), hasil pengelolaan kekayaan daerah dipisahkan, dan sumbangan dari pihak ketiga diatur dalam Undang-Undang; (2) Dana Perimbangan bersumber dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK); (3) Sumber Lain Pendapatan Daerah yang Sah di antaranya sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah dipisahkan. 5. Pada dasarnya baik dari segi pendapatan daerah maupun Belanja Daerah, Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 tidak berhasil mencapai target bahkan jauh dari target capaian ditetapkan sebelumnya, dinilai sebagai kinerja buruk. Kondisi 2016 ini akan terulang kembali. Rencana Pendapatan Daerah 2013 Rp. 40.799.864.826.912,00, realisasi Rp. 39.507.205.538.283,52 atau 96,83 %. Rencana Pendapatan Daerah 2014 Rp. 65.042.0999.407.000, realisasi Rp. 43.447.856.485.934 atau 66,80 %. Rencana Pendapatan Daerah 2015 Rp. 56.309. 238.000.000,00, realisasi Rp. 44.211.688.281.698,00 atau 78,52 %. Kondisi semacam ini juga diperkirakan berlaku pada 2016. 6. Alasan Pemprov DKI Jakarta tidak terpenuhinya target capaian tidak jauh beda dengan 2013, 2014 dan 2015. Yakni pada: Pajak Bahan Bakar Kenderaan bermotor, Pajak Air Tanah, Pajak Hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan, Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah. 7. Rencana Belanja Daerah 2013 sebesar Rp. 46.578.865.629.904, realisasi Rp. 38.294.398.5271. atau 82,21 %. Rencana Belanja Daerah 2014 Rp. 63.650.106.383.473, realisasi Rp. 37.759.772.987.977 atau 59, 32 %. Rencana Belanja Daerah 2015 Rp. 59.685.552.609.233,00, realisasi Rp. 43.037.421.799.776.00 atau 72,11 %. Kinerja indikator realisasi rencana Belanja Daerah ini diperkirakan juga berlaku pada 2016. Setiap Pemprov DKI Jakarta mengalami kegagalan memenuhi target capaia. Bahkan, pada 2014 hanya mampu mencapai 59,32 %, sangat jauh dari target capaian. Kualitas kinerja Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 dapat dinlai “buruk”. 8. Berbagai kritik muncul baik dari lembaga negara, penyelenggara negara maupun pengamat DKI Jakarta. Kritik-kritik dimaksud antara lain: a. Kurangnya pengawasan Gubernur DKI Jakarta terhadap program unggulan DKI Jakarta, dan langkah-langkah dilaksanakan benar-benar hanya pencitraan semata. b. Kinerja Gubernur dan aparatnya “sangat buruk”. c. Kepala daerah populer tidak menjamin laporan penyelenggaraan pemerintah daerahnya bagus. d. BPK selalu memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) sebagai hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemrov DKI Jakarta sejak 2013 hingga 2015. e. Manajemen Pemprov DKI Jakarta masih kurang tepat dan pembangunan di DKI Jakarta belum berjalan secara maksimal. 9. Perekonomian Jakarta 2013-2016 sesungguhnya menunjukkan pertumbuhan tidak menggembirakan. Pada 2013 Pemprov DKI Jakarta hanya mampu mencapai 6,11 %; 2014 mencapai 5,9 %; 2015 mencapai 5,88 %; Triwulan 2016 mencapai 5,62 %. Rata-rata pencapaian Pemprov DKI Jakarta di bawah 6 %, tidak mampu mencapai target capaian 7 % seperti dijanjikan dalam kampanye Pilkada DKI 2012 lalu. Pertumbuhan ekonomi terus merosot, hanya mampu mencapai jauh di bawah 6 % . Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari indikator pertumbuhan ekonomi tergolong buruk dan telah gagal mencapai target capaian pertumbuhan 7 %. Tidak satu pun berhasil mencapai pertumbuhan 7 %. Sebagai pembanding, di bawah Gubernur Fauzi Bowo, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta relatif tinggi: 6,44 % (2007), 6,22 % (2008), 5,1 (2009), 6,50 (2010), 6,77 % (2011), dan 6,53 % (2012). Rata-rata pencapaian pertumbuhan ekonomi era Foke di atas 6 %. Sementara di bawah Pemrove DKI Jakarta 2013-2017 rata-rata pertumbuhan di bawah 6 %. 10. Indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia) merupakan salah satu ukuran keberhasilan pencapaian pembangunan dalam konteks kesejahteraan rakyat DKI. Nilai IPM DKI Jakarta 2014 sebesar 78,39. Angka ini tertinggi di antara Provinsi lainnya. Target IPM Pemprov DKI Jakarta 2013-2017, yakni 78,55 (2014), 78,80 (2015), 79,10 (2016), 79,60 (2017). Kondisi kinerja diharapkan pada akhir periode RPJMD (2017) mencapai 79,60. Capaian IPM 2014 sebesar 78,39 masih belum memenuhi target capaian IPM 2014. 11. Sebagaimana realisasi anggaran APBD urusan pemerintahan lainnya, urusan kebudayaan juga mengalami kegagalan penyerapan mencapai 100 %. Sebagai misal, kasus alokasi APBD 2013, aloaksi Rp. 653.878.053.180,00 dengan total penyerapan sebesar Rp. 611.846.089.057,00 atau 93,57%. Meskipun demikian, selisih antara rrealaisasi penyerapan dan target capaian tidak jauh berbeda, hanya sekitar 7 %. Namun, urusan kebudayaan juga permasalahan antara lain: belum optimalnya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kekayaan lingkungan dan benda cagar budaya. 12. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 ternyata menghadapi beragam permasalahan tentang fasilitas olahraga. Di antaranya: pembangunan stadion baru Persija di lahan Taman BMW; belum dibangunnya pengganti Stadion Lebak Bulus; Kegagalan pembangunan dan rehabilitasi 4 (empat) Gedung Olahraga (GOR) Kecamatan. 13. Rencana alokasi APBD urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera 2013 Rp. 58.429.801.720,00, total penyerapan Rp. 55.247.826.948 atau 94,55 %. Rencana alokasi APBD 2014 sebesar Rp. 96.233.422.722,- total penyerapan Rp. 5576.257.461.830,-atau 79,24 %. Alokasi APBD 2015 Rp. 23.418.773.511,00, total penyerapan Rp. 17.043.911.633,00 atau 72,78 %. Data ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta tidak berhasil menyerap anggaran sesuai dengan target dialoaksikan APBD urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Bahkan, 2015 semakin tidak berhasil menyerap anggaran sesuai dengan target. 14. Rencana alokasi APBD 2013 urusan ketenagkerjaan dan transmigrasi Rp. 266.476.614.416,00, total penyerapan Rp. 249.889.133.586,00 atau 93 %. Rencana Alokasi APBD 2014 urusan Rp. 258.629.561.493,00, total penyerapan Rp. 190.427.633.102,00- atau 73 %. Rencana alokasi APBD 2015 Rp. 370.492.462.364,00, total penyerapan Rp. 282.845.990.445,00 - atau 76,34 %. Prestasi penyerapan 2014 (73 %) jauh lebih rendah ketimbang 2013 (94,55%), namun 2015 (76,34 %) lebih tinggi ketimbang 2014. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 tetap mengalami kegagalan memenuhi 100 % alokasi anggaran APBD setiap . 15. DKI Jakarta ditandai dengan tingkat pengangguran terbesar di Indonesia adalah di DKI Jakarta dan Banten. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 memang berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka, namun dibandaingkan dengan rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional masih berada di atas, bukan di bawah. Pada 2013 tingkat penggangguran terbuka mencapai 9,02 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,4 %. Pada 2014 tingkat penggangguran terbuka mencapai 8,47 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,2 %. Pada 2015 tingkat pengangguran terbuka menurun 8,36 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,8 %. Ironisnya, Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok justru menggusur paksa rakyat miskin dan pedagang kaki lima! Hal ini menambah jumlah rakyat nganggur. 16. Keadaan sebagian rakyat miskin di Jakarta semakin memburuk dari ke . Jumlah rakyat miskin di DKI Jakarta terus menunjukkan peningkatan. Jumlah rakyat miskin di DKI Jakarta 2012 sebanyak 363.200 orang, 2015 menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. Pada Maret 2014 jumlah rakyat miskin 393,98 ribu orang, dibanding Maret 2015 (398,92 ribu orang), meningkat 4,94 ribu. Garis kemiskinan (GK) Maret 2015 sebesar Rp. 487.388 per kapita, lebih tinggi dari garis Kemiskinan September 2014 sebesar Rp. 459,560 per kapita per bulan. 17. Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat tajam antara 2014 ke 2015 dari 0,39 ke 0,52. Indeks Keparahan Kemiskinan DKI meningkat dari 0,7 pada 2014 menjadi 0,10 pada 2015. Jika dibandingkan dengan Maret 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan kemiskinan DKI mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,130 poin dari 0,387 pada Maret 2014 menjadi 0,517 pada Maret 2015. Begitu juga dengan Indeks Keparahan kemiskinan naik sebesar 0,035 poin, yaitu dari 0,069 pada Maret 2014 menjadi 0,104 pada September 2015. 18. Pemprov DKI Jakarta, bagaimanapun juga, menghadapi tantangan dan issue strategis terkait dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan rakyat DKI Jakarta. Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan perkotaan masih menjadi permasalahan dihadapi dalam pembangunan DKI Jakarta. Bahkan, UMP (Upah Minimum Propinsi) di DKI Jakarta hanya Rp 3.100.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding UMP Kabupaten Bekasi Rp 3.200.000. Padahal, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta dengan inflasi 2017 adalah Rp 3.750.000. Sekarang ini masih Rp 3.100.000. 19. Rencana alaokasi APBD 2013 urusan pekerjaan umum Rp. 5.862.468.331.741,00, total penyerapan Rp. 4.535.320.926.028,00 atau sebesar 77,36 %. Data ini menunjukkan, Pemprov DKI Jakarta 2013 gagal mencapai target 100 % urusan pekerjaan umum. Rencana alokasi APBD 2014 Rp.11.849.040.947.599,00, total penyerapan Rp.4.661.715.486.301,00 atau 39 %. Data ini menunjukkan, bahwa Pemprov DKI Jakarta 2014 semakin gagal mencapai target 100 %. Rencana alokasi APBD 2015 Rp. 9.697.960.178.858,00, total penyerapan Rp.5.346.638.598.165,,00 atau 55,13 %. Data ini menunjukkan, Pemprov DKI Jakarta 2015 juga gagal dan jauh dari target 100 %. 20. Di era Pemprov DKI di bawah Gubernur Ahok, pembangunan infrastruktur (sarana dan prasarana) mangkrak, terhenti atau bahkan dicoret anggaran dari APBD-P sepeti proyek waduk, SWRO (Sea Water Reverse Osmosis), stadion olahraga, trotoar, terowongan, pembangunan simpang, MRT, LRT, Sodetan Kali, kampung deret, kampung susun, dll. Beberapa sebab dapat diajukan mengapa terjadi kondisi pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta sepeti ini, antara lain: (1) Perhitungan alokasi resiko tidak matang; dan, (2) Pembangunan infrastruktur lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 21. Salah satu issue strategis pembangunan DKI Jakarta mendesak dipecahkan oleh Pemrov DKI Jakarta 2013-2017 adalah urusan banjir. Ternyata masalah banjir masih harus dihadapai Pemrov DKI Jakarta 2013-2017. Titik lokasi banjir masih melebihi target capaian lokasi banjir. Bahkan, pada medio 2016 masih terdapat belasan titik genangan air. Masih sangat jauh dari capaian target diharapkan. Pemprov DKI Jakarta 2013-2107 ternyata tidak mampu dan gagal pecahkan masalah banjir Ibukota. Banjir jalan terus dan belum berkurang signifikan. Jakarta kembali kebanjiran saat hujan deras turun. 22. Rencana alokasi APBD 2013 urusan perumahan rakyat Rp. 1.051.963.319.914,00, total penyerapan Rp. 714.743.778.832,00 atau 67, 94 %. Data ini menunjukkan, kinerja Pemrove DKI Jakarta tergolong buruk karena hanya mampu menyerap 67, 94 % anggaran alokasi APBD. Rencana alokasi APBD 2014 Rp.3.130.733.194.760, 00, total penyerapan Rp.,1.297.812.294.652,00 atau 41,45 %. Data ini menunjukkan, kinerja Pemprov DKI Jakarta 2014 sangat buruk karena penyerapan anggaran alokasi APBD tidak sampai 50 %. Rencana alokasi APBD 2015 Rp.3.347.554.408.362, 00 dengan total penyerapan sebesar Rp.,1.991.869.723.424,00 atau 59,50 %. Data ini menunjukkan, kinerja Pemprov DKI Jakarta 2015 tergolong buruk karena penyerapan anggaran alokasi APBD jauh dari capaian 100 %. Namun, capaian 2015 lebih besar ketimbang capaian 2014 (41,45 %). Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 sesungguhnya tidak menyediakan rumah bagi MBR karena tidak pernah membangun Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), kecuali Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Bahkan, 23. Pemprove DKI Jakarta ternyata tidak mampu mencapai target pengadaan busway. Pada 2013 direncanakan 310 unit gagal, terealisir hanya 125 unit (89 unit articulated bus dan 36 unit singgle bus). Pada 2014, penambahan busway hanya dari hibah 30 unit sehingga jumlah busway menjadi 822 unit. Pada 2015, pengadaan busway 75 unit. Target era Gubernur Ahok 725 unit busway (2013-2015), tercapai hanya 227 unit. Sangat buruk pencapaian (kurang 50 %). Pada 2017 total busway ditargetkan 5.000 unit. Pada 2015 baru ada total 996 unit. Sementara pada 2015 telah dihancurkan 180 unit dinilai sudah tidak laik. Maka tinggal sekitar 816 unit. Sangat jauh dari target diharapkan. Kecuali itu, dari waktu tunggu Busway, target rata-rata 3 menit masih jauh di bawah target diharapkan tercapai. Bahkan, diperkirakan rata-rata antara 10-30 menit waktu tunggu. 24. Pemprov DKI Jakarta ternyata tidak merealisasikan sama sekali peremajaan armada angkutan umum. Di lapangan, kendaraan umum tidak laik masih banyak berseweran di jalanan. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 tidak melaksanakan dan gagal total mencapai target capaian setiap urusan peremajaan angkutan umum di DKI Jakarta. 25. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 telah gagal dalam memecahkan masalah kemacatan, bahkan semakin memburuk. Hampir semua ruas jalan arteri mengalami kemacetan. Sebelumnya Jakarta mendapat predikat buruk “Kota Paling Berbahaya”, kini mendapat predikat buruk lain: “Jakarta menjadi Kota paling macet se Dunia”, diikuti Istanbul (Turki), Meksiko (Meksiko), Surabaya (Indonesia), St Petersburg (Rusia), Moskow (Rusia), Roma (Italia) , Bangkok (Thailand), Guadalajara (Meksiko), dan Buenos Aires (Argentina). Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata2 33.240 kali proses berhenti-jalan per di Jakarta. 26. Rencana alokasi APBD 2013 urusan lingkungan hidup Rp. 2.138.400.013.830, 00, total penyerapan Rp. 1.201.182.243.673,00 atau 56,17 %. Data ini menunjukkan, kinerja Pemprov DKI Jakarta 2013 urusan lingkungan hidup tergolong buruk karena penyerapan anggaran jauh dari 100 %. Rencana alokasi APBD 2014 Rp. 3.673.474.019.855,00, total penyerapan Rp. 1.116.449.794.870,00 atau 30,39 %. Rencana alokasi APBD 2015 Rp.6.188.035.122.779,00, total penyerapan Rp. 3.850. 713.472.340,00 atau 62,23 %. Data ini menunjukkan, kinerja Pemprov DKI Jakarta 2015 tergolong buruk karena penyerapan anggaran jauh dari 100 %. 27. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 telah mengalami kegagalan dalam membuka RTH secara optimal. Selama 2013-2015, Pemprov DKI Jakarta hanya mampu menambah RTH seluas 73.43 Ha (24.28 Ha/). Jika dibandingkan dengan Pemprov DKI Jakarta sebelumnya di bawah Gubernur Fauzi Boowo, capaian Pemprov DKI Jakarta 2013-2014 tergolong lebih buruk. Gubernur Fauzi Bowo mampu mampu menambah RTH 108.11 Ha sepanjang 2007-2011 (27.027 Ha/) (LPPD DKI Jakarta 2007-2012, LKPJ Gubernur DKI 2013, 2014, & 2015). Terdapat juga penilaian pada 2016, program penambahan ruang terbuka hijau dengan melakukan pembelian lahan realisasinya nol. Ada beberapa RPTRA yang sudah diresmikan sebenarnya sudah merupakan lahan terbuka hijau/taman, hanya disulap dijadikan RPTRA. Ini juga dilakukan oleh CSR perusahaan. 28. Merosotnya kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam hal urusan lingkungan hidup dapat dibuktikan dari kegagalan Pemprov DKI Jakarta ini untuk meraih penghargaan Adipura. Sepanjang 2014-2016, Pemrove DKI Jakarta hanya mampu meraih 1 (satu) Piagam Adipura, yaitu Kota Administarsi Jakarta Pusat. Padahal Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura menggunakan dua parameter penilaian meliputi penilaian non fisik dan pemantauan fisik terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara. 29. Rencana alokasi APBD 2013 urusan Koperasi dan UKM Rp. 499.942.846.358,00, total penyerapan sebesar Rp. 186.882.912,00 atau hanya 37,31 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta 2013 tidak berhasil mencapai target alokasi APBD. Rencana alokasi APBD 2015 Rp. 266.786.450,00, total penyerapan Rp. 181.348.842,00 atau 67 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta gagal mencapai target alokasi APBD. 30. Penanaman modal di DKI Jakarta mempunyai fungsi sangat penting terutama dalam pembangunan ekonomi. Kondisi kinerja 2012: PMA Rp. 45 triliun; dan, PMDN Rp. 9,84 triliun. Rencana alokasi APBD 2013 urusan penanaman modal Rp. 34.554.710.286,00, total penyerapan Rp. 23.044.841.327,00 atau 66,69 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta telah gagal mencapai target penyerapan 100 %. Rencana alokasi APBD 2014 sebesar Rp. 12.487.543.353,00, total penyerapan Rp. 7.500.192.311,00 atau 60,06 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin gagal dan semakin menurun penyerapan anggaran dialokasi APBD. Rencana alokasi APBD 2015 Rp. 29.234.082.391,00, total penyerapan Rp. 26.148.992,00 atau 89,42 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta masih gagal mencapai target alokasi tetapi lebih besar realisasai atau penyerapan anggaran 2015 ketimbang - sebelumnya. 31. Urusan komunikasi dan informatika menjadi urusan penting dalam pembangunan di Jakarta. Rencana APBD 2013 urusan kounikasi dana informatika Rp. 133.819.701.943,00, total penyerapan Rp. 111.628.095.091,00 atau 83,42 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta gagal mencapai target alokasi APBD. Rencana aloaksi APBD 2014 Rp. 267.496.297.449,00, dengan total penyerapan Rp. 185.017.153.275,00 atau 69,17%. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin gagal mencapai target alokasi APBD 2014 urusan komuniaksi dan informatika. Capaian 2014 lebih rendah ketimbang capaian 2014. Rencana alokasi APBD 2015 Rp. 308.868.013.136,00, total penyerapan Rp. 215.356.028.450,,00 atau 69,72%. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta masih gagal mencapai target alokasi APBD 2015 urusan komunikasi dan informatika. Capaian 2015 tidak jauh berbeda dengan capaian 2014. 32. Pelayanan di bidang perdagangan dapat dilakukan melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan kepada para pelaku bisnis terutama pengusaha mikro, kecil dan menengah. Selain itu, juga dapat dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas perdagangan seperti pembangunan lokasi binaan, dan penataan pasar tradisional. Rencana alokasi APBD sebesar Rp. 175.838.794.521,00, total penyerapan Rp. 156.647.085.192,00 atau hanya 89,09 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta belum mampu mencapai target alokasi APBD 2013 urusan perdagangan. Rencana alokasi APBD 2014 Rp.22.086.766.186,00, total penyerapan sebesar Rp.14.641.831.711 ,00 atau 66,29 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin rendah kemampuan mencapai target alokasi APBD 2014 urusan perdagangan di bandingkan capaian 2013. Rencana alokasi 2015 APBD sebesar Rp.29.029.169.199,00, total penyerapan Rp.10.53.312.815, 00 atau hanya 36 %. Hal ini menunjukkan Pemprov DKI Jakarta semakin gagal mencapai target alokasi APBD 2015 urusan perdagangan di bandingkan capaian - sebelumnya. 33. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 kurang pro rakyat dan strata bawah yakni penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL). Pertumbuhan mini market sangat menjamur di wilayah DKI Jakarta telah mengancam usaha perekonomian masyarakat lapisan bawah atau strata bawah. 34. Perekonomian makro Jakarta harus tumbuh cukup baik. Jumlah total PDRB DKI Jakarta 2012-2017 berdasarkan harga belaku harus meningkat dari ke Nilai pengeluaran per kapita harus terus mengalami peningkatan. Target capaian setiap pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita menurut RPJMD DKI Jakarta 2013-2017 yakni: Rp. 58.302.027 (2013), Rp. 59.223.127 (2014), Rp. 60.009.760 (2015), Rp. 60.869.368 *2016), dan Rp, 61.282.402 (2017). Berdasarkan target capaian setiap indikator Nilai PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000, kondisi kinerja pada awal periode RPJMD (2012) sebesar Rp. 449,80 trilun triliun. Kondisi kinerja target capaian pada 2013 sebesar Rp.501,21 triliun; 2014 sebesar Rp. 505,42 triliun; 2015 sebesar Rp. 535, 42 triliun; 2016 sebesar Rp. 563,42 triliun; dan, 2017 sebesar Rp. 593,42 triliun. 35. Berdasarkan target capaian setiap indikator Nilai PDRB Per Kapita Atas Harga Berlaku, kondisi kinerja pada awal periode RPJMD (2012) Rp.110,46 juta. Kondisi kinerja target capaian pada 2013 Rp.124,2 juta; 2014 Rp. 135, 8 juta; 2015 Rp. 140,58 juta; 2016 Rp. 151,20 juta; dan, 2017 Rp.160,00 juta. Berdasarkan target capaian setiap indikator Nilai PDRB Per Kapita Atas Harga Konstan 2000, kondisi kinerja pada awal periode RPJMD (2012) Rp. 45,02 juta. Kondisi kinerja target capaian pada 2013 Rp.48,00 juta; 2014 Rp. 50,00 juta; 2015 Rp. 54,00 juta; 2016 Rp. 57,00 juta; dan, 2017 Rp. 60,00 juta. 36. PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada 2013 Rp. 1.255,9 triliun, sedangkan 2012 Rp. 1.103,7 triliun. Tejadi peningkatan Rp. 152, 23 triliun atau 13,79 %. PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta 2014 Rp. 1.761,41 triliun, sedangkan 2013 Rp. 1.547,04 triliun. Terjadi peningkatan Rp. 214,37 triliun atau 13,86 %. PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta 2015 Rp. 1.983,42 triliun, 2014 sebesar Rp. 1.760,22 triliun. Hal ini berarti, tejadi peningkatan Rp. 223,20 triliun atau 12,68 %. 37. Sekitar 72, 21 % PDRB Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa dan pengangkutan). Sebesar 27,27 % berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi dan listrik-gas-air bersih). Hanya sebesar 0,52 % dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). Sekitar 72, 69 % PDRB Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa dan pengangkutan). 26,83 % berasal dari sektor sekunder (industr pengolahan, konstruksi dan listrik-gas-air bersih). Hanya sebesar 0,48 % dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). Sekitar 72, 31 % PDRB Jakarta berasal dari sektor tersier (perdagangan, keuangan, jasa dan pengangkutan). 27,34 % berasal dari sektor sekunder (industr pengolahan, konstruksi dan listrik-gas-air bersih). Hanya sebesar 0,35 % dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) 38. Distribusi PDRB menurut pengeluaran selama 2013 terbesar pada komponen konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi 57,56 %, meningkat jika dibandingkan 2012 mencapai 56,88 %. Kontribusi terbesar kedua pada komponen ekspor 54,57 %. Komponen ini juga mengalami penurunan dibanding 2012 mencapai 56,19 %. Kontribusi terkecil pada komponen konsumsi pemerintah 9,79 % selama 2013. Distribusi PDRB menurut pengeluaran 2014 terbesar pada komponen konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi 60,72 %, meningkat jika dibandingkan 2013 mencapai 61,01 %. Kontribusi terbesar kedua pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 41,16 %. Komponen ini juga mengalami penurunan dibanding 2013 mencapai 44,18 %. Kontribusi terkecil pada komponen perubahan inventori 0,20 % selama 2014. Distribusi PDRB menurut pengeluaran 2015 terbesar pada komponen konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 65,78 %, meningkat jika dibandingkan 2014 mencapai 60,23 %. Kontribusi terbesar kedua pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 45,93 %. Komponen ini juga mengalami penurunan dibanding 2014 mencapai 41,91 %. Kontribusi terkecil pada komponen perubahan inventori 0,32 % selama 2015. 39. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku pada 2013 Rp. 126,12 juta atau meningkat 12,7 % dibanding 2012 (Rp. 111,91 juta). PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku pada 2014 Rp. 174, 82 juta atau meningkat 12,66 % dibanding 2013 (Rp. 155,17 juta). PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku pada 2015 mencapai Rp. 194,87 juta atau meningkat 11,54 % dibandingkan 2014 (Rp. 174,71 juta). 40. Besaran PDRB DKI Jakarta 2013 atas dasar harga konstan Rp. 447, 3 trilun, menaik Rp. 27,5 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp. 449,8 triliun). Secara total pertumbuhan ekonomi 2013 6,11 %, sedikit lebih lambat dibaningkan 2012 mencapai 6,53 %. Besaran PDRB DKI Jakarta 2015 atas dasar harga konstan Rp. 1.454,10 trilun, menaik Rp. 80,71 triliun dibandingkan 2014 Rp. 1.373,39 triliun. Secara total pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 5,88 %, sedikit lebih lambat dibandingkan 2014 mencapai 5,95 %. 41. Sumbangan pertumbuhan tertinggi (1,43 %) dari sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,84 %. Sumbangan pertumbuhan kedua terbesar diberikan sektor keuangan, real estet, jasa perusahaan yaitu 1,42 % dengan laju pertumbuuhan 5,17, %. Untuk sektor kontribusi di bawah 1 % terhadap PDRB seperti sektor pertanian, pertambangan penggalian dan listrik-gas-air bersih menyumbang pertumbuhan sangat kecil yaitu kurang dari 0,1 %. Sumbangan pertumbuhan tertinggi (1,43 %) 2015 diberikan sektor keuangan-areal estate-perusahaan tumbuh 55,35 %. Sumbangan pertumbuhan kedua terbesar diberikan sektor pengangkutan dan komunikasi, 1,22 % dengan laju pertumbuhan 9,80, %. Untuk sektor konntribusi di bawah 1 % terhadap PDRB seperti sektor industri pengolahan dan konstruksi. Sedngkan sektor pertanan, sektor pertambangan penggalian dan sektor listrik-gas-air besih menyumbang pertumbuhan sangat kecil, kurang dari 0,1 poin 42. Dilihat dari lajut pertumbuhannya, secara umum selama 2013 menaik 6,11 %. Komponen mengalami pertumbuhan terbesar adalah konsumsi rumah tangga menaik 5,81 %. Terbesar kedua adalah komponen PMTB dan konsumsi Pemerintah masing-masing menaik 5,29 % dan 4,67 %. Sedangkan terkecil kenaikan adalah komponen ekspor tumbuh 3,5 %. Dilihat dari lajut pertumbuhan, umum selama 2014 menaik 5,95 %. Komponen mengalami pertumbuhan terbesar adalah konsumsi rumah tangga menaik 3,19 %. Terbesar kedua adalah komonen PMTB dan pengeluaran konsumsi LNPRT masing-masing menaik 1,44 % dan 0,32 %. Sedangkan terkecil kenaikan adalah komponen ekspor tumbuh 0,26 %. Dilihat dari lajut pertumbuhan, umum selama 2015 menaik 5,88 %. Komponen mengalami pertumbuhan terbesar adalah konsumsi rumah tangga menaik 5,04 %. Terbesar kedua dan ketiga adalah komponen konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto masing-masing menaik 3,82 % dan 2,93 %. Sedangkan terkecil kenaikan adalah komponen net ekspor antar daerah menurun sebesar minus 21,41 %. 43. PDRB per kapita atas dasar harga konstan menunjukkan nilai PDRB per kapita secara riil. Pada 2013 PDRB per kapita meningkat 5,1 %, dari Rp. 45,61 juta (2012) menjadi Rp. 47,93 juta (2013). Pada 2014 PDRB per kapita meningkat 4,48 %; dari Rp. 130,11 juta (2013) menjadi Rp. 136,41 juta (2014). Pada 2015 PDRB per kapita meningkat 4,81 %; dari Rp. 136,31 juta (2014) menjadi Rp. 142,87 juta (2015). 44. Pemerintah daerah harus mengupayakan peningkatan Pendapatan Daerah melalui berbagai upaya, antara lain melalui peningkatan pajak daerah dan meningkatkan perolehan dana perimbangan. Pendapatan Daerah 2013 direncanakan sebesar Rp. 40.799.864.826,912 terdiri dari PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendadatan yang Sah. Hingga akhir 2013 realisasi Rp. 39.507.205.538.293,53 atau 96 %. Pendapatan Daerah 2015 direncanakan sebesar Rp. 56.309.238.000.000,00 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Hingga akhir 2015 dari rencana, realisasi Rp.44.211.688.281.698.00 atau 78,52 %. 45. Pajak Daerah terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dipisahkan dan Pengelolaan lain-lain Pendapatan Datah yang Sah. Hingga akhir 2013, dari rencana sebesar Rp. 26.304.097.561.000, realisasi dapat melampaui target ditetapkan: Rp. 26.849.337.048.536.53 atau 102,07 %. Hingga akhir 2014, dari rencana sebesar Rp. 39.357.308.437.000 realisasinya dapat melampaui target ditetapkan yakni Rp. 31.277.253.367.662 atau 78,67 %. Hingga akhir 2014, dari rencana sebesar Rp. 39.357.308.437.000 realisasinya dapat melampaui target ditetapkan yakni Rp. 31.277.253.367.662 atau 78,67 %. 46. Di era Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Fauzi Bowo (2017-2012), pertumbuhan rata-rata Dana Perimbangan sebesar 6,39 %, bersumber dari Dana bagi hasil Bukan Pajak dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,25 % per. Dana Alokasi Umum sebedar 6,25 % dan Dana Bagi hasil Pajak sebesar 5,64 %. Dana Perimbangan pada 2013 direncanakan Rp. 10.547.537.223.090 dengan realisasi Rp. 9.387.539.401.653 atau sebesar 89,00 %. Dana Perimbangan pada 2014 direncanakan Rp. 17.770.000.000.000 dengan realisasi Rp. 9.677.533.225.272 atau sebesar 54, 46%. Pengangaran Dana Perimbangan 2014 tidak sesuai dengan plafon ditetapkan oleh Pemerintah Pusat di dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan lebih besar ketimbang penetapan Peraturan Menteri Keuangan. Disamping itu, dalam APBNP 2014 secara Nasional terjadi penurunan target penerimaan prpajakan dari pajak penghasilan Rp. 2,5 triliun dan pada penetapan Peraturan Menteri Keuangan Definitif terjadi penurunan anggaran lagi sebesar Rp. 1 triliun sehingga berdampak pada realisasi penerimaan masing-masing daerah. Secara keseluruhan pendapatan dari Dana Perimbangan pada 2015 direncanakan Rp. 12,995,465.925.000, realisasi Rp. 5.887.267.644,697. atau 45,30 %. 47. Beberapa hambatan dan kendala dalam meralisaskan target Pendapatan Pajak Daerah di antaranya pada kenis-jenis pajak Bahan Bajar Kendaraan bermotor, Pajak Air Tanah, Pajak Hiburan, PBB Perkotaan dan perdesaan. Pada 2014 realisasi Pendapatan Daerah tidak mencapai target direncanakan disebabkan beberapa hambatan dan kendala dalam merealisasikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah. Beberapa hambatan dan kendala dalam merealisasikan target Pendapatan Pajak Daerah di antaranya Pajak Kendaraan bernotor, Bea Balik Nama Kendaraan bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor, Pajak Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak reklame, Pajak aprkir, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,Pajak Rokok, dan PBB Perkotaan dan Perdesaan. Permasalahan dihadapi 2015 antara lain: kegiatan pembebasan lahan hanya terealisasi sebanyak 442 bidang lahan dengan anggaran Rp. 3.402.118.175.393,00 dari target pembebasan sebanyak 1.625 bidang lahan. Di samping itu, terlambatnya proses penetapan APBD dan APBD Perubahan Anggaran 2015 berdapak pada singkatnya sisa waktu pelaksanaan kegiatan sehingga pada singkatnya sisa waktu pelaksanaan kegiatan anggaran tidak terserap. 1. DKI Jakarta sebagai Ibukota dan multifungsi membutuhkan infrastruktur guna menghadapi persaingan global agar dapat memberikan pelayanan optimal kepada seluruh warga dalam mewujudkan kota Jakarta berdaya saing global. Transportasi merupakan infrastruktur perekonomian sangat penting. Ketersediaan transportasi aman, nyaman, tepat waktu dan terjangkau akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang dan manusia, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah. Untuk mewujudkan peningkatan daya saing daerah juga diperlukan sistem transportasi maju, handal, moderen, dalam arti terintegrasi antar dan inter moda. 2. Target capaian setiap tahun nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) menurut RPJMD DKI Jakarta 2013-2017 yakni: PMDN 10,59 triliun, PMA Rp. 48,48 triliun (2013); PMDN 11,38 triliun, PMA Rp. 52,09 triliun (2014); PMDN 12,15 triliun, PMA Rp. 55,62 triliun (2015); PMDN 13,02 triliun, PMA Rp. 59,57 triliun (2016); dan, PMDN 13,97 triliun, PMA Rp. 63,94 triliun (2017). Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) yakni PMDN 89 proyek, PMA 1.148 proyek (2013); PMDN 91 proyek, PMA 1.215 proyek (2014); PMDN 96 proyek, PMA 1.350 proyek (2015); PMDN 98 proyek, PMA 1.425 proyek (2016); dan, PMDN 100 proyek, PMA 1.500 proyek (2017). Pada 2013, realisasi investasi PMA di provinsi DKI Jakarta pada 2013 sebesar US$ 2.590 juta atau sekitar Rp. 31,09 triliun, kurs Rp. 12.000. Sedangkan realisasi investasi PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada 2013 sebesar Rp. 5,75 triliun. Realisasi investasi di Provinsi DKI Jakarta 2013 tidak mencapai target yang ditetapkan. Realisasi PMA dan PMDN 2013 sebesar Rp. 36,84 triliun dengan target ditetapkan sebesar Rp. 59,07 triliun. Pada 2014, realisasi PMA di Provinsi DKI Jakarta 2014 sebesar Rp. 37,65 Triliun. Sedadngkan realisasi investasi PMDN 2014 sebesar Rp. 10,54 trilun. Pada 2015, realisasi investasi PMA di Provinsi DKI Jakarta sebasar Rp. 45,24 triliun. Sedangkan realisasi investasi PMDN 2015 sebesar Rp. 15,51 triliun. 3. Kondisi keamanan daerah, termasuk ketertiban masyarakat, merupakan salah satu faktor mendukung peningkatan investasi di Provinsi DKI Jakarta. Namun, dalam kenyataannya, Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 tidak mampu menciptakan kondisi keamanan daerah yang sesuai dengan persyaratan bagi masuknya dan meningkatnya investasi. DKI Jakarta adalah kota paling tidak aman di dunia. Juga transportasi umum Jakarta tidak aman untuk kaum perempuan. Menurut Thomson Reuters Foundation, DKI Jakarta menempati posisi kelima kota dengan angkutan umum paling tidak aman. 4. Berdasarkan penilaian KemenPAN & RB, kinerja Reformasi Birokrasi Pemprov DKI Jakarta 2013-2014, hanya mampu meraih predikat CC. Predikat Pemprov DKI Jakarta pada urutan ke-18 dengan nilai CC= 58. Nilai Pemprov DKI Jakarta diberi oleh KemenPANRB sama dan sederajat dengan nilai Pemprov Papua Barat. Bahkan, di bawah Pemprov Kalimantan Tengah. Hasil penilaian kinerja Pemprov DKI Jakarta ini menunjukkan prestasi Gubernur Ahok dalam urusan akuntabilitas penerapan program kerja, dokumentasi target tujuan, dan pencapaian organisasi tergolong rendah dan tidak sebanding dengan posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota RI dengan sumberdaya terbesar di Indonesia. Gubernur Ahok ternyata tidak mampu melaksanakan kebijakan national tentang reformasi birokrasi (RB). Realitas obyektif menunjukkan, lembaga negara tingkat Pusat yang punya kompetensi menilai kinerja Gubernur Ahok urus pemerintahan DKI Jakarta, masih di bawah Gubernur Kalimantan Tengah, yang dalam urusan pembangunan daerah jauh lebih rendah memiliki APBD dan juga sumber daya ketimbang Pemprov DKI. 5. Hasil penilaian dan pemeriksaan kepatuhan pelayanan publik oleh lembaga negara Ombudsman RI (ORI) menunjukkan, posisi Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok hanya meraih predikat kepatuhan “sedang” atau “zona kuning”, bahkan masih di bawah Pemprov Nusat Tenggara Timur (NTT). Pemprove DKI Jakarta hanya mempeoleh peringkat 17 dengan nilai 61,20. 6. Dari segi jumlah pengaduan masyarakat, pada kondisi sebelum Pemprov DKI Jakarta 2013-2017, menurut ORI, Pemda DKI Jakarta tertinggi di Indonesia (Laporan an 2011 Ombudsman RI). Namun, di era setelah Pemprov Jakarta 2013-2017, kondisi tertinggi ini masih tetap bertahan. Capaian ini sama dengan capaian era Gubernur Fauzi Boowo. Tidak ada perubahan kemajuan berarti. Dalam kaitan itu, kinerja Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok dapat dikatakan “buruk” mengingat Jakarta masih menduduki Propinsi dengan pengaduan tertinggi di Indonesia (Dokumen Statistik Laporan/Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI). 7. Dari segi inovasi mendukung pelayanan publik, Pemrov DKI Jakarta di bawah Gubernur Fauzi Bowo mampu lebih produktif menghasilkan inovasi mendukung pelayanan publik. Inovasi-inovasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Fauzi Boowo dalam urusan pelayanan publik Foke juga menginisiasi pengembangan sistem informasi PTSP (LKPJ Gubernur DKI 2012). Lebih lanjut, Gubernur Fauzi Bowo memperoleh penghargaan dari Warta Ekonomi e-Government Award dan Smart City Award 2011. Di lain fihak, sesuai kriteria pada paragraf sebelumnya, inovasi pelayanan publik yang dihasilkan Pemprov DKI Jakarta 203-2017 adalah Qlue yang direlease baru pada 2016. Namun, kalangan Pengurus RW/RT se DKI Jakarta menolak penggunaan Qlue ini sehingga terjadi konflik terbuka antara Gubernur Ahok dengan sejumlah Pengurus RW/RT. 8. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 mempunyai kualitas rendah dan kelemahan dalam pengelolaan dan perlindungan asset milik DKI. Dari urusan pengelolaan dan perlindungan asset DKI selama ini, Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 mengalami kegagalan mencapai target capaian sesusai regulasi. 9. Dari segi penegakan prinsip HAM, Pemprov DKI Jakarta era Gubernur Fauzi Bowo menerima 75 pengaduan dengan 2.130 korban. Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 pada 2015 menerima 103 pengaduan dengan korban 20.784 korban. Pada 2015, terdapat 113 penggusuran 8.145 KK & 6.283 unit usaha. Lebih dari 60% penggusuran tidak diberikan solusi apapun bagi warga. Lebih dari 80 % dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah. Lebih lanjut, mereka yang diklaim sebagai relokasi ke Rusunawa, dalam perjalannya kemudian mengalami kesulitan untuk membayar uang sewa & memperoleh kondisi Rusunawa yang tidak memadai. Di lain fihak, penilian Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur telah melanggar HAM, terutama terkait penggusuran yang dilakukan di DKI Jakarta karena dianggap telah melanggar HAM. II. REKOMENDASI 1. Untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan Pemprov DKI Jakarta, Gubernur mendatang harus berpikir dan bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku, termasuk Peraturan Daerah tentang Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang disusun antara Eksekutif dan Legislatif di DPRD DKI Jakarta. Sebagai Gubernur dan Eksekutif harus koonsisten dan konsekuen melaksanakan program dan kegiatan setiap urusan pemerintahan telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah dimaksud. 2. Gubernur DKI Jakarta mendatang harus memiliki kebutuhan untuk membangun hubungan kemitraan harmonis dan sinerjik, pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah tanggungjawab bersama Gubernur dan DPRD. Hubungan Gubernur dan DPRD harus positif, memiliki visi sama dan komitmen kuat menjalankan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta untuk kesejahteraan masyarakat DKI Jakarta dan untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) dengan menegakkan prinsip transparansi, akuntabelitas publik, efisien dan efektif, dll. 3. Gubernur DKI Jakarta mendatang harus membangun hubungan kelembagan Gubernur dan DPRD sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah (Pemda). Gubernur dan DPRD sebagai perwakilan rakyat seharusnya dapat terbangun dalam pelaksana tugas dan wewenang masing-masing dengan dasar “kemitraan” untuk menjamin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang efektif dan demokratis. Dalam kedudukan memimpin pemerintahan daerah, Gubernur mempunyai tugas dan wewenang dan berhubungan dengan DPRD, juga sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah: a. Memimpin penyelengaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan ditetapkan bersama DPRD. b. Mengajukan rancangan Perda. c. Menetapkan Perda telah mendapat persetujuan DPRD. d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD untuk dibahas bersama DPRD. 4. Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan Pancasila. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan, warga negara memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi secara langsung atau perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan kebijakan publik dan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Salah satu prinsip demokrasi harus ditegakkan adalah akuntabilitas publik, yakni sebuah konsep etika kepemimpinan, merupakan pengetahuan dan adanya pertanggungjawaban tehadap publik setiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan Pemerintah. Untuk kemajuan kelembagaan Pemprov DKI Jakarta di masa mendatang, Gubernur harus benar-benar menegakkan prinsip akuntabilitas publik. Setiap pengambilan kebijakan publik harus dipertanggungjawabkan kepada publik baik dalam perencanaan maupun implementasi. Melalui penegakan prinsip akuntabilitas publik ini, akan tumbuh partisipasi publik (rakyat DKI Jakarta) dalam proses pembuatan kebijakan publik. Melalui partisipasi politik rakyat DKI Jakarta ini akan dihasilkan kebijakan berkualitas dan mendapat dukungan publik sehingga implementasi kebijakan menjadi efektif dan efsiien.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda