Sabtu, 11 Februari 2017

PEREKONOMIAN DKI JAKARTA TAK MENGEMBIRAKAN

I. PENGANTAR Pemprov DKI Jakarat di bawah Gubernur Ahok jelas dan nyata tidak mampu dan gagal mencapai membangun kondisi perekonomian lebih baik. Sungguh tak menggembirakan. Sebagai contoh, bidang pendapatan daerah dan penyerapan anggaran alokasi APBD tiap tahun era Gubernur Jokowi dan Ahok. Tak pernah raih target capaian. Padahal, penyerapan alokasi APBD merupakan satu standar dan kreteria kinerja atau prestasi dalam urusan pemerintahan bagi setiap Gubernur, Bupati dan juga Walikota. Ketidakmampuan dan kegagalan ini juga merembes pada urusan perekonomian DKI Jakarta. Inilah data, fakta dan angka menunjukan kondisi kinerja negatif dimaksud. II. PERTUMBUHAN EKONOMI MEROSOT Perekonomian DKI Jakarta tahun 2013-2016 sesungguhnya .menunjukkan pertumbuhan tak menggembirakan. Pada tahun 2013 (era Gubernur JokowI) Pemprov DKI Jakarta hanya mampu mencapai 6,11 %; 2014 mencapai 5,9 %; tahun 2015 mencapai 5,88 %; Triwulan 2016 mencapai 5,62 %. Rata-rata pencapaian Pemprov DKI Jakarta di bawah 6 %, tidak mampu mencapai target capaian 7 % seperti dijanjikan dalam kampanye Pilkada DKI tahun 2012 lalu. Pertumbuhan ekonomi terus merosot, hanya mampu mencapai jauh di bawah 6 % . Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari indikator pertumbuhan ekonomi tergolong “buruk” dan telah “gagal” mencapai target capaian pertumbuhan 7 %. Tidak satu pun berhasil mencapai pertumbuhan 7 %. Sebagai pembanding, di bawah Gubernur Fauzi Bowo, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta relatif tinggi: 6,44 % (2007), 6,22 % (2008), 5,1 (2009), 6,50 (2010), 6,77 % (2011), dan 6,53 % (2012). Rata-rata pencapaian pertumbuhan ekonomi Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Fauzi Boqwo di atas 6 %. Sementara Pemprov DKI Jakarta tahun 2013-2017 (Gubernur Jokowi dan Ahok) rata-rata pertumbuhan di bawah 6 %. 10. Indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia) merupakan salah satu ukuran keberhasilan pencapaian pembangunan dalam konteks kesejahteraan rakyat DKI. III. NILAI IPM Nilai IPM: Nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia) DKI Jakarta tahun 2014 sebesar 78,39. Angka ini diakui sebagai tertinggi di antara Provinsi lainnya. Target IPM Pemprov DKI Jakarta tahun 2013-2017, yakni 78,55 (2014), 78,80 (2015), 79,10 (2016), 79,60 (2017). Kondisi kinerja diharapkan pada akhir periode RPJMD (2017) mencapai 79,60. Capaian IPM 2014 sebesar 78,39 masih belum memenuhi target capaian IPM tahun 2014 yakni 78,55. Sekalipun Gubernur Ahok dalam debat Paslon banggakan capaian IPM tertinggi se Indonesia, namun ada hal perlu dikritisi. Pertama, nilai IPM tercapai 78,39 itu masih di bawah target capaian berdasarkan RPJMD 2013-2017, Perda No. 2 Tahun 2012. Kedua, DKI Jakarta adalah Ibukota RI dihuni oleh paling banyak kelompok klas menengah atas. Ketiga, capaian itu tidak unik dan istimewa, di era Gubernurnya nilai IPM juga tertinggi. Seharusnya Gubernur Ahok bisa lewati target capaian karena APBD jauh lebih besar ketimbang era Gubernur sebelumnya. Bertambah sekitar 100 %. IV. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Tingkat pengangguran terbesar di Indonesia adalah di DKI Jakarta dan Banten. Pemprov DKI Jakarta tahun 2013-2017 memang berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka, namun dibandingkan dengan rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional masih berada di atas, bukan di bawah. Pada tahun 2013 tingkat penggangguran terbuka mencapai 9,02 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,4 %. Pada tahun 2014 tingkat penggangguran terbuka mencapai 8,47 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,2 %. Pada tahun 2015 tingkat pengangguran terbuka menurun 8,36 %, sementara rata-rata pengangguran terbuka tingkat nasional 7,8 %. Ironisnya, Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok justru menggusur paksa rakyat miskin dan pedagang kaki lima! Hal ini menambah jumlah rakyat nganggur. Dari sisi kemiskinan, keadaan semakin memburuk dari tahun ke tahun. Jumlah rakyat miskin di DKI Jakarta terus menunjukkan peningkatan. Jumlah rakyat miskin di DKI Jakarta tahun 2012 sebanyak 363.200 orang, tahun 2015 menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. Pada Maret 2014 jumlah rakyat miskin 393,98 ribu orang, dibanding Maret 2015 (398,92 ribu orang), meningkat 4,94 ribu. Garis kemiskinan (GK) Maret 2015 sebesar Rp. 487.388 per kapita, lebih tinggi dari garis Kemiskinan September 2014 sebesar Rp. 459,560 per kapita per bulan. Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat tajam antara tahun 2014 ke 2015 dari 0,39 ke 0,52. Indeks Keparahan Kemiskinan DKI meningkat dari 0,7 pada 2014 menjadi 0,10 pada tahun 2015. Jika dibandingkan dengan Maret 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan kemiskinan DKI mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,130 poin dari 0,387 pada Maret 2014 menjadi 0,517 pada Maret 2015. Begitu juga dengan Indeks Keparahan kemiskinan naik sebesar 0,035 poin, yaitu dari 0,069 pada Maret 2014 menjadi 0,104 pada September 2015. Pemprov DKI Jakarta, bagaimanapun juga, menghadapi tantangan dan issue strategis terkait dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan rakyat DKI Jakarta. Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan perkotaan masih menjadi permasalahan dihadapi dalam pembangunan DKI Jakarta. Bahkan, UMP (Upah Minimum Propinsi) di DKI Jakarta hanya Rp 3.100.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding UMP Kabupaten Bekasi Rp 3.200.000. Padahal, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta dengan inflasi 2017 adalah Rp 3.750.000. Sekarang ini masih Rp 3.100.000. V. KESIMPULAN: Kondisi perekonomian, termasuk tingkat pertumbuhan ekonomi. IPM, pengangguran, kemiskinan dan upah buruh tak menggembirakan. Tidak ada data, fakta dan angka bisa buktikan Pemprov DKI, termasuk era Gubernur Ahok, bahwa kondisi perekonomian DKI Jakarta lebih baik dari kondisi era sebelumnya, fan juga memenuhi target capaian sesuai RPJMD DKI Jakarta.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda