Selasa, 24 Juli 2012

Kesimpulan Diskusi Publik PETISI 50 tentang GOLKAR

CACATAN REDAKSI: Kelompok Kerja Petisi 50 (KKPL) telah memperhatikan perkembangan kehidupan Bangsa dan Negara dewasa ini. Atas perhatian tersebut, Petisi 50 bersama Gema 77/78, Tewas Orba, HMI MPO dll, mengadakan Diskusi Publik dengan Topik: “Bangkitnya Golkar dan Munculnya Partai-Partai Neo-Orde Baru: Suatu Amnesia Sejarah? “ Diskusi Publik telah diselenggarakan pada tanggal 18 Juli 2012, Jam 12.000-17.00 Wib di Jl. Tandean (RM Ayam Goreng Suharti). Diskusi Publik yang dmoderatori oleh IndroTjahjono, menampilkan pembicara masing-masing Dr. Mohchtar Pabotinggi, Dr. Thamrin Tomagola, Arbi Sanit, Martin Aleida, Judilherry Justam dan Kasino. Pengundang Diskusi Publik ini adalah Chris Siner Key Timu dan Judlherry Justam. Berikut ini adalah Kesimpulan yang ditarik oleh Moderator Indro Thajono. KESIMPULAN DISKUSI PUBLIK PETISI 50; ORDE BARU SECARA SISTEMIK MASIH EKSIS SAMPAI SAAT INI Setelah 15 tahun reformasi dilaksanakan, keadaan Indonesia masih belum berubah. Bahkan tingkat destruksi dan disfungsi kelembagaan semakin menjadi-jadi. Kalau pada masa rezim Soeharto Indonesia tidak terindikasi sebagai negara gagal, saat ini pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Indonesia masuk daftar sebagai negara yang cenderung gagal. Negara gagal ditandai dengan tidak adanya jaminan keamanan terhadap aktivitas warga, kebutuhan rakyat tidak terpenuhi, korupsi merajalela, banyak terjadi konflik horizontal, dan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap Pemerintah. Semua ini bersumber pada otoritas dan lembaga negara yang sudah tidak efektif lagi. Hal itu ditandai dengan delegitimasi negara, pelayanan publik yang amburadul, pelanggaran HAM dan hak-hak EKOSOB, dilaksanakannya operasi bersifat rahasia, faksionalisasi, dan intervensi terhadap lembaga-lembaga formal. Eksisnya Orde Baru ini bisa dirunut dari keberadaan dan proses pembelahan institusi-institusi politik sebelumnya. GOLKAR sebagai manifestasi center power Orde Baru beserta budaya politiknya tidak pernah dibubarkan dan malah dimanfaatkan oleh elit-elit baru muncul. Bahkan GOLKAR telah mereproduksi keturunannya menjadi partai-partai baru paska reformasi yang mewarisi karakter politik induknya, yakni PKPI, HANURA, Gerindra, dan Nasdem. Selain itu anak-anak Soeharto mendirikan partai-partai politik baru dan diduga menggelontorkan dana kepada setiap partai politik. Ciri-ciri umum Orde Baru yang sebelumnya samar-samar, kini juga semakin kasat mata, yakni pembentukan oligarki politik, penumpukan modal sebagai basis dukungan kekuasaan, menjadikan birokrasi sebagai alat kekuasaan, dan pendekatan militeristik bersamaan dengan operasi intelijen. Kalau pada Orde Baru dibangun kekuasaan politik monolit yang terdiri dari GOLKAR, PDI, dan PPP; maka pada saat ini dibentuk Sekretariat Gabungan (SETGAB) sebagai koalisi partai-partai politik pendukung kekuasaan dominan rezim SBY. Dalam hal ini, birokrasi tidak digunakan sebagai sarana untuk pelayanan publik, tetapi sebagai instrumen politik sekaligus ekonomi untuk kepentingan koalisi. Pendekatan rahasia, konspiratif, dan klik (cliquish) digunakan dalam menjalankan berbagai kegiatan sosial dan politik. Kalau pada masa Soeharto operasi intelijen dilaksanakan melalui lembaga-lembaga resmi, maka pada masa SBY dibentuk kelompok-kelompok dengan sandi-sandi tertentu untuk menjalankan operasi-operasi senyap bagi kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Pendekatan ini telah menyuburkan proses agregasi elit atau terbentuknya elit faksional sebagai pilar-pilar pendukung kekuasaan, serta digrogot dan diselewengkannya tugas dan fungsi lembaga-lembaga publik yang ada. Bagaimanapun tetap tegaknya kekuatan, sistem, dan budaya politik Orde Baru sampai saat ini bersumber dari kesalahan persepsi tentang perubahan dan reformasi. Perubahan sistemik dan fundamental hanya direduksi sebagai upaya untuk menjatuhkan Soeharto, tetapi bukan rezim dan seluruh sistem yang diciptakan. Reformasi dijalankan tanpa peretasan terhadap kekuatan dan pengaruh politik masa lalu karena Komite Kebenaran dan Rekonmsiliasi telah dijegal di tengah jalan. Lebih dari itu reformasi tidak pernah melakukan restrukturisasi dalam penguasaan modal yang menjadi sangat powerful di masa rezim SBY.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda