Senin, 15 Oktober 2012

PERTANYAAN POKOK PERDEBATAN PUBLIK RUU KEAMANAN NASIONAL

Saat ini Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah mengajukan Rencana Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) kepada DPR-RI. RUU Kamnas masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) di DPR, dan baru mulai memasuki tahap pembahasan dan dengar pendapat publik. Menurut Ketua Pansus RUU Kamnas, Agus Gumiwang, pada 23 Oktober 2012 Pansus akan mengundang Pemerintah untuk membicarakan masalah RUU Kamnas ini. RUU Kamnas sesungguhnya mendapat relatif banyak perhatian baik kalangan akademisi ilmu politik, pengamat militer, kader Parpol, aktivis NGO’s, pimpinan organisasi kemasyarakatan, jurnalis/wartawan media massa dan bahkan mantan perwira Kepolisain RI. Telah terjadi perdebatan publik baik di DPR, forum diskusi maupun media massa. Beragam issue (persoalan pokok) terkait RUU Kamnas telah mengambil tempat, terutama dikaitkan dengan penegakan Hak-hak Azasi Manusia (HAM), demokrasi, kepentingan nasional dan kewenangan Kepolisian. Terdapat dua kelompok besar. Pertama, kelompok kontra keberadaan RUU Kamnas, yang diwakili aktivis NGO’s pro demokrasi dan mantan perwira Kepolisian RI. Kedua, kelompok pro keberadaan RUU Kamnas, yang diwakili akademisi ilmu politik, pengamat militer dan organisasi kemasyarakatan. Namun, kelompok kontra keberadaan RUU Kamnas terkesan lebih dominan diberitakan di media massa, khususnya media cetak. Sepanjang perdebatan publik dimaksud, beberapa pertanyaan pokok dapat teridentifikasi untuk didiskusikan lebih seksama dan obyektif sehingga dapat membantu terciptanya keseimbangan pro dan kontra atas RUU Kamnas ini, sekaligus memberi masukan kepada DPR dalam proses penyusunan UU Kamnas. Karena keberadaan RUU Kamnas ini adalah bagian upaya reformasi dan demokratisasi sektor keamanan di tengah-tengah gelombang globalisasi, maka perspektif yang “layak” dan “ideal” untuk menjawab beberapa pertanyaan pokok dimaksud adalah: a.Perlukah diterbitkan UU Kamnas bagi Negara Republik Indonesia mengingat perubahan politik dan ekonomi dunia pasca perang dingin lebih mengarah proses demokratisasi dan globalisasi? Jika perlu,mengapa? b.Perlukah pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang melibatkan masyarakat madani di Indonesia? Jika, perlu, Mengapa? c.Apakah RUU Kamnas akan “mempreteli” atau mengurangi kewenangan Kepolisian ? Jika ya, kewenangan Kepolisian yang mana akan dipreteliatau dikurangi? d.Apakah RUU Kamnas berpotensi menganggu penegakan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil? Jika ya, pasal-pasal mana berpotensi menganggu dimaksud dan apa argumentasi atau alasan-alasan rasional dan logisnya? e.Apakah RUU Kamnas berpotensi melanggar hak-hak Azasi Manusia (HAM) ? Jika, ya pasal-pasal mana berpotensi melanggar dimaksud dan apa argumentasi atau alasan-alasan rasional dan logisnya? f.Apakah Pasal 54 RUU Kamnas akan menjadikan pekerja media menjadi salah satu sasaran aparat ? Jika ya, apa argumentasinya? g.Ada penilaian sebagian aktivis NGO’s bahwa RUU Kamnas ini sama saja dengan UU Suversi yang pernah hidup pada masa pemerintahan otoriterian Orde Baru. RUU ini dapat mengembalikan format politik rezim represif seperti masa lalu. Apakah penilaian mereka dapat diterima secara rasional dan logis? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa? h.Mengapa sebagian aktivis NGO’s dan purnawirawan polisi begitu getol menolak RUU Kamnas? Apa alasan filosifis, sosiologis dan legalitas mereka menolak RUU Kamnas? Atau, satu pertanyaan khusus: apa “motip” mereka menolak? Beberapa pertanyaan pokok ini dicoba disajikan dalam suatu Round Table Discussion (RTD) “Mengkaji RUU Keamanan Nasional dalam Perspektif Demokratisasi dan Globalisasi”. RTD ini diselenggarakan INSTITUT EKONOMI DAN POLITIK SOEKARNO-HATTA (IEPSH) bekerjasama dengan NETWORK FOR SOUTH EAST ASIAN STUDIES (NSEAS) di Jakarta, 16 Oktober 2012. Sekitar 15 orang menjadi peserta aktif yang memberikan pemikiran, penilaian dan opini tentang RUU Keamanan Nasional baik dari unsur Pemerintahan, Dunia Usaha dan Masyarakat Madani. Tujuan utama FGD ini adalah untuk menggeser pendulum jam yang terlalu sangat ke kiri kea rah tengah sehingga tercapai obyektivitas dalam perdebatan publik, dan benar-benar UU Keamanan Nasional untuk penguatan masyarakat madani sebagai komponen sasaran demokratisasi yang menghadapi berbagai macam rintangan, kendala dan ancaman keamanan dari gelombang globalisasi (Muchtar Effendi Harahap).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda