Senin, 12 November 2012

JANJI-JANJI KAMPANYE PASANGAN SBY-BOEDIONO DALAM PILPRES 2009

Salah satu perubahan politik di Indonesia era reformasi adalah Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebelumnya, baik Era Orde Lama (Presiden Sukarno) maupun Era Orde Baru (Presiden Suharto), Presiden dipilih oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebuah lembaga negara/pemerintahan secara formal tergolong “tertinggi” di antara lembaga-lembaga negara lain seperti eksekutif/Pemerintah, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), MA (Mahkamah Agfung), dll. Kekuatan reformasi sebelumnya menilai, MPR ditentukan eksekutif/Pemerintah terutama Era Orde Baru, bukan rakyat, sehingga pemilihan Presiden oelh MPR tidak demokratis, bukan sungguh-sungguh aspirasi rakyat. Di bawah UUD 1945 hasil Amandemen, Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dipilih secara langsung oleh rakyat. Metode kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi berubah, mereka langsung bersama Tim Kampanye, Partai Politik penyusung dan pendukung, komponen relawan, dll. mempengaruhi calon pemilih melalui metode kampanye dalam berbagai instrument dan cara. Salah satu cara adalah memberikan pernyataan baik tertulis maupun lisan janji-janji yang akan dilaksanakan jika kelak berhasil menjadi Presiden dan Wakil Presiden (menang dalam perolehan suara pemilih). Tatkala kampanye untuk mempengaruhi calon pemilih berlangsung, Calon Presiden memberikan beragam janji kepada calon pemilih. Memberikan janji-janji kampanye ini merupakan salah satu metode mempengaruhi calon pemilih dan meraih suara pemilih. Idealnya, janji-jani Calon Presiden saat kampanye adalah menjadi program kerja Pemerintah tatkala telah menduduki jabatan Presiden. Janji itu adalah utang politik Presiden kepada rakyat. Jika program kerja tersebut tidak berjalan dengan baik, bukannya tidak mungkin rakyat akhirnya menjadi apatis terhadap Pemerintah, dan mengajukan gugatan hukum ke lembaga peradilan. Apakah status janji-janji kampanye Presiden ? Jika dalam perjalanannya calon Presiden pemberi janji berhasil menduduki kekuasaan dan bertidak sebagai Presiden apakah Presiden “harus“ melaksanakan janji-janji tersebut? Dengan perkataan lain, apakah janji-janji kampanye dapat mengikat secara hukum syarat sanksi jika tidak dilaksanakan atau dicapai Presiden bersangkutan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab dengan menelaah kasus gugatan “citizen lawsuit” terkait dengan janji-janji kampanye Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) Pilpres 2004. Pada Februari 2009, Sekitar 70 warganegara Indonesia mengajukan gugatan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para penggugat menyatakan SBY-JK “wanprestasi” karena tak bisa menuntaskan janji kampanye pada Pilpres 2004. Saat kampanye pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden SBY-JK berjanji meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai 7,6 % pada 2009. Angka kemiskinan diprediksikan turun dari 17,14 % menjadi 8,7 % pada 2009. Janji-janji kampanye itu kembali dinyatakan melalui pidato kenegaraan tatkala SBY-JK ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Menurut para penggugat, dalam kenyataannya Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat memenuhi janji-janji kampanye sehingga dikatagorikan “wanprestasi”. Saat itu, tingkat pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,5 %, tidak mencapai peningkatan menjadi 7,6 %. Tingkat kemiskinan mencapai 17,7 % pada 2005, dan 15,54 % pada 2008, tidak mencapai penurunan menjadi 8,7 % Namun, pada 24 Agustus 2009 saat membacakan putusan Majelis Hakim diketuai Makmun Masduki menolak gugatan dan menyatakan kegagalan SBY-JK dalam memenuhi janji kampanye bukan wanprestasi. Ketidakberhasilan janji kampanye politik itu bukan karena kesengajaan sehingga tidak bisa menjadi sengketa hukum. Lalu, apa opini sebagian pengamat hukum tentang penolakan gugatan itu? Salah satu Terdapat opini adalah janji kampanye politik disebutkan atau diedarkan atau sebagai visi dan misi adalah janji yang tidak memiliki kekuatan hukum. Janji itu adalah janji “bodong”. Unsurnya adalah “Penipuan” bagi masyarakat Pemilih. Janji Presiden lebih merupakan janji publik ketimbang janji perdata. Sehingga penyelesaiannnya kurang tepat ke peradilan umum. Namun, ada opini menegaskan, bukan berarti janji-janji kampanye politik tidak bisa dituntut secara hukum. Ranahnya bisa saja ke peradilan umum atau badan peradilan lain setingkat Mahkamah Konstitusi (MK). Realitas obyektif menunjukkan bahwa hingga kini, belum ada rakyat Indonesia mengajukan gugatan semacam ini kepada MK. Pada Pilpres 2004 telah berhasil meraih suara pemilih terbanyak adalah Pasangan SBY-Budiono. Pada 20 Oktober 2009 rakyat Indonesia menjadi saksi atas dilangsungkannya satu prosesi pelantikan Presiden berserta Wakil Presiden RI periode 2009-2014. SBY kembali terpilih sebagai Presiden RI. Apa janji-janji kampanye SBY? Pada 22 Oktober 2009 di Istana Negara disahkan pula Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (Peridoe 2009-2014) sehingga sejak waktu itu SBY telah membentuk suatu “rezim kekuasaan pemerintahan” sebagaimana disebut “Rezim SBY”. Secara resmi nama-nama anggota rezim SBY dipublikasikan secara luas kepada rakyat Indonesia, di antaranya: Djoko Suyanto (Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan); Hatta Radjasa (Menteri Koordinator Perekonomian); Agung Laksono (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat); dan, Sudi Silalahi (Menteri Sekretaris Negara). Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini terdapat wajah-wajah baru anggota rezim SBY, walaupun beberapa di antaranya masih wajah lama. Kepada anggota rezim inilah seyogyanya janji-janji kampanye SBY disandarkan. Keahlian dan kompetensi mereka diharapkan akan mampu menyelesaikan atau memecahkan permasalahan pemerintahan/Negara, dunia usaha dan masyarakat madani yang dirumuskan di dalam butir-butir janji kampanye SBY. Lebih dari itu, para anggota rezim SBY harus mampu bekerja sehingga terdapat penilaian atas keberhasilan, bukannya kegagalan. Untuk mengidentifikasi janji-janji kampanye SBY sesungguhnya dapat diperoleh dari dua jenis data, yakni jenis data primer dan sekunder, atau tertulis atau lisan. Jika primer dan tertulis, tentu dapat diperoleh di Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena setiap Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden memberikan dokumen mengandung janji-janji kampanye kepada KPU sebagai salah satu persyaratan yang ditentukan KPU. Namun, dalam tulisan ini, data janji-janji kampanye SBY dikumpuilkan berdasarkan jenis data sekunder dan melalui pidato-pidato kampanye SBY di forum publik saat pelaksanaan Pilpres 2009 berlangsung (sumber media massa). Kampanye akbar SBY-Boediono dilaksanakan di gedung Gelora Bung Karno (GBK) pada hari Minggu 4 Juli 2009. Masa dari berbagai Partai Politik pengusung dan pendukung Pasangan SBY-Budiono, organisasi masyarakat dan kelompok relawan dan simpatisan Pasangan SBY-Budiono berbondong-bondong menghadiri kampanye terakhir Pasangan SBY Budiono. Diperkirakan, lebih daripada 200 ribu orang memenuhi gedung Gelora Bung Karno. Massa telah datang dan menunggu dari pukul 12.00 WIB, dan pidato pembuka disampaikan oleh Calon WAkil Presiden Budiono. Dalam pidatonya Budiono menegaskan, "Yang menang kelak tidak melecehkan yang kalah, dan yang kalah tidak memusuhi yang menang". Budiono juga mengatakan, Pasangan SBY-Budiono akan memberikan bukti, bukan janji kosong atau angin surga yang diucapkan tidak berdasarkan realita. Pidato dilanjutkan dengan orasi Calon Presiden SBY yang diawali dengan ucapan terima kasih sebanyak tiga kali kepada semua yang hadir di Senayan. Dalam pidatonya SBY menjanjikan, lima agenda dan 15 prioritas yang akan dilaksanakan jika mereka Budiono menang pada Pilpres 8 Juli 2009 ini. Lima Agenda dimaksud adalah: 1.Peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 2.Pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. 3.Penguatan demokrasi dan menghormati hak asasi manusia. 4.Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 5.Pembangunan adil dan merata. Sedangkan 15 butir prioritas dalam janji kampanye SBY adalah: 1.Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi minimal 7 % sehingga kesejahteraan rakyat meningkat. 2.Kemisikinan Kemiskinan harus turun 8-10 % dengan meningkatkan pembangunan pertanian, pedesaan dan program pro rakyat. 3.Pengangguran Pengangguran turun 5-6 % dengan cara meningkatkan peluang lapangan pekerjaan dan peningkatan penyaluran modal usaha. 4.Pendidikan Pendidikan harus ditingkatkan lagi. Mutu infrastruktur dan kesejahteraan guru dan dosen ditingkatkan. Persamaan perlakuan sekolah negeri-swasta-agama. Tetap melanjutkan sekolah gratis bagi yang tidak mampu. 5.Kesehatan Masalah kesehatan dengan terus melakukan pemberantasan penyakit menular dan melanjutkan pengobatan gratis bagi yang tidak mampu. 6.Pangan Swasembada beras dipertahankan. Ke depannya Indonesia akan menuju swasembada daging sapi dan kedelai. 7.Enerji Penambahan enerji daya listrik secara nasional. Kecukupan BBM dan pengembangan energy terbarukan. 8.Infrastruktur Pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari perhubungan, pekerjaan umum, air bersih, TI (Teknologi Informasi) maupun pertanian. 9.Perumahan Rakyat Peningkatan pembangunan rumah rakyat seperti proyek rusun (rumah susun) murah untuk buruh, TNI/Polri, dan rakyat kecil. 10.Lingkungan Pemeliharaan lingkungan terus ditingkatkan seperti reboisasi lahan. 11.Pertahanan dan Keamanan Kemampuan pertahanan dan keamanan terus ditingkatkan seperti pengadaan dan modernisasi alustista TNI/Polri. 12.Reformasi Birokrasi Refomasi birokrasi, pemberantasan korupsi terus ditingkatkan. 13.Otonomi Daerah Otonomi daerah dan pemerataan daerah ditingkatkan. 14.Demokrasi dan HAM Demokrasi dan penghormatan terhadap HAM makin ditingkatkan. Jangan terjadi lagi pelanggaran HAM berat di negeri ini. 15.Politik Luar Negeri Peran Indonesia makin ditingkatkan di dunia internasional. Berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Di lain pihak, kampanye Pasangan SBY-Boediono digelar di GOR Saburai, Bandar Lampung, 16 Juni 2009. Calon Presiden SBY, tampaknya ingin mengulang klaim sukses pembangunan Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura),Jawa Timur. Dalam pidato kampanye politiknya, SBY mengatakan, salah satu misinya adalah pembangunan yang adil dan merata. Salah satu agenda aksinya adalah pembangunan infrastruktur yang padat karya. Selanjutnya SBY menyatakan bahwa salah satu proyek infrastruktur yang menjadi prioritas adalah pembangunan jembatan Selat Sunda. ''Jembatan Selat Sunda bisa kita percepat pembangunannya,'' kata SBY disambut tepuk tangan sekitar dua ribu peserta kampanye yang memadati GOR Saburai. Rencana kegiatan pembangunan jembatan Selat Sunda memiliki panjang 29 Km. Jika, rencana kegiatan ini dilaksanakan dan mencapai tahap operasional (pasca konstruksi), maka diperkirakan jembatan ini tergolong jembatan terpanjang kedua di dunia. Sedangkan jembatan terpanjang pertama terdapat di Shanghai, Tiongkok, memiliki panjang 36 Km. Selisih panjang kedua jembatan itu adalah hanya 7 (tujuh) Km saja. Di samping masih pada kampanye di Lampung, SBY juga berbicara tentang kemandirian pangan dan energi. Dikatakannya, selama memimpin pemerintahan Indonesia hampir lima tahun, dirinya sempat menghadapi gejolak pangan dan minyak. Namun, dengan kerja keras, masalah tersebut bisa diatasi. Kemandirian pangan, salah satu contohnya adalah tercapainya swasembada beras sejak tahun lalu. Kemudian, tahun ini Indonesia juga swasembada jagung dan gula konsumsi. Produksi padi hari ini surplus 62 juta ton. Indonesia bisa ekspor setelah dipastikan kebutuhan dalam negeri aman. Kedelai masih kurang. “Mudah-mudahan tahun depan kita bisa stop impor kedelai,'' kilah SBY. Di kesempatan lain, SBY juga telah berjanji kepada publik atau calon pemilih, untuk menyediakan 8 (delapan) juta hektar tanah bagi masyarakat miskin. Kriteria Penilaian Keberhasilan atau Kegagalan Rezim SBY Sesungguhnya janji-janji kampanye SBY Pilpres 2009 dapat dijadikan kriteria penilaian keberhasilan atau kegagalan rezim SBY periode 2009-2014. Setidak-tidaknya, terdapat 15 butir kriteria penilaian keberhasilan dan kegagalan rezim SBY sebagaimana diucapkannya pada saat berlangsungnya kampanye di Gelora Bung Karno, Jakarta, 4 Juli 2009. Adapun 15 butir dimaksud adalah (1) Pertumbuhan Ekonomi; (2) Kemiskinan; (3) Pengangguran; (4) Pendidikan; (5) Kesehatan; (6) Pangan; (7) Enerji; (8) Infrastruktur; (9) Perumahan Rakyat; (10) Lingkungan; (11) Pertahanan dan Keamanan; (12) Reformasi Birokrasi; (13) Otonomi Daerah; (14) Demokrasi dan HAM; dan, (15) Politik Luar Negeri. Suatu penilaian keberhasilan atau kegagalan suatu rezim berkuasa pada pemerintahan/negara sangat penting dilakukan oleh rakyat karena sesungguhnya keberadaan rezim berkuasa itu semata-mata untuk melayani rakyat sebagai “pemilik kedaulatan” atau “pengguna/users” dalam kehidupan demokratis. Karena rezim berkuasa tidak melakukan “kontrak politik” dengan lembaga negara, tetapi dengan rakyat sebagai pemilik atau pemegang kedaulatan, maka kriteria penilaian/evaluasi keberhasilan atau kegagalan rezim berkuasa adalah butir-butir janji kampanye politik yang diberikan oleh Calon Presiden dan Wakil Presiden bersangkutan. Sesungguhnya rezim berkuasa terbentuk setelah berhasilnya suatu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden merebut kekuasaan eksekutif melalui Pilpres. Dalam konteks Indonesia, juga demikian, adalah sangat tepat jika janji-janji politik Presiden SBY saat berkampanye pada Pilpres 2009 digunakan sebagai kriteria atau standar penilaian/evaluasi keberhasilan atau kegagalan rezim SBY periode 2009-2014 (Muchtar Effendi Harahap).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda