Jumat, 17 Juni 2011

KEMAJUAN DAN LEBIH OTONOM/MANDIRI

PROSES demokratisasi di Indonesia semakin terlihat sejak terjadi gelombang reformasi sekitar 1997/1998, mencanangkan agenda reformasi sebagaimana telah dirumuskan oleh kelompok mahasiswa dan kelas menengah perkotaan. Dalam kondisi gelombang reformasi dan proses demokratisasi terjadi keruntuhan kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto. Segera setelah itu, Indonesia memasuki era reformasi dan menunjukkan kemajuan politik kepartaian di Indonesia, ditandai dengan meningkatnya secara drastis kuantitas dan kualitas kepartaian di bawah payung peraturan perundang-undangan, terutama terbitnya beberapa UU tentang Parpol (Partai Politik) dan bertambah banyak Parpol peserta Pemilu.
Pertama, terbitnya UU Parpol No. 2 Tahun 1999 di bawah Presiden Habibie. Era Habibie ini terdapat 141 Parpol terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM; 106 Parpol terdaftar di KPU (Komisi Pemilihan Umum); 48 Parpol peserta Pemilu 1999. Padahal sebelumnya, era rezim Soeharto (Orde Baru), hanya ada 3 (tiga) Parpol (Golkar, PDI dan PPP). Pemilu 1999 telah menghasilan anggota MPR, DPR, DPRD Tingkat I Propinsi dan DPRD Tingkat II Kotamadya/Kabupaten yang baru. Berbagai keputusan politik diambil kemudian untuk mendukung proses reformasi dan demokratisasi, seperti GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), UU (Undang-undang) dan peraturan perundang-undangan lainnya. GBHN ini pada intinya telah memuat agenda reformasi politik dan ekonomi. Beberapa ketentuan di dalamnya adalah desentralisasi kekuasaan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah; penegasan kembali peran lembaga legislatif dalam pemerintahan; pengurangan peran dan keterlibatan militer dalam kehidupan sipil dan politik, dan pembaruan tata pengaturan kepegawaian dan administrasi negara.
Kedua, terbitnya UU Parpol No. 31 Tahun 2002 di bawah Presiden Megawati. Dalam era Megawati ini terdapat sekitar 112 Parpol terdaptar di Departemen Kehakiman & HAM; 50 Parpol terdaftar di KPU; dan, 24 Parpol peserta Pemilu 2004. Pada Pemilu 2004 ini telah dilaksanakan pemilihan Presiden/Wakil Presiden secara langsung sesuai Pasal 6A UUD 1945 Perubahan (Amandemen) dan juga pemilihan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) secara langsung. Berdasarkan UUD 45 Amandemen, menjadi Calon Presiden/Wakil Presiden harus mendapat dukungan Parpol.

Ketiga, terbitnya UU No. 2 Tahun 2008 tentang Parpol di bawah Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode I, kemudian pada 2011 dilakukan perubahan yakni UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Parpol di bawah SBY periode II. Dalam era SBY periode I, terdapat 79 Parpol terdaftar di Departemen Hukum dan HAM; 64 Parpol terdaftar di KPU; dan, 38 Parpol (ditambah 6 Parpol lokal di Aceh) sebagai peserta Pemilu 2009. Kekuasaan politik di level nasional yang semula (era Orde Baru) didominir oleh kekuatan militer di bawah kepemimpinan Soeharto, di era reformasi bergeser ke arah kekuatan Parpol, satu perubahan struktural mendasar diraih di era reformasi ini. Karena itu, politik kepartaian sangat menentukan dinamika kehidupan pemerintahan/negara, terutama lembaga legislatif dan eksektuf baik level nasional maupun daerah/lokal.
Era reformasi menunjukkan eksistensi (keberadaan) Parpol relatif lebih otonom dan mandiri ketimbang era Orde Baru. Pemerintah juga relatif bertindak “netral” atau tidak memihak terhadap satu Parpol pun saat Pemilu dilaksanakan. Sesuai UU No.2 tahun 2008 dan UU No. 2 Tahun 2011 tentang Parpol, Pasal 10, tujuan utama Parpol adalah:
a.Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945.
b. Menjaga dan memelihara keutuhan NKRI.
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjungtinggi kedaulatan rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan tujuan khusus Parpol menurut UU adalah:
a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
b. Memperjuangkan cita-cita Parpol dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan tujuan umum dan khusus Parpol di atas, UU menetapkan fungsi Parpol di Indonesia sebagai sarana pendidikan politik, mensejahterakan masyarakat, penyalur aspirasi, partisipasi politik, dan rekruitmen politik. Lebih detailnya fungsi Parpol adalah sarana (Pasal 11):
a.Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar enjadi warga negara RI yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b.Penciptaan iklim yang kondusif dan program konkrit untuk mensejahterakan rakyat.
c.Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
d.Partisipasi politik warga negara.
e.Rekruitmen politik dalam proses pengisian/penempatan jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Tujuan dan fungsi Parpol berdasarkan pada UUD 1945, menetapkan bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam NKRI yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Parpol sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan-undangan, pengertian Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
satu pertanyaan mendasar perlu mendapat jawaban yaitu: apakah politik kepartaian era reformasi (setelah 13 tahun keruntuhan rezim Orde Baru Soeharto) benar-benar menjalankan tujuan dan fungsi sebagaimana ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan berlaku di Indonesia (seharusnya)?. Asumsi dasar dapat diajukan, politik kepartaian era reformasi tidak benar-benar menjalankan tujuan dan fungsi Parpol sesuai peraturan perundang-undangan. Politik kepartaian era reformasi bahkan mengarah pada anti demokrasi dan pro korupsi. Perilaku elite Parpol lebih memperjuangkan kepentingan elite Parpol itu sendiri, bukan memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota (konstituen), masyarakat dan bangsa Indonesia. Parpol tidak berposisi untuk menciptakan iklim yang kondusif Penciptaan iklim yang kondusif dan program konkrit untuk mensejahterakan rakyat. Peran Parpol dalam realitas obyektif tidak sebagai “pilar demokrasi” untuk mewujudkan system politik yang demokratis (Muchtar Effendi Harahap).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda