Minggu, 02 April 2017

GUBERNUR BARU DKI HARUS BERI RUANG PENGADUAN RAKYAT SELUAS MUNGKIN

Gubernur Ahok telah berada dalam “pencitraan” sukses dan berprestasi urus rakyat DKI. Kalangan pendukung buta Ahok ( buta data, buta fakta dan buta angka) membangun citra Ahok terlalu jauh berbeda dengan realita yang ada. Terkadang dibangun opini untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Ada banyak kisah berbeda antara persepsi dan realita. Kehadiran warga di Balai Kota dicitrakan media massa pendukung seolah-olah warga tsb datang utk mengaduh dan Ahok selalu melayani. Padahal, di sisi lain, dgn mudahnya gusur paksa rakyat tanpa mau tahu adanya pengaduan rakyat. Bahkan, gugatan rakyat di pengadilan telah menang dan mengalahkan kebijakan Ahok, tetap tak digubris. Contoh konkrit, kisah penolakan rakyat nelayan terhadap pembangunan pulau palsu/reklamasi di utara DKI. Bertubi-tubi rakyat mengaduh, Gubernur Ahok tetap tak peduli alias coek !!! Pengaduan rakyat bisa dipandang sebagai bentuk partisipasi dan rasa kepedulian rakyat dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pengaduan rakyat adalah bentuk penerapan dari pengawasan/kontrol rakyat, disampaikan oleh rakyat kepada aparatur pemerintahan terkait berupa sumbangan pikiran. gagasan, keluhan, pengaduan, kritik dan bahkan kecaman tetapi tetap semangat agar keadaan lebih baik dan membangun. Untuk itu, Gubernur baru DKI mendatang harus selalu berpikir dan bertindak agar terus menerus meningkatkan dan memperluas ruang bagi rakyat DKI untuk pengaduan ini. Jangan contoh Gubernur lama yg gemar pencitraan tanpa kerja nyata bahkan cuek dgn rakyat. Pengaduan rakyat ini merupakan satu parameter kondisi demokrasi suatu negara. Semakin meningkat dan meluas ruang bagi rakyat untuk mengaduh kepada negara, maka bisa dinilai kondisi semakin demokratis. Semangat reformasi menghasilkan pendekatan reformasi birokrasi, di dalamnya termasuk penerapan konsep pengaduan rakyat ini. Demokrasi mengharuskan adanya komunikasi dua arah atau timbal balik antara negara dan rakyat. Pengaduan rakyat merupakan kegiatan utk komunikasi timbal balik dimaksud. Di Indonesia telah terbit regulasi mengatur hal ikhwal pengaduan rakyat. Al.: 1. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2. Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2013 tentang Pengaduan Pelayanan Publik. 3. Peraturan Menteri PAB No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat. Perda No. 2 Tahun 2012 ttg RPJMD Prov.DKI Jakarta 2013-2017 menetapkan program penanganan pengaduan masyarakat (kasus/khusus). Indikator akan dicapai yaitu meningkatnya penyelesaian kasus pengaduan rakyat. Intinya, parameter kondisi kinerja adalah "penanganan" atas kasus pengaduan rakyat. Semakin banyak Pemprov DKI melakukan penanganan atas pengaduan rakyat, maka semakin bagus kondisi kinerja Pemprov DKI. Kondisi kinerja tahun 2012 dibawah Gubernur Fauzi Bowo, tingkat penyelesaian pengaduan pelanggaran K3 (Ketertiban, Ketentraman dan Keindahan) yaitu 55 %. Sedangkan target capaian tiap tahun era Pemprov DKI Tahun 2013-2017 masing2 60 % (2013); 65 % (2014); 70 % (2015); 75 % (2016); dan, 80 % (2017). Target capaian akhir 2017 adalah 80 %. Pd 2013 direncanakan 490 penanganan kasus pengaduan. Tetapi. Pemprov DKI dibawah Gubernur Jokowi tidak melaporkan resmi berapa penanganan kasus pengaduan dapat ditangani. Maka, dapat dinilai, kondisi kinerja lebih buruk. Pd 2014 memang tercatat ada program penanganan pengaduan rakyat. Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok melaporkan, tingkat penanganan kasus pengaduan rakyat 57, %. Padahal target capaian tahun 2014 yakni 65 %. Terdapat kekurangan 8 %, tergolong buruk. Pd 2015 Gubernur Ahok sama sekali tidak melaporkan secara resmi ke DPRD tingkat penanganan kasus pengaduan rakyat. Tergolong lebih buruk. Di lain fihak, ORI membuat rapor kinerja birokrasi DKI tahun 2015 di bawah Gubernur Ahok ini 74,64 atau urutan No. 17 dari 33 Provinsi. Selaku Ibukota, angka ini sangat memalukan!!!. Gubernur baru DKI mendatang harus mampu memposisikan DKI minimal nomor 5 tertinggi, kalau tak bisa buat nomor 1 atau 2. Upaya Gubernur baru ke arah nomor 5 ini harus dimulai dari kerangka berfikir, kata kunci reformasi birokrasi menjadi penting untuk pemberdayaan fungsi pelayanan publik. Dengan perkataan lain, Gubernur baru harus menjadikan pembentukan " democratic governance" sebagai agenda perjuangan. Pembentukan "democratic governance" dapat meminimalkan prilaku korupsi pejabat tinggi Pemprov DKI. Birokrasi jangan digunakan utk kepentingan Pilkada sang Gubernur, tetapi benar2 utk pelayanan publik dan dasar nilai profesionalisme kerja dan integritas aparat. Tidak seperti kondisi birokrasi DKI dibawah Gubernur Ahok selama ini. Berdasarkan Perda No.2 Tahun 2012, pd umumnya kondisi kinerja Pemprov DKI 2013-2017 dari parameter penanganan pengaduan rakyat tergolong buruk. Gubernur baru DKI ke depan harus mampu menangani semua kasus pengaduan secara rasional dan bijak. Harus ada pemikiran bahwa pengaduan rakyat DKI merupakan penegakan prinsip kedaulatan rakyat, pemilik sumber daya Pemprov DKI ini. Metode penilaian kondisi kinerja Pemprov DKI bisa juga menggunakan hasil penilaian lembaga negara seperti Ombusdmen RI (ORI). Parameter digunakan jumlah pengaduan. Semakin tinggi atau banyak pengaduan masyarakat, semakin buruk kondisi kinerja. Tipe ideal adalah sedikitnya masyarakat mengadu kepada Pemprov DKI. Menurut ORI, Pd era Gubernur Fauzi sebelum era Gubernur 2013-2017, jumlah pengaduan, tertinggi di Indonesia. Pd kondisi Pemprov DKI Jakarta 2013-2017, kondisi jumlah pengaduan juga tertinggi dan masih tetap bertahan di Indonesia (Laporan an 2011 Ombudsman RI). Capaian ini sama dengan capaian era Gubernur Fauzi. Tidak ada perubahan kemajuan berarti. Dokumen Statistik Laporan/Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI menyebutkan, Ombudsman DKI sejak Januari s/d Desember 2015 menerima laporan/pengaduan atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 1.122 laporan Berdasarkan data ORI, maka kinerja Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok dapat dikatakan “buruk”. Jakarta masih menduduki Propinsi dengan pengaduan tertinggi di Indonesia . Gubernur baru DKI harus mampu dan serius mengurangi jumlah pengaduan jauh dibawah 1.122 laporan. Target capaian tiap tahun seyogyanya rata2 500 laporan, kalau bisa hanya 30 % dari total 1.122 laporan tercapai tahun 2015 dibawah Gubernur Ahok. Sebagai penutup, NSEAS menekankan kpd Gubernur baru al.: 1. Harus memberi ruang seluas mungkin bagi rakyat DKI utk pengaduan rakyat kepada Pemprov DKI. 2. Harus melayani dan menangani setiap pengaduan rakyat. 3. Harus mampu meminimalkan jumlah pengaduan rakyat dgn pembentukan "democratic governance,". Tipe ideal yakni sedikit rakyat mengadu. 4. Jangan contoh prilaku "cowek" Gubernur lama, hanya pencit raan seakan melayani pengaduan rakyat. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda