Kamis, 12 Juli 2012

KORUPSI POLITISI PARPOL DAERAH (BAGIAN KEEMPAT)

Korupsi Politisi Parpol Daerah Bagian Pertama, Kedua dan Ketiga terdahulu memuat sejumlah kasus korupsi Kepala Daerah di seantero Indonesia ini. Untuk tulisan ini (Bagian Keempat), akan disajikan data dan fakta khusus kasus korupsi anggota DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota yang seluruhnya sebagai kader Parpol. Di Propinsi Sumatera Utara (Sumut) terdapat sejumlah kasus korupsi anggota DPRD. Salkah satunya terkait anggota DPRD Kota Padang Sidempuan Haris Muda Siregar dengan dua orang lain: Rustam Effendi dan Burhanudin Hasibuan. Kasus di Kota Padang Sidempuan. Sumatera Utara. Penyelewengan Rp.3,5 miliyar bantuan Departemen Agama untuk Mesjid, Madrasah dan Pondok Pesantren di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Mandailing Natal. Lebih 50% dana telah dikorupsi terdakwa tanpa membagikan dana bantuan Rp 3,5 miliyar itu. Selanjutnya, kasus korupsi Ketua DPRD Abdul Roni Harahap. Terkait Bupati T. Milwan. Kasus di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dana APBD Rp 30.2M. Sejumlah anggota DPRD Kasus di Kabupaten Nias, dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Nias 2006 senilai Rp.354.790.000. Ketua DPRD Kota Tebing Tinggi, Sumut (Sumatera Utara), M.Syafri Chap (62 tahun). Ia mengalihkan sebagian premi asuransi untuk 25 anggota DPRD Rp. 500 juta dari asuransi kesehatan menjadi asuransi jiwa. Nilai premi 454.400.000. Atas perbuatan tersebut, negara kerugian senilai Rp. 454.4000,000,-‚ Syafri ditangkap Tim Gabungan intelijen Kejakgung dan Kejari Tebing Tinggi di Hotel Sentral, Jakarta, 9 Juli 2011 (Republika, 12 Juli 2011). Wakil Ketua DPRD 1999-2004 H. Sutoyo. Kasus di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Korupsi dana APBD 2004. divonis 1 tahun 6 bulan. Di Wilayah Sumatera Barat, kita dapat menemukan kasus korupsi anggota DPRD antara lain 53 anggota DPRD. Rp. 14 miliyar. Modusnya membuat Tata Tertib untuk pos anggaran baru. diperiksa dan divonis 2 tahun penjara. Kemudian, 40 anggota DPRD Kasus di Kota Padang, Sumatera Barat. Korupsi dana APBD. Rp. 10,4 miliyar.,. divonis 4 tahun. Propinsi Riau mencakup kasus korupsi 55 orang anggota DPRD. Kasus di Provinsi Riau. Dana aspirasi Rp 2M/anggota Dewan, dan Dana Bansos Rp 500jt/anggota. Selanjutnya, kasus M.Faisal Aswan, Anggota DPRD Riau, Kader Golkar. Kasus Dugaan Suap Pembahasan Perubahan Perda N0. 6 Tahun 2010 tentang Dana Peninglatan Tahun Jamak Pembangunan Arena Pekan Olah Raga Tahun 2012 di Riau. Tersangka oleh KPK. Kemudian, kasus Muhammad Dunir, Anggoat DPRD Riau, Kader PKN. Tersangka oleh KPK. Propinsi Kepulauan Riau ditandai dengan kasus Anak Anggota DPRD dan Staf Ahli Bupati. Kasus di Kabupaten Lingga, korupsi lahan sawah Rp 2 M. Telah menjadi tersangka. Propinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mencakup kasus 85 anggota DPRD. Yakni Kasus penyimpangan anggaran untuk belanja, Propinsi Jambi mencakup kasus Adi Muklis dan Munir, anggota DPRD Kerinci dari Fraksi PAN. Kasus korupsi dana anggaran bantuan rumah ibadah Rp. 2,5 miliyar. Menaikkan anggaran bantuan rumah ibadah Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp. 2,5 miliyar. Alih-alih menyerahkan uang ke rumah-rumah ibadah, mereka justru mengantongi untuk kepentingan sendiri. Propinsi Lampung mencakup kasus 75 anggota DPRD. Kasus di Provinsi Lampung. Penyimpangan anggaran untuk belanja. Propinsi Banten mencakup kasus Ketua DPRD 2001-2004, dan 2 mantan anggota DPRD. Kasus Korupsi dana APBD 2003. Rp. 14 miliyar. Divonis 4 tahun 6 bulan. Di Propinsi DKI Jakarta terdapat kasus Mantan Sekwan DPRD DKI – Sarwo Edi. Beberapa saksi di pengadilan dari anggota DPRD DKI Jakarta.Dilakukan bersama Mantan Ketua Lelang DPRD DKI Aries Halawani R dan Abdul Haris Mugni, Dirut PT Murdjani Artha Konsultan. Kasus di DKI Jakarta. Korupsi pengadaan jasa kajian kapasitas lmbaga (JKKL) DPRD Tahun Anggaran 2008, Rp. 25 M. Terdapat pekerjaan fiktif belaka. Ketua Lelang DPRD DKI Aries Halawani R menyetujui anggaran Rp. 27, 3 M lebih. (Sudah divonis). Propinsi Jawa Barat mencakup 41 anggota DPRD. Kasus di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rp. 6,6 miliyar. Mark up biaya perjalanan dinas 41 anggota DPRD. Selanjutnya, kasus 17 anggota Dewan. Kasus di Kota Depok, Jawa Barat. Korupsi dana APBD Rp. 9,5 miliyar.. Kasus korupsi anggota DPRD ini terungkap atas laporan sejumlah LSM Depok tahun 2005 kepada Polda Metro Jaya.. Polda memutuskan menahan 17 anggota Dewan Mei 2005Dihukum oleh Pengadilan Negeri Cibinong (24 Januari 2006) kurungan selama dua tahun, potong masa tahanan dan denda Rp. 50 juta subsider tiga bulan kurungan. 17 orang anggota DPRD diancam hukuman 20 tahun penjara. Setelah divonis di Pengadilan Cibinong, para terpidana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Keluar keputusan bahwa terpidana divonis 1 tahun penjara Selanjutnya, di Propinsi Jawa Barat terdapat kasus 32 orang mantan anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004. Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat. Korupsi dana APBD Rp 6,8 miliyar tahun 2002. Pada pengesahan APBD, terdapat dana Anggaran Biaya Tambahan (ABT) sebesar Rp. 1,3 miliyar disalahgunakan. Seharusnya uang digunakan untuk pemeriksaaan kesehatan dan komunikasi. Praktek lapangan, dana tersebut tidak dipergunakan untuk itu, justru untuk keperluan sendiri.. Divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Kota Bogor setahun dan denda Rp. 50 juta. Mereka dijerat Pasal 31 tahun 1999 tidak pidana korupsi (Tipikor). Iyos Somantri (anggota DPRD), Mahyar Suara (Staff Ahli Bupati Garut), dan Encep Mulyana. Kasus di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Korupsi dana APBD. Dedi Suryadi (Ketua DPRD 2004-2009). Vonis 4 tahun 2 orang dari eksekutif (Mantan Kabagsos Setda dan Mantan Asda II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Bandung), kemudian 29 orang anggota Dewan. Kasus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Korupsi dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2005.Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp. 1,4 miliyar. Terkait 31 orang anggota DPRD. Moch Said, Mantan Ketua DPRD Kota Bogor. Kasus di Kota Bogor. Jawa Barat. Korupsi dana DPRD Tahun Anggaran 2002 Sebanyak Rp. 6,164 miliyar. Divonis 4 tahun. Bambang Herdadi (Ketua DPRD Subang 2004), Kasus di Kabupaten Subang. Jawa Barat. Korupsi dana asuransi anggota DPRD sebanyak Rp. 136.400.000 juta. Kasus di Kabupaten Aceh Singkil, NAD. Korupsi pencairan Kasbon. Rp. 1.733.119.6354 orang anggota DPRD Aceh, divonis bebas. divonis 1 tahun. Beni Bambang Erawan, Mantan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat 2004-2009. Dua tersangka lain, Mien Hartati, mantan Kepala Dinas Kota Depok dan Yusuf Effendi, Direktur PT Karya Profesi Mulya. Kasus di Kota Depok Jawa Barat, penyedia alat kesehatan. Dia dikenakan pasal 2, 3 dan 5 UU No. 31 tahun 1999 juncto UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman seumur hidup. (sudah terjerat satu tahun penjara). Propinsi Jawa Tengah ditandai dengan 5 orang mantan anggota DPRD Kabupaten Tegal yakni Lahri, Humam, Agus Siswoyo, Umar Hadi dan Sorikhin. Kasus di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Korupsi bantuan sapi. Menerima uang atau juga sapi .Kerugian negara skitar Rp. 200 juta. 5 orang mantan anggota DPRD Nganjuk: FH Didik Yudianto, H.M.Fathoni, Kasim, Harijono, Bambang Sulistiyono. Kasus di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Tindak Pidana Korupsi anggaran rumah tangga DPRD Kabupaten Nganjuk. Sumartono, Anggota DPRD Kota Semarang, Fraksi Partai Demokrat. Kasus Dugaan Suap dalam Pengesahan RAPBD Kota Semarang tahun 2012. Mereka ditangkap Tim KPK di halaman parkir Balaikota Semarang, membawa amplop diduga berisi uang panjar pengesahan RAPBD. 24 November 2011, Tim KPK menangkap Sumartono dan Agung Purno Sardjo (Fraksi PAN) serta Akhmad Zaenuri (Sekretaris Daerah Kota Semarang). Agung Purno Sardjo, Anggota DPRD Kota Semarang, Fraksi PAN. Kasus Dugaan Suap dalam Pengesahan RAPBD Kota Semarang tahun 2012. Mereka ditangkap Tim KPK di halaman parkir Balaikota Semarang, membawa amplop diduga berisi uang panjar pengesahan RAPBD. 24 November 2011, Tim KPK menangkap, Tim KPK Agung Purno Sardjo dan Sumartono (Fraksi P.Demokrat) serta Akhmad Zaenuri (Sekretaris Daerah Kota Semarang). Di Propinsi Jawa Tengah terdapat kasus 43 orang mantan anggota DPRD Temanggung 1999-2004. Kasus di Kabupaten Temanggung. Jawa Tengah. Korupsi dana bantuan Pendidikan putra-putri anggota dewan Tahun Angagarn 200, Rp 1.8 M. 43 orang mantan anggota DPRD Temanggung 1999-2004 menerima kucuran dana bermasalah. Wakil Ketua DPRD Jateng Riza Kurniawan (Politisi Senior PAN). Dugaan korupsi penyelewengan dana bantuan sosial Provinsi Jateng, yang disalurkan ke Kabupaten magelang senilai 1,3 miliyar. Ditahan Kejaksanaan Negeri kabupaten magelang, 5/6/2012. Sudah lama ditetapkan sebagai Tersangka. Soemarlan Djatmiko (Mantan Sekretaris DPRD), Kasus di Kota Solo. Jawa Tengah. Korupsi dana APBD. Rp. 4,272 miliyar. Divonis 18 bulan Sumartono, Anggota DPRD Kota Semarang Menerima dana awal Rp. 40 juta dari Sekretaris Daerah Semarang, Akhmad Zaenuri. Dana itu bagian dari kesepakatan Wali Kota Semarang Soemarmo HS yang kini ditahan KPK, untuk anggita DPRD Kota Semarang sebesar Rp. 4 miliar. Dana itu untuk memuluskan pembahasan APBD Kota Semarang tahun 2012. Pengadilan Tipikor Semarang (29 Mei 2012) menghukum Sumartono selama 2,5 tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti menerima dana Rp. 104 juta dari Pemkot Semarang untuk dibagikan kepada 13 anggota Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DORD Kota Semarang. Dana ini diterima terdakwa bersama anggota badan Anggaran DPRD Kota Semarang, Agung Purno Sarjono. Selanjutnya kasus Titik Kirnangsih, anggota DPRD Kota Salatiga. Titik adalah istri Walikota Salatiga, Yuliyanto. Korupsi terkait proyek Jalan Lingkar Selatan Salatiga yang merugikan keuangan negara senilai Rp. 12,2 miliar. Pengadilan Tipikor Semarang 29 Mei 2012 mulai mengadili terdakwa. Titik ke persidangan dengan memakai kursi roda karena sakit. Propinsi Jawa Timur mencakup kasus Ketua DPRD M. Basuki. Kasus di Kota Surabaya, Rp. 1,2 miliyar. Penyalahgunaan peruntukan dana premi kesehatan dibagi ke 45 anggota masing-masing dapat Rp. 25 juta. Divonis 1,6 tahun penjara. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Musyafak Rouf, Kader…. ? Kasus Korupsi penerimaan gratifikasi senilai Rp. 720 juta. Pengadilan Kota Surabaya memutus bebas Musyafak, dan Jaksa mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan pada Januari 2011. Musyafak dihukum 1,5 tahun. 5 anggota DPRD. Kasus di Kota Madiun, Jawa Timur. Korupsi dana operasional DPRD tahun 2002-2004 sebesar Rp. 996.7 juta. Dikembalikan kepada kas negara Rp 241juta. Saat itu, kelima terdakwa menjadi Panmus (Panitia Musyawarah) bertugas mengagendakan jadwal persidangan dan rapat termasuk pembahasan dana operasional Dewan diambil dari APBD 2002-2004. Tiga bekas (13) pimpinan dan 16 anggota DPRD saat itu menerima dana operasional kegiatan dan tujangan antara lain tahun 2002 enam pos/biaya total sekitar Rp. 1,437 miliyar, 2003 sebanyak 13 jenis biaya total sekitar Rp. 2,433 miliyar, dan 2004 sebanyak empat jenis biaya total sekitar Rp. 1,47 miliyar. Total dana diterima bekas pimpinan dan anggota DPRD mencapai Rp. 5,341 miliyar. Kelima terdakwa diduga menerima dana tahun 2002 sekitar Rp. 257,225 juta, 2003 Rp. 441,128 juta dan 2004 Rp. 996,7 juta. Dari dana sudah diterima, kelima terdakwa sudah mengembalikan ke kas ngara sekitar Rp. 241 juta. Mereka didakwa menerima dana ilegal (tidak sah) sebesar Rp.996,7 juta dari total krugian ngara Rp. 8,3 miliyar (BPKP). Dari 5 orang anggota DPRD, perbuatan terdakwa 1 sampai 5 melanggar pasal 27 PP No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Kuangan Daerah dan Pasal 57 ayat 1 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Asrofi (Mantan Ketua PRT), Wahono Ilyas, dan Suyatno SW (Mantan Sekretaris PRT). Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Korupsi dana APBD 2003. Sebanyak Rp. 14.8 M. Divonis 1 Tahun. Kasus di Kota Madiun, Jawa Timur. Tindak pidana korupsi dana anggaran operasional Rp. 5,3 miliyar (Terungkap di Pengadilan Negeri Madiun). Penyalahgunaan dana operasional DPRD tahun 2002 hingga 2004. Negara dirugikaan sekitar Rp. 5 miliyar lebih.. Didakwa pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 2009 tentang Tipikor jo UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Selanjutnya, kasus 11 Mantan Anggota DPRD Kota Madiun 1999-2004. Wisnu Suwarto Dewo, Yohanes Sinulingga, Kun Anshori, Adam Suparno, Supranawo, Ali Sholah Baraba, Soewarsono, Gatot Triyanto, Wimbo Hartono, Suhadai dan Isnanto. Mereka Mantan Panggar (Panitia Anggaran), terlibat proses penganggaran dana operasional DPRD bersumber APBD 2002-2004 Kasus di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Korupsi dana sumber daya manusia (SDM) Rp. 21,3 miliyar. Terkait 9 anggota DPRD 1999-2004, yakni Abdul Shomad, Ato’I Towali, Choiri Nur Afandi, Guntur Eko, Ahmad Ali Fauzan, Tito Pradopo, Sumi harsono, Purwadi Sigarlagi dan (alm) Sardjito. Nashrullah, anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo. Nasrullah sebagai Ketua Panitia Pelayanan Kesehatan Desa Prasung. Kasus di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2ESM) Rp 200 juta. Dijerat pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tipikor dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Laporan pertanggungjawaban fiktif.. Ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kasus korupsi ini saat Terkait M. Mardijo (Ketua DPRD 1999-2004). Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Korupsi dana APBD 2003 sebanyak Rp. 14.8 miliyar. Divonis 2 tahun. Selanjutnya, kasus 41 orang mantan anggota DPRD Ponorogo. Kasus di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Korupsi dana operasional DPRD Ponorogo dengan kerugian Rp. 2,7 M. Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencakup kasus 10 orang mantan anggota Panitia Anggaran DPRD 1999-2004, Kasus di Kota Mataram. NTB. Korupsi dana APBD. Rp. 17,5 miliyar. Divonis bebas. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat kasus 35 anggota DPRD diduga melakukan tindak pidana korupsi. Kasus di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, Rp. 1,4 miliyar. Dana purnabakti. Selanjutnya, kasus 3 anggota DPRD NTT, yakni Penyimpangan anggaran untuk perumahan 3 anggota DPRD. Ditambah lagi kasus 7 orang mantan anggota DPRD Kabupaten Kupang, divonis 1 tahun. Kasus di Kabupaten Kupang ini menyangkut korupsi dana penunjang kegiatan dewan. Rp. 2 miliyar. Propinsi Kalimantan Timur ditandai dengan kasus 38 orang anggota DPRD tersangka. Semua 40 anggota DPRD Kutai disangka terlibat, tetapi dua orang telah wafat. Sebanyak 20 orang tidak lagi menjadi anggota Dewan. Hal ini terkait dengan penggunaan dana penunjang operasional DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara 2004-2009. Selanjutnya, kasus Mantan Ketua DPRD Kaltim dan Wakil PN Samarinda, yakni Korupsi di DPRD Kaltim 2001-2003 dengan vonis 7 tahun 5 bulan penjara. Terakhir kasus Mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim (Kasyful Anwar Asad). Korupsi dana APBD sebanyak Rp. 3,4 miliyar dengan vonis 4 tahun penjara. Di Propinsi Kalimantan Barat terdapat kasus 10 orang mantan anggoat DPRD Kota Pontianak. Korupsi dana Yayasan Bestari Rp 625 juta.Dana itu dialokasikan dari APBD Pemda Kabupaten Pontianak 2003. Di Kalimantan Tengah terdapat kasus korupsi melibatkan 22 mantan anggota DPRD Kabupaten Katingan. Satu orang lain telah wafat. Pada kasus serupa, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah mencebloskan Mantan Ketua dan Mantan Sekretaris DPRD Kantingan tahun 2008 dengan vonis berkekuatan hukum dari Majelis Hakim setahun penjara dan denda Rp. 50 juta. Tindak pidana Korupsi penyimpangan dana asuransi kesehatan. Mereka mengalihkan anggaran tunjangan kesehatan anggota DPRD menjadi asuransi jiwa purnabakti dan perjalanan dinas untuk cek kesehatan fiktif Tahun Anggaran 2003/2004. Kerugian negara Rp. 1.529.710.000. Propinsi Sulawesi Selatan menunjukkan kasus korupsi antara lain 3 orang, termasuk ketua DPRD Agus Nu`mang. Alokasi anggaran untuk dua pos berbeda. Dana sudah dialokasikan ke pos anggaran belanja Sekretariat Dewan. Semula Polisi menetapkan 14 tersangka, namun diubah menjadi saksi. Tersangka baru ditetapkan. Selanjutnya, kasus Anggota DPRD Kota Bitung, Drs. Menno Tairas. Kasus korupsi Bedah Rumah. Diduga merugikan uang negara Rp. 1.258.503.750. Terdakwa dalam kapasitas sebagai Ketua KSU “Mentari” Kota Bitung melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) sub a,b ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 tahun 1999 tentang TIPIKOR. Sedangkan dalam dakwaan Subsidair terdakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) sub a,b ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 tahun 1999. Di Propinsi Papua juga terdapat kasus korupsi politisi kader Parpol, antara lain kasus Ketua DPRD Papua, Anggota DPR, Mantan Sekda, dan Mantan Kepala Biro Keuangan Provinsi Papua. Dana bantuan keuangan kepada instansi vertikal dana APBD 2006 sebesar Rp. 2,6 miliyar, bantuan untuk rumah tinggal Rp 2,6 miliyar,serta dana APBD 2006. Dikenakan tindak pidana korupsi UU 31 tahun 1999 pasal 2, pasal 3 dengan ancaman minimal empat tahun penjara. Propinsi Maluku Tenggara mencakup kasus korupsi 35 orang mantan anggota DPRD. Kasus korupsi dana APBD Rp. 8.256.266.000. Kemudian Propinsi Sulawesi Tengah memiliki kasus korupsi anggota DPRD Kabupaten Donggala (Ridwan Yalidjama, Allobua Rangan V). Korupsi dana APBD. divonis 4 tahun penjara. Kemudian kasus korupsi Sutomo Borman, Ketut Mardika (Mantan anggota DPRD Kab. Donggala). Korupsi dana APBD. Sementara itu, di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kota Kendari terdapat kasus 23 anggota DPRD. Divonis 2 tahun. Selanjutnya, kasus seorang masih menjabat anggota DPRD Kota Kendari periode 2009-2014. Kasus pengadaan mobil Puskesmas Keliling Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana tahun 2008, Sulawesi Tenggara. Propinsi Maluku Utara juga terdapat kasus korupsi politisi Parpol, antara lain kasus 36 mantan Anggota DPRD Maluku Utara periode 1999-2004. Kasus di KabupatenTual, Provinsi Maluku Tenggara. Kasus Korupsi Dana APBD Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) ini merugikan negara Rp. 8.256.266.000. Apa yang dapat disimpulkan dari fakta dan data di atas, yakni fenomena korupsi di daerah bukanlah hanya Kepala Daerah sebagai aktor/pelaku, anggota legislatif kader Parpol juga telah berposisi sebagai pelaku. Karena itu, sekalipun terpecahkan masalah Pilkada sebagai penyebab tindak pidana korupsi Kepala Daerah, tidak berarti menghapuskan politisi Parpol di legislatif terbebas dari perilaku korupsi di daerah. Bahkan, kalau Parpol membiayai Calon Kepala Daerah dalam pencalonan dan kampanye, para politisi Parpol bersangkutan menjadi “ganas” korupsi dana negara karena mereka mencari “ganti” dana dikeluarkan sebelumnya. Berdasarkan fakta dan data korupsi anggota legislatif (DPRD) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fenomena korupsi anggota legislatif biasanya berpola pada proses anggaran. Tidak menunjukkan dominan kasus korupsi pada PBJP (Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) di daerah. Karena itu, keterlibatan anggota DPRD dalam melakukan korupsi pada PBJP di daerah tidak cukup fakta dan data berdasarkan sumber lembaga penegak hukum, sehingga keterlibatan korupsi pada PBJP tidak sampai mengantarkan anggota DPRD menjadi tersangka atau terdakwa bagi penegak hukum. Perlu ada pembuktian lebih mendalam dan pengumpulan data sekunder dan primer di lapangan melalui FGD (Focus Group Discussion) atau indept-interview, misalnya, dengan pelaku usaha atau penyedia jasa/barang sebagai rekanan Pemerintahan Daerah. Melalui FGD dan indept-interview akan dapat diketahui para anggota DPRD sebagai “pelaku” korupsi pada PBJP di daerah (MUCHTAR EFFENDI HARAHAP

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda