Senin, 12 November 2012

KEGAGALAN REZIM SBY-BOEDIONO: PENILAIAN PUBLIK DARI TAHUN KE TAHUN

Pemilihan Presiden RI tahun 2009 telah mengantarkan Pasangan SBY dan Boediono menduduki jabatan Presiden dan Wakil Presiden untuk masa waktu 2009-2014. Pasangan SBY dan Boedino kemudian membentuk suatu Kabinet atau suatu rezim kekuasaan pemerintahan yang anggotanya sebagian besar berasal dari Partai-Partai Politik pengudung dan pendukung seperti Partai Demokrat, PPP, PAN, PKB dan PKS. Hanya anggota Kabient dari Partai Golkar saja yang tidak tergolong Partai Pengusung ataupun pendukung Pasangan SBY-Boediono. Dalam perjalanannya, rezim SBY setiap tahun, khususnya memperingati hari pengesahan SBY-Boediono sebagai Presiden dan Wakil Presiden, 20 Oktober, mendapat penilaian kritis, kecaman dan protes dari berbagai pihak masyarakat madani atau publik. Bahkan terdapat penilaian bahwa rezim SBY mengalami kegagalan dalam memimpin bangsa Indonesia. Berikut ini akan diuraikan sejumlah penilaian, antara lain: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI), Front Mahasiswa Reformasi (FMR) serta Barisan Aksi Solidaritas untuk Demokrasi (BASIS), Komite Penyelamat Organisasi- Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO-PRP), Petisi Garuda (Gerakan Rakyat untuk Demokrasi), KAMMI, HMI, dll. Setahun Rezim SBY: Setelah menggelar Rakernas selama tiga hari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indoneia (SI), 21 Juli 2010, di Denpasar, Bali, menggelar aksi demonstrasi. Mereka menilai pemerintahan sekarang sebagai antek imperialisme, dan mendesak agar SBY–Boediono turun dari tampuk kekuasaannya. SBY gagal mensejahterakan rakyat. Jika SBY–Boediono tidak mau mundur, mereka kami akan menurunkan. Bagi mereka, pemerintah saat ini bukan representasi dari rakyat, tetapi representasi dari kaum imperialis. Program yang digelontorkan adalah program-program yang anti rakyat. Salah satunya adalah kenaikan TDL. SBY–Boediono belum berpihak pada rakyat. Mereka adalah antek Amerika. Lebih jauh, misalnya Ketua BEM UGM, Aza L. Munardi, menegaskan, SBY–Boediono telah membohongi rakyat. Dalam berbagai kesempatan, Presiden mengatakan kalau perekonomian Indonesia mengalami peningkatan yang baik. Padahal, hutang Indonesia hingga hari ini terus membengkak hingga mencapai Rp2.700 triliun. Hal ini sebagai bentuk kegagalan SBY–Boediono menyejahterakan rakyat. “Lebih baik mundur atau kami yang akan turunkan paksa,” tegasnya. Dalam kesempatan itu, demonstran berjumlah puluhan orang gabungan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, melakukan aksi teatrikal dengan membawa tabung gas sebagai simbol jeritan suara rakyat atas banyaknya korban meninggal karena meledaknya tabung gas serta simbol dari kenaikan tarif TDL. Aksi mahasiswa ini akhirnya menyampaikan enam tuntutan kepada Pemerintah: Pertama, pemerintah harus bertanggungjawab atas berbagai ledakan tabung gas di berbagai daerah. Kedua, menolak kenaikan tarif TDL dan meminta pemerintah menjamin ketersediaan energi nasional. Ketiga, wujudkan jaminan kesejahteraan bagi rakyat, dengan menuntaskan carut marut sistem pendidikan, Keempat, jaminan sosial nasional dan APBN yang pro rakyat. Kelima, menagih janji SBY dalam hal komitmen pemberantasan korupsi. Keenam, menuntut tanggungjawab pemerintah terhadap dampak ACFTA yang menyengsarakan rakyat. Di Kota Cirebon momentum satu tahun perjalanan pemerintahan SBY, mendorong sejumlah mahasiswa turun ke jalan, longmach menuju Balai Kota dan kantor DPRD. Komponen mahasiswa baik HMI, PMII dan, Front Mahasiswa Reformasi (FMR) serta Barisan Aksi Solidaritas untuk Demokrasi (BASIS) menggelar aksi unjuk rasa dengan “issue utama”, yakni turunkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Dalam aksi mahasiswa anti rezim SBY ini, HMI membawa keranda kematian bagi birokrasi pemerintahan SBY; menilai pemerintahan SBY telah gagal dalam menjalankan amanah rakyat. Kegagalan rezim SBY menurut mereka dalam beragam bidang. Di bidang ekonomi, mereka menilai bahwa rezim SBY gagal mempertahankan kekuatan prekonomian nasional bahkan perekonomian itu lebih didominasi oleh asing, deindustrialisasi serta semakin meningkatnya utang luar negeri. Mereka meminta pemerintah untuk mengusir penjajahan asing yang telah menjajah aset-aset bangsa. Juga segera turunkan harga bahan pokok. Di bidang hukum, mereka menilai bahwa rezim SBY tidak memiliki prestasi apa pun dalam kelembagaan pemberantasan korupsi, apalagi kasus Century hingga kini kasusnya tanpa kepastian hukum. Di samping aksi mahasiswa, terdapat juga aksi-aksi komponen masyarakat madani bukan mahasiswa. Salah satunya, komponen mengatasanamakan dirinya Komite Penyelamat Organisasi- Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO-PRP). Komponen masyarakat madani ini mengeluarkan sikap dan seruan kepada seluruh rakyat Indonesia. Salah satu sikap dan seruan itu, untuk terus melakukan perlawanan terhadap Rejim SBY-Boediono, yang sudah nyata memperlihatkan sikap ketidakseriusan dalam pemberantasan korupsi. Baqgi mereka, rezim SBY-Boediono telah terbukti gagal dalam memberantas korupsi, dan telah mengkhianati amanah dari jutaan rakyat Indonesia, khususnya yang telah memilihnya. Dua Tahun Rezim SBY: Peringatan dua tahun pemerintahan SBY-Boediono 20 Oktober 2011, gelombang aksi anti rezim SBY dari masyarakat madani baik secara kelompok maupun individual mengambil tempat semakin besar. Citra SBY berada di titik terendah pada 24 bulan masa pemerintahannnya. Realitas obyektif kebobrokan pemerintahan SBY-Boediono adalah hal pokok yang menjadi bahan kemudian menghasilkan sebuah issue utama, yakni pengulingan rezim SBY. Mereka umumnya menilai, pemerintahan SBY-Boediono telah gagal menciptakan rasa aman pada masyarakat, melindungi kekayaan alam Indonesia, dan menjaga kedaulatan Negara, dan menjaga harapan rakyat. Sejumlah kegagalan rezim SBY telah diungkapkan, namun masing-masing komponen masyarakat madani anti rezim SBY memiliki penekanan tertentu. Jauh sebelumnya, 23 Januari 2011, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi Garuda (Gerakan Rakyat untuk Demokrasi) menganggap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono telah gagal. Salah satu kegagalan Pemerintahan SBY-Boediono menurut mereka adalah di bidang hukum. Penegakan hukum dianggap semakin carut-marut, terutama dengan semakin ruwetnya kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan. Itu konspirasi yang melibatkan banyak pihak dan mengeruk uang negara ratusan miliar rupiah. Pemerintahan SBY terbukti sudah gagal dalam penegakan hukum. Petisi Garuda juga menyesalkan pemerintahan SBY-Boediono yang gagal dalam mensejahterakan rakyat. Rakyat juga dinilai susah mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pada dasarnya, rakyat tidak sejahtera. Sedangkan Presiden hanya bisa curhat. Karena itu, Petisi Garuda pun kemudian mengancam akan berkonsolidasi lebih lanjut untuk menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka. Petisi Garuda ini menunjukkan 33 kegagalan rezim SBY. Menurut mereka rezim SBY telah mengalami kegagalan: 1.Melindungi sumber daya ekonomi rakyat dan sumber daya ekonomi negara. 2.Menyediakan pelayanan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat. 3.Menyediakan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. 4.Melindungi warga negara menjadi tenaga kerja di luar negeri. 5.Melindungi kedaulatan bangsa dari upaya hegemoni modal, budaya, maupun upaya nyata untuk mencaplok secara fisik wilayah kedaulatan NKRI. 6.Melindungi HAM dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM. 7.Dalam upaya pemberantasan dan penuntasan kasus korupsi. 8.Dalam upaya peningkatan perekonomian rakyat. 9.Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. 10.Dalam melakukan reformasi birokrasi. 11.Dalam upaya penegakan hukum untuk menjamin ketertiban dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 12.Membangun politik yang beretika dan menghilangkan praktik politik yang transaksional. 13.Dalam upaya membangun karakter bangsa. 14.Dalam upaya membangun moralitas bangsa. 15.Dalam mewujudkan kemandirian pangan. 16.Dalam membangun wilayah perbatasan dan perdesaan. 17.Mensejahterakan buruh, nelayan, dan kaum miskin kota. 18.Memberikan keadilan, penyelesaian kasus-kasus rakyat. 19.Menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. 20.Menjaga membangun kemandirian pangan. 21.Menyediakan kebutuhan energi untuk menopang kegiatan ekonomi masyarakat. 22.Membangun industri dasar yang dibutuhkan rakyat untuk meningkatkan produktivitas kegiatan ekonominya. 23.Membangun lingkungan hidup yang menyebabkan sering terjadinya bencana banjir. 24.Menyelamatkan hutan Indonesia dari kegiatan mafia kayu. 25.Mengeliminir praktik penyelundupan di wilayah perbatasan. 26.Membebaskan bangsa dari cengkeraman mafia. 27.Menyelamatkan keuangan negara dari tindakan pencurian mafia pajak 28.Dalam menyelamatkan potensi pertambangan dari eksploitasi liar mafia tambang. 29.Membangun pluralitas bangsa yang harmonis. 30.Menyediakan pupuk yang murah untuk meningkatkan produktivitas pertanian. 31.Melindungi hak buruh untuk mendapatkan status pekerjaan yang jelas dengan upah yang layak. 32.Dalam diplomasi internasional untuk memperjuangkan kepentingan bangsa. 33. Melindungi hak hidup fakir miskin dan anak telantar. Di lain fihak, terdapat aksi atau suara kritis terhadap rezim SBY, mengungkapkan ada 28 kekagalan rezim SBY, namun disederhanakan menjadi lima kegagalan. Pertama, kegagalan dalam memimpin mempertahankan kokohnya filosofi dan konstitusi berbangsa dan bernegara. Kedua, kegagalan dalam memimpin stabilisasi politik untuk rakyat. Ketiga, kegagalan dalam memimpin membangun kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Keempat, kegagalan dalam memimpin menegakkan hukum, pertahanan dan keamanan. Kelima, kegagalan dalam memimpin bidang agama, pendidikan dan kebudayaan. Pada siang hari, 20 Oktober 2011, mahasiswa dari Aliasi Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia (BEM SI) telah menggelar aksi demonstrasi di Istana Negara. Malamnya lanjut ratusan mahasiswa di Bundaran Hotel Indonesia menggelar aksi renungan malam. Mahasiswa mengemas unjuk rasa dengan tema "Indonesia Berkabung atas Kegagalan Indonesia". Mereka berkumpul sejak pukul 06.00 WIB. BEM SI memperingati dua tahun pemerintahan SBY-Boediono. Demonstrasi mereka gelar sebagai wujud kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan SBY -Boediono yang dinilai gagal mensejahtrakan rakyat. Tak ada janji Pemerintahan SBY yang nyata. SBY-Boediono gagal memberantas korupsi maupun membasmi kemiskinan; gagal dalam memakmurkan segenap masyarakat Indonesia dan menegakkan supremasi hukum. Kenyataan ini bisa dilihat dari berbagai kasus hukum yang hingga saat ini tidak kunjung tuntas diselesaikan. Masih banyak masyarakat Indonesia yang jungkir balik melawan kemiskinan. Presiden SBY tidak terlihat tegas dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Kasus Century yang masih saja terumbang-ambing, serta dimaafkannya para koruptor dan mafia pajak merupakan bukti-bukti kegagalan rezim SBY. Juga ditegaskan, rakyat mengalami kesulitan mendapatkan fasilitas pendidkan yang memadai. Pendidikan saat ini cenderung mengarah kepada komersialisasi dan diskriminatif. Kegagalan lain rezim SBY adalah adanya komersialisasi pangan, bagaimana lahan pertanian yang dijadikan industrialisasi dan pada kenyataannya membuat petani sengsara. Semula kami berharap kinerja 2 tahun SBY-Boediono dapat mensejahterakan rakyat, namun kenyataannya jauh dari harapan, untuk itu kami memberikan evaluasi bahwa 2 tahun SBY-Boediono gagal dalam mensejahterakan rakyat. Pada 18 Oktober 2011, Mahasiswa melakujkan aksi dengan dengan membuat karangan bunga dukacita, dan menaruhnya di depan Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat. Mahasiswa menilai selama dua tahun kepemimpinan SBY-Boediono gagal memenuhi hak-hak rakyat Indonesia. Salah satunya, masih banyak warga yang belum mampu menjangkau pendidikan yang berkualitas. Mahasiswa juga menganggap reshuffle atau perombakan kabinet adalah upaya lempar tanggung jawab Presiden dan menyalahkan menterinya yang dinilai tidak bisa bekerja dengan baik. Perombakan kabinet juga dinilai untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas kasus mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang mau tidak mau menyeret nama Partai tersebut. Selanjutnya, pada 20 Oktober 2012 pagi aksi anti rezim SBY digelombangkan dengan turun ke jalan di depan gedung DPRD Malang. Mereka menggelar aksi sama yakni mendesak mundur dari jabatannya, setelah dipandang gagal menjalankan pemerintahan. Aksi mahasiswa ini digerakkan oleh dua kelompok, yakni Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Cabang Malang dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya, yang diikuti puluhan mahasiswa dari PMII dan PMI. Dalam aksinya kedua kelompok mahasiswa ini menyuarakan desakan kemunduran SBY melalui orasi serta memampang spanduk dan poster bertulis menuntut segera adanya pemilihan presiden kembali, untuk menggantikan SBY-Budiono. Aksi ini merupakan evaluasi terhadap kinerja Presiden SBY yang masih gagal menciptakan Indonesia sejahtera, adil dan beradab. Menurut mahasiswa, ada sejumlah kegagalan rezim SBY. Pertama, Presiden SBY-Budiono dan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II gagal dalam supremasi hukum dengan tidak tuntasnya penyelesaian sejumlah kasus korupsi. Kedua, SBY gagal mengawal transisi demokrasi, ekonomi, kesejahteraan rakyat, menurunkan angka kemiskinan, memberantas KKN, menciptakan rasa aman dan menjaga harmonisasi sosial, melindungi kekayaan sumber daya alam. Ketiga, SBY gagal menjaga kedaulatan Negara Republik Indonesia. Keempat, SBY gagal menjaga harapan rakyat hingga mengakibatkan stres sosial sosial di masyarakat. Sejumlah kegagalan ini kemudian memaksa mereka meminta SBY mundur. Menurut pandangan mereka, SBY hanya sibuk dengan kepentingan kelompok melalui bagi-bagi kue berwujud susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Selama aksi KAMMI mewarnai dengan melempar alas kaki di bumi sebagai tanda banyak kebohongan pemerintah SBY sehingga memincu kejengkelan rakyat, mereka juga menututp wajah dengan tas plastik hitam. Di tempat yang sama Badan Eksetutif Mahasiswa Universitas Brawijaya juga menunjukkan sejumlah indikator yang cenderung dibutuhkan rakyat sama sekali tak tersentuh. Empat indikator menjadi catatan tidak dijalankan Presiden SBY-Boediono, yaitu: (1) perlindungan terhadap warganya; (2) pendidikan murah; (4) penegakan hukum; dan (5) kesejahteraan rakyat. Keempat indikator ini tidak berjalan, dan mereka sangat menyesalkan. Usai berorasi mahasiswa membakar seluruh poster dan spanduk bertulis desakan SBY mundur di depan pagar betis petugas keamanan. Di Kota Magelang, Jawa Tengah, komponen mahasiswa juga melakukan aksi anti Rezim SBY. Saat itu Presiden SBY mengadakan kunjungan ke Akademi Militer Magelang untuk melantik Perwira TNI-Polri. Puluhan mahasiswa menggelar demo di pinggir jalan Magelang-Yogyakarta tepatnya di depan Kampus II UMM di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Mereka menentang kedatangan Presiden SBY. Selain berorasi, mereka juga membentangkan sejumlah spanduk, bertuliskan antara lain: "Kamuflase SBY" dan "Pikirkan rakyat, hentikan pencitraan". Bagi aksi mahasiswa ini, rezim SBY telah gagal menyejahterakan rakyat, terbukti korupsi merajalela, ekonomi kerakyatan tidak dijalankan, Pancasila dimuseumkan dan etika politik tidak diwujudkan. Bahkan, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menamai pemerintahan SBY-Boediono sebagai “rumah pasir” yang direkat oleh lem pencitraan. Sekarang lem pencitraan itu telah meleleh setelah diberi “cap kebohongan” oleh para pemuka agama, kalangan intelektual, tokoh pergerakan pemuda dan mahasiswa. Hal itu sebelumnya juga pernah dinyatakan oleh mantan aktivis mahasiswa 77/78, Rizal Ramli. Mereka memberikan nilai minus sepuluh (-10) pada pemerintahan SBY-Boediono bersama KIB Jilid II. Dalam catatan KAMMI, ada sepuluh kegagalan SBY-Boediono dan KIB Jilid II. Pertama, SBY-Boediono dan KIB Jilid II gagal dalam supremasi hukum. Penegakan hukum berjalan di tempat. Kasus-kasus besar selalu diakhiri dengan drama transaksional. Bahkan tebang pilih menjadi gaya penegakan hukum pemerintah di bawah komando SBY. Kegagalan itu diwakili Kementerian Hukum dan HAM dalam pembebasan 29 napi koruptor atas nama remisi (HUT RI dan Lebaran). Kedua, gagal dalam mengawal transisi demokrasi. Sistem yang dikonstruksi oleh rezim SBY menciptakan Negara oligarki baruj yang disebut “rulling oligarki” dalam tatanan politik dan demokrasi semu. Demokrasi hanya dijadikan alat untuk merampok Negara. Akhirnya Negara digerogoti oleh mafia anggaran. Ketiga, gagal mengelola perekonomian. Pertumbuhan ekonomi timpang, terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan kontribusi PDB sekitar 57,8 %. Sementara di daerah lainnya, berbagi sisanya, yakni 42,2 %. Selain itu, investasi juga menunjukkan masih ada ketimpangan antar wilayah baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Investasi didominasi sektor tersier yang berarti menggunakan impor konten. Akibatnya, terjadi urbanisasi yang berakibat jangka panjang pada daerah-daerah perkotaan berupa problem sosial yang eksklasif. Keempat, gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang sering dibangga-banggakan hanya milik segelincir orang, yaitu kelompok konglomerat. Pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian dan perikanan. Padahal kedua sektor ini paling besar menyumbang angka kemiskinan. Kelima, gagal dalam menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan sesuai standar PBB dengan penghasilan minimal 2 dollar AS atau sekitar Rp. 18 ribu per hari, masih sangat tinggi yaitu sekitar 30 % dari total 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia. Atau sekitar 70 juta jiwa berdasarkan jumlah penerima beras miskin, ditambah lagi penduduk yang hampir miskin sebanyak 29,38 juta. Keenam, gagal dalam pemberantasan KKN. Inpres yang pernah dikeluarkan Presiden SBY soal pemberantasan korupsi, mafia pajak dan mafia hukum tidaklah berguna dan gagal total pelaksanaannya, hanya menjadi alat untuk pencitraan pemerintahan SBY. Ini bisa dilihat pada IPK skor yang stagnan 2,8. Faktor politik merupakan faktor dominan dari faktor gagalnya pemberantasan korupsi. Mega Skandal Bank Century kini melempem. Sekali tiga uang. Kasus rekening gendut pejabat Polri serta kasus Mafia Pajak yang semuanya mengindikasikan lemahnya itikad pemberantasan KKN oleh KIB Jilid II. Ketujuh, gagal dalam menciptakan rasa aman dan menjaga harmonisasi sosial. Aksi kekerasan dengan berbagai latar belakang ekonomi, SARA, politik, semakin marak, meluas dan terjadi setiap saat. Di awal tahun 2011 ini saja, kekerasan yang mengarah pada konflik sosial terjadi tidak kurang dari 15 kali. Mulai dari kerusuhan perebutan lahan di Temanggung, Konflik SARA di Ambon, Cikeusik, Makassar, Purwakarta, dan terakhir kekerasan antar pelajar dan wartawan terjadi di Ibukota. Konflik terjadi secara marathon tersebut, menandakan tidak berfungsinya aparat pemerintah dalam bidang Kamtibmas. Kedelapan, gagal dalam melindungi kekayaan Indonesia. Privatisasi sektor enerji dan logam mulia di berbagai wilayah, menyebabkan Sumber Daya Alam (SDA) Indoensia dikangkangi oleh para kapitalis asing. Mulai dari emas yang dijarah oleh Freeport di Papua hingga panas bumi di Garut Jawa Barat yang disedot oleh Chevron, serta berbagai kekayaan lainnya yang diobral murah Pemerintah. Di sisi lain, impor dilegalisasi dalam bentuk kerjasama perdagangan semisal CAFTA, juga semakin menyesengarakan rakyat. Cabe, beras,garam, jeruk, apel, semua impor. Akibatnya, produk lokal anjlok karena Pemerintah tidak membekali petani lokal untuk mampu bersaing. Kesembilan, gagal dalam menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman. Munculnya NII dan OPM menggalang dukungan hingga ke luar negeri menjadi potret betapa lemah intelijen Negara dalam mengantisipasi ancaman-ancaman yang berusaha mengoyak keutuhan NKRI. Kesepuluh, gagal dalam menjaga harapan rakyat. Ketiadaan harapan akhirnya memantik stress sosial tervisualisasikan dalam bentuk konflik, kekerasan, dan tindakan anarkis dan amoral. Berdasarkan fakta-fakta di atas, KAMMI menyerukan reformasi jilid dua. Presiden SBY yang telah gagal memimpin Indonesia harus segera mengundurkan diri dan membubarkan Kabinet untuk kemujdian dibentuk Dewan Rakyat sebagai bentuk peralihan pemerintahan. Mereka juga menuntut percepatan Pemilu Presiden maupun Pemilu anggota legislatif. Aksi masyarakat madani anti rezim SBY dalam dua tahun berkuasa cukup besar, terjadi di depan gedung DPR. Ribuan massa buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Aksi lain, berlangsung di depan Istana Negara. Beberapa kelompok massa terutama dari beberapa perguruan tinggi di Jakarta dengan jumlah ratusan datang bergantian, menyuarakan soal kegagalan pemerintah dan menuntut SBY-Boediono turun. Aksi kritik atau anti SBY juga dilakukan secara individual. Salah satunya, Sekjen Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan dalam suatu forum diskusi di Jakarta, 23 Oktober 2011. Ia menilai pernyataan Presiden SBY yang menyebutkan bahwa uang negara dirampok, merupakan bentuk kegagalan pemerintah. Ucapan Kepala negara yang telah berkuasa selama tujuh tahun, menggambarkan ketidakmampuan SBY memimpin. Presiden SBY tidak mampu memimpin inilah penyebab adanya perampokan uang rakyat. Masalah ini membuat semakin jauhnya cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Baginya, seharusnya dengan usia kepemimpinan yang sudah berjalan tujuh tahun, masalah uang rakyat yang dirampok telah terselesaikan. Di lain fihak, Sekretaris Fraksi Partai Hanura Saleh Husein, menilai pemerintah gagal dalam menjalankan tugasnya. Selama dua tahun ini dalam KIB (Kabinet Indonesia Bersatu) Jilid II belum sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam pemerintahan SBY kali ini, terlihat banyak kementerian yang terlihat tidak saling menyatu justru yang terjadi sebaliknya. Masih banyak kementerian yang gontok-gontokan dan itu menghambat SBY sendiri. Selain itu, banyak agenda-agenda pemerintah yang belum terealisasi seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai keinginan masyarakat. Saleh Husein kemudian berpendapat, seharusnya sisa masa pemerintahan SBY-Boediono lebih banyak mengurusi kesejahterakan rakyat, bukan lagi pencitraan. SBY sudah tidak bisa maju menjadi calon Presiden lagi, jadi tidak usah pencitraan. Kader Hanura ini melihat sektor ekonomi dan industri juga nampak gagal. Banyak investor yang hengkang dari Indonesia. Ia mencontohkan, BlackBerry harusnya membuka di Indonesia tapi malah memilih di Malaysia. Sektor kelautan juga dinilai Saleh masih banyak terjadi pencurian-pencurian sumber daya alam Indonesia seperti ilegal fishing. Di samping itu, ada persoalan hukum yang masih terkesan tebang pilih, seperti dalam penuntasan kasus Bank Century. Tiga Tahun Rezim SBY: Tiga tahun rezim SBY rakyat masih merasa tidak ada perubahan yang berarti untuk meningkatkan kesejahteraan, mengatasi persoalan sosial politik, dan melakukan penegakan hukum, terutama korupsi yang semakin merajalela. Sebagian rakyat makin terperosok ke jurang kemiskinan karena biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok makin mahal. Rasa aman dan damai makin jauh di tengah tingginya pelanggaran HAM, kekerasan, perusakan lingkungan hidup, serta hukum yang tidak berdaulat. Bahkan, ada penilaian bahwa Negara Indonesia sedang sakit, sekarat secara sosial, ekonomi, hukum, dan politik, dan juga peradaban. kebijakan selalu “menindas” rakyat kecil merupakan wujud dari Negara sakit itu. Kesengsaraan dan penderitaan rakyat telah mengisyaratkan sejarah semakin tidak ramah. SBY sebagai Pemimpin acapkali tidak hadir saat dibutuhkan untuk pemecah masalah Negara dan rakyat sehingga dijuluki sebagai “negeri autopilot” Realitas obyektif semacam inilah yang antara lain turut mendorong gelombang aksi kritik dan protes masyarakat madani terhadap rezim SBY. Bahkan, gelombang aksi dimaksud semakin membesar, melebar dan sporadik terjadi di sejumlah tempat. Di Kota Surabaya, Jawa Timur, puluhan mahasiswa tergabung dalam BEM –SI Wilayah Jawa Timur menggelar aksi demo di depan Gedung Negara Grahadi. Pendemo menilai, selama tiga tahun pemerintahan SBY-Boediono, tidak ada perubahan di negeri ini. Warga negara juga tidak bisa merasakan kekayaan alam di negerinya sendiri. Warga tidak merasakan hasil jerih payah petani, juga tidak merasakan bagaimana pelayanan kesehatan yang layak. Selain itu, pendemo menilai banyak permasalahan di bidang energi, pendidikan, hankam, ekonomi, kesehatan, ketahanan pangan maupun penyelesaian kasus korupsi yang tidak terselesaikan. Kalaupun terselesaikan, hanya pencitraan semata dan tidak pernah serius. Selain berorasi, pendemo juga membawa berbagai poster yang mengkritisi pemerintahan SBY-Boediono diantaranya bertuliskan, 'Tuntaskan Century', 'SBY berhentilah menjadi sekedar boneka', '3 tahun SBY Gagal', 'Matinya hati nurani SBY' dan berbagai poster lainnya. Di Kota Padang, “BEM Kota Padang Peduli Rakyat”, terdiri atas BEM-UPI, BEM-KM Unand, BEM-Politeknik Unand dan BEM UNP, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur dalam menilai kinerja Presiden Soesilo Bambang Yudhoyhono yang dinilai gagal selama menjabat dalam tiga tahun terakhir bersama wakil presiden Boediono. Mereka menilai pemerintahan SBY-Boediono gagal dalam menjalankan pemerintahan, tidak memberi pengaruh positif bagi masyarakat. Malah mereka menilai kepemimpinan SBY - Boediono telah gagal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Juga, gagal dalam membangun kemandirian ekonomi dan keejahateraan rakyat. Selain itu, pemerintah juga gagal dalam bidang pembangunan moral, pendidikan dan kebudayaan dan penegakan hukum di Indonesia; perlindungan terhadap TKI; menciptakan kemandirian pangan di Indonesia, semua diimpor, padahal Indonesia negara kaya. Pengunjuk rasa meminta agar pemerintah menghentikan segala tindak kekerasan demi penghormatan HAM. Pada dasarnya, mahasiswa menilai ada tujuh kega¬galan Pemerintahan SBY-Boe¬diono. Tujuh kegagalan itu, yaitu: (1) Pemberantasan korupsi; (2) Membangun kemandirian ekonomi dan men¬ciptakan kesejahteraan; (3) Mem-bangun moral, (4) Pendidikan dan kebudayaan, (5) Penegakan hu¬kum, (6) Melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI); dan, (7) Ke¬man¬dirian pangan di Indonesia. Mahasiswa juga mendesak untuk menghentikan segala tindakan kekerasan demi peng¬hormatan hak asasi ma¬nusia (HAM). Di Kota Yogyakarta, pada 19 Oktober 2012 ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Tengah yang tergabung dalam Jogjaseto (Jogja, Solo, Semarang, dan Purwokerto) menggelar aksi evaluasi delapan tahun pemerintahan SBY- Boediono di Bundaran UGM Yogyakarta. Dalam aksi di Bundaran UGM itu, mahasiswa gabungan lima Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas di Jawa Tengah ini menilai janji-janji SBY selama kampanye hanya omong kosong. Segala hiruk-pikuk dan dinamika kepemimpinannya mulai dari banyaknya bencana, masalah disintegrasi, kasus Bank Century, dan korupsi yang menjamur menjadi bukti bahwa pemerintahan SBY tidak benar-benar berkomitmen dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat. Kemenangan telak SBY-Boediono pada tanggal 8 Juli 2009 yang memperoleh 60,80 persen suara disambut banyak kalangan akan membawa kemajuan bagi Indonesia ke depan, tetapi kenyataannya berbalik arah. Janji-janji yang diucapkan oleh SBY dan Boediono hanya kosong belaka tanpa bukti nyata. Dalam aksi di Bundaran UGM Yogyakarta, para mahasiswa membentangkan spanduk bertuliskan delapan kegagalan pemerintahan SBY selama kurun waktu delapan tahun ini. SBY telah gagal dalam memajukan dan memperbaiki bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, infrastruktur, energi, pangan, dan bidang kesehatan. Bagi mereka, delapan tahun sudah SBY-Boediono memimpin negara ini, namun bukti keberpihakan pada masyarakat masih tanda tanya besar. Spanduk berisi delapan kegagalan SBY ini sebagai evaluasi dan kecaman keras bagi pemerintahan SBY. Selanjutnya, mereka menekankan, janji kampanye pasangan SBY-Boediono yang tertuang dalam "Membangun Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan" dengan jelas mengindikasikan adanya kebohongan besar. Di Kota Solo, Jawa Tengah, 20 Oktober 2012, puluhan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang merupakan jalur penghubung utama Solo-Semarang-Yogyakarta. Aksi diawali dengan long march dari dalam kampus UMS, kemudian mereka menggotong keranda mayat sebagai simbol kegagalan pemerintahan SBY-Boediono. Mereka juga mengibarkan poster bernada kecaman, menuntut SBY-Boediono mundur karena dinilai gagal mewujudkan kesejahteraan yang merata untuk masyarakat. Kekerasan semakin merajalela bukti SBY tidak mampu dalam mengelola pola kemasyarakatan. Rakyat seharusnya dilindungi menjadi bulan-bulanan para manusia militer yang tidak berprikemanusiaan. SBY hanya diam. Ada delapan kegagalan pemerintahan SBY yang dicatat mahasiswa. Diantaranya, di bawah kepemimpinan SBY banyak aset-aset kekayaan alam yang jatuh ke tangan asing, seperti tambang emas di Timika, Teluk Natuna dan Blok Cepu. Rezim SBY gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan tak tercukupinya lapangan kerja. Gagal meningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan juga gagal dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Politik transaksional antar oknum di dalam elit pemerintahan menjadi lahan pencideraan. Alat demokrasi hanya digunakan sebagai payung, agar seolah-olah mereka telah dapat pengakuan dari masyarakat. Pemerintah juga dinilai gagal mewujudkan kecukupan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Selain itu, pemerintah dinilai gagal meningkatkan keamanan dalam negeri, sehingga menyebabkan konflik sosial. Kegagalan Presiden SBY lainnya adalah dalam hal reformasi birokrasi, dan pemberantasan korupsi. Pemerintahan SBY juga dianggap gagal dalam pemerataan infrastruktur dan optimalisiasi otonomi daerah. Delapan tahun berkuasa, kondisi struktur sosio-ekonomi Indonesia jauh dari cita-cita kemerdekaan. Setalah berorasi, mahasiswa kemudian membakar keranda mayat tepat di tengah jalan diikuti yel-yel para mahasiswa lainnya yang mengitari keranda yang dibakar. Bagi mereka, kekerasan semakin merajalela bukti SBY tidak mampu dalam mengelola pola kemasyarakatan. Rakyat seharusnya dilindungi menjadi bulan-bulanan para manusia militer yang tidak berperikemanusiaan. Melihat persoalan tersebut, mereka yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Pemulihan Hak Rakyat Indonesia (Sekber PHRI) menyatakan sikap : 1.Mengutuk Pemerintah SBY-Budiono sebagai rezim fasis perampas tanah rakyat yang harus bertanggung jawab atas seluruh pembantaian dan kekerasan brutal yang dilakukan oleh aparat Polri/TNI/Pam Swakarsa. 2.Hentikan seluruh bentuk perampasan tanah yang sedang maupun yang sudah berlangsung untuk kepentingan perkebunan skala besar, pertambangan skala besar, taman nasional, dan proyek infrastruktur yang merugikan dan meningkatkan kemiskinan rakyat. Selanjutnya, di Lampung, puluhan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi. Mereka tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Lampung (Gemala) aksi demonstrasi kemarin. Gemala yang terdiri sejumlah elemen, di antaranya BEM UBL, BEM ABPTS, BEM Unila, dan BEM Polinela. Sebelum menggelar aksi di Tugu Adipura, mereka lebih dahulu melakukan longmars dari Ramayana. Selama delapan tahun memerintah Republik Indonesia, rezim SBY dianggap gagal membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi anak negeri. Mereka membeber sejumlah kegagalan rezim SBY. Pada masalah korupsi misalnya, pemerintah kerap menggembosi KPK guna kepentingan mereka. Ironisnya, SBY tak juga mengambil sikap tegas dalam konflik yang melibatkan KPK dan Polri. Masalah pelanggaran HAM juga menjadi catatan mereka. Banyak kasus HAM yang masih belum jelas bentuk penyelesaiannya. Setiap tahun pemerintah mengklaim terjadi pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada kenyataannya, pengangguran masih merajalela. Belum lagi praktik outsourcing yang menyengsarakan buruh, upah yang masih di bawah standar, ditambah harga yang terus meningkat. Lalu, mereka menyimpulkan bahwa sejumlah masalah yang tidak terselesaikan itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah menangani permasalahan yang ada. Untuk itu, mereka menuntut lima poin. Yaitu, (1) Mendesak SBY turun langsung mencegah intervensi dan penggembosan KPK; (2) Menyelesaikan kasus pelanggaran HAM; (3) Menetapkan kebijakan terkait perlindungan lingkungan Indonesia; (4) Mewujudkan kemandirian ekonomi sebagai perwujudan kedaulatan dan nasionalisasi bangsa; (5) Mengambil alih badan usaha milik negara yang kini dikuasai pihak asing. Aksi mahasiswa ini juga diwarnai teatrikal menggambarkan sosok SBY yang menjadi biang koruptor dan tidak memedulikan rakyat. Selama delapan tahun era kepemimpinannya, SBY telah menipu dan membodohi rakyat. Selain berorasi, pendemo juga membawa berbagai poster yang mengkritisi pemerintahan SBY-Boediono. Suatu kelompok lain bahkan telah mengidentifikasi sepuluh rapor merah rezim SBY. yakni: 1.Kementerian asuhannya yang saat ini terlibat skandal korupsi. Misalnya di Kemenakertrans, Kemendiknas dan Kemenpora. 2.Pemerintah gagal menyelesaikan karut-marut masalah TKI. 3.Tidak bisa menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. 4.Produktivitas kinerja Mentrinya di KIB jilid II menurun. 5.Proses penyelesaian kasus mafia pajak sangat tebang pilih. 6.Pemerintah gagal mencegah lahirnya oligarki kekuasaan. 7.Tidak selesainya kasus mega skandal Century. Kasus yang diduga melibatkan Wapres Boediono dan mantan Menkeu Sri Mulyani itu tidak jelas juntrungannya. 8.Di masa pemerintahan SBY-Boediono banyak kasus kekerasan berbau SARA terjadi. 9.Tidak maksimal menyediakan pelayanan publik. Misalnya, pelayanan kesehatan dan pelayanan infrastruktur jalan. 10.Pemerintah mengobral remisi bagi para koruptor. Ini sangat menciderai penegakan hukum. Kritik individual terhadap rezim SBY juga datang dari aktor individu seperti Mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, pengamat politik dari UI Budyatna dan anggota DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo. Yusril, misalnya, menilai, arah bangsa Indonesia semakin hari semakin tak punya kejelasan. Penegakan hukum setiap semakin tak mempertajam taringnya ketika berada dalam pusaran kekuasaan penguasa. Menurut Yusril, hal itu terjadi karena tidak ada sistem yang kokoh untuk memperjuangkan penegakan hukum seperti yang telah diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 45. “Sistem yang kokoh terkontaminasi oleh pencitraan politik yang menguntungnya kepentingan politis semata,” tegas Yusril, Sementara itu pengamat politik dari UI Budyatna mengatakan, tiga tahun pemerintahan SBY masih belum sesuai dengan janji-janji kampanyenya seperti akan berdiri paling depan memberantas korupsi dan mewujudkan kemakmuran rakyat. “Kasus korupsi saja sekarang ini makin merajalela dampaknya dana APBN yang dialokasikan untuk berbagai pembangunan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat banyak dikorupsi sehingga rakyat tetap saja miskin. Jadi, SBY masih ingkar janji,” katanya. Budyatna mencontohkan, kendati 20 persen dari dana APBN sudah dialokasikan untuk pendidikan kenyataannya rakyat tetap saja sulit mendapatkan kesempatan sekolah. Padahal di Malaysia juga menggelontorkan 20 persen APBN nya untuk pendidikan . Hasilnya warga setempat mendapat imbalan sekolah gratis mulai dai SD hingga perguruan tinggi. Di sisi lain pengangguran masih sangat tinggi mencapai puluhan juta orang atau berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi yang diklaim cukup tinggi di Asia. Ini terjadi karena di Indonesia ini segelintir orang kaya sekali tapi masyarakat paling banyak sangat miskin. Di lain fihak, anggota DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo (21 Oktober 2012), juga menilai SBY-Boediono gagal dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, yakni mensejahterakan rakyat. Di tahun ketiga ini tak begitu jelas apa yang sudah dibuat SBY-Boediono. Selanjutnya, Direktur Imparsial (the Indonesian Human Rights Monitor), Al Araf (21 Oktober 2012) kepada pers menyatakan bahwa tahun pemerintahan SBY-Boediono justru diwarnai dengan watak rejim yang konservatif. Konservatisme terlihat dari pilihan pendekatan keamanan lebih dikedepankan diikuti dengan pengabaian dan pembatasan HAM melalui berbagai regulasi. Trend konservatisme legislasi itu dimulai dari disahkannya UU Intelijen, UU Penanganan Konflik Sosial dan dibarengi dengan rencana pembentukan UU Keamanan Nasional, Undang-undang Rahasia Negara serta Undang-undang Wajib Militer (RUU Komponen Cadangan). Kesemua legislasi sektor keamanan itu bernuansa sekuritisasi dan bersifat membatasi HAM. Pada saat bersamaan ini, Pemerintah dan Parlemen juga berkeinginan melakukan control yang ekesif terhadap masyarakat dengan berencana mengesahkan RUU Organisasi Masyarakat. Secara substansial Imparsial menilai, RUU Ormas jelas-jelas akan membatasi dan berpotensi digunakan uyntuk membonsai organisasi masyarakat sipil. Bagi Imparsial, berbagai regulasi dan rancangan regulasi tersebut memiliki motif dan tujuan nyata-nyata telah membelokkan arah reforamsi Indonesia. Sebaliknya, Imparsial melihat, adanya kecenderungan dari Pemerintahan SBY mengabaikan dan bahkan melupakan sejumlah agenda reforamsi sektor keamanan dan penegakan HAM nyata-nyata sebenarnya telah dimandatkan. Dalam legislasi sektor keamanan, Imparsial menilai, pemerintahan SBY-Boediono gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer melalui Revisi Undang-undang No. 31 Tahun 1997. Pemerintahan SBY tidak memiliki niatan dan upaya sungguh-sungguh untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sector keamanan. Kegagalan rezim SBY-Boediono untuk mensejahterakan rakyat tidak terlepas dari kiblat sistem kapitalisme sebagai mazhab pandangan hidup dan politiknya. Sistem kapitalisme sebagai aternatif rezim SBY-Boediono dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat telah terlihat jelas menuai kegagalan. Sistem kapitalisme dengan segala nilai dan prakteknya hanya memberikan keleluasaan bagi klas borjuasi untuk mengeksploitasi rakyat. Bukan kesejahteraan yang didapatkan rakyat melainkan kesengsaraan, kemiskinan dan penderitaan. Selama rezim borjuasi berkuasa, rakyat selalu menjadi korban keganasan sistem kapitalisme lewat rezim SBY-Boediono. Rezim SBY-Boediono selalu memprioritaskan kepentingan klas pemodal dari pada kepentingan rakyat. Inilah bentuk “Sesat Pikir” rezim borjuasi!. Artinya, krisis kapitalisme yang masih terjadi sampai sekarang ini, telah menunjukkan kerapuhan dan usang serta telah gagal sebagai jalan menuju kesejahteraan rakyat. kepemimpinan SBY-BOEDIONO dan ELIT POLITIK BORJUASI bukan jalan kesejahteraan bagi rakyat yang diutamakan, akan tetapi jalan lapang bagi penindasan dan penghisapan terhadap rakyat Indonesia. Di Bandung, komponen masyarakat madani yang mengatasnamakan dirinya GAMU melakukan aksi bakar ban dan kardus dilakukan di tepi Jalan Dago. Sementara asap mengepul, massa pendemo berorasi di trotoar secara bergantian. SBY dianggap lamban dalam menyikapi berbagai permasalahan baik bidang ekonomi, hukum, sosial, dan pemerintahan. Di bidang hukum misalnya, SBY dianggap lamban menyikapi kisruh KPK vs Polri. SBY baru mau turun setelah rakyat mendesak. Selain itu, menurut mereka, kebijakan ekonomi yang dilegitimasi SBY juga dinilai berpihak pada kepentingan kapital, kebijakan energi nasional mengesampingkan aspek kemandirian, skandal bailout Bank Century yang tak kunjung selesai, penegakkan supremasi hukum, serta gagalnya SBY mewujudkan Indonesia sebagai rumah yang aman bagi masyarakatnya. Lalu, mereka meminta SBY-Boediono turun dari jabatannya karena terbukti gagal memimpin Indonesia menjadi negara berdaulat, sejahtera, adil dan makmur. Tak perlu menunggu sampai akhir masa jabatan. Mereka juga menegaskan, jika aksi mereka tidak digubris, maka GAMU akan menggelar aksi yang lebih besar dengan massa yang lebih besar. Sebelumnya, 24 Maret 2012, Sekretariat Bersaman(Sekber) Buruh menyatakan, rezim SBY-Boediono telah gagal menyejahterakan rakyat. Pasalnya, setelah ditandatanganinya letter of intent (LOI) dengan IMF, banyak produk Undang-Undang yang meliberalisasikan berbagai macam sektor di Indonesia, yang hanya menguntungkan pemilik modal, tapi tidak melindungi sumber-sumber kekayaan alam dan sumber penghidupan rakyat Indonesia. "Liberalnya kebijakan yang disahkan rezim-rezim pasca Orde Baru membuat sumber-sumber kekayaan alam negeri dijarah dan dieksploitasi habis-habisan mulai dari alam hingga eksploitasi terhadap manusia pun dilakukan secara sistematis, dari upah buruh yang sangat murah baik di dalam negeri maupun TKI. Pemerintah bukanlah pemerintahan yang melindungi rakyatnya dari penjajahan korporasi asing. Justru sebaliknya pemerintah ini telah menjadi kaki tangan korporasi asing tersebut. Jalan keluar bagi kemiskinan dan kesengsaraan rakyat Indonesia adalah mengganti rezim yang tunduk pada kekuatan kapitalis dan imprealis. Sekretariat Bersaman ini meminta pemerintahan SBY diganti dengan pemerintahan yang menjalankan program- program penghapusan liberalisasi pasar tenaga kerja. Kemudian yang mampu melawan upah murah, menolak kenaikan harga BBM, dan melawan perampasan tanah rakyat oleh negara dan korporasi. Di lain fihak, AMUK suatu aliansi beberapa aktivis dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Indonesia Court Monitoring, HMI, Forum LSM Yogyakarta, BEM KM UGM, dan lain-lain dalam suatu pertemuan menghasilkan pernyataan sikap bahwa selama 8 tahun pemerintahannya, rezim SBY gagal dalam memenuhi amanat dan tuntutan rakyat untuk menegakkan kedaulatan, keadilan, dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka mendesak kepada Presiden SBY untuk mempertanggungjawabkan kegagalannya kepada rakyat Indonesia secara nyata, bukan sekedar pencitraan politik serta menuntut kepada siapapun yang akan menggantikan SBY untuk lebih serius memperhatikan hak-hak rakyat, serta memperkuat KPK sebagai pilar penting pemberantasan korupsi di Indonesia. Dari kelompok masyarakat madani lain, muncul pernyataan sikap kritis Hizbut Tahir Indonesia (HTI), bahwa rezim SBY gagal mensejahterakan rakyat (26 januari 2012). Pernayatan itu berdasarkan penilikan mereka atas berbagai persoalan actual yang ada dalam kehidupan bermasayarakat dan bernegara dewasa ini baik di lapangan ekonomi, politik, social, budaya, hukum maupun ideology dan agama. Tampak sekali bahwa pemerintah dan Negara ini telah gagal. Menurut HTI, meski disebut oleh pemerintah bahwa angka kemiskinan terus turun, tapi secara kasat mata masih sangat banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Hal ini tampak misalnya ada lebih dari 70 juta rakyat miskin yang masih menerima raskin. Bahkan kini tengah terjadi krisis pangan, harga kebutuhan pokok meroket, daya beli rakyat menurun, ekonomi makin sulit. Sebanyak empat juta anak Indonesia kurang gizi. Rakyat terpaksa berutang, mengurangi makan, atau bunuh diri. Selain itu, Pemerintah SBY-Boediono gagal melindungi moralitas rakyat. Pornografi dan pornoaksi makin marak. Meski UU Pornografi telah diundangkan, tapi faktanya itu seperti macan ompong. Seks bebas seperti telah menjadi biasa. Lebih dari 51 persen pelajar di Jabodetabek mengaku telah melakukan hubungan seks sebelum nikah. Hal ini terjadi juga pada laki-laki dan perempuan dewasa. Sehingga banyak terjadi kehamilan di luar nikah dan berujung pada aborsi. Pemerintah SBY juga telah gagal melindungi kekayaan rakyat berupa minyak dan gas bumi, barang tambang maupun yang lainnya tidak banyak dinikmati oleh rakyat, tapi oleh segelintir orang, termasuk pihak asing melalui regulasi dan kebijakan yang tidak pro rakyat. Pemerintah SBY juga gagal memberantas korupsi dan mafia hukum. Iironinya banyak dilakukan oleh para pejabat yang berlangsung makin massif dan sistemik. Sekitar 148 kepala daerah sekarang ini jadi tersangka korupsi, dan diantaranya adalah 17 Gubernur. Kasus korupsi melahirkan korupsi baru melalui mafia hukum yang bisa mengatur Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan pengacara. Itulah yang membuat banyak kasus korupsi yang tidak terungkap. Kasus skandal Bank Century atau mafia Perpajakan adalah salah satunya. Selain itu, SBY gagal menjaga akidah umat Islam dan gagal membawa rakyat kepada jalan yang diridhai Allah dengan tetap setia pada sekularisme dan kapitalisme sehingga tidak bisa menyejahterakan rakyat. Kesimpulan: Berdasarkan uraian penilaian publik tentang kegagalan rezim SBY di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rezim SBY telah gagal di dalam hal: 1. Pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi dinilai timpang, terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan kontribusi PDB sekitar 5t7,8 %. Sementara di daerah lain, berbagi sisanya, yakni 42,2 %. Selain itu, investasi juga menunjukkan masih ada ketimpangan antar wilayah baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Investasi didominasi sektor tersier, berarti menggunakan impor konten. Akibatnya, terjadi urbanisasi berakibat jangka panjang pada daerah-daerah perkotaan berupa problem sosial yang eksklasif. Pertumbuhan ekonomi sering dibangga-banggakan hanya milik segelincir orang, yaitu kelompok konglomerat. Pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada sektor menyerap tenaga kerja seperti pertanian dan perikanan. Padahal kedua sector ini paling besar menyumbang angka kemiskinan. 2. Kemiskinan Rezim SBY telah gagal memberantas membasmi kemiskinan dan memakmurkan segenap masyarakat Indonesia. Rezim SBY gagal dalam menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan sesuai standar PBB dengan penghasilan minimal 2 dollar AS atau sekitar Rp. 18 ribu per hari, masih sangat tinggi yaitu sekitar 30 % dari total 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia. Atau sekitar 70 juta jiwa berdasarkan jumlah penerima beras miskin, ditambah lagi penduduk hampir miskin sebanyak 29,38 juta. 3. Pengangguran Rezim SBY telah gagal mengurangi pengangguran. Pengangguran masih merajalela. Praktik outsourcing telah menyengsarakan buruh, upah masih di bawah standar, ditambah harga terus meningkat. 4.Pendidikan Rezim SBY gagal menuntaskan carut marut sistem pendidikan. Rakyat juga dinilai susah mendapatkan akses pendidikan. Pengkritik menuntut rezim SBY menyediakan pelayanan pendidikan terjangkau oleh masyarakat. 5. Kesehatan Rakyat juga dinilai susah mendapatkan akses kesehatan.Biaya kesehatan semakin mahal. Pengkritik menuntut rezim SBY menyediakan pelayanan kesehatan terjangkau oleh masyarakat. 6. Pangan Rezim SBY gagal dalam mewujudkan kemandirian pangan. Kegagalan lain rezim SBY adalah adanya komersialisasi pangan, bagaimana lahan pertanian dijadikan industrialisasi dan pada kenyataannya membuat petani sengsara. 7. Enerji Rezim SBY dalam gagal melindungi kekayaan Indonesia. Privatisasi sektor enerji dan logam mulia di berbagai wilayah, menyebabkan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia dikangkangi oleh para kapitalis asing. Mulai dari emas yang dijarah oleh Freeport di papua hingga poanas bumi di Garut Jawa Bafrat yang disedot oleh Chevron, serta berbagai kekayaan lain diobral murah Pemerintah. Di sisi lain, impor dilegalalisasi dalam bentuk kerjasama perdagangan semisal CAFTA, juga semakin menyesengarfakan rakyat. 8. Infrastruktur Rezim SBY juga mengalami kegagalan dalam bidang infrastruktur. Pengkritik meminta rezim SBY menghentikan proyek infrastruktur merugikan. Rezim ini juga dalam pemerataan infrastruktur. 9. Lingkungan Rezim SBY gagal dalam membangun lingkungan hidup yang menyebabkan sering terjadinya bencana banjir. Juga, gagal dalam menyelamatkan hutan Indonesia dari kegiatan mafia kayu. 10. Pertahanan dan Keamanan Rezim SBY gagal dalam memimpin menegakkan pertahanan dan keamanan. Selain itu, pemerintah dinilai gagal meningkatkan keamanan dalam negeri, sehingga menyebabkan konflik sosial. Adanya kecenderungan dari Pemerintahan SBY yang mengabaikan dan bahkan melupakan sejumlah agenda reforamsi sector keamanan dan penegakan HAM nyata-nyata sebenarnyta telah diumandatkan. 11. Reformasi Birokrasi Rezim SBY gagal dalam melakukan reformasi birokrasi. 12. Otonomi Daerah Rezim SBY gagal dalam optimalisiasi otonomi daerah. 13. Demokrasi dan HAM Rezim SBY gagal dalam mengawal transisi demokrasi. Sistem yang dikonstruksi oleh rezim SBY menciptakan Negara oligarki baruj yang disebut rulling oligarki dalam tatanan politik dan demokrasi semu. Demokrasi hanya dijadikan alat untuk merampok Negara. Akhirnya Negara digerogoti oleh mafia anggaran. Rezim SBY juga gagal dalam melindungi HAM dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM (MUCHTAR EFFENDI HARAHAP).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda