Jumat, 09 Desember 2016

GELOMBANG AKSI DEMO UMAT ISLAM DI JAKARTA

I.PENGANTAR: Aksi demo umat “Bela Islam” I, II dan III mengambil tempat di Ibukota Jakarta tahun 2016 ini sungguh menjadi issue pokok politik nasional. Gelombang aksi demo umat Islam ini sungguh belum pernah terjadi sepanjang berdirinya Negara Republik Indonesia. Beragam evaluasi dan penapsiran atas aksi-aksi demo umat Islam. Puncak terakhir, aksi demo “Bela Islam III” disingkat sebagai 212 dihadiri sekitar 7 (tujuh) juta orang. Sebelumnya, aksi demo Bela Islam I dan II masing-masing sekitar seratus ribu dan tiga juta orang. Tulisan ini hasil pengembangan dari Pointers disajikan pada Acara Rapat Majelis Majelis Pengurus Pusat PARMUSI, 7 Desember 2017, Parmusi Centre, Jakarta. Agenda: "Evaluasi Aksi Bela Islam III, Rencana Refleksi Akhir Tahun dan Rakornas Memenangkan Umat Islam". Sebagai hasil pengembangan dari Pointers, tulisan dgn judul "Gelombang Aksi Demo Umat Islam di Jakarta" ini mencoba memberikan gambaran lebih detail gelombang aksi demo umat Islam tentang Ahok Gubernur DKI Jakarta dan Penista Islam. Terdiri dari enam bagian, yakni pertama,. Pengantar. Kedua, menyangkut gelombang aksi demo umat Islam sebelum Ahok nista Islam. Ketiga, menyangkut gelombang aksi demo umat Islam sesudah Ahok nista Islam. Keempat, evaluasi aksi demo 212. Kelima, menjawab pertanyaan apa akan terjadi jika Ahok tidak dipenjarakan. Keenam, menyajikan kesimpulan. II.GELOMBANG SEBELUM AHOK NISTA ISLAM: A.Aksi Demo Ribuan Umat: Gelombang aksi demo umat Islam sebelum Ahok nista Islam berkisar penolakan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Gelombang aksi demo ini bermula dari munculnya prakarsa Ahok menjadi Gubernur sebagai pengganti Jokowi yang menjadi Presiden RI. Sekitar bulan Agustus 2014 hingga September 2015, gelombang aksi demo umat Islam tentang Gubernur Ahok terus berlangsung dalam bentuk aksi berjumlah sekitar ribuan orang. Berkali-kali Umat Islam aksi demo tolak Ahok jadi Gubernur DKI di depan Kantor DPRD Jakarta. Umat Islam tergabung dalam FPI, FUI, Forum Betawi Bersatu, Majelis Taklim, Perempuan Mujahidah Pembela Islam (MPI), dll. Jumlah peserta setiap aksi demo ribuan orang. Ada 17 alasan umat Islam ini menolak Ahok menjadi Gubernur DKI: 1.Ahok hancurkan Masjid Baitul Arif di Jatinegara. Akibatnya, warga setempat tidak bisa shalat Jum'at dan melakukan kajian Islam. 2.Ahok menghancurkan masjid bersejarah Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki (TIM). 3.Ahok mengganti para pejabat Muslim dengan pejabat-pejabat Cina. Seperti lurah Susan, lurah Grace, dan selainnya. Kepala sekolah muslim di DKI juga banyak diganti dengan alasan lelang jabatan. Hasilnya banyak kepala sekolah Kristen. 4.Ahok terus menghapus simbol-simbol Islam. Melalui Kadisdik DKI kafir “Lasro Marbun”, dia mengeluarkan aturan mengganti busana muslim di sekolah-sekolah DKI setiap Jum'at lalu diganti dengan baju Betawi. 5.Ahok membatasi kegiatan syi’ar Islam. Seperti malam takbiran dengan alasan macet, padahal perayaan tahun baru dipimpin Ahok jauh lebih parah macet dengan menutup jalan-jalan protokol Jakarta. 6.Ahok mendukung legalisasi pelacuran . Yaitu lokalisasi, dan menyebut yang menolaknya adalah munafik termasuk Muhammadiyah. Akhirnya Muhamadiyah resmi melaporkan Ahok ke polisi dengan pasal penghinaan. 7.Ahok mendukung total bahkan bangga jika Jakarta jadi tuan rumah final Miss World. 8.Ahok mendukung wacana penghapusan kolom agama di KTP. 9.Ahok juga mengeluarkan pernyataan mengejutkan : “Boleh minum Bir, asal jangan mabok”. 10. Ahok mendukung penuh konser maksiat Lady Gaga. Ahok selalu mendukung apa yang diprotes umat Islam. 11. Ahok dengan lancang melecehkan ayat suci. Dia bilang ayat suci wajib tunduk pada ayat konstitusi. 12. Ahok akan menghapuskan cuti bersama saat lebaran. 13. Ahok menentang habis manifesto Partai Gerinda tentang pemurnian agama dari aliran sesat. 14. Ada bilang, tidak apa-apa pemimpin kafir asal tidak korupsi. Ternyata Ahok diduga kuat terlibat korupsi pengadaan bus Transjakarta sebesar 1,6 T. Koruptor-koruptor BLBI juga kebanyakan "sejenis" dengan Ahok, yaitu konglomerat-konglomerat Cina kafir. 15. Ahok larang tabligh akbar. Alasannya bikin macet. Padahal perayaan tahun baru yang Ahok buat lebih parah bikin macet dengan menutup sejumlah jalan protokol. 16.Ahok mengeluarkan aturan larangan menyembelih hewan kurban di sekolah negeri dan masjid. Pemotongan hanya dibolehkan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Cakung. Dalihnya demi kebersihan kota. Aturan pelarangan ini tertuang dalam Instruksi Gubernur No. 67 tahun 2014. Penandatanganan dilakukan ketika menjadi Plt Gubernur tanggal 17 Juli 2014. 17. Haram Merestui Ahok Kafir Menjadi Pemimpin. Secara akidah, haram umat Islam menjadi penduduk mayoritas di DKI Jakarta dipimpin orang kafir seperti Ahok. B.Aksi Demo HTI: Gelombang demo umat Islam mulai menunjukkan kekuatan massa dimulai dari aksi demo dikordinir oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan tegas menolak kepemimpinan Ahok. Keberadaan Ahok menjadi Gubernur Jakarta adalah haram. Bagi HTI, dalam pandangan Islam, haram hukumnya mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Baik dalam konteks pemimpin sebuah negara atau pun kepemimpinan dalam sebuah wilayah tertentu (Kepala Daerah). Pada 4 Septeber 2016, HTI bersama umat melakukan aksi menolak pemimin kafir . Pada kesempatan itu, para anggota HTI, FPI, Forum RTRW, Laskar Luar Batang dan sejumlah organisasi kemasyarakaan lainnya berunjuk rasa di sekitar pintu Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat. HTI mengajak masyarakat tidak memilih Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 mendatang. Aksi digelar mulai pukul 09.00 WIB dan baru selesai sekitar pukul 12.00 WIB. Sekitar 20 ribu orang mengikuti aksi ini . Mereka datang dengan bus-bus diparkir di sekitar Monas. Dalam aksinya, peserta membentangkan spanduk bertulis “Haram Memilih Pemimpin Kafir”. C.Aksi Demo FPI: Gerakan ummat Islam tolak Ahok sebagai Gubernur DKI semakin membesar dan meluas. Jika HTI mengambil tempat di sekitar Pintu Silang Monas, FPI mengambil tempat di Masjid Istiqal dihadiri sekitar 50 ribu orang dari berbagai kelompok ummat Islam anti Ahok (18 September 2016). Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah ulama dan tokoh besar seperti Kiai Didin Hafidhudin, Hidayat Nur Wahid, Bachtiar Nasir, Habib Rizieq dan Amien Rais menghasilkan sembilan kesepakatan. Kesembilan poin dianggap menjadi suara Islam jelang Pilgub DKI 2017, selanjutnya disebut sebagai “Risalah Istiqlal”:. 1.Kepada seluruh umat islam merapatkan barisan untuk memenangkan pemimpin muslim yang lebih baik. 2.Diserukan kepada partai pro rakyat agar berupaya maksimal untuk menyepakati satu calon pasangan calon Gubernur Muslim. 3.Diserukan kepada seluruh umat islam untuk beramai-ramai menggunakan hak pilihnya dalam pilkada dki 2017. 4.Diserukan kepada seluruh umat islam untuk berpegangkukuh kepada agamanya dengan hanya memilih calon muslim, dan haram memilih non muslim dan haram pula Golput. 5.Diserukan kepada kaum muslimin untuk menolak melawan dan melaporkan segala bentuk suap baik itu berbentuk money politic maupun serangan fajar. 6.Pentingnya partai politik pro rakyat untuk memaksimalkan daya yang mereka miliki, serta melibatkan seluruh potensi atau elemen umat untuk memenangkan pasangan cagub cawagub yang disepakati umat. 7.Mengokohkan ukhuwah dan mewaspadai segala bentuk fitnah dan adu domba yang ditujukan kepada calon yang diusung oleh umat. 8.Mengingatkan seluruh pengurus KPUD DKI RT/RW yang ditugaskan sebagai KPPS untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pilkada, agar terwujud Pilkada DKI yang jujur dan adil. 9.Menghimbau kepada partai yang mendukung calon non-muslim untuk mencabut dukungannya. Apabila tidak mengindahkan himbauan ini, maka diserukan kepada umat untuk tidak memilih partai tersebut. III.GELOMBANG SETELAH AHOK NISTA ISLAM: A.Aksi Demo di Bareskrim Mabes Polri: Buntut tuduhan penistaan agama Ahok, umat Islam Jumat 14 Oktober 2016, ratusan ribu ummat Islam melakukan aksi demo ke Kantor Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Mabes Polri, Balaikota Jakarta, dan DPRD Jakarta. Aksi deo ini dikenal sebagai “Bela Islam I” atas nama Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ), dihadiri para ulama, habaib, dan pimpinan Ormas. Aksi dikoordinir Forum Umat Islam (FUI) dan Front Pembela Islam (FPI) . Tuntutan aksi adalah mendesak Ahok ditangkap dan minta Polri tegas dalam menegakkan hukum. Ummat Islam melihat lambannya Bareskrim Mabes Polri, dalam menangani dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Habib Rizieq mendesak agar aparat kepolisian bersikap netral dan segera menegakkan proses hukum kepada Ahok. "Pemerintah jangan ikut campur, ini persoalan penistaan agama," lontarnya. Bagi Habib Rizieq, penundaan proses hukum akan memunculkan pengadilan Jalanan kepada Ahok. "Bila Ahok tidak diproses hukum, maka umat Islam secara bersama-sama atau sendiri-sendiri akan menegakkan hukum dengan membunuh Ahok," tegasnya. B.Aksi Demo di sepanjang Jalan Sudirman Pada 4 Nopember (411) dilaksanakan aksi Bela Islam II di SEPANJANG Jalan Sudirman dekat Monas. Jumlah peserta aksi tak kurang mencapai 2.300.000. Tuntutan aksi Bela Islam II ini adalah “Tangkap dan Adili Ahok”. Pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji dalam 14 hari akan diproses kasus Ahok nista Islam ini. Beberapa hari kemudian Bareskrim Mabes Polri mengadakan gelar perkara Ahok dengan hasil keputusan Ahok menjadi Tersangka. Dalam perjalanannya kemudian umat Islam mengecam Mabes Polri karena tidak memenjarakan Ahok. Ahok hanya dikenakan status Tersangka dan tidak boleh ke luar negeri. Umat Islam tetap menuntut agar Ahok dipenjarakan. Berdasarkan hasil survei lembaga survei Syaiful Muzani tersedia di berbagai mensos, ternyata hanya 16, 4 persen responden menentang aksi demo Bela Islam II atau 411. Responden diambil dari warga DKI. Jumlah 16,4 persen menyerupai jumlah warga non Muslim di DKI. Kelompok responden mengatakan mendukung 42,9 persen, sementara kelompok netral 37, 3 persen, tidak jawab 3 persen. Intinya, sebagian besar warga DKI punya sikap positif ttg aksi demo Bela Islam II. Angka sekitar 16 persen tolak Bela Islam II hasil Survei Syaiful Muzani, boleh dinilai, sebagai kelompok pendukung Ahok dlm Pilkada DKI 2017. Hal ini sesuai dgn perkiraan Tim Studi NSEAS pasca Bela Islam III, elektabilitas Ahok terus terjun bebas mencapai 15 persen. C.Aksi Demo di Monas: Karena Mabes Polri tidak memenjarakan Ahok maka ummat Islam terus melakukan protes, kecaman dan bahkan aksi demo lebih besar ketimbang Bela Islam II, yakni aksi demo Bela Islam III dalam bentuk berjikir dan sholat Jumat besama terpusat di Monas (2 Desember ). Aksi demo dikenal 212 ini diikuti sekitar 7 juta orang, dan tetap menuntut agar Ahok dipenjarakan. Sebagaimana issue aksi demo Bela Islam II, aksi demo Bela Islam III ini juga masih seputar “tangkap dan adili Ahok”. Namun demikian, hingga tulisan ini dibuat Ahok belum juga dipenjarakan. Hingga tulisan ini dibuat belum ditemukan hasil survei tentang persepsi dan sikap publik DKI ttg aksi demo Bela Islam III. Juga, seberapa besar penurunan elektabilitas Ahok dlm Pilkada DKI 2017 pasca Bela Islam III. IV.EVALUASI RINGKAS AKSI BELA ISLAM III: Beragam evaluasi dan penapiran atas pristiwa aksi demo Bela Islam III yang dihadiri sekitar 7 (tujuh) juta orang dari seluruh penjuru Indonesia. Beberapa evaluasi dan penapsiran dimaksud yakni: 1.Pada prinsipnya gelombang aksi demo ummat Islam Bela Islam III (212) menuntut Ahok sebagai Penista Islam “ditangkap dan diadili” menunjukkan peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 2.Telah diakui selama berlangsung aksi demo Bela Islam III dalam keadaan “damai”, tidak terjadi kerusuhan dan juga terbebas dari tuduhan membuat kotoran sampah dan merusak taman di sekitar Monas. 3.Bentuk aksi demo dalam keadaan “damai”, tidak terjadi kerusuhan dan tanpa kekerasan ini ternyata tidak direspon oleh Pemerintah agar memenuhi tuntutan ummat Islam khususnya “penjarakan Ahok”. 4.Sekalipun tuntutan aksi demo Bela Islam III ini dipenuhi Pemerintah, yakni Ahok dipenjarakan, namun gerakan aksi demo ummat Islam akan tetap berlangsung di kota-kota besar oleh kaum klas menengah muslim. Issue akan dikumandangkan antara lain “ketidakadilan ekonomi” antara pribumi dan minoritas ras Cino yang menguasai dominan sumber daya ekonomi Indonesia. V.APA AKAN TERJADI JIKA PEMERINTAH TIDAK MEMENUHI TUNTUTAN AKSI 212 ATAU TIDAK MEMENJARAKAN AHOK?: Dari hasil identifikasi Tim Studi NSEAS, terdapat setidaknya tujuh perkiraan akan terjadi bentuk aksi umat Islam jika Ahok tidak dipenjarakan, dari paling lunak ke arah kekerasan, sebagai berikut: 1.Rembug Nasional: Kalangan pimpinan aksi umat Islam 212 akan menyelenggarakan semacam forum “rembug nasional” dihadiri kalangan pimpinan dan tokoh kelompok-kelompok umat Islam, Forum rembug nasional ini akan untuk memikirkan dan membahas permasalahan keutuhan negara RI sembari mendesak Rezim Jokowi agar memenjarakan Ahok. Forum rembug nasional ini lebih mementingkan perhatian pada permasalahan eksistensi negara RI. Melalui “rembug nasional” ini akan diambil langkah-langkah konkkrit untuk memperjuangkan tuntutan “tangkap dan adili Ahok”. Kemungkinan forum rembug nasional ini juga dihadiri pemimpin dan tokoh-tokoh nasionalis dan mantan perwira militer. 2.Boikot dan Pembangkangan Sipil: Aksi boikot adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan jasa atau membeli produk atau berususan dengan pihak tertentu sebagai bentuk kritik, protes dan kecaman. Jika Ahok tidak dipenjarakan, aksi ummat Islam bisa bermula dalam bentuk seperti rame diberitakan melalui media sosial: boikot jasa layanan antar on line Grab, boikot beli roti merek “Sari Roti”, boikot nonton beberapa media televisi al. “Metro TV”, dll. Belakangan ini secara cepat menjadi viral di media sosial dan umat Islam menyadari, dalam realitas obyektif aksi boikot umat Islam sangat cepat dan kuat dalam menyatukan sikap masyarakat dan menimbulkan dampak negatif terhadap fihak-fihak diboikot. Kesadaran umat Islam ini bisa merupakan alternatif aksi umat terhadap sikap fihak-fihak yang dinilai menentang gelombang aksi umat tentang Ahok sebagai Penista Islam. Kalangan pendukung perkiraan ini menunjukkan aksi boikot telah terjadi dan menjadi viral di media sosial adalah buktinya. Bahkan perkiraan ini juga menekankan aksi pembangangan sipil, sangat ditakui penguasa. Bentuk aksi pembangkangan sipil ini bisa berupa menolak membayar pajak, mogok kerja nasional dan juga menarik dana mereka dari perbankan (money rush) yang dapat menyebabkan krisis keuangan dan ekonomi, diikuti kriris politik pada puncaknya keruntuhan kekuasaan Rezim Jokowi. 3.Peningkatan Kritik, Kecaman dan Protes terhadap Rezim Jokowi: Perkiraan berikutnya jika Ahok tidak dipenjarakan setela aksi 212, yakni meningkatnya kritik, kecaman dan protes ummat Islam terhadap Rezim Jokowi baik melalui media sosial, media massa maupun forum publik. Gelombang aksi ummat dalam bentuk lunak ini sesungguhnya dapat pada gilirannya mengangkat issue “keruntuhan kekuasaan Jokowi”. Bagi mereka, Rezim Jokowi memihak kepada Ahok Penista Islam didukung kelompok “konglo hitam Cina”, khususnya Pengembang Cino. Peningkatan kritik, kecaman dan protes ini juga mengarah pada issue “ketidakadilan” antara pribumi dan minoritas Cino tentang pemilikan sumber daya ekonomi di Indonesia. Hal ini menjadi faktor membantu peningkatan gerakan anti Cina di Indonesia. Issue ketidakadlilan ekonomi antara mayoritas pribumi dan minoritas ras Cino menjadi aktual dan perbincangan publik terus menerus hingga Pilpres 2019. 4.Demo “Tangkap dan Adili Ahok” di Kota-Kota Besar: Aksi demo umat Islam terus berlanjut dalam beragam bentuk berbasiskan di kota-kota besar dan digerakkan oleh klas menengah Muslim di kota bersangkutan. Klas menengah muslim perkotaan bukan pimpinan organisasi formal ummat Islam menjadi para aktor penggerak dan pemimpin aksi-aksi demo di kota-kota besar ini. Gelombang aksi demo umat Islam di perkotaan ini akan akan meningkatkan krisis politik dan ekonomi nasional. 5.Demo Menjurus Kerusuhan Sosial Aksi demo umat Islam di DKI Jakarta terus berlanjut tanpa pimpinan aksi demo Bela Islam II dan III. Karena itu, aksi demo akan menjadi tidak terkendali dan terkordinir yang mempermudah terjadi aksi demo menjurus tindak kekerasan, penjarahan dan kerusuhan sosial (social unrest) seperti pernah terjadi pada tahun 1998 (menjelang keruntuhan kekuasaan Rezim Soeharto). 6.Revolusi Damai dan Kekerasan: Aksi demo umat Islam di DKI dan seluruh kota besar Indonesia mengambil bentuk “revolusi damai” . Revolusi damai dimaknai dengan melakukan gerakan semacam “people power” tanpa kekerasan. Namun, jika tidak berhasil maka menjurus kearah revolusi syarat kekerasan, kerusuhan sosial anti Cina dan penjarahan yang pada gilirannya dapat meruntuhkan kekuasaan rezim Jokowi. Bentuk kegiatan revolusi ini sudah diingatkan oleh Habib Rizieq saat berpidato di depan Presiden Jokowi pada aksi demo Bela Islam III di Monas (212). Perkiraan akan revolusi ini diperkuat pernyataan Habib Rizieq, tidak akan ada lagi Aksi Bela Islam 4 tapi yang ada adalah revolusi, bila tersangka penistaan agama Ahok dibebaskan. "Jadi jangan coba-coba. Maka saya teriak revolusi. Siap turun lagi. Jadi jangan turun lagi di Istana, Monas, HI, langsung kita sambangi ke Gedung DPR/MPR," tegas Rizieq. Imam besar FPI ini berbicara revolusi jika Ahok dibebaskan melalui pengadilan. 7.Pembunuhan Ahok: Perkiraan paling ekstrim adalah pembunuhan Ahok.Jika Ahok tidak dipenjarakan, akan tampil orang-orang secara individual berinisiatif dan bertindak secara kekerasan dalam bentuk pembunuhan Ahok. Mereka sudah pada posisi sangat berat kecewa dan frustasi terhadap Pemerintah karena tidak memenjarakan Ahok yang dinilai menista agama mereka. Mereka kehilangan rasionalitas hukum, lalu mengambil tindakan kekerasan ini. Bentuk aksi individual ini tidak dapat diidentifikasi sebelumnya kecuali ada rekayasa kelompok tertentu. Kita dapat mengetahui adanya aktor individual ambil bentuk pembunuhan ini setelah terjadi kekerasan dimaksud. VI. KESIMPULAN 1.Gelombang aksi demo umat Islam bermula dari penolakan terhadap Ahok untuk menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI (2014), penolakan Gubernur Kafir, kemudian Tangkap dan Adili Ahok” sebagai Penista Islam. Semua ada 17 alasan mengapa ummat Islam menolak Ahok sebagai Gubernur, namun pada prinsipnya karena Ahok seorang Kafir yang tidak boleh menjadi Pemimpin umat Islam. Selanjutnya, aksi demo umat terjadi karena Ahok dinilai telah menista Islam. 2.Gelombang aksi demo umat Islam mengambil tempat pada issue Ahok nista Islam dalam tidak bentuk aksi, yakni: 1. Aksi Bela Islam I, 2. Aksi Bela Islam II (411), dan 2. Aksi Bela Islam III (212) dengan issue “Tangkap dan Adili Ahok” menunjukkan peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, damai tanpa kekerasan terbebas dari tuduhan membuat kotoran sampah dan merusak taman di sekitar Monas. 8.Jika Ahok masih tetap tidak dipenjarakan setelah aksi 212, terdapat beragam perkiraan yakni: a. Rembug nasional; b. Boikot dan pembangkangan sipil; c. Peningkatan kritik, kecaman dan protes terhadap Rezim Jokowi; d. Demo “tangkap dan adili Ahok” di kota-kota besar; e. Demo menjurus kerusuhan sosial; f. Revolusi damai dan kekerasan; dan, g. Pembunuhan Ahok. 9.Sebagai hasil identifikasi perkiraan akan terjadi jika Ahok tidak dipenjarakan, tentu saja diharapkan tidak terjadi bentuk kekerasan. Bisa jadi satu dua perkiraan atau beberapa terjadi bersamaan atau komulatif.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda