Senin, 05 Maret 2012

KORUPSI KADER PARPOL DI DPR-RI (BAGIAN PERTAMA)

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI atau DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota/kader Parpol yang dipilih melalui Pemilu. Mengacu pada konsep Trias Politika, di DPR berperan sebagai lembaga legislatif, mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.

Selama era reformasi, telah dilaksanakan tiga kali diselenggarakan Pemilu, yakni Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Khusus Pemilu tahun 2004 menghasilkan anggota DPR sebanyak 550 orang. Distribusi perolehan kursi DPR oleh Parpol peserta Pemilu berturt-turut sebagai berikut: Partai Golkar 128 kursi; PDIP 109 kursi; PPP 58 kursi; Partai Demokrat 55 kursi; PKB 52 Kursi; PAN 53 kursi PKS 45 kursi; PBR 14 kursi; PDS 13 kursi; PBB 11 kursi; PDKB 4 kursi; Partai Pelopor 3 kursi; PBB 2 kursi; PKPI 1 kursi;; PNI Marhaenisme 1 kursi; PPDI 1 kursi. Beberapa perolehan kursi Parpol berubah sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kader Parpol terbanyak menduduki kursi di DPR hasil Pemilu 2004 adalah Golkar, disusul PDIP, PPP, PKB, P.Demokrat, PKS dan PAN.

Kalau Pemilu 2004 mengantar Golkar sebagai pemenang nomor satu, namun Pemilu 2009 memenangkan P.Demokrat. Golkar turun menjadi nomor dua, sedangkan PDIP turun menjadi nomor tiga. Distribusi kader Parpol di DPR hasil Pemilu 2009 sebagai berikut: P. Demokrat 148 kursi; Golkar 107 kursi; PDIP 94 kursi; PKS 57 kursi; PAN 46 kursi; PPP 37 kursi; PKB 28 kursi; Gerindra 26 kursi; dan, Hanura 17 kursi.
Dalam kenyataannya, keberadaan DPR tidak terbebas dari penilaian kritis publik karena tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Beberapa penilaian kritis publik dimaksud yakni:
1.DPR hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat.
2.DPR tidak mamupu mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan harga BBM, dll.
3.DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang.
4.Rakyat semakin tidak puas terhadap para anggota DPR karena buruknya kinerja DPR.
5.Terdapat fenomena perilaku korupsi atau memperoleh dana ilegal kader Parpol di DPR.
Korupsi penyakit terparah bangsa ini, telah mewabahi DPR baik hasil Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009. Lembaga legislatif/parlemen berisi wakil rakyat dari kader Parpol peserta Pemilu yang seharusnya mengemban aspirasi dan kedaulatan rakyat, justru menjadi sarang pelaku korupsi. Sudah banyak anggota DPR masuk bui karena suap dan manipulasi atau tindak pidana korupsi. Banyak pula anggota DPR di menjadi saksi dan berkelit di persidangan suap tanpa merasa bersalah.

Menurut ICW, pada 2009 anggota DPR menempati urutan pertama pejabat menjadi tersangka korupsi. Setelah itu, disusul oleh pejabat Departemen. Anggota DPR/DPRD menjadi tersangka atau terpidana korupsi sebanyak 18,95 %, kemudian disusul oleh pejabat eselon/pimpro 17, 89%, Duta Besar/Pejabat Konsulat/Imigrasi 13,68 % dan Kepala Daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati) 12,63 %. Sisanya ada pejabat di level Komisi Negara, Dewan Gubernur, BUMN, Aparat Hukum dan BPK, prosentase sebaran tersangka hanya di bawah 10 %. Hasil pengamatan ICW juga menunjukkan, dari 11 Komisi di DPR periode 2004-2009, hampir semuanya dijadikan sumber korupsi. Komisi dinilai rentan adalah Komisi VI (Bidang Perdagangan dan Industri), Komisi VII, Komisi VIII (Agama), Komisi X (Pendidikan) dan Komisi bidang Keuangan dan Perbankan.

Untuk perbandingan Indonesia dengan negara-negara lain, dapat digunakan hasil Survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diadakan setiap tahun oleh “Transparency International tahun 2009. Hasilnya menunjukkan IPK Indonesia memperoleh skor 2,8, lebih baik daripada skor pada 2008 (mencapai 2,6), berada di urutan 111 dari 180 negara. Pada 2008 Indonesia berada di urutan pada 126 dari 180 negara. Indonesia termasuk negara tingkat korupsi sangat parah dan di kawasan ASEAN masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Semua upaya Pemerintah SBY ternyata tidak mampu mengubah persepsi negatif. Bahkan, pada 2010 IPK Indonesia masih tetap 2,8, berada di urutan ke-110 dai 178 negara, tidak ada perubahan berarti dibandingkan 2009.

Political & Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) adalah suatu perusahaan konsultan berbasis di Hongkong mengeluarkan hasil studi tahunan tentang tingkat korupsi di negara-negara tujuan investasi di kawasan Asia Pasifik. Hasil studi PERC tahun 2007 menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup kedua di Asia atau sejajar dengan Thailand. Hasil studi ini menunjukkan, Indonesia naik satu peringkat dari posisi sebelumnya menempati peringkat pertama negara terkorup di Asia. Studi ini dilaksanakan pada Januari dan Februari, melibatkan 1.476 pelaku bisnis asing (responden) di 13 negara Asia. Hasil studi ini kemudian digunakan untuk membuat peringkat mengenaiai persepsi terhadap tindakan korupsi dan penanganannya di Asia, menggunakan sistem skor 0-10. Negara dinilai bersih dari korupsi mendapat skor 0, sedangkan paling buruk mendapat skor 10. Indonesia bersama Thailand menduduki peringkat kedua dengan skor 8,03, setingkat di bawah Filipina mendapat nilai 9,40. Bagi Indonesia, hasil ini sedikit lebih baik setelah tahun lalu. Indonesia mendapat nilai 8,16.

Meski sudah mengindikasikan hasil positif, namun pada hasil studi PERC Maret 2009, memposisikan Indonesia naik ke peringkat teratas kembali sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 8,32 dari nilai 10. Sementara Thailand memproleh skor 7,63, disusul Kamboja dengan skor 7,25, India 7,21 dan Vietnam 7,11. Sedangkan Filipina menjadi negara terkorup tahun 2008 mendapatkan skor 7,0 atau menempati peringkat enam sebagai negara terkorup di Asia. Sementara Singapura (1,07), Hongkong (1,89) dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89.

Hasil studi PERC tahun 2010 tetap memposisikan Indonesia sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu. Studi ini mencakup 2.174 responden eksekutif bisnis tingkat menengah dan senior di Asia, Australia dan Amerika Serikat. Hasil studi PERC dimaksud memposisikan Indonesia kembali terpuruk dalam peringkat korupsi antara negara. Dari 16 negera sasaran studi, menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup, diikuti Kamboja di urutan kedua, Vietnam, Filipina, Thailand, India, Cina, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Macao, Jepang, Amerika Serikat, Hong Kong, Australia dan Singapura. Skor Indonesia adalah 9,27 dalam skala 0-10 di mana 0 berarti sangat bersih, dan 10 sangat korup, turun cukup signifikan dari skor tahun lalu, yaitu 8,32. Pada tingkat Asean, Indonesia tingkat korupsi hampir sempurna dan lebih buruk daripada Kamboja (9,10), Vietnam (8,07), Filipina (8,06), Thailand (7,60), malaysia (6,47) dan Singapura (1,42).

Studi ini melihat bagaimana korupsi berdampak pada berbagai tingkat kepemimpinan politik dan pamong praja serta lembaga-lembaga utama. Studi ini juga mencakup penelitian tentang pengaruh korupsi terhadap lingkungan bisnis secara keseluruhan. Menurut PERC, dengan merajalelanya korupsi di semua level di Indonesia, perang korupsi dilakukan Presiden SBY telah terhambat politisasi issue dilakukan pihak merasa terancam oleh aksi dilakukan SBY. “(Hasil) korupsi digunakan oleh para koruptor untuk melindungi mereka sendiri dan untuk melawan reformasi. Seluruh perang terhadap korupsi terancam bahaya”, ujar Laporan PERC.

Mirip dengan penilaian Laporan PERC, sebelumnya Reuters melihat bahwa kasus Bank Century merupakan pertarungan antara kubu reformasi dan anti-reformasi. Menkeu Sri Mulyani telah melakukan reformasi birokrasi untuk membersihkan para pejabat korup di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai berada di bawah kementerian dipimpinnya. Dengan mengutip seorang investor AS di Indonesia, Reuters membeberkan, para investor sangat khawatir dengan para politisi Indonesia lebih tertarik untuk bertarung memperebutkan kekuasaan daripada mendukung proses reformasi. “Kehilangan seorang reforman akan membuat investor khawatir bahwa Indonesia akan kembali ke kapitalisme kroni, akan sangat menyakitkan bagi para investor dan sebagian besar bangsa Indonesia, setidaknya bagi mereka bukan dari bagian para taipan atau secara politis berhubungan baik ataupun keduanya”, ungkap Investor tersebut.

Menurut PERC, Indonesia adalah negara terkorup dibandingkan negara-negara lain distudi. Hal ini seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintahan SBY untuk lebih serius dalam usaha pemberantasan korupsi. Turunnya skor Indonesia dalam studi PERC, dikhawatirkan menjadi kecenderungan bagi studi-studi lain mengukur kinerja dan performa pemberantasan korupsi di Indonesa, tatkala tahun 2009 dapat dikatakan memang mengalami keterpurukan akibat beragam persoalan antara lain: Cicak vs. Buaya, politisasi kasus Bank Century, dan usaha-usaha kriminalisasi dan pelemahan KPK.

Untuk perbandingan antar lembaga pemerintahan dan masyarakat sipil, dapat digunakan hasil studi lembaga Transparency International Indonesia (TII) dalam beberapa tahun terakhir. Hasilnya masih menempatkan DPR sebagai salah satu lembaga terkorup di negeri ini. Korupsi sudah merusak cara berpikir anggota DPR sedemikian rupa. Kasus-kasus korupsi dihadapi anggota DPR memperlihatkan penjarahan uang negara tidak dilakukan secara individual, tetapi beramai-ramai. Artinya korupsi di DPR dilakukan sistemik dan melembaga. Selama empat tahun (2003,2004, 2007 dan 2008) menempatkan Parpol dan parlemen pada peringkat ketiga besar lembaga terkorup dalam persepsi publik di Indonesia.

Hasil studi TII tahun 2003 menempatkan Parpol pada posisi kedua sebagai lembaga terkorup di negeri ini setelah lembaga peradilan. Hasil studi TII tahun 2004 menempatkan Parpol dan Parlemen menjadi lembaga terkorup pertama. Bahkan pada tahun sama, Transparency International (TI) mengumumkan, sebanyak 36 dari total 62 negara sepakat menyatakan Parpol adalah lembaga terkorup. Hasil studi TII tahun 2007 menempatkan Parpol menjadi membaik, berada di urutan ketiga setelah Kepolisian dan lembaga Peradilan. Sementara, Parlemen menjadi terkorup pertama. Hasil studi TII tahun 2008 menunjukkan posisi Parpol menurun kembali, berada di urutan kedua sebagai lembaga terkorup setelah Parlemen.

Resistensi anggota DPR juga cukup kuat terhadap kritik-kritik keras dialamatkan kepada mereka. Pada 2006, DPR rupayanya dibikin “gerah” oleh kritik pedas disuarakan Kelompok Musik Slank lewat lagu berjudul “Gosip Jalanan”. “Mau tau gak mafia di Senayan?” Kerjanya tukang buat peraturan. Bikin UUD, ujung-ujungnya duit.” Petikan syair itulah membikin para wakil rakyat gerah. Bahkan, Badan Kehormatan DPR sempat berniat memperkarakan kelompok musik Slank ini dan pencipta lagunya, meski kemudian dibatalkan.

Resistensi atau penolakan anggota DPR cukup kuat terhadap terutama hasil survei TII tahun 2007 memotret persepsi publik tentang korupsi di lembaga-lembaga negara. Banyak anggota DPR, termasuk sang Ketua, mengaku tersinggung atas hasil menyebutkan lembaga tempat mereka “mengabdikan diri” sebagai lembaga paling banyak korupsinya. Namun, kalangan pengamat Parpol, berdasarkan hasil studi TII ini, sepakat bahwa Parpol sebagai fihak paling bertanggungjawab dalam menumbuhsuburkan korupsi di negeri ini. Diandaikan, korupsi politik seperti lingkaran setan dan Parpol berada di titik pusatnya. Dengan perkataan lain, Parpol sebagai sarana terpenting mencapai kekuasaan politik menjadi “episentrum” korupsi. Di dalam Parpol koruptor dididik dan kemudian membangun jaringan untuk melakukan korupsi berjemaah! (MUCHTAR EFFENDI HARAHAP)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda